Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FENOMENA PERCERAIAN DI TEMPAT KULIAH KERJA NYATA DESA


KARANG ANYAR KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU
UTARA

Disusun oleh:

RENO PRAMUJA
NIM. 1911320060

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini meskipun dalam prosesnya banyak sekali halangan dan hambatan. Namun
demikian, saya sadari dengan sepenuh hati bahwa ini adalah benar-benar pertolongan
Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw. sebagai figure telah teladan dalam dunia pendidikan yang patut
dicontoh. Penyusunan makalah merupakan kajian singkat Tentang” FENOMENA
PERCERAIAN DI TEMPAT KULIAH KERJA NYATA DESA KARANG ANYAR
KECAMATAN ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU UTARA” saya
menyadari bahwa makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan doa.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya.
Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Bengkulu, Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perceraian itu.................................................................5


B. Mengapa Terjadi Perceraian............................................................8
C. Kapan Rawan Terjadinya Perceraian...............................................9
D. Siapa Saja yang Terkena Dampak Perceraian...............................12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan
keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan
dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Putusnya perkawinan oleh suami atau
istri atau atas kesepakatan kedua-duanya apabila hubungan mereka tidak lagi
memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Perceraian itu?
2. Mengapa Terjadi Perceraian?
3. Kapan Rawan Terjadinya Perceraian?
4. Siapa Saja yang Terkena Dampak Perceraian?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Perceraian
2. Untuk Mengetahui Terjadinya perceraian
3. untuk mengetahui kapan rawan terjadinya perceraian
4. Mengetahui Dampak Perceraian

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perceraian
Pengertian perceraian menurut bahasa Indonesia berarti “pisah” dari kata dasar
“cerai”. Menurut istilah (syara’) perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan
ikatan pernikahan. Sebutan tersebut adalah lafadz yang sudah dipergunakan pada
masa jahiliyah yang kemudian digunakan oleh syara’. Dalam istilah Fiqh perceraian
dikenal dengan istilah “Talak” atau “Furqah”. Talak berarti membuka ikatan atau
membatalkan perjanjian. Sedangkan Furqah berarti bercerai yang merupakan lawan
kata dari berkumpul. Perkataan Talak dan Furqah mempunyai pengertian umum dan
khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan
oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus ialah
perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
Menurut HA. Fuad Sa’id yang dimaksud dengan perceraian adalah putusnya
perkawinan antara suami dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah
tangga atau sebab lain, seperti mandulnya istri atau suami dan setelah diupayakan
perdamaian dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak.
Disisi lain penyusun juga meniliti ketentuan hukum perceraian yang berbeda di
Indonesia, antara lain:
1. Menurut Al Qur’an
Allah SWT telah menetapkan ketentuan dalam Al-Quran bahwa kedua
pasangan suami isteri harus segera melakukan usaha antisipasi apabila tiba-tiba
timbul gejala-gejala dapat diduga akan menimbulkan ganggungan kehidupan
rumah tanganya, yaitu dalam firman-Nya yang artinya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (lakilaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyu’z-nya, maka nasehatilah mereka

5
dan pisahkanlah mereka di tempat tiduyr mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka jangalah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Al Quran Surat An-Nisa’ ayat 34)
2. Menurut Al Hadist
Menurut asalnya Thalaq itu hukumnya makruh berdasarkan Hadist
Rasulullah SAW, yaitu Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq.
(HR. Abu Daud dan Al-Hakim). Selanjutnya dalam hadist lain Rasulullah SAW
bersabda Perempuan mana saja yang meminta kepada suaminya untuk cerai
tanpa ada alasan apa-apa, maka haram atas dia baunya surga. (HR. Turmudzi
dan Ibnu Ma’jah).
a. Menurut Peraturan Perundang-undangan
Alasan-alasan yang dimaksud dalam Pasal 14 tersebut adalah sebagai berikut
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUP, yaitu :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukum lebih
berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pinak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.1

1
Latif, Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: N.V
Bulan Bintang.

6
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah lepasnya ikatan
perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan.
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal ini sesuai
ketentuan Pasal 113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya perkawinan dapat
dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai berikut:
1. Kematian;
2. Perceraian;
3. Putusan Pengadilan.
Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau gugatan
perceraian oleh isteri. 2Selanjutnya menurut Pasal 115 KHI menyatakan bahwa
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah
pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Selanjutnya dalam Pasal 116 KHI alasan-alasan terjadinya perceraian pasangan
suami isteri dapat disebabkan karena:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, atau lain
sebagainya yang sulit disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama, 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

