Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirahimi

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hukum Perceraian”.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
bapak Hervin Yoki Pradikta,S.H.I.M.H.I Pada bidang study Hukum Perdata.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan seputar
pernikahan.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karna itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis

Bandar Lampung, 09 Desember 2021

i
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH..................................................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

1. Istilah dan Pengertian Perceraian..............................................................3

2. Asas Asas Hukum Perceraian....................................................................5

3. Sumber sumber Hukum Perceraian...........................................................6

4. Bentuk dan Hikmah Perceraian.................................................................6

BAB II PENUTUP...................................................................................................9

A. Kesimpulan...................................................................................................9

B. Saran..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Secara umum perceraian merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan
bagi pasangan menikah dimanapun. Karena pada dasarnya pernikahan adalah
sebuah usaha dari sepasang antar laki-laki dan perempuan untuk membentuk
sebuah keluarga yang harmonis. Dalam perceraian menyangkut beberapa
aspek, seperti ekonomi maupun sosial. Meskipun diperbolehkan, namun
perceraian dianggap sebagai masalah sosial. Setiap masyarakat yang terikat
oleh perkawinan tak jarang mendapat problema yang berujung pada
pemutusan ikatan pernikahan (perceraian). Hal tersebut dapat dipicu dari
berbagai aspek diantaranya, kesenjangan ekonomi, kekerasan dalam rumah
tangga, perselingkuhan maupun KDRT. Pada sebagaian masyarakat,
perceraian dianggap sebagai sebuah kegagalan. Karena didalamnya terdapat
pemutusan tali pernikahan yang sebelumnya dianggap sakral. Oleh karenanya
ketika ada perceraian pasti ada masalah didalamnya.
Melihat fenomena-fenomena yang terjadi pada masyarakat kota yang
banyak sekali dilanda masalah sosial tentu perceraian tidak luput darinya.
Dilihat dari prosentase perceraian yang selalu naik dari tahun ke tahun. Hal
tersebut tidak melulu pada konflik yag disebabkan oleh kesenjangan dalam
hubungan perkawinan. Tetapi jika dilihat dari perspektif budaya dengan
menggunkan sudut pandang yang lain, tentu akan berbeda hasilnya. Misalnya,
dalam ajaran Islam diperbolehkan apabila suami menjatuhkan talak pada
istrinya. Atau dari kasus perkawinan siri yang hanya dengan syarat laki-laki
mengatakan bahwa pasangan bercerai maka perkara selesai. Walaupun kasus
ini juga masih menggukan media pengadilan untuk meresmikan sebuah
perceraian. Hal tersebut juga menjadi faktor banyaknya angka perceraian.

B.Rumusan Masalah
1. Jelaskan Istilah dan Pengertian Perceraian?
2. Jelaskan Asas-asas Hukum Perceraian?
3. Jelaskan Sumber-Sumber Hukum Perceraian?
4. Jelaskan Bentuk dan Hikmah Perceraian?

1
C.Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui Istilah dan Pengertian Perceraian
2. Agar mengetahui Asas-asas Hukum Perceraian
3. Agar mengetahui Sumber-Sumber Hukum Perceraian
4. Agar mengetahui Bentuk dan Hikmah Perceraian

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.Istilah dan Pengertian Perceraian


Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal bercerai
antara suami dan istri, yang kata "bercerai" itu sendiri artinya "menjatuhkan talak
atau memutuskan hubungan sebagai suami isteri." Menurut KUH Perdata Pasal
207 perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu berdasarkan alasan-alasan yang
tersebut dalam Undang Undang. Sementara pengertian perceraian tidak dijumpai
sama sekali dalam Undang-Undang Perkawinan begitu pula di dalam penjelasan
serta peraturan pelaksananya.
Meskipun tidak terdapat suatu pengertian secara otentik tentang
perceraian, tidak berarti bahwa masalah perceraian ini tidak diatur sama sekali di
dalam Undang-Undang Perkawinan. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya,
pengaturan masalah perceraian menduduki tempat terbesar. Hal ini lebih jelas lagi
apabila kita melihat peraturan-peraturan pelaksanaannya. Beberapa sarjana juga
memberikan rumusan atau definisi dari perceraian itu sendiri, antara lain:

a. Menurut Subekti, perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan


hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.
b. Menurut R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin. perceraian
berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat
tidur yang didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari
suami maupun dari istri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar
pada perselisihan antara suami dan istri.
c. Menurut P.N.H. Simanjuntak, perceraian adalah pengakhiran suatu perkawinan
karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak
atau kedua belah pihak dalam perkawinan.

