Anda di halaman 1dari 19

KONDISI DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM

DI INDONESIA
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Sejarah Pendidikan Islam Semester III

DOSEN PENGAMPU
Dr. H. Edi Iskandar, S.Ag, M.Pd

DISUSUN OLEH

KHAIRUNNISA 12010326098

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi


sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
“Kondisi Dan Kebijakan Pendidikan Islam Di Indonesia”.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penyusun yang telah memberikan
dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan
dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini berfmanfaat bagi semua
pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

Pekanbaru, 27 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Zaman Penjajahan ... 3
B. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama ...... 5
C. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru ....... 8
D. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi ...... 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15
A. Kesimpulan ............................................................................................... 15
B. Saran ......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam di era penjajahan Belanda, sangat kontradiktif
dengan sistem pendidikan tradisional Islam dalam berbagai aspek keagamaan.
Sistem pendidikan di era penjajahan Belanda tidak memberikan tekanan sama
sekali pada pengetahuan keagamaan, karena mereka lebih menitikberatkan
pada kepentingan duniawi semata. Tujuan pendidikan mereka adalah untuk
memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda sebagai pegawai pemerintahannya.
Namun, harus diakui bahwa sistem serta metode pendidikan dan pengajaran
yang diimplementasikan dalam lembaga pendidikannya jauh lebih baik dan
modern bila dibandingkan dengan sistem dan metode pada lembaga
pendidikan tradisional Islam.
Pendidikan Islam di zaman pemerintahan Jepang terkait erat dengan
konsep Nippon Cahaya Asia. Hal ini disebabkan pemerintahan pada saat itu
membutuhkan umat Islam terkait dengan perang Asia Timur Raya. Begitu
pula umat Islam yang mengharapkan kemerdekaan seperti yang dijanjikan
oleh pemerintahan jepang. Hal ini tergambar bagaimana upaya jepang dalam
memberikan ruang dan materil kepada masyarakat muslim dalam menerapkan
sistem pendidikan Islam di berbagai madrasah dengan penuh pengawasan.
Dari sejak zaman pra-kemerdekaan, pasca kemerdekaan (orde lama),
orde baru dan era reformasi. Pendidikan Islam masih berada dalam posisi yang
secara umum belum berpihak pada pemberdayaan umat. Pendidikan lebih
merupakan alat untuk mana pemerintah menggunakannya untuk mengiring
rakyat dan umat kepada tujuan politik yang diinginkan secara teoritis tidaklah
salah jika pemerintah menginginkan agar produk lulusan lembaga pendidikan
memberikan konstribusi bagi pembangunan. Namun pada saat yang sama
seharusnya pemerintah juga memberikan kebebasan kepada dunia pendidikan
untuk menentukan arahnya dengan tetap memperoleh bantuan, dukungan dan
fasilitas dari pemerintah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada
masa penjajahan?
2. Bagaimana kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada
masa orde lama?
3. Bagaimana kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada
masa orde baru?
4. Bagaimana kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia pada
masa orde reformasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia
pada masa penjajahan.
2. Untuk mengetahui kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia
pada masa orde lama.
3. Untuk mengetahui kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia
pada masa orde baru.
4. Untuk mengetahui kondisi dan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia
pada masa reformasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Zaman Penjajahan


Pendidikan Islam di Indonesia pada masa penjajahan menurun
kualitasnya dibandingkan masa sebelumnya (kerajaan Islam) Belanda sebagai
penjajah pada masa itu tidak memperdulikan perkembangan pendidikan di
Indonesia terutama Islam karena Belanda sendiri menganut agama nashroni
dan bahkan Belanda cenderung menghalangi pendidikan Islam di Indonesia.
Ini sangat wajar karena, kolonial Belanda tidak akan bertahan lama, apabila
agama Islam dibiarkan tumbuh dan berkembang. Sebab Islam adalah agama
yang membenci segala bentuk penindasan dan penjajahan.1
Untuk menghadapi masalah tersebut pemerintah kolonial Belanda
sangat berterima kasih kepada Christian Snouck Hurgronje yang secara
sungguh-sungguh mendalami Islam. Salah satu nasehatnya kepada pemerintah
Belanda ialah “Pengaruh Islam tidak mungkin dihambat tetapi perlu dibatasi
pengaruhnya. Berikan umat Islam kebebasan melaksanakan ibadah agama
mereka, tetapi pendidikan harus diawasi”. Pada masa penjajahan Belanda,
bangsa Indonesia berhasil dijadikan bangsa yang sangat lemah dalam segala
sektor kehidupan. Penduduk yang berpendidikan jumlahnya sangat sedikit.
Pendidikan hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu. Penduduk
pribumi umumnya tidak mendapat kesempatan memperoleh pendidikan yang
layak.
Adapun kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap
pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan
timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Bagi pemerintahan penjajah,
pendidikan di Hindia Belanda tidak hanya bersifat pedagogis cultural tetapi
juga psikologis politis. Pandangan ini pada satu pihak menimbulkan kesadaran
bahwa pendidikan dianggap begitu vital dalam upaya mempengaruhi

1
Muhammad Sabarudin, "Pola Dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal
Dan Sebelum Kemerdekaan", Jurnal Tarbiyah, Vol. 1 No. 1 (2015), hlm. 139.

