Dosen Pengampu:
AZWAR ARIPIN, M.Pd.I
Disusun oleh:
KHOIRUN NISAK
NIM : 1986208151
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Awal Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama......................................................3
B. Kebijakan pemerintah Masa Orde Lama Tentang Pendidikan Islam......................5
C. Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Orde Lama.............................................8
D. Pendidik dan Peserta Didik pada Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama........10
E. Evaluasi Dan Pengembangan Kelembagaan Madrasah Pada Zaman Orde Lama. 10
F. Pendanaan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama...........................................12
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
A. Kesimpulan..........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
ii
ABSTRAK
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
1. Bagaimanakah Awal Pendidikan Islam pada zaman orde lama?
2. Apa kebijakan pemerintah dalam bidang Pendidikan Agama Islam pada
zaman orde lama?
1
3. Apa kurikulum yang dipakai dalam Pendidikan Islam pada zaman orde
lama?
4. Siapakah Pendidik dan peserta didik dalam sejarah Pendidikan Islam pada
zaman orde lama?
5. Bagaimanakah evaluasi dan pengembangan kelembagaan madrasah pada
zaman orde lama?
6. Bagaimanakah bentuk pendanaan yang dipakai dalam sejarah Pendidikan
pada zaman orde lama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui awal Pendidikan Islam pada zaman orde lama
2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam bidang Pendidikan Agama
Islam pada zaman orde lama
3. Untuk mengetahui kurikulum yang dipakai dalam Pendidikan Islam pada
zaman orde lama
4. Untuk mengetahui siapa saja Pendidik dan peserta didik dalam sejarah
Pendidikan Islam pada zaman orde lama
5. Untuk memahami evaluasi dan pengembangan kelembagaan madrasah
pada zaman orde lama
6. Untuk mengetahui bentuk pendanaan yang dipakai dalam sejarah
Pendidikan pada zaman orde lama
1.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa perubahan-perubahan setelah
kemerdekaan meliputi berbagai aspek, tidak hanya dalam bidang pemerintah
tetapi juga dalam pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan
merupakan perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang menyangkut
penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita bangsa Indonesia.
Pada mulanya Islam digunakan dalam rangka mendukung partai politik
Islam seperti NU, Muhammadiyah, Masyumi dan lain sebagainya. Namun pada
waktu yang sama politisasi mengarah pada perpecahan antara partai Islam dan
organisasi politik lainnya. Kuatnya perpolitikan intern partai dan pecahnya
pemberontakan daerah yang disebabkan sentimen keislaman mengakibatkan
hancurnya demokrasi.
Untuk mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden
Indonesia (Ir. Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin dengan maksud
untuk menyatukan bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional,
agama dan komunisme).
Sementara penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan
telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan
swasta maupun negeri. Hal ini dimulai dengan memberikan bantuan terhadap
lembaga-lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945 yang
menyebutkan bahwa; Madrasah dan pesantren yang pada dasarnya merupakan
satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar
dan menguat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat
perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari
pemerintah.
Hal ini didasarkan atas kenyataan terpuruknya umat Islam pada masa
penjajahan Belanda yang terpecah dalam segi intelektualitasnya. Penyebabnya
antara lain:
1. Sikap dan kebijaksanaan pemerintah kolonial yang amat diskriminatif
terhadap kaum muslimin.
4
2. Politik nonkooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan
bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan
modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama.
Selain itu pemerintah juga tetap membina pendidikan agama secara formal
melalui Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Atas
kerjasama kedua departemen dikeluarkan beberapa peraturan-peraturan bersama
untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun
swasta.
Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang diberikan pada sekolah-
sekolah umum tersebut, maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama,
yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum
(negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan Departemen Pengajaran
Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya dari SKB tersebut secara khusus
diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII pasal 20 sebagai
berikut:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri di
atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.
1
Samsul Nizar,. Op cit, hlm 348
5
ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.2 Pada
bulan tersebut dikeluarkanlah peraturan bersama dua menteri yaitu Menteri
Agama Dan Menteri Pendidikan Dan Pengajaran yang menetapkan bahwa
pendidikan agama dimulai pada kelas IV SR (Sekolah Rakyat) sampai kelas VI.