Islam sendiri telah memberikan penjelasan dan definisi bahwa perceraian


menurut ahli fikih disebut talak atau firqoh. Talak diambil dari kata ‫( اطالق‬Itlak),
artinya melepaskan, atau meninggalkan. Sedangkan dalam istilah syara', talak
adalah melepaskan ikatan perkawinan, atau rusaknya hubungan perkawinan."
Perceraian mendapatkan awalan "per" dan akhiran "an" yang mempunyai fungsi
sebagai pembentuk kata benda abstrak. kemudian menjadi perceraian yang berarti,
hasil dari perbuatan perceraian. Berikut beberapa rumusan yang diberikan oleh
ahli fikih tentang definisi talak diantara sebagai berikut:

3
a. Dahlan Ihdami, memberikan pengertian sebagai berikut: Lafadz talak berarti
melepaskan ikatan, yaitu putusnya ikatan perkawinan dengan ucapan lafadz yang
khusus seperti talak dan kinayah. (sindiran) dengan niat talak.
b. Sayyid Sabiq, memberikan pengertian sebagai berikut: Lafadz talak diambil
dari kata itlak artinya melepaskan atau meninggalkan.Sedangkan dalam istilah
syara', talak artinya melepaskan ikatanmperkawinan atau mengakhiri hubungan
perkawinan.
c. Zainuddin bin Abdul Aziz, memberikan pengertian perceraian sebagai berikut:
Talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, sedangkan menurut istilah syara'
talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan kata-kata."

Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam pertama, dalam banyak


kesempatan selalu menyarankan agar suami isteri bergaul secara ma'ruf dan
jangan menceraikan isteri dengan sebab-sebab yang tidak prinsip. Jika terjadi
pertengkaran yang sangat memuncak diantara suami isteri dianjurkan MAL
bersabar dan berlaku baik untuk tetap rukun dalam rumah tangga, tidak langsung
membubarkan perkawinan mereka, tetapi hendaklah menempuh usaha perdamaian
terlebih dahulu dengan mengirim seorang hakam dari keluarga pihak suami dan
seorang hakam dari keluarga pihak isteri untuk mengadakan perdamaian. Jika
usaha ini tidak berhasil dilaksanakan, maka perceraian baru dapat dilakukan.
Pengertian perceraian sendiri dalam KHI secara jelas ditegaskan dalam
Pasal 117 yang menyebutkan bahwa perceraian adalah ikrar suami dihadapkan
sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Berdasarkan uraian tersebut dapatlah diperoleh pemahaman bahwa perceraian
adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami istri yang sah dengan
menggunakan lafadz talak atau semisalnya. putusnya perkawinan. Berdasarkan
uraian tersebut dapatlah diperoleh pemahaman bahwa perceraian adalah putusnya
ikatan perkawinan antara suami istri yang sah dengan menggunakan lafadz talak
atau semisalnya.Dua orang yang mempunyai sifat dan kepribadian yang berbeda.
disatukan dalam suatu ikatan perkawinan, tentu bukan suatu hal yang akan terus
berjalan mulus. Pasti ada masanya di antara suami isteri akan timbul masalah baik
itu disebabkan oleh isteri maupun suami. Karena masalah yang ada di antara
mereka tidak menemukan jalan keluar yang baik, maka salah satu pihak dapat
mengajukan perceraian.
Undang-Undang Perkawinan menganut prinsip mempersukar terjadinya
perceraian, karena perceraian akan membawa akibat buruk bagi pihak-pihak yang
bersangkutan. Dengan maksud untuk mempersukar kutan. Denga terjadinya
perceraian maka ditentukan bahwa melakukan perceraian harus ada cukup alasan
bagi suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.

4
2.Asas-Asas Hukum Perceraian
Asas-Asas Hukum Khusus Perceraian Dan Penjelasan Umumnya UU No.
1 Tahun 1974 memuat asas-asas hukum perkawinan sebagaimana dijelaskan
dalam bagian penjelasan umumnya, yaitu sebagai berikut:
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu, suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan kepribadianya membentuk dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material; Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu
perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaanya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan
perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam
surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar
pencatatan;Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang
bersangkutan mengizinkanya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.
Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri
meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak pihak yang bersangkutan hanya dapat
dilakukan apabila memenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh
pengadilan;Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami istri itu
harus telah masak jiwa-raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar
supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada
peceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah
adanya perkawinan antara calon suami yang masih dibawah umur.
Karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah
kependudukan, maka untuk mengerem laju kelahiran yang lebih tinggi, hzrus
dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur
sebab batas umur yang lebih rendah dari seorang wanita untuk kawin,
mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi. Berubung itu, maka undnag-
undang ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita,
ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita;Karena tujuan perkawinan
adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka
undang ini menganut isi untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk
memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan
didepan sidang Pengadilan;Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak
dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat, sehingga demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat
dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