3
kebudayaan masyarakat. Ada dua ciri khas pendidikan Islam di Indonesia pada
zaman penjajahan Belanda sebagai berikut :
1. Dikotomis
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pertentangan antara
pendidikan Belanda (HIS, MULO, AMS, dan lain-lain), dengan pendidikan
Islam (Pesantren, dayah, surau). Pertentangan ini dapat dilihat dari sudut ilmu
yang dikembangkan. Di sekolah-sekolah Belanda dikembangkan ilmu-ilmu
umum (ilmu-ilmu sekuler). Pemerintah penjajah Belanda tidak mengajarkan
pendidikan agama sama sekali di sekolah-sekolah yang mereka asuh.
Pemerintah Hindia Belanda mempunyai sikap netral terhadap pendidikan
agama di sekolah-sekolah umum. Pengajaran umum adalah netral, artinya
bahwa pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama
masing-masing. Pengajaran agama hanya boleh diberikan di luar jam sekolah.
Sedangkan di lembaga pendidikan Islam dalam hal ini di pesantren,
pendidikan yang diberikan adalah pendidikan keagamaan yang bersumber dari
kitab-kitab klasik. Dengan demikian suasana pendidikan dikotomis itu amat
kentar di zaman penjajahan Belanda.
2. Diskriminatif
Pemerintah Belanda memberikan perlakuan diskriminatif terhadap
pendidikan Islam di Indonesia. Diantara pelaksanaan diskriminatif
diberlakukan ordonansi guru pada tahun 1905. Ordonansi itu adalah
mewajibkan setiap guru agama Islam untuk meminta dan memperoleh izin
terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas sebagai guru agama.
Perkembangan berikutnya adalah pada tahun 1905 tersebut akhirnya dicabut,
karena dianggap tidak relevan lagi, dan diganti dengan ordonansi tahun 1925,
yang isinya hanya mewajibkan guru-guru agama untuk memberitahu bukan
meminta izin. Selain ordonansi guru pemerintah Hindia Belanda juga
memberlakukan ordonansi sekolah liar. Ketentuan ini mengatur bahwa
penyelenggaraan pendidikan harus terlebih dahulu mendapatkan ijin dari
pemerintah. Laporan-laporan mengenai kurikulum dan keadaan sekolahpun
harus diberikan secara berkala. Ketidaklengkapan laporan sering dijadikan
alasan untuk menutup kegiatan pendidikan dikalangan masyarakat tertentu.

4
Pendidikan Islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-
1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia.
Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi Islam di Jakarta. Kalau
ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat Islam mempunyai
kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan Islam, sehingga tanpa
disadari oleh jepang sendiri bahwa umat Islam sudah cukup mempunyai
potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada
penjajah. Adapun kebijakan pemerintahan Jepang terhadap pendidikan Islam
sebagai berikut :
1. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang
dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam
sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah
Jepang.
3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan
dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal
Arifin.
4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan
K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
5. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan
Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di
zaman kemerdekaan.
6. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi,
sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU.

B. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama


Setelah Indonesia merdeka terutama pada zaman orde lama,
pendidikan Islam sudah mulai berkembang. Penyelenggaraan pendidikan
Islam mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri
maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan

5
terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 desember 1945 yang
menyebutkan bahwa: “Madrasah dan pesantren pada hakikatnya adalah
satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang
sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula
mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan
material dari pemerintah”. Kenyataan yang demikian timbul karena umat
Islam yang dalam, setelah sekian lama mereka terpuruk di bawah
kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda pintu masuk
pendidikan modern bagi umat Islam terbuka secara sangat sempit2.
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap
membina pendidikan agama. Pembinaan pendidikan agama tersebut
secara formal institusional dipercayakan kepada departemen Agama dan
departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu dikeluarkan
aturan-aturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk
mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri
maupun swasta. Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang
diberikan di sekolah-sekolah umum tersebut maka pada bulan desember 1946
dikeluarkan surat keputusan bersama (SKB) antara menteri pendidikan
dan menteri agama yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada
sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada di bawah
kementerian pendidikan.3
Maka sejak itulah terjadi seperti dualisme pendidikan di
Indonesia yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Disatu
pihak kementerian agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik
di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Dan dilain
pihak departemen pendidikan pengajaran dan kebudayaan mengelola
pendidikan pada umumnya dan mendapatkan kepercayaan untuk

