Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN DAN HUKUM TALAK DALAM ISLAM

Dosen Pengampu:
Drs. Mahfud, S.AG, M.Pd.I

Disusun Oleh : Khoirun Nisak

MATA KULIAH : PEMBELAJARAN PAI DI MADRASAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BATURAJA

PROGRAM STUDI PAI

TAHUN AKADEMIK 2021-2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan
kita semua nikmat yang tak terhitung jumlahnya, oleh sebab nikmat yang telah
diberikan-Nyalah kita pada saat ini masih melaksanakan aktifitas kita pada hari ini.
Sholawat beserta salam tidak lupa senantiasa kita panjat atas nabi kita yaitu nabi
Muhammad Sallahu ‘Alahi Wasallam, yang mana atas perjuangan beliaulah kita saat ini
dapat terselamatkan dengan risalah tauhid.
Pada kali ini pemakalah akan menyampaikan materi yang berjudul “ Pengertian
dan Hukum Talak Dalam Islam" . Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pembelajaran Fiqih di Madrasah di Sekolah Tinggi Agama Islam Baturaja.
Kami berharap dalam penulisan makalah inidapat memberikan manfaat,
khususnya bagi kami sendiri dan umumnya bagi para pembaca. Semoga dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi yang akan
mendatang.

Baturaja, 21 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................2
PENDAHULUAN........................................................................................................................2
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................................2
B. Rumusan Masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Masalah................................................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..........................................................................................................................2
A. PENGERTIAN TALAK..................................................................................................2
B. KESAKSIAN TALAK.....................................................................................................2
C. HUKUM TALAK DALAM ISLAM................................................................................2
D. LAFADZ TALAK............................................................................................................2
E. BILANGAN TALAK.......................................................................................................2
BAB III........................................................................................................................................2
PENUTUP....................................................................................................................................2
A. Kesimpulan......................................................................................................................2
B. Saran................................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................2

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam mengarungi kehidupan bahtera rumah tangga, pasangan suami istri pasti
akan menemukan dan merasakan ujian serta cobaan didalamnya, yang mana dalam
menghadapinya tidak semudah yang dipikirkan, sehingga apabila pasangan suami istri
tersebut tidak mengadapi ujian dan cobaan tersebut dengan sabar dan bijak, maka hal
yang tidak diinginkan pasti bisa terjadi seperti perceraian.
Perceraian dalam bahasa Arab disebut talak yang artinya melepas tali
perkawinan atau menghilangkan ikatan perkawinan. Kemudian perceraian menurut
istilah adalah, pengakhiran suatu perkawinan karena suatu sebab dengan keputusan
hakim. Maka, penulis ingin menjelaskan lebih rinci mengeanai pengertian talak, hukum,
serta bentuk-bentuknya dalam makalah yang berjudul “Pengertian dan Hukum Talak
dalam Islam”

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Talak?
2. Bagaimana kesaksian talak?
3. Apa hukum talak dalam Islam?
4. Bagaimana lafadz talak ?
5. Berapakah bilangan talak?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian talak
2. Untuk mengetahui bagaimana kesaksian talak
3. Untuk mengetahui hukum talak dalam islam
4. Untuk mengetahui lafadz talak
5. Untuk mengetahui jumlah bilangan talak