2
Latif, Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: N.V
Bulan Bintang.

7
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri secara terus menerus dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangganya;
g. Suami melanggar taklik-talak. Adapun makna taklik-talak adalah perjanjian yang
diucapkan oleh calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam
Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu
yang mungkin terjadi di masa yang akan datang;
Terjadinya peralihan agama atau murtad oleh salah satu pihak yang menyebabkan
terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. Perceraian yang terjadi karena talak
suami isterinya ditandai dengan adanya pembacaan ikrar talak, yaitu ikrar suami di
hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan dan dilakukan sesuai tata cara perceraian yang diatur dalam Pasal 129,
130, dan 131 (Pasal 117 KHI). 3
B. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian (budi susilo, S.H, 2007)
1. Alasan Terjadinya Perceraian
Dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tantang
Pelaksanaa Undang-Undang Nomor 1 Thuan 1974 tentang Perkawinan, tepenya
pada pasal 19 dijelaskan bahwa perceraian boleh dilakukan bila terdapat
sejumlah alasan penting yang mendasari nya. Jika bukan demikian, maka
pengadilan tidak akan mengambil langkah bercerai dengan solusi atas gugatan
cerai yang diajukan seorang penggugat. Pasal 19, Praturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975, mengariskan bahwa perceraian dapat terjadi atau dilakukan kaena
alasan sebagai berikut:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
dan lain sebagianya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu phak (suami/istri) meninggalkan pihak lain selama 2 tahun
berturut-turut, tanpa mendapa ijin dari pihak lain. Serta tanpa alasan yang
sah, karena hal lain di luar kemampuannya.

3
Latif, Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: N.V
Bulan Bintang.

8
c. Salah satu pihak mndapat hukuman penjara 5 tahun, atau yang lebih berat
setaelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekjaman atau penganiayaan berat, yang
dapat membahayakan pihak lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
f. Antar suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran, serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
Selanjutnya dalam komplikasi hukum islam (KHI), BAB XVI mengenai
putusnya perkawinan, juga disebutkan sejumlah alasan untuk mengajukan gugatan
perceraian. Secara substansi, inti dari bab tersebut sama dengan apa yang tertuang
dalam pasal 19, PP Nomor 9 Tahun 1975. Hanya saja, ada beberapa tambahan
penting yang disampaikan dalam bab tersebut, yaitu:
1. Suami melanggar taklik-talak;
Saat akadperkawinan, biasanya mempelai pria memebacakan atau setidak-
tidaknya menandatangani sighat taklik talak, atau perjanjian yang diucapkan
mempelai pria setelah akad nikah, yang dicantumkan dalam akad nikah. Yaitu,
berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu, dan
mungkin saja terjadi di masa mendatang. Dalam hal ini, pihak suami senaja
meningggalkan istri tanpa memberikan nafkah selama 2 tahun berturut,
kemudian pihak suami melakukan tindak kekerasan pada istri. Maka istri
memiliki hak untuk memohonkan penjatuhan talak pada dirinya, kepada
pengadilan yang berwenang.
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketiakrukunan
dalam rumah tangga.
Perkawinan hanya diperkenankan bagi pasangan yang seagama. Jika dalam
perjalanan mengarungi rumah tangga, salah satu phak (suami/istri) murtad, atau
berpindah agama. Maka secara otomatis, perkawinan pun berakhir. Jika
perkawinan tersebut dipaksa tetap berlangsung, pada akhirnya hanya akan
menimbulkan ketidakrukunan.

9
C. Faktor Utama Penyebab Perceraian
Secara singkat ada beberapa faktor penyebab terjadinya perceraian, yaitu:
1. Perselingkuhan
2. Kurangnya komunikasi
3. Ekonomi
4. Tidak mau mengalah
5. Campur tangan orang tua
6. Perbedaan prinsip dan keyakinan
7. Romantisme meredup
8. Konflik peran
9. Perbedaan besar dalam perkawinan
10. Seks
11. Kurangnya kepercayaan atau rasa tidak aman
12. Kurangnya kematangan
13. Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
14. Perbedaan tujuan pribadi dan karir
15. Masalah keuangan
16. Ketidak kesetiaan
17. Ketidak cocokan intelektual
18. Ketidak cocokan sekssual
19. Konversi agama atau keyakinan

a. Tahun Dimana Rawan Terjadinya Perceraian


Sesungguhnya setiap saat setelah bulan madu adalah merupakan periode
yang rawan bagi setiap pasangan pernikahan. Untuk itulah diperlukan
kewaspadaan, diperlukan komitmen dan kesungguh-sungguhan bagi setiap
pasangan nikah untuk saling memupuk , memelihara dan saling membahagiakan.
Sesungguhnya ada tiga Periode dalam pernikahan yang memiliki tingkat
kerawanan melebihi tahun-tahun yang lain, hal ini dikarenakan memuncaknya