Pada masa itu, keadaan keamanan Indonesia belum mantap, sehingga SKB dua
menteri tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Daerah-daerah diluar jawa
masih banyak yang memberikan pendidikan agama sejak kelas 1 SR. Pemerintah
membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947
yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dan Departemen P dan K dan Prof. Drs.
Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya adalah ikut mengatur
pelaksanaan dan materi pengajaran agama yang diberikan disekolah umum.3
Selanjutnya Pendidikan Agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4
tahun 1950 pada BAB XII pasal 20 sebagai berikut:
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua
murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri di
atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama.4
Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh
Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia
makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof.
Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P dan K,
hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada Bulan Januari 1951,
Nomor: 1432/Kab.Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor L 1/652 tanggal
20 Januari 1951 (Agama), yang isinya adalah:5
1) Pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV Sekolah Rakyat.
2) Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan
agama mulai diberikan pada kelas 1 SR, dengan catatan bahwa
2
Ibid,. hlm 348
3
Ibid,. hlm 349
4
Badri Yatim, Sejarah Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta:2013.Hl, 314
5
Samsul Nizar,. Op cit, hlm 349
6
pengetahuan umumnya tidak berkurang dibandingkan dengan sekolah
lain yang pendidikan agamanya dimulai pada kelas IV SR.
3) Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas, pendidikan agama
diberikan sebanyak dua jam dalam seminggu
4) Pendidikan agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang
dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
5) Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi
pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Dalam siding pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai
berikut.”Melaksanakan Manipol Usdek di Bidang mental, agama, dan kebudayaan
dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga negara dapat
mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak
pengaruh-pengaruh buruk budaya asing (Bab II, Pasal II:I)6
Pada akhir Orde Lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat
Islam, dimana timbulnya minat yang mendalam terhadap masalah-masalah
pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkuat Umat Islam, sehingga sejulah
organisasi Islam dapat dimantapkan. Dalam hubungan ini, kementrian Agama
telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan
dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam
sebagai berikut:
1. Pesantren Klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan
asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat
pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta
pelaksanaan ibadah masyarakat yang hidup serta bekerja sama
mengerjakan tanah milik pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan
sendiri.
2. Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran
tambahan bagi murid sekolah negeri yang berusia 7 sampai 20 tahun.
Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam seminggu, di waktu
sore, pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun pada Sekolah
6
Ibid,. hlm 350
7
Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Setelah
menyelesaikan pendidikan menengah negeri, murid-murid ini akan dapat
diterima pada pada pendidikan agama tingkat akademi.
3. Madrasah-madrasah swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern,
yang bersamaan dengan pengajaran agama juga diberikan pelajaran umum.
Biasanya tujuannya adalah menyediakan antara 60%-65% dari jadwal
waktu untuk mata pelajaran umum dan antara 35%-40% untuk mata
pelajaran agama.
4. Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu Sekolah Dasar enam tahun,
dimana perbandingan umum kira-kira 1 : 2. Pendidikan selanjutnya dapat
diikuti pada MTsN (sekolah tambahan tahun ketujuh) murid dapat
mengikuti pendidikan ketrampilan, misalnya pendidikan guru agama untuk
Sekolah Dasar Negeri, setelahnya dapat diikuti latihan lanjutan dua tahun
untuk menyelesaikan kursus guru agama untuk Sekolah Menengah.
5. Suatu percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
(MIN) 6 tahun, dengan menambahkan kursus selama dua tahun yang
memberikan latihan ketrampilan sederhana. MIN 8 tahun ini merupakan
pendidikan lengkap bagi para murid yang biasanya akan kembali ke
kampungnya masing-masing.
6. Pendidikan Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan resmi
sejak tahun 1960 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua
fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
8
kurang strategis. Ia hanya diberikan pada kelas tertentu dengan alokasi waktu
yang relative minim7.
Di bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-
penyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH
Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut
disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.8
Pada tahun 1958, pemerintah terdorong untuk mendirikan madrasah negeri
dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum.
System penyelenggaraannya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan
perjenjangan sebagai berikut:
1. Madrasah Ibtidaiyah yang diseterakan dengan sekolah dasar (SD) dengan
lama pendidikan 6 tahun.
