Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

BAB 7
PERNIKAHAN CAMPURAN MENURUT PANDANGAN ISLAM
Dosen Pengampu : H.Nasrudin, S.Pd.I.,M.SI.

Kelompok : 8

Anggota : 1. Lilis Dita Prastiwi (202180114)


2. Siti Nurhalifah (202180119)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
TAHUN 2023
A. Pengertian pernikahan campuran/beda agama
Pernikahan campuran adalah pernikahan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan
(pasal 57). Berdasarkan pasal 57 UU Pernkawinan ini dapat terbagi menjadi unsur-unsur
dari pernikahan campuran :
1) Pernikahan antara seorang pria dan wanita;
2) Di indonesia tunduk pada aturan yang berlainan;
3) Karena perbedaan kewarganegaraan;
4) Salah satu pihak berkewargaegaraan indonesia.
Unsur pertama merujuk pada asaas monogami dalam perkawinan. Unsur yang kedua
menunjukkan perbedaan hukum yang berlaku baik bagi pria maupun wanita. Tetapi
perbedaan tersebut bukan karena perbedaan agama, suku bangsa, golongan di indonesia
melainkan karena unsur ketiga yakni perbedaan kewaganegaraan. Perbedaan
kewarganegaraan ini bukan semata semuanya beda melainkan adanya unsur ke empat yakni,
salah satu diantaranya merupakan kewarganegaraan indonesia.
Jadi, berdasarkan UU 57 perkawinan campuran ialah perkawinan yang dilaksanakan
antar warganegara indonesia dengan warganegara asing. Karena berlainan kewarganegaraan
tentu saja hukum yang berlaku juga berbeda.
Prosedur melakukan perkawinan campuran
Prosedur bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah di indonesia dengan
laki-laki Warga Negara Asing (WNA) Berdasarkan UU yang berlaku (UU No.1 Th.1974
tentang Perkawinan) :
1) Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57
UU No.1 Th. 1974 tentang Perkawinan).
2) Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Perkawinan campuran yang dilangsungkan di indonesia dilakukan menurut UU
Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan
diantaranya : ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orang tua/wali bagi
yang belum berumur 21 tahun, dan sebagaimana pasal 6 UU Perkawinan)
3) Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Setelah semua syarat terpenuhi, kemudian meminta pegawai pencatat perkawinan untuk
memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masin-masing pihak,
dari pria dan pihak wanita, (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat keterangan ini berisi
keterangan bahwa semua syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk
melangsungkan pernikahan. Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan
surat keterangan, maka dapat meminta Pengadilan untuk memberikan Surat Keputusan,
yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU
Perkawinan) Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku
selama 6 bulan. Jika selama kurun waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan,
maka S tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).
4) Surat-Surat yang harus dipersiapkan
Ada beberapa surat lain yang harus dipersiapkan, :
a) Untuk calon suami
Melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di
indonesia ia harus menyerahkan “Surat Keterangan” yang menyatakan bahwa ia
dapat menikah dan akan menikah dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang di negaranya. Lampiran yang harus dilengkapi :
 FC Identitas Diri (KTP/Pasport)
 FC Akte Kelahiran
 SK bahwa ia tidak sedang status menikah atau,
 Akte Cerai bila sudah pernah menikah, atau
 Akte Kematian istri bila sudah meninggal,
 Surat0surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh
penerjemah yang disumpah dan kemudian dilegalisir oleh Kedutaan Negara
WNA tersebut yang ada di indonesia.
b) Untuk calon istri
 FC KTP
 FC Akte Kelahiran
 Data orang tua calon mempelai
 Surat pengantar dari RT/RW yang sudah menyatakan bahwa tidak ada
halangan bagi siwanita untuk melangsungkan pernikahan.
5) Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (Kutipan buku
nikah) oleh pegawai yang berwewenang. Bagi yang beragama islam, pecatatan
dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak
Cerai Rujuk. Sedangkan bagi yang non islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai
Kantor Catatan Sipil.
6) Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah ada, harus dilegalisir di Dapartemen Hukum dan
HAM serta Dapartemen Luar Negeri, dan kemudian didaftarkan di Kedutaan negara
asal suami. Dengan adanya legalisir tesebut, maka perkawinan sudah sah dan diterima
secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami maupun menurut hukum di
indonesia.
7) Konsekuensi Hukum
Ada beberapa konsekuensi yang harus diterima jika menikah dengan WNA. Salah
satunya yakni terkait status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang
lahir dari perkawian seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir
dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sudah diakui sebagai
warga negara indonesia. Anak tersebut akan berwarganegaraan ganda setelah anak
terebut berusia 18 tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan pilihannya.
Pernyataan tersebut harus disampaikan paling lambat 3 tahun setelah usianya 18 tahun
atau setelah menikah.
Bagi pernikahan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus
didaftarkan di kantor catatan sipil paling lambat 1 tahun setelah yang bersangkutan
kembali ke Indonesia. Bila tidak maka perkawinan tersebut belum diakui oleh hukum.
Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat tinggal
di Indonesia (pasal 56 ayat 2 undang-undang nomor 1/74).
B. Menikahi wanita musyrik dan atheis
Bolehkah pria muslim menikahi wanita nonmuslim ?
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Dan
sungguh wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu.”(QS.AL-Baqarah:221) “Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir.” (QS.AL-Mumtahanah:10)
Meskipun ada sebuah pilihan dari Allah perihal menikahi wanita non muslim yakni “Dan
dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Alkitab sebelum kamu.” (QS.5:5) Pilihan dari pria-pria muslim untuk dapat
menikahi wanita-wanita yang dicintainya yang berasal dari keluarga dan memiliki keyakinan
terhadap kitab-kitab yang diturunkan Tuhan sebelumnya. (Yahudi dan Nasrani) tidak serta
merta bisa menjadi sebuah pemaafan dan pembenaran atas pilihan cinta mereka ini. Karena
dari keyakinan ‘baru’ bahwa kitab yang dimaksud bukanlah Injil dan taurat yang saat ini.
Seperti taurat atau torah telah lama dimaklumi bahwa kitab ini telah hilang dari kazanah
keilmuan dan bahkan keyakinan. Yang beredar saat ini di kalangan Yahudi adalah talmud1
sebuah kitab modifikasi dari para nabi Robbi yang dipenuhi oleh unsur paganisme
(komunitas kristen di Eropa). Atau Injil yang dimaksud di dalam eksepsional bolehnya
wanita ahlul kitab dinikahi oleh pria muslim. Injil yang dimaksud ternyata tidak seperti Injil
yang diimani oleh nyaris sebagian besar penganut kristen di dunia.
C. Efek menikahi wanita ahli kitab
Dampak menikahi wanita ahli kitab
Pada saat Allah memperbolehkan pernikahan, disana terdapat tujuan sebagai cara untuk
memperbaiki akhlak. Sehingga dapat membersihkan masyarakat dari akhlak yang buruk,
lebih menjaga kemaluan, menegakkan masyaakat dengan sistem islam yang bersih, dan
melahirkan umat muslim yang bersyahadat la ilaaha illallah wa anna muhammadar
Rasulullah (tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah).
Kemasalahatan ini tidak mungkin akan terwujud kecuali dengan menganjurkan untuk
menikahi wania shalih, memiliki kualitas agama dan kemuliaan yang memadai serta
berakhlak mulia.
Dampak dari menikahi wanita ahli kitab :
1) Dampak negatif pada lingkungan keluarga
Dampak negatif pada lingkungan keluarga ialah apabila seorang suami memiliki
kepribadian yang kuat maka dia akan mampu memengaruihi sang istri dan bahkan
mungkin menjadikannya memeluk agama islam. Tetapi kadang kala sebaliknya.
Terakadang istri tetap berpegang teguh dengan agamanya yang dahulu dan selalu
melakukan aktivitas yang dianggap boleh oleh agamanya, seperti minum khamr,