10
perbedaan yang menyerap lebih banyak energi pasangan nikah untuk saling
menyesuaikan diri.4
Adapun tiga periode yang sesungguhnya kita patut sadari dan waspadai,
dan patut kita antisipasi itu adalah :
1. Periode usia nikah 1-5 tahun adalah periode dimana fondasi pernikahan
sesungguhnya belum cukup kuat. Dan justru pada usia 1-4 tahun itu tuntutan
untuk saling mencocokan dan menyesuaikan diri itu menyedot begitu banyak
energi pasangan suami istri yang masih baru ini. Mereka dituntut sanggup
menyesuaikan diri dengan pasangannya, dengan mertua dengan saudara ipar,
dengan kerabat, dan dengan pekerjaan atau karier. Bila mereka sukses dalam
saling menyesuaikan diri akan menjadi keluarga yang semakin kokoh. Namu
bila mereka gagal untuk menyesuaikan diri hal itu akan menyebabkan
problema semakin meruncing dan tidak terselesaikan atau perceraian.
2. Periode Puber kedua atau Usia Parobaya yaitu periode usia pernikahan 15-
20 tahun. Adalah periode dimana usia masing masing suami istri antara 40-
50 tahun. Apa yang sesungguhnya terjadi yang menyebabkan perkawinan
menghadapi usia kritis pada periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia
remaja, dan kenakalan remaja seringkali menyebabkan perbedaan cara didik
dan cara mendisiplin anak yang mengakibatkan perbedaan semakin tajam
antara suami istri, disinilah krisis yang baru dimulai. Bukan itu saja saat ini
karir biasanya sudah mantap, keuangan mantap, dan biasanya orang tua dan
mertua yang mengawasi kita sudah mulai meninggal, disaat yang sama
hubungan suami istri biasanya mulai merenggang karena istri mulai masuk
masa menopause dan suami memasuki masa puber kedua. Dan disinilah
terjadi banyak godaan perselingkuhan.5

4
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT. Alumni

5
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT. Alumni

11
3. Masa Pensiun atau disebut juga masa sarang kosong yaitu periode 30-35
tahun usia pernikahan. Masa dimana anak-anak padaumumnya sudah menikah
dan meninggalkan rumah. Pasangan suami istri yang selama ini belum biasa
saling memaafkan, menghargai dan menyesuaikan diri dengan baik maka saat
memasuki masa pensiun dan harus tinggal berduaan selama 24 jam sehari
merupakan suatu kesulitan besar yang mengakibatkan pasangan semakin
menjauh diusia senja.
D. Korban dari Perceraian
1. Anak menjadi korban
Anak merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan
untuk bercerai. Anak dapat merasa ketakutan karena kehilangan sosok ayah atau
ibu mereka, takut kehilangan kasih sayang orang tua yang kini tidak tinggal
serumah. Mungkin juga mereka merasa bersalah dan menganggap diri mereka
sebagai penyebabnya. Prestasi anak di sekolah akan menurun atau mereka jadi
lebih sering untuk menyendiri. Anak-anak yang sedikit lebih besar bisa pula
merasa terjepit di antara ayah dan ibu mereka. Salah satu atau kedua orang tua
yang telah berpisah mungkin menaruh curiga bahwa mantan pasangan hidupnya
tersebut mempengaruhi sang anak agar membencinya. Ini dapat mebuat anak
menjadi serba salah, sehingga mereka tidak terbuka termasuk dalam masalah-
masalah besar yang dihadapi ketika mereka remaja. Sebagai pelarian yang buruk,
anak-anak bisa terlibat dalam pergaulan yang buruk, narkoba, atau hal negatif
lain yang bisa merugikan.6
E. Dampak untuk orang tua
Selain anak-anak, orang tua dari pasangan yang bercerai juga mungkin terkena imbas
dari keputusan untuk bercerai. Sebagai orang tua, mereka dapat saja merasa takut
anak mereka yang bercerai akan menderita karena perceraian ini atau merasa risih
dengan pergunjingan orang-orang. Beberapa orang tua dari pasangan yang bercerai
akhirnya harus membantu membesarkan cucu mereka karena ketidaksanggupan dari

