Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ADAT PERCERAIAN DI KEPULAUAN TIMOR,


NUSA TENGGARA TIMOR
Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hukum Adat
Dosen : Deborah Pasaribu, S.H, M.H

Dibuat oleh :
Daneswari Nayotama D.H.
Edline Annetta H
Latisha Shafa A.R.
Muhammad Arjuna Mukti Prathama
Muhamad Wahyu Pribadi
Yanetha Z.Harimisa

PROGRAM STUDI HUKUM ADAT


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas diberikan
oleh Ibu Deborah Pasaribu, S.H, M.H selaku dosen mata kuliah Hukum
Adat.

Makalah ini bersumber pada buku, jurnal dan artikel yang


digunakan sebagai referensi. Tak lupa kami juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan rekan yang membantu kami dalam pengerjaan
makalah ini.

Melalui pembacaan makalah ini, kami berharap makalah ini dapat


memberikan manfaat yang berguna untuk menciptakan sifat cinta akan
Tanah Air. Keterbatasan waktu dan kesempatan yang ada sehingga
makalah ini kami yang buat masih memilki kekurangan dan tentunya
masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan dalm penulisan
makalah ini. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca guna penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

Demikian makalah ini kami buat, untuk perhatiannya kami ucapkan


terima kasih.

Tangerang, 11 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………………………………………………………………1
B. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………………………………………………………………2
C. TUJUAN ………………………………………………………………………………………………………………………………2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI …………………………………………………………………………………………………………3
B. LANDASAN KONSEPSIONAL ………………………………………………………………………………………6
BAB III PENELITIAN DAN ANALISIS
A. PENELITIAN………………………………………………………………………………………………………………………8
B. ANALISIS……………………………………………………………………………………………………………………………12
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………………………………………………20
B. SARAN …………………………………………………………………………………………………………………………………21
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………………………………22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perkawinan yang dilangsungkan tentu mengharapkan
adanya kesejahteraan, ketentraman dan kebahagiaan dalam
kehidupan berumah tangga. Karena pada dasarnya pernikahan
adalah sebuah usaha dari sepasang antar laki-laki dan
perempuan untuk membentuk sebuah keluarga yang harmonis.
Namun pada kenyataannya, realita yang muncul di masyarakat
tidak setiap perkawinan yang dilangsungkan dapat berjalan
lancar sebagaimana tujuan perkawinan yang dikehendaki oleh
pasangan suami istri tersebut. Perkawinan dapat putus baik
dengan alasan karena kematian salah satu pihak atau karena
perceraian.
Secara umum perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak
diinginkan bagi pasangan menikah dimanapun. Dalam perceraian
menyangkut beberapa aspek, seperti ekonomi maupun sosial.
Meskipun diperbolehkan, namun perceraian dianggap sebagai
masalah sosial. Setiap masyarakat yang terikat oleh
perkawinan tak jarang mendapat problema yang berujung pada
pemutusan ikatan pernikahan (perceraian).
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari berbagai
suku, ras, adat istiadat dan budaya yang beraneka ragam.
Kebiasaan dan adat tiap tiap suku tentu memiliki ciri khas
nya masing masing yang membedakan suku tersebut dengan suku
yang lain. Begitu juga perceraian tentu pasti adat adat maupun
upacara yang dilaksanakan berbeda dengan cara yang dilakukan
oleh daerah lain. Melalui latar belakang ini, kami
mengkajinya dalam sebuah makalah dengan rumusan masalah
sebagai berikut.

1
B. Masalah
1. Pengertian penceraian
2. Alasan yang mendasari penceraian
3. Adat penceraian yang di anut oleh masyarakat di Kepulauan
Timor
4. Pelaksaan yang dilakukan oleh masyarakat di Kepulauan Timor
5. Sistem Hak Asuh Anak yang diberlakukan oleh masyarakat di
Kepulauan Timor

C. Tujuan
Melalui pendalaman materi yang dilakukan mengenai Perceraian
Adat di Kepulauan Timor, berikut tujuan yang kami landaskan
dalam penelitian :
1. Mengetahui pengertian dari perceraian
2. Mengetahui alasan alasan yang mendasari perceraian
3. Mengetahui Adat perceraian yang dilakukan dan dilaksanakan
oleh masyarakat di Kepulauan Timor
4. Mengetahui bagaimana sistem Hak Asuh Anak yang diberlakukan
oleh masyarakat di Kepulauan Timor

2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Perceraian
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Seperti yang tertulis dalam halaman latar belakang, kata “cerai”
menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti: pisah, putus
hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian, kata “perceraian”
mengandung arti: perpisahan, perihal bercerai (antara suami
istri), perpecahan. Adapun kata “bercerai” berarti: tidak
bercampur (berhubungan, bersatu) lagi, berhenti berlakibini (suami
istri).