2
Muhammad Rijal Fadli, Dyah Kumalasari, "Sistem Pendidikan Indonesia
Pada Masa Orde Lama", Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya, Vol. 9 No.
2 (2019), hlm. 157.
3
Muh. Aidil Sudarmono, "Tinjauan Sejarah Pendidikan Islam Masa Orde
Lama", Jurnal Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam, Vol. 1 No. 1 (2020), hlm.
26.

6
melaksanakan sistem pendidikan nasional. Keadaan ini sempat
dipertantangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan
adanya pendidikan agama terutama golongan komunis, sehingga ada
kesan seakan-seakan pendidikan agama khususnya Islam terpisah dari
pendidikan.
Selanjutnya pendidikan agama ini diatur secara khusus di dalam
undang-undang nomor 4 tahun 1950 pada bab XII pasal 20 yaitu :
1. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua
murid menetapkan apakah anaknya mengikuti pelajaran tersebut.
2. Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh menteri pendidikan
pengajaran dan kebudayaan bersama-sama dengan menteri agama.4
Adapun tokoh-tokoh pendidikan masa orde lama yang peduli dan
memperjuangkan pendidikan islam yaitu Ki Hajar Dewantara, Mr. R.
Soewandi Soerjaningrat, Mr. Raden Ali Sastroamodjojo, K.H. A. Wahid
Hasyim, K.H. Imam Zarkasyi. Ada beberapa kebijakan pendidikan yang
terlahir pada masa pemerintahan orde lama yaitu :
1. Pemerintaha orde lama memberikan peluang yang seluas-luasnya terhadap
pendidikan Islam untuk tumbuh dan berkembang di berbagai segi
kehidupan.
2. Lahirnya Renacana Usaha Pendidikan/Pengajaran sebagai modal dan
pedoman di lapangan pendidikan.
3. Indonesia menggunakan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
4. Pemerintah memberikan penghargaan bagi pendidikan agama Islam.
5. Dibentuknya Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946. Lembaga
ini dipercaya untuk mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama di
sekolah umum dan mengurusi sekolah agama.
6. Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri,
yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang

4
Hawa Kurnia, "Kebijakan Pemerintah Terhadap Kondisi Pendidikan Di
Indonesia Pada Masa Orde Lama", Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 3 No. 3
(2021), hlm. 842.

7
mentetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR
sampai kelas VI.
7. Pada tahun 1947 pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan
Pengajaran Agama Islam. Tugasnya mengatur pelaksanaan dan materi
pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.
Dari berbagai kebijakan tersebut, tahap demi tahap sesuai dengan
dinamika dan tuntutan pembangunan bangsa, pendidikan Islam semakin
terintegrasikan secara totalitas ke dalam sistem pendidikan nasional.5

C. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru


Pemerintah Orde Baru menerapkan pendidikan Islam dalam kontrol
yang sangat ketat. Dari aspek ini dapat dilihat bahwa pendidikan dan politik
adalah dua bidang yang berbeda, namun saling berkaitan. Orde Baru memiliki
otoritas kekuasaan dalam menentukan berbagai kebijakan. Oleh karena itu, di
masa itu lahir berbagai kebijakan tentang madrasah; ada yang menguntungkan
dan ada juga yang merugikan. Keadaan yang demikian sangat dipengaruhi
oleh kemauan politik (political will) pemerintah dan upaya umat Islam dalam
memperjuangkan kepentingan dan kemajuan pendidikan madrasah.
Pendidikan di era Orde Baru masih menganut sistem akomodatif
terhadap dua model pendidikan yang dicetuskan oleh pemerintah Orde Lama.
Eksistensi pendidikan Islam lebih mandiri dibandingkan sekolah yang
disokong penuh pemerintah. Maklum, mayoritas lembaga pendidikan Islam–
seperti pesantren dan madrasah–lebih banyak dikelola oleh swasta atau
swadaya masyarakat. Pengakuan penuh Orde Baru terhadap eksistensi
pendidikan Islam baru mulai terlihat, khususnya pada madrasah, yaitu dua
dekade terakhir era 1980-an hingga 1990-an.6
Kebijakan Orde Baru yang tidak memisahkan pendidikan agama dari
sistem pendidikan nasional tercermin di mana madrasah merupakan lembaga
pendidikan otonom di bawah pengawasan menteri agama. Otonomisasi

5
Syaiful Bahri Djamarah, "Pendidikan Islam Masa Orde Lama", Al-Falah :
Jurnal Ilmiah Keislaman Dan Kemasyarakatan, Vol. 13 No. 24 (2013), hlm. 267.
6
Ida Zahara Adibah, "Dinamika Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada Masa Orde Baru", Jurnal Inspirasi, Vol. 4 No. 2 (2020), hlm. 110.