6
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT. Alumni

12
pasangan yang bercerai untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Perceraian bukan
hanya keputusan itu hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi , juga
memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka . Mari kita memahami setelah
matematika dari perceraian pada anggota keluarga .
Sampai kematian perceraian memisahkan kita .
Tapi mengapa pernikahan gagal ? Ketidakbahagiaan dalam kehidupan pernikahan
pasangan mungkin telah dikembangkan karena masalah perilaku atau sikap ,
mengatakan salah satu mitra agresif , workaholic , pezina , memiliki alkohol atau
kecanduan obat atau telah menimbulkan kekerasan fisik atau emosional pada
keluarga . Setiap situasi ini dapat menciptakan banyak stres dalam pernikahan serta
orang-orang yang terpengaruh olehnya . Pada akhirnya , perceraian merupakan
pengalaman emosional yang menyakitkan bagi semua yang terlibat , terutama anak-
anak .
1. Pengaruh Perceraian pada Keluarga
Perceraian datang dengan stres. Hal ini secara hukum mendokumentasikan
bahwa dua orang gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan renggang .
Bagaimana jika anak-anak yang terlibat dalam campuran itu? Jika orang tua
Anda tertekan oleh keputusan yang Anda telah memutuskan untuk meninggalkan
pasangan Anda , mereka mungkin dapat mengatasinya telah memiliki
pengalaman hidup yang kuat . Tapi , bagaimana dengan anak-anak kecil yang
mengatakan bahwa ibu dan ayah yang putus ketika mereka bahkan belum benar-
benar mengalami dunia . Nah , dalam semua kejujuran , pernikahan seharusnya
tidak pernah datang dengan kalimat ” Jika Anda bertindak jahat , aku akan
meninggalkan engkau. ” Namun , bagi sebagian orang, perceraian sering terbukti
menjadi pelarian dari neraka.
Berikut adalah beberapa pengalaman dari pria dan wanita dalam perceraian.Untuk
wanita:
1. Perempuan mengajukan perceraian dua kali sesering pria
2. 90% dari ibu bercerai memiliki hak asuh anak-anak mereka (bahkan jika mereka
tidak menerimanya di pengadilan)

13
3. 60% dari orang di bawah pedoman kemiskinan adalah perempuan yang bercerai
dan anak-anak
4. Ibu tunggal mendukung hingga empat anak pada pendapatan tahunan rata-rata
5. 65% bercerai ibu tidak menerima tunjangan anak (gambar berdasarkan semua
anak-anak yang bisa memenuhi syarat, termasuk orang tua yang tidak pernah
menikah, ketika ayah memiliki hak asuh, dan orang tua tanpa perintah
pengadilan); 75% menerima dukungan anak diperintahkan pengadilan (dan
meningkat sejak awal pedoman dukungan anak seragam, pemotongan wajib dan
suspensi perpanjangan izin)
6. Setelah bercerai, wanita mengalami stres kurang dan penyesuaian yang lebih baik
secara umum daripada pria. Alasan untuk ini adalah bahwa (1) perempuan lebih
mungkin untuk mengalami masalah perkawinan dan merasa lega ketika masalah
tersebut berakhir, (2) perempuan lebih mungkin dibandingkan pria untuk
mengandalkan sistem dukungan sosial dan bantuan dari orang lain, dan (3)
perempuan lebih mungkin untuk mengalami peningkatan harga diri ketika mereka
bercerai dan menambahkan peran baru untuk kehidupan mereka.
7. Wanita yang bekerja dan menempatkan anak-anak mereka dalam perawatan anak
mengalami stigma lebih besar daripada laki-laki dalam posisi yang sama. Pria di
posisi yang sama sering menarik dukungan dan kasih sayang.