1.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TALAK
Talak dalam bahasa Indonesia diartikan perceraian yang artinya terputusnya
tali perkawinaan yang sah akibat ucapan cerai suami terhadap istrinya. Maksudnya
adalah perceraian karena talak adalah seorang suami yang menceraikan isterinya dengan
menggunakan kata-kata cerai atau talak atau kalimat lain yang mengandung arti dan
maksud menceraikan isterinya, apakah talak yang diucapkan itu talak satu, dua atau tiga
dan apakah ucapan talak itu diucapkan talak dua atau tiga sekaligus pada satu kejadian
atau peristiwa, waktu dan tempat yang berbeda.Para ahli hukum Islam (fukaha)
berpendapat bahwa bila seseorang mengucapkan kata-kata talak atau semisalnya
terhadap isterinya maka talaknya dianggap sah dan haram hukumnya bagi keduanya
melakukan hubungan biologis sebelum melakukan rujuk atau ketentuan hukum lain
yang membolehkan mereka bersatu sebagai suami isteri.Para fukaha berbeda pendapat
tentang kata-kata talak atau semisalnya yang diucapkan oleh suami kepada isteri dalam
kondisi sadar atau tidak misalnya suami dalam kondisi mabuk, atau karena suami dalam
kondisi tidak tenang atau ketika dalam kondisi marah yang dipicu adanya pertengkaran
yang dapat menghilangkan keseimbangan jiwa suami atau karena dalam kondisi
dipaksa.
Abdul Aziz Dahlan menjelaskan bahwa talak dalam bahasa arab artinya
melepaskan dan meninggalkan suatu ikatan. Dalam istilah hukum talak adalah
perceraian antara suami isteri atas kehendak suami.1
Sayyid Sabiq dalam Fiqh as Sunnah memberi definisi bahwa talak dalam
terminology bahasa adalah “ al-irsalu wa al-taraku” artinya melepaskan dan
meninggalkan. Sedangkan menurut istilah hukum talak adalah “ hillu rabithatin al zuwaj
“ artinya melepaskan ( ikatan ) tali perkawinan.2
Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU
No.1/1974) dan Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975( PP.No 9/1975 ) tentang

1
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam et.al 1996:1776
2
Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, 1975:241

2
Pelaksanaan UU No.1/1975 dalam pengertian umum tidak terdapat definisi talak,
kecuali definisi talak dapat dilihat pada pasal 117 Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yang
berbunyi sebagai berikut :
“Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah
satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal
129,130 dan 131”
Bunyi pasal 129 KHI berbunyi sebagai berikut : “Seorang suami yang akan
menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis
kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan alasan serta
meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu “

B. KESAKSIAN TALAK
Kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i (kecuali pada qaul qadimnya Imam
Syafi’i berpendapat bahwa pengucapan talak seorang suami terhadap isterinya
memerlukan dua orang saksi ) dan Hanbali berpendapat bahwa pengucapaan talak
seorang suami terhadap isterinya tidak perlu adanya saksi, alasan mereka berpendapat
demikian karena talak merupakan hak mutlak seorang suami terhadap isterinya,
sedangkan suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya itu tidak dituntut
untuk menghadirkan saksi, selain itu mereka berpendapat tidak ada satu dalilpun yang
menunjukkan bahwa seorang suami dalam menjatuhkan talak terhadap isterinya
memerlukan saksi.
Berbeda halnya dengan ulama Syi’ah Imamiyah mereka berpendapat bahwa
seorang suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya perlu disaksikan oleh
dua orang saksi dengan mengambil argumerntasi pengertian secara umum surah at
Talak (65) ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut3 :
artinya :…. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu, dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah…..(Q.S. at-Talak ayat
2).
Imam Abu Dawud menceritakan bahwa Imran bin Husain pernah ditanya
tentang seseorang yang menjatuhkan talak isterinya tanpa saksi, kemudian ia rujuk

3
(Abdul Aziz Dahlan et.al 1996:1783)

3
dengan isterinya itu tanpa saksi pula. Imran bin Husain ketika itu menyatakan “ dia
talak isterinya tidak sesuai dengan sunah (Rasulullah) dan dia kembali kepada isterinya
tidak sesuai dengan sunnah. Persaksikanlah talaknya itu dan persaksikan pula rujuknya.
Menurut pasal 66 ayat (1) UU No.1/1974 sebagaimana yang penulis kutip di atas
maka talak yang akan diucapkan oleh suami terhadap isterinya selain setelah mengikuti
sidang-sidang dan mendapat izin dari Pengadilan, maka Pengadilan membuka sidang
guna penyaksian terhadap suami yang akan menjatuhkan talak terhadap isterinya.
Tampaknya pembuat Undang-undang pencantuman pasal 66 ayat (1) UU
No.1/1974 diilhami pendapat ulama Syi’ah dan (qaul qadimnya Imam Syafi’i) yang
mensyaratkan adanya dua orang saksi bila seseorang akan menceraikan/mentalak
isterinya.
Dari uraian tersebut di atas maka menurut fikih dan hukum positif ada perbedaan
dan kesamaan tentang seseorang yang akan menceraikan isterinya yaitu
a. Persamaannya, menurut ulama Syi’ah Imamiyah (termasuk qaul qadimnya Imam
Syafii) dan hukum positif bahwa seseorang dalam mengucapkan/mentalak
isterinya perlu adanya saksi.
b. Perbedaannya, bahwa jumhur ulama mengatakan, pengucapan talak seorang
suami terhadap isterinya tidak perlu adanya saksi, sedangkan dalam hukum
positif menyatakan bahwa dalam menjatuhkan talak seorang suami terhadap
isterinya diperlukan saksi.