Menurut Para Ahli

- Perceraian menurut Bell (1979) merupakan putusnya ikatan


legal yang menyatukan sepasang suami-istri dalam satu rumah
tangga, secara sosial perceraian membangun kesadaran pada
masing-masing individu bahwa perkawinan mereka telah
berakhir.
- Perceraian menurut Hurlock (1996), perceraian merupakan
kalminasi dari penyelesaian perkawinan yang buruk, dan yang
terjadi bila antara suami-istri sudah tidak mampu lagi
mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua
belah pihak.

Menurut Undang – Undang

Perceraian menurut Undang - Undang Republik Indonesia No.1 tahun


1994 (pasal 16), terjadi apabila antara suami-istri yang
bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun dalam
suatu rumah tangga. Perceraian terjadi terhitung pada saat
perceraian itu dinyatakan didepan sidang pengadilan (pasal 18).

3
B. Alasan Perceraian

Alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang dan menjadi


landasan terjadinya perceraian baik melalui cerai talak maupun
cerai gugat tertuang dalam Pasal 39 (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Pasal 116 KHI.

Lebih lanjut mengenai alasan-alasan perceraian ditentukan dalam


Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
yang menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau
alasan-alasan:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,


penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/isteri;
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi pertengkaran dan
perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak;
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.

4
C. Macam – Macam Perceraian

Putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena dua hal


yaitu :

1. Cerai Talak
Talak adalah ikrar suami dihadapan Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
2. Cerai Gugat
Berdasarkan gugatan perceraian yaitu perceraian yang
disebabkan adanya gugatan dari salah satu pihak, khususnya
istri ke pengadilan.

Talak dibagi menjadi 5 macam yaitu:

1. Talak raj’I yaitu talak ke satu atau kedua, dimana suami


berhak ruju’ selama istri dalam masa iddah.
2. Talak ba’in shughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk
tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun
dalam iddah.
3. Talak Ba’in kubra adalah talak yang terjadi untuk kedua
kalinya, talak ini tidak dapat dirujuk dan tidak boleh
dinikahi lagi, kecuali pernikahan itu dilakukan setelah bekas
istri menikah dengan orang lain kemudian terjadi perceraian
ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.
4. Talak sunny adalah talak yang dibolehkan, yaitu talak yang
dijatuhkan oleh istri yang sedang suci dan tidak dicampuri
dalam waktu suci itu.
5. Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang
dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan suci tapi sudah
dicampuri pada waktu suci tersebut (pasal 118 sampai dengan
pasal 122 inpres No 1 Tahun 1991 tentang kompilasi hukum
islam).

5
BAB II

LANDASAN KONSEPSIONAL

Landasan Konsepsional yang merupakan Landasan Wawasan Nusantara


lebih familiar dengan ketahanan nasional, yaitu merupakan kondisi
dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan serta mengembangkan kemampuan sebagai konsepsi
nasional,berkedudukan sebagai landasan konsepsional.

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia


mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.

Jadi secara Undang-Undang atau yuridis istilah perceraian berarti


putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai
suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana
diartikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia di atas.

Istilah perceraian menurut UU No. 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum


positif tentang perceraian menunjukkan adanya:

1. Tindak hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk
memutus hubungan perkawinan diantara mereka;

2. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu


kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan
ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan yang Maha
Kuasa;

3. Putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat


hokum putusnya hubungan perkawinan antara suami istri.

6
Putusnya perkawinan ini diatur juga oleh negara melalui Undang-
Undang Perkawinan, PP No. 9 Tahun 1975 sebagai aturan pelaksanaan
dari UU Perkawinan dan juga diatur dalam KHI. Pengertian talak
disebutkan dalam KHI pasal 117 yang menjelaskan bahwa talak adalah
ikrar suami di hadapan siding Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan.

Pasal 39 UU Perkawinan terdiri dari 3 ayat dengan rumusan:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan


setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak;

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara


suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri;

3. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam


peraturan perundangan tersendiri.