Untuk Laki-laki :

1. Pria biasanya dihadapkan dengan masalah penyesuaian emosional yang lebih


besar daripada wanita. Alasan untuk ini terkait dengan hilangnya keintiman,
hilangnya koneksi sosial, mengurangi keuangan, dan gangguan umum dari peran
orang tua.
2. Pria menikah lagi lebih cepat daripada wanita.
3. Dibandingkan dengan “ayah pecundang,” orang-orang yang telah berbagi
pengasuhan (hak asuh hukum bersama), cukup waktu dengan anak-anak mereka,
dan pemahaman dan tanggung jawab langsung untuk kegiatan dan biaya anak-
anak tetap terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka dan berada di lebih besar
sesuai dengan kewajiban tunjangan anak. Ada juga kepuasan yang lebih besar

14
dengan jumlah tunjangan anak ketika dinegosiasikan dalam mediasi. Anggaran
dipersiapkan, dan tanggung jawab dibagi dengan cara yang orang tua memahami.
4. Pria awalnya lebih negatif tentang perceraian daripada wanita dan mencurahkan
lebih banyak energi dalam upaya untuk menyelamatkan pernikahan.

a. Pengaruh Perceraian pada Anak


Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian berkualitas tinggi yang telah
memungkinkan “meta-analisis” dari penelitian yang dipublikasikan sebelumnya,
telah menunjukkan efek negatif dari perceraian pada anak-anak telah sangat
dibesar-besarkan. Di masa lalu kita membaca bahwa anak-anak dari perceraian
menderita depresi, gagal di sekolah, dan mendapat masalah dengan hukum. Anak-
anak dengan gangguan depresi dan perilaku menunjukkan indikasi masalah tersebut
predivorce karena ada predivorce konflik orangtua. Para peneliti sekarang melihat
konflik, daripada jadwal perceraian atau perumahan, sebagai satu faktor penentu
yang paling penting dalam penyesuaian pasca-perceraian anak-anak. Anak-anak
yang berhasil setelah perceraian, memiliki orang tua yang dapat berkomunikasi
secara efektif dan bekerja sama dengan orang tua. Sebenarnya, reaksi psikologis
anak-anak untuk perceraian orangtua mereka bervariasi dalam derajat tergantung
pada tiga faktor: (1) kualitas hubungan mereka dengan masing-masing orang tua
mereka sebelum pemisahan, (2) intensitas dan durasi konflik orangtua, dan (3 )
kemampuan orang tua untuk fokus pada kebutuhan anak-anak dalam perceraian
mereka.
Studi menunjukkan anak laki-laki yang lebih tua memiliki masalah penyesuaian
sosial dan akademik yang lebih besar dibandingkan anak perempuan. Bukti baru
menunjukkan bahwa ketika anak-anak memiliki waktu yang sulit, anak laki-laki
dan perempuan sama-sama menderita; mereka hanya berbeda dalam bagaimana
mereka menderita. Anak laki-laki lebih eksternal gejala dibandingkan anak
perempuan, mereka bertindak keluar kemarahan mereka, frustrasi dan sakit hati.
Mereka mungkin mendapat masalah di sekolah, berjuang lebih dengan teman
sebaya dan orang tua. Anak perempuan cenderung menginternalisasi kesusahan

15
mereka. Mereka mungkin menjadi depresi, mengembangkan sakit kepala atau sakit
perut, dan memiliki perubahan makan dan tidur pola mereka.
Penurunan pendapatan orang tua sering disebabkan oleh pendapatan yang sama
sekarang mendukung dua rumah tangga secara langsung mempengaruhi anak-anak
dari waktu ke waktu dalam hal nutrisi yang tepat, keterlibatan dalam kegiatan
ekstrakurikuler, pakaian (tidak ada jins desainer lebih dan sepatu mewah), dan
pilihan sekolah. Kadang-kadang orang tua yang telah tinggal di rumah dengan
anak-anak dipaksa ke tempat kerja dan anak-anak mengalami peningkatan dalam
waktu dalam perawatan anak.
Lanjutan keterlibatan seorang anak dengan kedua orang tuanya memungkinkan
untuk hubungan yang realistis dan seimbang baik di masa depan. Anak-anak belajar
bagaimana menjadi dalam hubungan dengan hubungan mereka dengan orang tua
mereka. Jika mereka aman dalam hubungan mereka dengan orang tua mereka,
kemungkinan mereka akan beradaptasi dengan baik untuk berbagai jadwal berbagi
waktu-dan pengalaman keamanan dan kepuasan dalam hubungan intim mereka di
masa dewasa. Dalam situasi yang khas di mana ibu memiliki hak asuh anak-anak,
ayah yang terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka juga ayah yang anaknya
dukungan dibayar dan yang berkontribusi terhadap biaya yang luar biasa bagi
seorang anak: hal seperti sepak bola, pelajaran musik, gaun prom, atau perjalanan
kelas khusus. Salah satu faktor penting yang memberikan kontribusi untuk kualitas
dan kuantitas keterlibatan ayah dalam kehidupan anak adalah sikap ibu terhadap
hubungan anak dengan ayah. Ketika ayah meninggalkan pernikahan dan menarik
diri dari peran orangtua mereka juga, mereka melaporkan konflik dengan ibunya
sebagai alasan utama.
Dampak dari ayah atau kehilangan ibunya tidak mungkin berkurang dengan
pengenalan orang tua tiri. Tidak ada yang bisa menggantikan ibu atau ayah. Dan
tidak ada yang bisa menghilangkan rasa sakit bahwa anak merasa ketika orangtua
memutuskan untuk menarik diri dari kehidupan mereka. Sebelum memulai sebuah
keluarga baru, mendorong klien untuk melakukan beberapa bacaan pada mitos
umum langkah keluarga. Seringkali orang tua menganggap bahwa setelah menikah
kembali dengan “kita semua akan hidup sebagai satu keluarga besar.” Hubungan