5
3.Sumber-Sumber Hukun Perceraian

Dalam pernikahan, perceraian merupakan suatu peristiwa yang kadang


tidak dapat dihindarkan oleh pasangan menikah, baik mereka yang baru saja
menikah atau mereka yang sudah lama menikah. Perceraian merupakan salah satu
sebab putusnya ikatan perkawinan di luar sebab lain yaitu kematian dan atau atas
putusan pengadilan seperti yang terdapat di dalam Pasal 38 UU Perkawinan.
Dalam hal perceraian dapat dilakukan dan diputuskan apabila memiliki alasan-
alasan, baik dari pihak suami maupun istri.Saat berproses atau berperkara di
pengadilan, baik itu di Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, sangat
disarankan pihak penggugat dan pihak tergugat dapat didampingi oleh advokat
(pengacara). Advokat selain dapat mendampingi para pihak yang beracara, ia juga
dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai terkait dengan
kesepakatan-kesepakatan, seperti harta gono gini, tunjangan hidup, hak asuh anak,
dan hal-hal penting lainnya.
Dasar hukum proses perceraian di Indonesia adalah UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Berdasarkan
UU tersebut, dimungkinkan salah satu pihak, yaitu suami atau istri melakukan
gugatan perceraian. Walaupun demikian, ada pembeda antara penganut agama
Islam dan di luar Islam dalam soal perceraian ini.Pasangan suami-istri Muslim
dapat bercerai dengan didahului oleh permohonan talak oleh suami atau gugatan
cerai oleh istri yang didaftarkan pada pengadilan agama. Untuk pasangan non-
Muslim dapat bercerai dengan mengajukan gugatan cerai (baik suami maupun
istri) melalui pengadilan negeri.

4.Bentuk Dan Hikmah Perceraian


Bentuk perceraian ketika suami mengucapkan kalimat talak pada istrinya
hingga terulang 3x, maka saat itu juga perceraian telah terjadi, tanpa perlu
menunggu keputusan pengadilan. Adapun jenis-jenis perceraian menurut Islam
yaitu sebagi berikut:
1) Talak Raj'i.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada
istrinya. Suami boleh rujuk kembali dengan istrinya ketika masih dalam masa
iddah. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh lagi rujuk kecuali
dengan melakukan akad nikah baru.

2)Talak Bain.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak tiga kepada istrinya.
Dalam kondisi ini, istri tidak boleh dirujuk kembali. Suami baru akan boleh

6
merujuk istrinya kembali, jika istrinya telah menikah dengan lelaki lain dan
berhubungan suami istri dengan suami yang baru, lalu diceraikan dan habis masa
iddahnya.

3) Talak Sunni.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan cerai talak kepada istrinya yang
masih suci dan belum melakukan hubungan suami istri saat masih suci tersebut.

4) Talak Bid'i.
Perceraian ini terjadi apabila suami mengucapkan talak kepada istrinya saat
istrinya sedang dalam keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah
melakukan hubungan suami istri kembali.

5) Talak Taklik.
Perceraian ini terjadi apabila suami menceraikan istrinya dengan syarat-syarat
tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku, maka
terjadilah perceraian atau talak.

6) Gugat Fasakh.
Adalah gugat cerai yang dilakukan oleh istri tanpa adanya kompensasi kepada
suami akibat beberapa perkara seperti suami tidak memberi nafkah lahir batin
selama 6 bulan berturut-turut, suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-
turut tanpa kabar, suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah,
baik sebagian atau seluruhnya sebelum terjadinya hubungan suami istri, atau
adanya perlakuan buruk dari suami kepada istri

7) Khulu'.
Perceraian khulu' merupakan perceraian yang terjadi dari hasil kesepakatan antara
suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami.
Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 229

Hikmah perceraian, Perceraian adalah Pintu Keselamatan dari Kerusakan


Menuju Kebaikan. Solusi bagi kesalahan-kesalahan manusia serta
menyelamatkannya dari hal buruk yang lebih berbahaya dan kerusakan yang lebih
parah.Perceraian adalah Pintu Keselamatan dari Kerusakan Menuju Kebaikan.
Solusi bagi kesalahan-kesalahan manusia serta menyelamatkannya dari hal buruk
yang lebih berbahaya dan kerusakan yang lebih parah. Ulama menyepakati
kebolehan perceraian, karena barangkali kondisi antara suami dan isteri telah
rusak, sehingga mempertahankan perkawinan mengakibatkan kerusakan yang
total, dimana suami dipaksa memberi nafkah dan tempat tinggal, hubungan rumah

7
tangga menjadi tidak baik, serta permusuhan yang berlarut-larut.Thalaq ada
kalanya menjadi wajib, adalanya menjadi haram , mubah dan sunah.Wajib apabila
permusuhan suami dan isteri sudah sedemikian rupa dan pihak penengah
berpendapat bahwa jalan satu-satunya untuk mengatasi adalah Thalaq. Haram
apabila tidak ada permasalahan apapun antara suami dan isteri. Mubah apabila
isteri menunjukkan sikap-sikap yang buruk terhadap suami atau sebaliknya.
Sunnah apabila isteri mengabaikan kewajiban solat atau aturan agama lainnya. 

8
BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan

2.Saran

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai