1. Soal/Pertanyaan Kasus 1
A. Apakah orangtua Enji dapat menuntut pembatalan perkawinan tersebut dengan
alasan profesi Ayu Ting Ting sebagai penyanyi ? Jelaskan argumentasi saudara
serta berikan dasar hukumnya !
Penuntutan pembatalan perkawinan menurut pasal 22 UUP 1/1974 adalah dapat
dibatalkan jika tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan,
syarat-syarat tersebut tercantum di dalam pasal 6 sampai dengan pasal 12 UUP
1/1974, sehingga alasan profesi Ayu Ting-Ting sebagai penyanyi tidak dapat menjadi
alasan bagi orang tua Enji untuk melakukan penuntutan pembatalan perkawinan,
walaupun di dalam pasal 23 UUP 1/1974 bahwa salah satu pihak yang dapat
mengajukan pembatalan merupakan para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas
dari suami atau istri (orang tua) tetapi alasan tersebut tidak dapat digunakan karena
tidak melanggar syarat-syarat perkawinan yang tertera di dalam pasal 6 sampai
dengan pasal 12 tersebut.
D. Apa status hukum anak yang dilahirkan oleh Ayu Ting Ting ? Jelaskan dengan
memberikan argumentasi hukumnya.
Status hukum dari anak yang dilahirkan oleh Ayu Ting-Ting ialah tetap merupakan
anak yang sah, karena sesuai dengan bunyi pasal 28 Ayat 2 huruf A UUP :
Sehingga anak yang dilahirkan dari perkawinan yang dibatalkan tersebut, secara
hukum dianggap sebagai anak yang sah.
2. Soal/Pertanyaan Kasus 2
Jika dalam perceraian tersebut didasarkan pada alasan “istri tidak dapat melahirkan
keturunan”, maka perceraian tersebut tidak dapat dikabulkan karena pada pasal 39
ayat 2 UUP jo. Pasal 19 PP No. 9 tahun 1975 dimana terdapat 6 alasan yang dapat
dijadikan dasar perceraian meskipun dalam hal ini sifatnya alternatif. Perceraian juga
tidak boleh dilakukan hanya karena tidak subur salah satu pasangan sehingga
menyebabkan tidak memiliki anak. Karena perkawinan dibangun untuk menerima
pasangan dalam keadaan sehat maupun sakit. Jika dalam hal ini Rina Nose dan
Ridwan Federani sepakat untul melakukan poligini maka harus memenuhi Pasal 4
ayat 2 UUP dan memenuhi syarat-syarat perkawinan yang dicantumkan Pasal 6 jo.
Pasal 12 UUP 1/1974.
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antarasuami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada suami
yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
C. Jelaskan apa akibat hukum perceraian baik terhadap pasangan suami-istri yang
bercerai, anak-anak, serta harta perkawinan! Uraikan argumentasi yuridis
saudara !
Akibat hukum dari perceraian tercantum di dalam pasal 41 UUP 1/1974 yang meliputi
:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi
kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
Sehingga, selain hubungan perkawinan antara suami dan isteri berakhir, orang tua
(ayah dan ibu) tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya, kewajiban
tersebut tercantum di dalam pasal 45 UUP 1/1974, lalu tanggung jawab biaya
memelihara dna mendidik anak berada di Pundak ayah/bapak dan jika ayah kurang
atau tidak memiliki kemampuan, maka ibu dapat ikut menanggungnya sesuai
penetapan pengadilan, dan yang terakhir mantan suami tetap berkewajiban
memberikan biaya hidup dan atau suatu kewajiban kepada bekas istri.
Upaya hukum yang dapat ditempuh adalah dengan menghadap notaris untuk membuat
Akta Pembagian Harta Bersama atau mengajukan gugatan pembagian harta bersama
ke Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat. Pembagian harta bersama baru bisa
diajukan apabila perceraian sudah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Hal ini sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa apabila terjadi perceraian maka harta
bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Syarat materil adalah syarat yang
mengenai atau berkaitan dengan diri pribadi seseorang yang akan
melangsungkan pembagian harta bersama yang harus dipenuhi, sedangkan syarat
formil adalah syarat yang berkaitan dengan tata cara (prosedur) untuk
melangsungkan pembagian harta bersama dalam perkawinan . Menurut putusan MK
perjanjian perkawinan sebelum atau selama (setelah) perkawinan berlangsung di
perluas yakni kapanpun bisa, atas persetujuan Bersama. Menurut putusan MK
perjanjian perkawinan tidak hanya disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan tetapi
dapat juga oleh notaris.