16
langkah keluarga perlu dinegosiasikan, harapan harus diungkapkan, peran perlu
didefinisikan, tujuan yang realistis perlu ditetapkan.
Kebanyakan remaja (dan orang tua mereka) akhirnya menyesuaikan diri dengan
menceraikan dan menganggapnya sebagai telah tindakan konstruktif, tetapi
sepertiga tidak. Dalam contoh-contoh, turbulensi dari fase perceraian (bagaimana
permusuhan pertempuran itu), telah terbukti memainkan peran penting dalam
menciptakan reaksi yang tidak sehat pada remaja yang terkena dampak.
b. Dampak Perceraian Pada Anak
1. Dampak perceraian pada anak
Perceraian berhubungan dengan stres hal ini secara umum digambarkan bahwa
dua orang gagal menyelamatkan pernikahan mereka dan berdiri secara terpisah.
Efek perceraian biasanya menyebabkan trauma. Salah satu transisi dalam
kehidupan seorang anak adalah melihat orang tua mereka bercerai. Sementara
dampak perceraian dapat berbeda pada anak sesuai tahap perkembangan mereka
meliputi usia jenis kelamin. Penelitian telah menunjukkan bahwa telah
dilakukan upaya rekonsusilasi keluarga kebanyakan anak menderita elama dan
setelah proses perceraian. Jika perceraian orang tua dapat menyebabkan anak
merasa seolah-olah kehilangan stabilitas, keamanan dan dunia mereka menjadi
berantakan dan anak juga mesa tidak dicintai oleh orang tuanya dari dampak
sebuah perceraian akibatnya anak menampilkan berbagai perubahan pola
perilaku karena mengalami evek traumatis paska perceraian. Ini mulai dari
kesulitan tidur dan tindakan yang berbahaya seperti kekerasan penyalaan
kegunaan obat dan bahkan bunuh diri dan anak dapat menjadi cengeng agar
membutuhkan perhatian besar dalam pemahaman seperti anak membutuhkan
pengasuhan emosional yang lebih besar kemampuan keluarga untuk mengatasi
perceraian.7
Dampak perceraian terhadap psikologi pada anak
a. Anak mulai menderita kecemasan yang tinggi dan ketakutan

7
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT. Alumni

17
b. Anak merasa tercepit di tengah-tengah. Karena anak sangat sulit untuk memilih
papah atau mamah
c. Anak sering kali merasa bersalah
d. Kalau kedua orang tuannya sedang bertengkar itu memungkinkan anak bisa
membenci salah satu orang tuanya

Dalam rumah tangga yang tidak sehat dan bermasalah penuh pertengkaran dapat
memunculkan kategori anak, anak menjadi pemberontak prustasi mempunyai
kemarahan. Anak korban perceraian gampang marah karena mereka terlalu sering
melihat orang tua mereka bertengkar namun kemarahan itu bisa muncul Karen

1. Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan
2. Dia harus kehilangan hidup yang tentram yang hangat dia jadi marah pada orang
tuannya
3. Waktu orang tua bercerai anak tinggal dengan mamahnya, itu ada yang terhilang
diri anak yakni figur otoritas, figur ayah begitu pun juga anak yang sedih
mengurung menjadi depresi anak juga bisa kehilangan identitas sosialnya.