7
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

PENELITIAN

Perceraian adat di provinsi Nusa Tenggara Timur menganut dua macam


proses tingkat dalam permohonan perceraian. Sebelum memasuki
proses perceraian yang disahkan oleh menteri kehakiman, seseorang
harus terlebih dahulu memasuki proses tingkat yaitu dalam
permohonan perceraian.

I. PROSES TINGKAT DALAM PERMOHONAN PERCERAIAN “CERAI GUGAT”

A. Langkah langkah Penggugat atau kuasanya

Ada langkah langkah yang perlu dilakukan penggugat (isteri) atau


kuasanya

1. Mengajukan Gugatan

Mengajukan gugatan secara tertulis maupun lisan kepada pengadilan


agama atau Mahkamah Syari’ah (Islam) dimana penggugat wajib
meminta petunjuk terlebih dahulu sebelum memilih keputusan secara
sah. Setelah keputusan secara sah dibuatlah surat gugatan seperti
yang tetulis di Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 58 UU no.7 Tahun
1989) Jika surat gugatan ada perubahan maka perubahan tersebut
harus atas persetujuan Tergugat.

2. Setelah gugatan tersebut dianjukan

Bila penggugat atau tergugat berkediaman di Indonesia, maka


gugatan dapat diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukum
nya meliputi tempat kediaman. Bila penggugat atau tergugat di
luar Negri maka gugatan diajukan meliputi tempat perkawinan
dilangsungkan atau kepada pengadilan agama jakarta pusat. Bila
penggugat dan tergugat keduanya berkediaman di luar negri maka

8
gugatan diajukan yang di tempat perkawinan yang di langsungkan
atau pengadilan agama di jakarta pusat.

3. Syarat Permohonan harus dipenuhi

Memuat nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat tinggal kediaman


pemohon dan termohon. Juga di lampirkan Posita yaitu fakta kejadian
dan fakta hukum. Dan juga hal hal yang dituntut berdasarkan posita
atau disebut petitum.

4. Tanggungan Suami dan Istri

Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta
bersama dengan gugatan perceraian atau putusan perceraian sesudah
memperoleh kepastian hukum. pasal 86 ayaat1 uu no 7 1989.

5. Membayar biaya perkara

bagi yang tidak mampu dapat berpekara secara cuma cuma. Tertulis
pada pasal 237 HIR, 273 R.Bg.

6. Kehadiran Penggugat dan tergugat

Penggugat dan tergugat wajib menghadiri panggilan peradila agama


atau mahkamah agama

B. Proses penyelesaian perkara

1. Penguggat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama

2. Penggugat dan tergugat di panggil ke pengadilan agama untuk


menghadiri persidangan.

3. Persidangan. Putusan pengadilan atas permohonan cerai gugat


adalah yang pertama yaitu gugatan dikabulkan apabila tergugat
tidak puas dapat mengajukan tingkat banding. yang kedua, kalau
gugatan ditolak penggugat dapat mengajukan banding. Yang terakhir
jika gugatan tidak diterima, penggugat dapat mengajukan gugatan
yang baru.

9
4. Setelah putusan mendapatakan kekuatan hukum, maka pengadilan
agama akan memberikan akta cerai kepada kedua belah pihak setelat
telat nya 7 hari setelah putusan diberikan.

II. PROSES TINGKAT DALAM PERMOHONAN PERCERAIAN “Cerai Talak”

A. Langkah langkah Penggugat atau kuasanya

Ada langkah langkah yang perlu dilakukan penggugat (suami) atau


kuasanya

1. Mengajukan gugatan

Mengajukan gugatan secara tertulis maupun lisan kepada pengadilan


agama atau Mahkamah Syari’ah (Islam) dimana penggugat wajib
meminta petunjuk terlebih dahulu sebelum memilih keputusan secara
sah. Setelah keputusan secara sah dibuatlah surat gugatan seperti
yang tetulis di Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 58 UU no.7 Tahun
1989) Jika surat gugatan ada perubahan maka perubahan tersebut
harus atas persetujuan Tergugat.

2. Setelah gugatan tersebut dianjukan

Bila penggugat atau tergugat berkediaman di Indonesia, maka


gugatan dapat diajukan kepada pengadilan agama yang daerah hukum
nya meliputi tempat kediaman. Bila penggugat atau tergugat di
luar Negri maka gugatan diajukan meliputi tempat perkawinan
dilangsungkan atau kepada pengadilan agama jakarta pusat. Bila
penggugat dan tergugat keduanya berkediaman di luar negri maka
gugatan diajukan yang di tempat perkawinan yang di langsungkan
atau pengadilan agama di jakarta pusat.