2. Madrasah Tsanawiyah pertama (MTS) yang setara dengan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dengan lama 3 tahun
3. Madrasah Aliyah (MA) yang setara dengan Sekolah Menengah Atas
(SMA) dengan lama 3 tahun.9
Rumusan kurikulum seperti itu bertujuan untuk merespon pendapat umum
yang menyatakan bahwa madrasah tidak hanya mengajarkan agama dan untuk
menjawab kesan tidak akan mencapai tingkat yang sama bila dibandingkan
dengan pendidikan umum.
Kurikulum pendidikan pada tingkat madrasah juga mengikuti kurikulum
yang berlaku untuk sekolah umum, sama seperti kurikulum diatas, pada sekolah
umum pendidikan agama diberikan sebanyak 2 jam dalam seminggu, 10 namun di
madrasah pendidikan agama merupakan mata pelajaran pokok yang diberikan
waktu paling tidak 6 jam dalam seminggu.
Untuk kurikulum pada Universitas Islam Indonesia (UII), mencontoh
kurikulum daro Fakultas Teologi (tingkat tinggi) dari Universitas Al-Azhar di
Kairo, yang dirancang tahun 1936.
7
Imam Fu’adi, Sejarah Pendidikan Islam, IAIN Tulungagung Press, Yogyakarta:2014, hlm 226
8
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta: 2011, Hlm 321
9
Musyrifah sunanto, Loc cit, hlm 129
10
Abuddin nata, OP cit, hlm 320
9
D. Pendidik dan Peserta Didik pada Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
1. Pendidik
Peran pemerintah terhadap pendidikan islam pada masa orde lama ini
sangat berperan penting. Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap
pendidikan agama dengan dibentuknya Departemen Agama, departemen ini
bertugas mengangkat guru-guru agama, dan segala yang berhubungan dengan
pendidikan agama Islam. Peran pemerintah dilihat pada tahun 1946,
Departemen Agama mengadakan pelatihan untuk 90 guru agama, 45 orang
diantaranya kemudian diangkat sebagai guru agama.11 Kemudian juga
pemerintah mendirikan sekolah ataupun perguruan tinggi khusus untuk
mendidik dan membekali guru-guru pendidikan agama.
2. Peserta Didik
Peserta didik pada masa pemerintah orde lama di Indonesia terdiri dari
semua lapisan masyarakat tanpa ada perbedaan, semua masyarakat
diperbolehkan untuk menuntut ilmu, karena pada masa ini pemerintahan yang
berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar untuk menjalankan pendidikan
demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Tidak
ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah.
Pada saat inilah merupakan suatu era dimana setiap orang merasa bahwa
dirinya sejajar dengan yang lain, serta setiap orang memiliki hak untuk
mendapatkan pendidikan.
Terutama dalam hal pendidikan agama, setiap sekolah umum yang diluar
madrasah pun diwajibkan untuk mengajarkan pendidikan agama islam
disekolah, meskipun dalam sekolah tersebut terdapat murid yang non-islam.
11
Badri yatim,loc cit, hlm 310
10
penilaian yang hampir sama dengan kurikulum 1947, yakni dilakukan melalui
ulangan harian, ulangan umum catur wulan, dan ujian negara. Ulangan harian
dan ulangan umum catur wulan sebagai dasar untuk menentukan apakah
seorang siswa naik kelas atau tinggal kelas. Ujian penghabisan yang kemudian
dirubah namanya menjadi ujian Negara pada tahun 1958 digunakan untuk
menentukan kelulusan.
2. Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
Mengenai lembaga pendidikan Islam pada masa Orde Lama, diawali
dengan perkembangan madrasah yang berkaitan dengan peran Departemen
Agama sebagai andalan politis yang dapat mengangkat posisi madrasah
sehingga memperoleh perhatian secara terus-menerus dari kalangan pengambil
kebijakan. Tentunya tidak juga melupakan usaha-usaha keras yang sudah
dirintis oleh sejumlah tokoh seperti Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, dan
lainnya.