Pengaruh negatif perceraian terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Kasus


perceraian, apapun alasannya, merupakan “malapetaka” bagi anak. Anak tidak akan
dapat lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat penting
bagi pertumbuhan mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga mengakibatkan
terlantarnya pengasuhan anak. Itulah sebabnya dalam ajaran Islam perceraian harus
dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah
SWT. Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang
akan mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan
perkembangannya termasuk berpengaruh besar terhadap pendidikannya, sehingga
biasanya aanak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian
orang tuanya.” Di antara dampak negatif dari kasus perceraian terhadap pendidikan
dan perkembangan anak dapat disimpulkan sebagai berikut:

18
1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan tuntutan pendidikan
orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing
sibuk mengurusi permasalahan mereka.
2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan
anak-anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan
kompensasinya.
3. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan
untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan untuk disiplin dan kontrol diri yang
baik.
4. Perceraian orang tua diperkirakan mempengaruhi prestasi belajar anak, baik
dalam bidang studi agama maupun dalam bidang yang lain. Salah satu fungsi dan
tanggung jawab orang tua yang mendasar terhadap anak adalah memperhatikan
pendidikannya dengan serius. Memperhatikan pendidikan anak, bukan hanya
sebatas memenuhi perlengkapan belajar anak atau biaya yang dibutuhkan,
melainkan yang terpenting adalah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
motivasi kepada anak, agar anak berprestasi dalam belajar. Oleh karena itu kedua
orang tua bertanggungjawab dalam memperhatikan pendidikan anak, baik
perlengkapan kebutuhan sekolah atau belajar maupun dalam kegiatan belajar
anak. jika orang tua bercerai maka perhatian terhadap pendidikan anak akan
terabaikan.
5. Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anak-anak,
meningkatkan jumlah anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan
mental, penyalahgunaan obat bius dan alkohol di kalangan anak-anak belasan
tahun serta anak-anak perempuan muda yang menjadi ibu diluar nikah.
6. Mempengaruhi pembentukan kepribadian anak

Suhendi (2001:98) menjelaskan bahwa dalam pembentukan kepribadian anak


faktor yang paling menentukan adalah keteladanan orang tua. Kehadiran orang tua
atau orang-orang dewasa dalam keluarga mempunyai fungsi pendidikan yang pertama.
Proses sosialisasi oleh anak dilakukan dengan cara meniru tingkah laku dan tutur kata
orang-orang dewasa yang berada dalam lingkungan terdekatnya. Itulah di antaranya

19
dampak-dampak negatif kasus perceraian yang mempunyai andil besar terhadap
perkembangan dan pendidikan anak. hal tersebut tentunya perlu mendapatkan
perhatian lebih terutama oleh kedua orang tua yang hendak ataupun sudah bercerai.
Orang tua seharusnya tidak hanya memperhatikan kebutuhan pribadi saja tanpa
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak yang harus dipenuhi, karena dampak
tersebut tidak hanya berpengaruh sesaat saja akan tetapi berlangsung selama hidup
anak.

c. Psikologi Anak Perceraian


Banyak penelitian telah dilakukan pada Psikologi Anak Perceraian. Berikut
adalah daftar temuan yang luar biasa selama dekade terakhir. Mereka pergi dengan
beberapa keyakinan umum diterima tentang Anak-anak dan Perceraian.
1. efek jangka panjang
Anak-anak bisa menderita perceraian pada jangka panjang. Hal ini terjadi
bahwa efek permukaan hanya beberapa tahun setelah perceraian.
(Pesan hingga Wallerstein 1991)
2. ayah Absen
Anak-anak dalam keluarga tanpa ayah menderita lebih sering dari satu
atau lebih gangguan ini: Anak Perilaku Disorder, antisosial Personality
Disorder dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Sebuah ayah tiri
tidak membantu.
3. baik psikologis menjadi anak dari perceraian
Anak-anak pengalaman perceraian konsekuensi psikologis yang serius
negatif sebelum, selama dan setelah perceraian. Konsekuensi Psikologi
Anak Perceraian ini tidak tergantung pada kondisi keluarga sebelum
4. komitmen rendah untuk sebuah pernikahan
Banyak penelitian melaporkan tingkat perceraian lebih tinggi di antara
anak-anak dari perceraian (hampir dua kali lebih tinggi). Hal ini terutama
karena komitmen yang lebih rendah untuk pernikahan dan keterampilan
hubungan yang lebih rendah.(Pesan hingga Heatherington, 2004)
5. anak remaja perceraian lebih mungkin untuk memiliki anak.