makan daging babi dan bebas berteman dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Dengan perilaku sersebut, seorang wanita dan keluarga muslim akan retak dan
berantakan serta anak keturunannya akan hidup dalam lingkungan yang penuh
dengan kemungkaran.
Bahkan masalah tersebut kadangkala akan bertambah lebih buruk apabila sang
istri yang fanatik (terhadap agamanya) sengaja dan tetap bandel mengajak putra-
putrinya menemaninya ke gereja, lalu memperlihatkan kepada mereka bagaimana
cara ibadah para pendeta. Barang siapa yang tumbuh bersama sesuatu, ia pasti akan
tercampuri oleh sesuatu itu.
2) Dampak negatif pada lingkungan masyarakat
Banyak wanita-weanita ahli kitab yang hidup di lingkungan masyarakat muslim
merupakan persoalan yang amat berbahaya dan sangat berbahaya jika kondisi
tersebut muncul karena sudah direncana.
Adapun bahaya pada lingkungan masyarakat ialah, menyebabkan kemunduran
umat islam, hal ini nyata dan telah terbukti dan semakin memajukan taraf hidup umat
nasrani. Dalam kondisi seperti ini, mereka sebenarnya adalah kurir-kurir pasukan
ghazwul fikr (perang pikiran) yang sangat berbahaya di dalam tubuh umat islam dan
akan membawa hal-hal buruk lainnya seperti, budaya hidup bebas tanpa batas,
kebobrokan moral dan kebiasaan=kebiasaan kaum nasrani.
Hal ini diawali dengan kebiasaan ihktilath (berbaur) antara laki-laki dan
perempuan dengan diiringi munculnya pakaian-pakaian yang membuka aurat, baik
terbuka seluruhnya, setengah ataupun pakaian mini. Bahkan tidak jarang jika
kebiasaan-kebiasaan ini akan merembet kepada tari-tarian moel barat, makan dengan
tangan kiri, dan memberikan ucpan penghormatan dengan bahasa perancis maupun
inggris.
Demikianlah, apabila dampak negatifnya pada aspek politik, pasti lebih dasyat.
Hal ini sebagaimana yang diceritakan oleh Safar Aster (penulis kitsb perjanjian lama)
tentang kisah seorang wanita Yahudi yang menikah dengan pria Persia. Dia banyak
membantu penyebaran keturunan Yahudi di Persia. Sehingga ketika perdana menteri
Persia, Haman, hendak mengambil tindakan kepada kaum Yahudi, dia malah
membuat propaganda dihadapan raja seolah-olah masalah yang ada adalah sang
perdana menteri hendak memberontak. Sehingga ketika datang hari akan
dilaksanakan hukuman, justru sang perdana menteri yang digantung ditempat tiang
gantungan yang sebenarnya dipersiapkan untuk orang yahudi mardakhai. Lalu
bersama sang perdana menteri ini ikut digantung pula para tentara sebanyak 75.000
pada tanggal 16 bulan Adzar. Sehingga pada tanggal 14 bulan Adzar menjadi salah
satu hari raya resmi kaum Yunani.

D. Pendapat muhammadiyah tentang perkawinan campur


Musyawarah nasional MUI ke-VII pada tanggal 26-29 Juli 2006 di Jakarta memutuskan dan
menetapkan bahwa :
1) Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah;
2) Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab menurut qaulmu’tamad adalah
haram dan tidak sah. Keputusan fatwa tersebut didasarkan pada pertimbangan :
a) Bahwa belakangan ini disinyalir banyak terjadi perkawinan beda agama;
b) Bahwa perkawinan beda agama ini bukan saja mengandung perdebatan di antara
sesama umat islam, akan tetapi juga mengandung keresahan di tengah-tengah
masyarakat;
c) Bahwa ditengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan
perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan, dan’
d) Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketentraman keidupan berumahtangga,
MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk
dijadikan pedoman.

E. Kesimpulan
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berbeda
kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan indonesia dan yang satu
berkewarganegaraan asing. Perbedaan dibatasi pada perbedaan kewarganegaraan bukan
perbedaan agama.
Syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur didalam UU No.1 Th 1974 tentang
perkawinan. Untuk setatus anak dari perkawinan sudah diatur juga dalam UU No.12 th 2006
tentang kewarganegaraan RI.

Anda mungkin juga menyukai