Madrasah sebagai penyelenggara pendidikandi akui secara formal pada
tahun 1950. UU No.4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran disekolah pasal 10 menyatakan bahwa “belajar di sekolah agama
telah mendapat pengakuan dari Departemen Agama dan sudah dianggap
memenuhi kewajiban belajar”. 12Untuk mendapat pengakuan dari Departemen
Agama, madrasah harus memberikan mata pelajaran agama sebagai mata
pelajaran pokok paling tidak 6 jam dalam seminggu
Jenjang pendidikan dalam system madrasah terdiri dari 3 jenjang yaitu
yang pertama Madrasah Ibtida’iyah yang disetarakan dengan Sekolah Dasar
(SD) dengan lama pendidikan 6 tahun, yang kedua Madrasah Tsanawiyah
pertama (MTs) yang setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP)dengan
lama 4 tahun. Dan ketiga madrasah Tsanawiyah Atas atau Madrasah Aliyah
( MA) yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan lama 3
tahun
12
Musyrifah Sunanto, sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT Raja Grafido Persada,
Jakarta:2012,Hlm 129
11
Perkembangan madrasah pada orde lama adalah berdirinya madrasah
Pendidikan Guru Agama (PGA) yang sudah ada sebelum kemerdekaan
terutamaa diwilayah Minangkabau dan Pendidikan Hakim Islam Negeri
(PHIN).13 Tujuannya untuk mencetak tenaga-tenaga proporsional yang siap
untuk mengembangkan pendidikan madrasah sekaligus ahli agama yang
proporsional.
3. Materi pendidikan islam pada masa orde lama
Untuk tingkat madrasah pelajaran agama diberikan sebanyak 30% dan
pelajaran umum diberikan sebanyak 70%. Dan untuk tingkat IAIN dalam
fakultas ushuluddin diberikan materi tentang filsafat, tasawuf, perbandingan
agama, dan dakwah. Untuk fakultas syariah diberikan materi yurispudensi,
tafsir, pengetahuan hadist,dsb. Dan untuk fakultas tarbiyah diberikan materi
latihan untuk guru agama, adab, dan ilmu kemanusiaan untuk spesialisasi
sejarah Islam serta Bahasa Arab secara khusus.14
F. Pendanaan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
Untuk masalah pendanaan pendidikan agama Islam pada masa orde lama ini
ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, terutama oleh Departemen Agama
seperti yang tertera dalam SKB ynag dikeluarkan pada bulan Januari 1951, Nomor
K 1/1432 Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20
Januari 1951 (Agama), yang salah satu isinya yaitu : pengangkatan guru agama,
biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh
Departemen Agama.
Peran Pemerintah terhadap pendidikan agama islam pada masa ini juga
dibuktikan dengan memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada
lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti mengangkat guru-guru agama,
membantu biaya pembangunanamadrasah, buku-buku pelajaran, me-negeri-kan
madrasah, dan bantuan lainnya. Walaupun jumlahnya masih amat terbatas sesuai
dengan ekonomi pada waktu itu15.
13
Ibid. hlm 130
14
Ibid. hlm 313
15
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada masa orde lama pemerintah sudah memberikan perhatian terhadap
pendidikan agama Islam, diwujudkan dengan kontribusi pemerintah
terhadap pembentukan Departemen Agama
2. Pemerintah pada masa orde lama membuat kebijakan terhadap pendidikan
agama Islam. Untuk sekolah umum, wajib diadakan pelajaran agama Islam
setidaknya 2 jam dalam seminggu, dan untuk madrasah, pelajaran agama
Islam diberikan setidaknya 6 jam dalam seminggu
3. Pada masa orde lama mulai didirikan lembaga-lembaga diantaranya MI
yang setara dengan SD, MTs yang setara dengan SMP, dan MA yang
setara dengan SMA. Dan pendirian madrasah negeri yg memiliki
kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum. Untuk tingkat
lanjut didirikan pula universitas Islam Indonesia di Yogyakarta dan
lainnya.
4. Pendidik agama di lembaga madrasah dibina dan diangkat langsung oleh
Departemen Agama. Sedangkan untuk peserta didik tidak ada batasan bagi
siapapun untuk menuntut ilmu, sehingga setiap orang mempunyai hak
untuk memperoleh pendidikan
5. Pendanaan pendidikan agama Islam pada masa orde lama ditanggung
langsung oleh pemerintah.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
14