8
madrasah tersebut dilakukan dengan cara formalisasi dan strukturisasi
madrasah. Lebih dari itu, diterbitkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional tahun 1989 yang menjadikan madrasah bagian dari Sistem
Pendidikan Nasional, dalam hal ini, madrasah dapat menggunakan kurikulum
nasional seperti sekolah-sekolah umum.
Di masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan dalam beberapa hal
mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde
Lama. Pada tahap ini madrasah belum dilihat sebagai bagian dari sistem
pendidikan secara nasional, tetapi merupakan lembaga pendidikan otonom di
bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan karena kenyataan
bahwa sistem pendidikan madrasah lebih didominasi oleh muatan-muatan
agama, menggunakan kurikulum yang belum terstandar, memiliki struktur
yang tidak seragam, dan memberlakukan manajemen yang kurang dapat
dikontrol oleh pemerintah. Pada masa orde baru banyak berbagai kebijakan
dalam pendidikan Islam.7
Orde Baru mengeluarkan kebijakan yang berwujud Inpres tahun 1972
dan 1974, inti dari Inpres itu adalah ingin menunjukkan hegemoni pemerintah
dalam bidang pendidikan, baik dari sisi pengaturan standarisasi kualitas
pendidikan untuk kebutuhan pembanguan yang dikehendaki oleh pemerintah
maupun pengaturan dan pengawasan tentang pendirian lembaga pendidikan
negeri dan swasta, bahkan dengan kebijakan ini pemerintah ingin menjadikan
pendidikan satu atap dalam pengelolaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Oleh karena itu kebijakan pendidikan tampaknya memang
kewenangan otoritatif pemerintah Orde Baru. Kebijakan pemerintah yang
berwujud Inpres tersebut merupakan manuver untuk mengabaikan peran dan
manfaat madrasah yang sejak jaman penjajahan telah diselenggarakan umat
Islam. Situasi ini menandai ketegangan yang cukup keras dalam konteks
pendidikan nasional.
Kementerian Agama yang saat itu dijabat oleh Mukti Ali pada tahun
1975 mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Agama,

7
Heni Yuningsih, "Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru", Jurnal
Tarbiyah, Vol. 1 No. 1 (2015), hlm. 175.

9
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun
1975 037/U/1975 dan No. 36 Tahun 1975 pada tanggal 24 Maret 1975 beserta
Instruksi Presiden no. 15 Tahun 1974 pada sidang kabinet terbatas te rtanggal
26 November 1974. Adapun substansi dari SKB tersebut adalah Pertama,
ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah
umum yang sederajat. Kedua, lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah
umum yang setingkat lebih atas. Dan ketiga, siswa madrasah dapat berpindah
ke sekolah umum yang setingkat. Namun di awal-awal tahun 1970-an, justru
kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari
bagian Sistem Pendidikan Nasional.
Kebijakan lainnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 052/C/Kep/d.82, yang secara resmi diberlakukan
tanggal 17 Maret 1982, melarang menggunakan pakaian muslimah (jilbab) di
sekolah-sekolah umum. Sebelum menjadi UU No. 2/ 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pemerintah pada tanggal 23 Mei 1988 melalui Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan mengajukan RUU Pendidikan Nasional
(RUUPN). Namun ada beberapa pasal yang merugikan kepentingan
pendidikan Islam.
Memasuki era 1990-an, kebijakan pemerintahan orde baru mengenai
madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan
nasional yang utuh. Dengan satu sistem yang utuh dimaksudkan bahwa
pendidikan nasional tidak hanya bergantung pada pendidikan jalur sekolah
tetapi juga memanfaatkan jalur luar sekolah. Dalam rangka mewujudkan
tujuan ini, pemerintahan Orde Baru melakukan langkah konkrit berupa
penyusunan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan sekaligus menggantikan UU No. 4 Tahun 1950. Dalam konteks
ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-
keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan
sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya. Melalui upaya ini dapat

10
dikatakan bahwa madrasah berkembang secara terpadu dalam sistem
pendidikan nasional.8