3. Syarat Permohonan harus dipenuhi

Memuat nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat tinggal kediaman


pemohon dan termohon. Juga di lampirkan Posita yaitu fakta kejadian

10
dan fakta hukum. Dan juga hal hal yang dituntut berdasarkan posita
atau disebut petitum.

4. Tanggungan Suami dan Istri

Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta
bersama dengan gugatan perceraian atau putusan perceraian sesudah
memperoleh kepastian hukum. pasal 86 ayaat1 uu no 7 1989.

5. Membayar biaya perkara

bagi yang tidak mampu dapat berpekara secara cuma cuma. Tertulis
pada pasal 237 HIR, 273 R.Bg.

6. Kehadiran Penggugat dan tergugat

Penggugat dan tergugat wajib menghadiri panggilan peradila agama


atau mahkamah agama

B. Proses penyelesaian perkara

1. Penguggat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan agama

2. Penggugat dan tergugat di panggil ke pengadilan agama untuk


menghadiri persidangan.

3. Persidangan. Putusan pengadilan atas permohonan cerai gugat


adalah yang pertama yaitu gugatan dikabulkan apabila tergugat
tidak puas dapat mengajukan tingkat banding. yang kedua, kalau
gugatan ditolak penggugat dapat mengajukan banding. Yang terakhir
jika gugatan tidak diterima, penggugat dapat mengajukan gugatan
yang baru.

4. Apabila permohonan dikabulkan dan memperoleh kekuatan hukum


tetap, maka:

a. pengadilan agama menentukan hari sidang penyaksian ikrar ralak.

b. Pengadilan memanggil pemohon dan termohon untuk melaksanakan


ikrar talak.
11
c. Jika dalam waktu 6 bulan sudah ditetapkan sidang penyaksian
ikrar talak namun suami tidak melaksanakannya didepan sidang maka
kekuatan hukum dianggap gugur dan perceraian tidak dapat diajukan
bedasarkan alasan hukum yang sama. Yang tertulis di pasal 70 ayat
6 uu no 7 1989.

5. Setelah ikrar talak diucapkan , maka panitera berkewajiban akan


memberikan akta cerai kepada kedua belah pihak setelat telat nya
7 hari setelah putusan diberikan.

Setelah melakukan pendekatan teori, kami meninjau laju perceraian


di kupang pada saat ini, melalui artikel yang kami baca dikatakan
bahwa perceraian di kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2010
terdapat 196 perceraian. kemudian turun pada tahun 2014 menjadi
172, selain itu meski angkanya di anggap cukup kecil, kawin paksa
juga turut menyumbang terjadinya perceraian dikota Kupang.

ANALISIS

Arti Talak Secara Umum

Dalam Islam, salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan


perkawinan karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan
lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga disebut
thalaq/talak. Demikian antara lain yang dijelaskan oleh Drs.
Sudarsono, S.H., M.Si. dalam bukunya Hukum Perkawinan Nasional
(hal. 128).

Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah
ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu
sebab putusnya perkawinan.

Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan
Pasal 131 KHI. Pasal 129 KHI berbunyi:

12
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya
mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada
Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai
dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan
itu.”

Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan
atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sedangkan, mengenai
cerai karena talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama,
menurut Nasrullah Nasution, S.H. dalam artikel Akibat Hukum Talak
di Luar Pengadilan hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak
sah menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak
dilakukan di Pengadilan Agama. Menurut Nasrullah, akibat dari
talak yang dilakukan di luar pengadilan adalah ikatan perkawinan
antara suami-istri tersebut belum putus secara hukum.

Talak Satu dan Talak Dua

Soal talak satu dan talak dua, sebagaimana pernah dijelaskan dalam
artikel Talak Tiga Karena Emosi, Lalu Ingin Rujuk Lagi, berpedoman
pada pendapat Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan
Indonesia (hal. 100), dikatakan bahwa Al Qur’an Surat Al-Baqarah
ayat 229 mengatur hal talak, yaitu talak hanya sampai dua kali
yang diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara
kedua bekas suami istri itu. Jadi apabila suami menjatuhkan talak
satu atau talak dua, ia dan istri yang ditalaknya itu masih bisa
rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara tertentu.