C. HUKUM TALAK DALAM ISLAM


Ulama fikih ( fukaha) berpendapat bahwa talak dibagi kepada dua macam yaitu :
1. Wajib. Apabila terjadi peselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang
mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai
2. Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk yang
disyariatkan Islam, yaitu :
a. Menalak isteri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan
tiga) dan diselingi rujuk.
b. Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan Isteri
tersebut telah nyata-nyata dalam keadaan hamil

4
3. Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami melalui cara-cara yang tidak diakui
syariat islam yaitu:
a. Menalak isteri dengan tiga kali talak sekaligus,
b. Menalak isteri dalam keadaan haidh,
c. Menalak isteri dalam keadaan nifas, dan Menjatuhkan talak isteri dalam
keadaan suci tetapi telah digauli sebelumnya, padahal kehamilannya belum
jelas.
4. Makruh. Yaitu Hukum Asal dari talak itu sendiri
Ulama fikih juga sepakat menyatakan bahwa menjatuhkan talak bid’i
hukumnya haram dan pelakunya mendapat dosa.Akan tetapi apabila terjadi juga
seperti tersebut di atas, maka jumhur mengatakan talaknya tetap jatuh. Alasan
mereka adalah talak bid’i itupun termasuk dalam keumuman ayat-ayat yang
berbicara tentang talak, seperti surah al- Baqarah ayat 229-230, at-Talak ayat 1-2,
dan hadits Nabi SAW dalam kasus Abdullah bin Umar yang menjatuhkan talak
terhadap isterinya yang sedang haid. Rasulullah bersabda “Suruh dia kembali pada
isterinya sampai ia suci, kemudian suci, lalu suci lagi setelah itu jika ia ingin
menceraikan isterinya itu, dan jika ingin menalak juga lakukanlah ketika itu (ketika
suci belum digauli ( H.R. Muslim, Abu Dawud , Ibnu Majash dan an Nasa’i )
( Abdul Azizi Dahlam et.al 1996:1783)Pengertian Talak Dalam Hukum Positif.

D. LAFADZ TALAK
Kalimat yang dipakai atau yang disahkan Ulama’ ada 2 macam yaitu:
1. Sarih ( Terang ) yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud
adalah memutuskan tali perkawinan seperti kata sis suami “Kamu Tertalak” atau
“Saya Ceraikan Kamu” Kalimat tersebut tidak perlu dengan Niat. Jadi apabila
contoh kalimat tersebut dilafazkan oleh suami terhadap istrinya Niat atau tidak
berniat maka keduanya harus bercerari kecuali kalimat tersebut berupa
HIKAYAT
2. Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu seperti kata suami
“pulanglah engkau kerumah keluargamu” atau “pergi dari sini” dsb. Kalimat

5
sindiran ini tergantung Niat si suami, kalu kalimat tersebut diniatkan utuk talak
maka kuduanya harus bercerai.