20
Mereka memiliki tarif kenakalan yang lebih tinggi dan lebih mungkin
melakukan hubungan seks ketika sangat muda.(Studi oleh Maher 2003)

6. Depresi dan kecemasan


Anak-anak dari perceraian secara signifikan lebih sering menjadi korban
depresi atau kecemasan baik ke usia dua puluhan. Kecemasan bahkan
dapat mengakibatkan Anxiety Disorder, kemungkinan hasil Perceraian
Psikologi Anak lain.(Sebuah studi yang dilaporkan oleh American
Sociological Review 1998).8
7. Kematian atau Perceraian
Anak-anak dari keluarga berantakan memiliki masalah psikologis lebih
anak-anak dari rumah terganggu oleh kematian ayah mereka.(Sebuah buku
oleh Emery 1988)
8. Masalah kesehatan
Anak-anak dari perceraian yang ditemukan memiliki cedera lebih, pidato
cacat, asma dan sakit kepala. Ketika hidup dengan ibunya bercerai,
mereka cenderung memiliki lebih banyak bantuan profesional dengan
masalah perilaku dan emosional.(Studi oleh Dawson)
9. hubungan yang buruk dengan orang tua mereka bercerai
Anak-anak dari keluarga yang rusak di usia 18-22 dua kali lebih mungkin
untuk memiliki hubungan yang buruk dengan orang tua mereka. Mereka
menampilkan tingkat tinggi tekanan emosional atau perilaku masalah.
Banyak dari mereka mendapatkan bantuan psikologis. “Zill menemukan
efek perceraian masih terlihat 12 sampai 22 tahun setelah perpisahan itu.
Dampaknya dapat ditemukan setelah 12 sampai 22 setelah perceraian.

8
Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT.
Alumni

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak
terdapat kerukunan dalam rumah tangga atau sebab lain. Perceraian bukan hanya
sebuah keputusan, itu hanya mempengaruhi pernikahan dari dua orang , tetapi , juga
memiliki dampak yang kuat pada keluarga mereka. Anak merupakan korban yang
paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Situasi konflik
menjelang perceraian, tanpa disadari orangtua sering melibatkan anak dalam konflik
tersebut. Keterlibatan anak di tengah konflik orangtua dapat menyebabkan dampak
yang merugikan bagi perkembangan psikologis anak. Kemungkinan setelah bercerai
anak seyogyanya tetap memiliki hubungan yang baik dengan kedua orangtua. Tiap
anak bereaksi secara berbeda pada berita perceraian kedua orang tuanya. Awalnya,
mereka mungkin melampiaskan kemarahan, takut atau duka luar biasa. Sebagian
mungkin bertingkah tidak peduli atau tidak terjadi apa-apa. Ada pula yang merasa
malu dan menyembunyikan kenyataan ini dari teman-temannya dan berpura-pura
tidak terjadi. Sebagian bahkan meresa lega karena tidak ada lagi pertengkaran di
rumah. Pada akhirnya , perceraian merupakan pengalaman emosional yang
menyakitkan bagi semua yang terlibat , terutama anak-anak.
B. Saran
Solusi dari kasus perceraian yaitu harus mempertimbangkann lagi apakah benar-
banar harus bercerai, harus di fikir secara matang-matang akan kerugian yang akan
didapatnya nanti. Perceraian akan memberikan dampak buruk pada psikologi
ank,seharusnya orang tua mempentingkan nasib anaknya ketimbang egonya masing-
masing.

22
DAFTAR PUSTAKA

Latif, Djamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia.


Jakarta: N.V Bulan Bintang.

Prawirohamidjojo, Safioedin. 1986. Hukum Orang dan Keluarga. Bandung: PT.


Alumni

Soimin, Soedharjo.1992. Hukum Orang Dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika

Sudiyat, Imam. 1981. Hukum Adat Sketsa Adat. Yogyakarta: PT. Librty

Susilo,Budi. 2007. Prosedur Gugatan Cerai. Jakarta: PT. Buku Kita

Yuswirman. 2001. Hukum Keluarga.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

http://emmarachmatika.blogspot.com/2013/11/makalah-dampak-percraian-
kepada.html#ixzz3oePs6fvl

23

Anda mungkin juga menyukai