Arti rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami istri


antara seorang suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya
dengan istri yang telah ditalak-nya itu dengan cara yang sederhana.
Caranya ialah dengan mengucapkan saja “saya kembali kepadamu” oleh
si suami di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil. Sedangkan
arti kawin kembali ialah kedua bekas suami istri memenuhi ketentuan

13
sama seperti perkawinan biasa, yaitu ada akad nikah, saksi, dan
lain-lainnya untuk menjadikan mereka menjadi suami istri kembali.
Sungguhpun demikian, dalam masyarakat kita di Indonesia orang
selalu menyebut kawin kembali itu dengan sebutan rujuk juga (Ibid,
hal. 101).

Mengenai talak satu atau talak dua ini disebut juga talak raj’i
atau talak ruj’i, yaitu talak yang masih boleh dirujuk (Ibid, hal.
103) yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 118 KHI yang berbunyi:

“Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak
rujuk selama istri dalam masa iddah.”

Jadi, akibat dari talak kesatu dan kedua ini adalah suami istri
dapat rujuk atau kawin kembali. Soal talak raj’i, Sudarsono
menjelaskan bahwa (hal. 132-133) pada hakekatnya talak ini
dijatuhkan satu kali oleh suami dan suami dapat rujuk kembali
dengan istri yang ditalaknya tadi. Dalam syariat Islam, talak
raj’i terdiri dari beberapa bentuk, antara lain: talak satu,
talak dua dengan menggunakan pembayaran tersebut (iwadl). Akan
tetapi dapat juga terjadi talak raj’i yang berupa talak satu,
talak dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum
digauli.

Masa Iddah

Adapun yang dimaksud dengan masa iddah (waktu tunggu) adalah waktu
yang berlaku bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari bekas
suaminya.

Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla al


dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.

14
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi
yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-
kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid
ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.

c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda


tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai
melahirkan.

d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut


dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Talak Tiga

Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang


suami telah menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka
perempuan itu tidak halal lagi baginya untuk mengawininya sebelum
perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.

Selengkapnya bunyi Surat Al-Baqarah ayat 230:

“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali),


maka tiadalah halal perempuan itu baginya, kecuali jika
perempuan itu telah kawin dengan lelaki yang lain. Dan jika
diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya
kalau keduanya rujuk kembali, jika keduanya menduga akan
menegakkan batas-batas Allah. Demikian itulah batas-batas Allah,
diterangkannya kepada kaum yang akan mengetahuinya.”

Maksudnya ialah kalau sudah talak tiga, perlu muhallil untuk


membolehkan kawin kembali antara pasangan suami isteri pertama.
Arti muhallil ialah orang yang menghalalkan. Maksudnya ialah si
istri harus kawin dahulu dengan seorang laki-laki lain dan telah
melakukan persetubuhan dengan suaminya itu sebagai suatu hal
yang merupakan inti perkawinan. Laki-laki lain itulah yang
disebut muhallil. Kalau pasangan suami istri ini bercerai pula,

15
maka barulah pasangan suami istri semula dapat kawin kembali
(Ibid. hal. 101-102). Talak tiga ini disebut juga dengan talak
ba’in kubraa yang pengaturannya dapat kita temui dalam Pasal 120
KHI yang berbunyi:

“Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga


kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat
dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan
setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian
terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya.”

Soal talak tiga ini, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 128-129)


perempuan yang telah dijatuhi talak tiga ini harus sudah menikah
dengan laki-laki lain kemudian bercerai. Dalam keadaan demikian,
perempuan tadi tidak dilarang dinikahi lagi oleh laki-laki bekas
suami pertama; hukum perkawinan tersebut tetap halal.

Lebih lanjut Sudarsono menjelaskan bahwa apabila terjadi seorang


diupah oleh bekas suaminya pertama agar menikah dengan bekas
istrinya, kemudian mentalaknya dan oleh karena sesudah ditalak
oleh laki-laki yang diberi upah itu, bekas suami pertama (yang
mengupah) mengawini perempuan itu lagi. Keadaan seperti ini tidak
dibenarkan di dalam syari’at Islam.

Waktu Penjatuhan Talak, Haruskah Berurutan?