E. BILANGAN TALAK
Setiap orang berhak menalak istrinya dari talak satu sampai dengan tiga. Talak
satu,dua masih bias untuk Rujuk sebelum habis masa Iddahnya dan boleh menikah lagi
kalu masa Iddahnya sudah habis tampa harus si perempuan menikah dengan orang lain
dulu. Sebagaimana Firman Allah: “Talak (yang dapat dirujuk) Dua kali. Setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik” (Al-
Baqaroh :229)
Adapun talak tiga tidak boleh rujuk atau kawin kembali kecuali apabila si
perepuan telah menikah dengan orang lain dan telah di talak pula oleh suami yang
kudua itu. Sebagaimana Firman Allah: “Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri)
untuk menikah kembali jika keduanya akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah”
(Al-Baqaroh : 230)
Jadi si perempuan yang sudah ditalak oleh suaminya talak tiga boleh menikah
kembali kepada suaminya apabila si istri menikah dengan yang lain dan sudah
dicampuri suami keduanya dan ditalak serta masa Iddahnya sudah habis dari talak suami
yang kedua. Akan tetapi perlu di ingat pernikahan tersebut benar-benar kehendak suami
yang kedua dan kesukaan istri terhadap suami yang kedua bukan karena kehendak
suami yang pertama dan perbuatan ini tidak diperbolehkan oleh Agama bahkan
dimurkai oleh Allah dan Rasulnya.
Adapun kalimat/cara talak tiga yang di sahkan oleh Ulama’ yaitu
1. Menjatuhkan talak tiga pada masa yang berlainan contoh suami menalak istrinya
yang pertama kemudian rujuk, setelah itu suami kembali menalak istrinya yang
kedua kemiad rujuk lagi, kemudian si suami kembali menalak istrinya yang ketiga.
2. Seorang suami menalak istrinya lalu menikahnya setelah masa iddahnya habis,
begitu juga dengan talak yang kedua si suami menalak istrinya lalu menikahinya
seterlah masa iddahnya habis, kemudian ditalak lagi ketiga kalinya. Dalam dua cara

6
tersebut para ulama’ sepakat talak tersebut menjadi talak tiga, dan berlaku hukum
talak tiga yang sudah dijelaskan diatas.
3. Suami menalak istrinya dengan kalimat “saya talak kamu talak tiga” atau “saya
talak kamu, saya talak kamu, saya talak kamu.
Cara yang ketiga ini para Ulama’ berbeda pendapat yaitu:
a. Jatuh talak tiga dan berlaku segala hokum talak tiga
b. Tidak jatuh sama sekali dengan alasan “Talak tiga bukan perintah
Rasulullh bahkan dilarang oleh beliau, talak tiga di tolak berarti tidak
sah,
c. Jatuh talak satu, dalam hal ini berlaku hokum talak satu. Sesuai sabda
Rasulullah yang artinya : “dari Ibnu Abbas : Sesungguhnya Rakanah
telah menalak istrinya dengan talak tiga pada satu waktu kemudia ia
sangat merasa bersedih atas perceraian itu maka Nabi SAW bertanya
kepadanya ‘bagaiman caramu menalaknya?’ jawab Rakanah ‘Talak tida
pada satu waktu(sekaligus).’ Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya
talak yang demikian itu adalah talak satu, rujuklah kamu kepadanya.”
(HR. Ahmad dan Abu Ya’la dan disahkannya)

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tulisan tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan (konklusi )
bahwa:
1. Talak adalah perceraian yang dilakukan dan diucapkan oleh suami terhadap
isterinya di depan persidangan Pengadilan setelah Pengadilan memberi izin
kepada suami (Pemohon)
2. Talak yang diucapkan di luar persidangan Pengadilan merupakan talak liar,
keabsahannya secara hukum tidak sah karena dianggap tidak pernah terjadi
perceraian.
3. Perceraian/talak yang dijatuhkan atau diucapkan melalui putusan atau dalam
sidang Pengadilan dimaksudkan untuk membela hak kewajiban, status suami isteri
secara hukum, sekaligus memberi pendidikan hukum agar perceraian/talak tidak
sewenang-wenang dilakukan tanpa adanya proses, pembuktian-pembuktian.
4. Sebagai hakim muslim perlu memberi pengertian kepada pihak-pihak yang telah
menjatuhkan talak liar ditinjau secara hukum serta memberi solusi terhadap
perkara yang diajukan.
 Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk yang
disyariatkan Islam, yaitu :
a. Menalak isteri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan tiga) dan
diselingi rujuk.
b. Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan
c. c. Isteri tersebut telah nyata-nyata dalam keadaan hamil.

B. Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang
sifatnya membangung sangat kami harapkan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid  H. Sulaiaiman, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensido Bandung 42 : 2009


Taqiuddin Muhammad, Kifayatul Akhyar ,2009
Hakim Abdul Hamid, Mu’ainul Mubin, 2007

Anda mungkin juga menyukai