Anda di halaman 1dari 4

Nama : Qaterunnada Salshabilla Siregar

NIM : 210200016

Mata Kuliah : Hukum Perdata

Ketentuan Sahnya Perkawinan Menurut Masing – Masing Agama

1. Menurut agama Islam


1. Kedua Calon Pengantin Beragama Islam
Syarat sah menikah dalam Islam ini mutlak karena pernikahan dianggap tidak sah jika salah
satu pihak adalah nonmuslim dan melakukan tata cara ijab-qabul secara Islam.
2. Wali Nikah Harus Laki-laki
Sebuah pernikahan wajib ada wali nikah. Untuk perempuan, wali nikah yang utama adalah
ayah kandung.Jika ayah kandung sudah meninggal dunia maka bisa diwakilkan oleh laki-laki
dewasa dari keluarga ayah, seperti kakek, kakak atau adik kandung ayah perempuan. Kalau
memang wali dari keluarga tidak ada maka alternatifnya adalah wali hakim yang
mendapatkan izin dari penguasa negeri.
3. Harus Ada Saksi
Setiap pernikahan Muslim wajib ada saksi nikah. Terdapat minimal dua orang saksi saat ijab
dan qabul. Untuk menjadi saksi harus seorang laki-laki dewasa, beragama Islam, dan
memiliki pengetahuan agama Islam yang baik.
4. Tidak sedang Menunaikan Ibadah Haji
Salah satu syarat sah menikah dalam Islam adalah tidak sedang menunaikan ibadah haji.
Berdasarkan mazhab syafii dalam kitab Fathul Qarib Al-Mujib melangsungkan akad nikah
menjadi larangan saat menunaikan ibadah haji. Bahkan menjadi wali nikah pun juga tidak
diperkenankan saat haji.
5. Tanpa Paksaan
Satu lagi syarat sah menikah tentu tanpa paksaan di antara kedua belah pihak. "Tidak boleh
seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak
boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR Al Bukhari: 5136, Muslim:
3458). Terdapat usia yang belum boleh menikah meski sudah dianggap baligh secara agama.
Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sesuai bunyi salah satu poin dalam UU Nomor 16 tahun
2019, disebutkan bahwa minimal usia pernikahan pria dan wanita sama, yakni 19
tahun.Tujuan batas usia pernikahan tersebut demi menurunkan risiko kematian ibu dan anak

Untuk persyaratan umumnya adalah mendaftar ke KUA dengan membawa sejumlah dokumen
serta persyaratan nikah. Setelah dokumen persyaratan nikah lengkap, calon pengantin mendaftar ke
KUA dan KUA akan memverifikasi dokumen tersebut terlebih dulu.  Setelah terverifikasi, jika calon
pengantin bakal menikah di luar KUA/di luar jam kerja, maka calon pengantin akan menerima
lembar pembayaran biaya nikah ke Bank yang ditunjuk dengan membawa kode pembayaran dari
KUA dengan biaya nikah Rp 600 ribu.  Jangan lupakan pula calon pengantin untuk mengikuti
bimbingan perkawinan. Nanti setelah pelaksanaan akad nikah, penghulu dari KUA setempat akan
menyerahkan buku nikah resmi ke mempelai. Itulah dokumen sebagai persyaratan nikah dan
prosedur daftar nikah di KUA agar pernikahan dapat tercatat secara negara. 

2. Menurut Agama Kristen

Untuk Kristen Protestan, berikut syarat pernikahan kristen yang ditentukan agar gereja dapat
melangsungkan pemberkatan nikah, yang harus melengkapi sebagai berikut:

1. Formulir pemberkatan nikah dari gereja masing-masing.


2. Surat Baptis kedua calon mempelai (asli dan fotokopi).
3. Surat Sidi kedua calon mempelai (asli dan fotokopi).
4. Mengikuti konseling pra nikah yang diadakan oleh gereja tempat pemberkatan nikah.

Tidak jauh berbeda dengan syarat pernikahan kristen, berikut persyaratan pernikahan dari gereja
Katolik.

1. Formulir pemberkatan nikah dari paroki masing-masing. (Baca juga: Pengertian Paroki)


2. Surat Baptis yang sudah diperbaharui dan harus berlaku minimal 6 bulan saat pemberkatan nikah
dilaksanakan.
3. Mengikuti bimbingan pra nikah di gereja tempat pemberkatan nikah.

Pernikahan Kristen yang sah secara agama haruslah juga sah di hadapan hukum. UU No.1/1974 pasal 2
ayat 2 mengatakan bahwa “Perkawinan sah menurut negara apabila telah dicatatkan di pencatatan
negara.” Baik untuk Katolik maupun Protestan, berikut persyaratan pernikahan yang ditentukan agar
dicatat sebagai pernikahan yang sah oleh negara dan catatan sipil 
3. Menurut agama Hindu
1. Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh pendeta atau
rohaniawan dan pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
2. Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut Agama Hindu
(agama yang sama).
3. Berdasarkan tradisi yang telah berlaku di Bali, perkawinan dikatakan sah setelah
melaksanakan upacara byakala atau upacara mabiakaonan sebagai rangkaian upacara
wiwaha. Demikian juga untuk umat Hindu yang berada di luar Bali, sahnya suatu perkawinan
yang dilaksanakan dapat disesuaikan dengan adat dan tradisi setempat.
4. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan atau perkawinan.
5. Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming atau kedi (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa
atau ingatan serta sehat jasmani dan rohani.
6. Calon mempelai cukup umur, untuk pria minimal berumur 21 tahun, dan yang wanita
minimal berumur 18 tahun.
7. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah yang dekat atau sapinda.

Selain itu untuk legalitas perkawinan berdasarkan hukum nasional, juga tidak kalah pentingnya agar
perkawinan tersebut dianggap legal, sah dan kukuh, maka harus dibuatkan “Akta Perkawinan” sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku, (Mudana dan Ngurah Dwaja, 2014:172). Orang yang berwenang
mengawinkan adalah yang mempunyai status kependetaan atau dikenal dengan mempunyai status Loka
Praya Sraya. Demikian juga yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut pasal 23 bab IV
Undang-Undang No. 1 tahun 1974.

4. Menurut agama Buddha.


Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh calon pengantin dalam melangsungkan
pemberkatan pernikahan secara agama Buddha:

1. Calon pengantin menghubungi pengurus vihara atau Pandita Lokapalasraya untuk mendapatkan
pengarahan mengenai persiapan peralatan untuk upacara serta hal-hal yang harus dipelajari oleh
kedua calon mempelai.
2. Calon pengantin melengkapi dokumen serta berkas pernikahan sebagaimana diatur oleh Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil untuk diserahkan ke vihara:
 Formulir pemberkatan yang bisa diambil di vihara,
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sudah dilegalisir kelurahan,
 Fotokopi Kartu Keluarga (KK) yang sudah dilegalisir kelurahan,
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) orang tua mempelai pria dan wanita,
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) saksi dari kedua belah pihak,
 Fotokopi Akte Lahir mempelai pria dan wanita,
 Surat Keterangan Belum Menikah dari kelurahan masing-masing mempelai.
3. Calon pengantin mengikuti bimbingan atau konseling pernikahan secara online maupun offline.

Anda mungkin juga menyukai