Apabila seorang istri dijatuhkan talak satu atau talak dua oleh
suaminya, maka suami istri tersebut diperintahkan tetap tinggal
satu rumah. Demikianlah ajaran islam, karena dengan demikian suami
diharapkan bisa menimbang kembali dengan melihat istrinya yang
tetap di rumah dan mengurus rumahnya. Demikian juga istri
diharapkan mau ber-islah karena melihat suami tetap memberi nafkah
dan tempat tinggal. Demikian berdasarkan informasi dari dalam
artikel Baru Talak Satu Dan Dua, Jangan Segera Berpisah, Ia Masih
Istrimu! yang kami akses dari laman muslimafiyah.com, situs

16
berinfokan agama Islam dan kesehatan yang diasuh dokter Raehanul
Bahraen.

Lalu timbul pertanyaan, apakah talak satu, dua, dan tiga ini harus
dijatuhkan berurutan atau akumulatif?

Sebagai contoh yang kami dapatkan dari laman


tausyiah275.wordpress.com -blog berisikan kumpulan tausiyah atau
nasehat keagamaan- dalam tulisan Penjelasan Mengenai Talak 1, 2,
dan 3, misalkan suami (A) dan istri (B) menikah. Lalu A mentalak
B. Ini disebut talak 1. Setelah 4 bulan, mereka rujuk. Lalu karena
satu dan lain hal, A kembali mentalak B. Nah, ini disebut talak 2.
Meski telah talak 2, A masih boleh rujuk dengan B. Namun jika A
kembali mentalak B, yg otomatis menjadikan talak 3 telah jatuh,
maka A tidak boleh rujuk lagi dengan B, kecuali B menikah dahulu
dengan X, berhubungan intim, lalu si X mentalaknya (minimal talak
1), serta sudah habis masa iddahnya.

Kemudian pertanyaan lain, bolehkah sekali talak langsung talak 3?

Masih bersumber dari laman yang sama, pernyataan talak yang


langsung talak 3 ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Namun, jika merujuk pada ayat “Talak (yang dapat dirujuki) dua
kali.” pada Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229, banyak ulama yang
berpendapat bahwa talak 3 hanya bisa dilakukan setelah 2 kali talak
dan 2 kali rujuk. Meski demikian, ada yg berpendapat boleh
dilakukan talak langsung talak 3 dengan merujuk pada hadits:

“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa
khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. Umar
pun berkata :

17
“Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan
talak tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku,
yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena
ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga
sekali ucap.”

Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap


telah jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim no 1472)

Merujuk pada hadits di atas, boleh saja seorang suami langsung


menjatuhkan talak 3 sekaligus. Namun, seperti yang Umar katakan,
bahwa perbuatan langsung talak 3 sebenarnya hal yang tergesa-
gesa dan tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah
berlaku, yakni jatuhnya 2 kali talak dan 2 kali rujuk. Jika
seorang suami telah mentalak 3 istrinya, lalu di kemudian hari
menyesal dan ingin rujuk, maka seperti penjelasan di atas, TIDAK
DIPERBOLEHKAN RUJUK kecuali si istri telah menikah dengan orang
lain, disetubuhi suami barunya, dan diceraikan (ditalak).

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Instruksi Presiden Nomor.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan


Kompilasi Hukum Islam.

18
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa hal yang telah dijelaskan diatas, kesimpulan


yang dapat kami ambil adalah sebagai berikut:

1. Perceraian adat di provinsi Nusa Tenggara Timur menganut dua


macam proses tingkat dalam permohonan perceraian. Sebelum memasuki
proses perceraian yang disahkan oleh menteri kehakiman, seseorang
harus terlebih dahulu memasuki proses tingkat yaitu dalam
permohonan perceraian.

2. Ada langkah langkah yang perlu dilakukan penggugat (isteri)


atau kuasanya yaitu:

a. Mengajukan gugatan,

b. Setelah gugatan tersebut diajukan,

c. Syarat Permohonan harus dipenuhi

d. Tanggungan Suami dan Istri

e. Membayar biaya perkara

f. Kehadiran Penggugat dan tergugat

3. Proses penyelesaian perkara

a. Penguggat mendaftarkan gugatan perceraian ke pengadilan


agama

b. Penggugat dan tergugat di panggil ke pengadilan agama


untuk menghadiri persidangan.

c. Persidangan. Putusan pengadilan atas permohonan cerai


gugat adalah yang pertama yaitu gugatan dikabulkan

19
apabila tergugat tidak puas dapat mengajukan tingkat
banding. yang kedua, kalau gugatan ditolak penggugat
dapat mengajukan banding. Yang terakhir jika gugatan
tidak diterima, penggugat dapat mengajukan gugatan yang
baru.

d. Setelah putusan mendapatakan kekuatan hukum, maka


pengadilan agama akan memberikan akta cerai kepada kedua
belah pihak setelat telat nya 7 hari setelah putusan
diberikan.

4. Ada langkah langkah yang perlu dilakukan penggugat (suami) atau


kuasanya yaitu:

a. Mengajukan gugatan

b. Setelah gugatan tersebut dianjukan

c. Syarat Permohonan harus dipenuhi

d. Tanggungan Suami dan Istri

e. Membayar biaya perkara

f. Kehadiran Penggugat dan tergugat

5. Arti talak secara umum adalah,

Dalam Islam, salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan


perkawinan karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan
lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga disebut
thalaq/talak.

Jadi secara garis besarnya kesimpulan yang bisa kita ambil adalah
berdasarkan pendekatan baik secara teori maupun praktek dan juga
penerapan dalam kenyataan, dapat disimpulkan bahwa perceraian
20
merupakan pemisahan suami dan isteri. Dimana dalam melakukan
perceraian tidak hanya di lakukan dihadapan hukum saja namun juga
dihadapan adat. Dalam melakukan proses perceraian dilakukan dengan
didepan mahkamah agama dan juga melakukan proses yang disebut
talak. Jika seseorang sudah melakukan prose keduanya, baru bisa
dianggap sah untuk bercerai dan mendapatkan akta cerai secara resmi
yang diberika oleh Mahkamah Agama.

SARAN

1. Sebaiknya calon suami istri yang akan melangsungkan


perkawinan, diharapkan tidak hanya dewasa secara fisik saja,
tetapi juga harus diimbangi dengan kedewasaan emosional dan
mental, karena perkawinan itu adalah suatu yang sakral dan
suci sifatnya. Untuk mempersiapkan kematangan emosional dan
mental, maka hendaknya diisi dengan menambah pengetahuan dan
pengalaman serta memperluas cakrawala berfikir.
2. Masalah apapun dalam rumah tangga hendaknya dapat
diselesaikan dengan baik sehingga tidak membawa akibat
terhadap perkawinan tersebut.
3. Bagi pasangan yang telah bercerai, hendaknya menjalin
hubungan yang lebih kekeluargaan. Memulai hidup baru dengan
tetap menjalin silaturahmi agar tidak ada rasa dendam atau
saling menjelekan yang sedang mengalami masalah.
4. Hendaknya pengasuhan anak dilakukan bersama walaupun sekarang
sudah tidak lagi terikat oleh perkawinan, agar anak tidak
hanya mendapatkan kasih sayang hanya dari satu pihak orang
tua entah itu ayah atau pun ibu

21
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1997. JAKARTA. Balai Pustaka
: Halaman 185

Wordpress.com.(29 April 2017).Pentingnya Landasan Konsepsional


sebagai Landasan Wawasan Nusantara. Diakses pada 12 Oktober
2019,dari https://vanartik.wordpress.com/2017/04/29/pentingnya-
landasan-konsepsional-sebagai-landasan-wawasan-nusantara/

Wordpress.com.(07 April 2013).Wawasan Nusantara (Landasan,Unsur-


Unsur,Hakekat Wawasan Nusantara. Diakses pada 12 Oktober 2019,dari
https://tonyahmad007.wordpress.com/2013/04/07/wawasan-nusantara-
landasanunsur-unsur-dan-hakekat-wawasan-nusantara/

Pengadilan Tinggi Agama Nusa Tenggara Timur.(2014). Proses


Perkara Tingkat Pertama Permohonan Cerai Talak. Diakses pada 13
Oktober 2019, dari http://www.pta-
kupang.go.id/blog_post.php?kategori_konten=HAK&berita=141.

Pengadilan Tinggi Agama Nusa Tenggara Timur (2014). Proses


Perkara Tingkat Pertama Permohonan Cerai Gugat. Diakses pada 13
Oktober 2019, dari http://www.pta-
kupang.go.id/blog_post.php?kategori_konten=HAK&berita=141.

Hukumonline.com.(21 Agustus 2015). Perbedaan Talak satu dengan


Talak dua. 2016. Diakses pada 13 Oktober 2019, dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt55d543b865916
/perbedaan-talak-satu--dua--dan-tiga/

22

Anda mungkin juga menyukai