D. Kondisi dan Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi


Pendidikan Islam era reformasi keadaannya jauh lebih baik dari
keadaan pemerintah era Orde Baru. Karena dibentuknya kebijakan-kebijakan
pendidikan Islam era reformasi, kebijakan itu antara lain :
1. Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari
Sistem pendidikan nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyempurnaan
UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Jika pada Undang-
Undang No 2 Tahun 1989 hanya menyebutkan madrasah saja yang masuk
dalam sistem pendidikan nasional, maka pada Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 manyebutkan pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal
(Taman Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim termasuk dalam sistem
pendidikan nasional.3 Dengan masuknya pesantren, ma’had Ali,
Roudhotul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dan Majlis Ta’lim ke dalam
sistem pendidikan nasional ini, maka selain eksistensi dan fungsi
pendidikan Islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan
diskriminasi.
2. Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan. Kebijakan ini
misalnya terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan Islam 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya
termasuk gaji Guru dan Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian
beasisiwa bagi siswa kurang mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur,
sarana prasarana, media pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia
bagi lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Agama
dan Kementerian Pendidikan Nasional. Dengan adanya anggaran
pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini mengalami
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan

8
As’ad Muzammil, "Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan Dari
Orde Lama Sampai Orde Baru (Suatu Tinjauan Historis)", Potensia: Jurnal
Kependidikan Islam, Vol. 2 No. 2 (2016), hlm. 183.

11
dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendidikan
Islam.
3. Kebijakan program wajib belajar 9 tahun. Yaitu setiap anak Indonesia
wajib memilki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program wajib belajar
ini bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang berlaku bagi anak-anak yang
belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang
belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan
Kementerian Pendidikan Agama.
4. Kebijakan sertifikasi bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun
Swasta. Baik umum maupun guru agama, baik Guru yang berada di bawah
naungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun guru yang berada di
bawah Kementerian Pendidikan Agama. Program ini terkait erat dengan
peningkatan mutu tenaga guru dan dosen sebagai tenaga pengajar yang
profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi
tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun
2005 tentang sertifikasi guru dan dosen, -juga mengalokasikan anggaran
biayanya sebesar 20% dari APBN. Melalui program sertifikasi tersebut,
maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching skill),
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para guru dan dosen
ditingkatkan.
5. Kebijakan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun
2004) dan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006).
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006). Melalui
kurikulum ini para peserta didik tidak hanya dituntut menguasai mata
pelajaran (subject matter) sebagaimana yang ditekankan pada kurikulum
1995,6 melainkan juga dituntut memilki pengalaman proses mendapatkan
pengetahuan tersebut, seperti membaca buku, memahami, menyimpulkan,
mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan masalah dan
menganalisis. Dengan cara demikian para peserta didik diharapkan akan
memiliki rasa percaya diri, kemampuan mengemukakan pendapat, kritis,

12
inovatif, kreatif dan mandiri. Peserta didik yang yang demikian itulah yang
diharapkan akan dapat menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat
merebut berbagai peluang yang terdapat di masyarakat.
6. Kebijakan pengembangan pendekatan pembelajaran. Pengembangan
pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada guru (teacher
centris) melalui kegiatan teachimg, melainkan juga berpusat pada murid
(student centris) melalui kegiatan learning (belajar) dan research
(meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan. Dengan pendekatan ini metode yang digunakan dalam
kegiatan belajar mengajar bukan hanya ceramah, seperti diskusi, seminar,
pemecahan masalah, penugasan dan penemuan. Pendekatan proses belajar
mengajar ini juga harus didasarkan pada asas demokratis, humanis dan
adil, dengan cara menjadikan peserta didik bukan hanya menjadi objek
pendidikan melainkan juga sebagai subjek pendidikan yang berhak
mengajukan saran dan masukan tentang pendekatan dan metode
pendidikan.
7. Kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri
khas keagamaan. Kebijakan mengubah sifat madrasah menjadi sekolah
umum yang berciri khas keagamaan. Dengan ciri ini, maka madrasah
menjadi sekolah umum plus. Karena di madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah
dan Aliyah) ini, selain para siswa memperoleh pelajaran umum yang
terdapat pada sekolah umu seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya
kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan
menjadi pilihan utama masyarakat.
Sejalan dengan berbagai kebijakan yang ada, telah menimbulkan
kondisi pendidikan Islam yang secara umum jauh lebih baik dari keadaan
pendidikan pada masa pemerintahan orde baru. Seperti APBN Tahun 2010
yang menetapakan bahwa dana tersebut dialokasikan bagi penyelenggara
pendidikan yang dilaksanakan di berbagai provinsi yang jumlahnya mencapai
60% dari total anggaran pendidikan dari APBN. Adapun sisanya, yakni 40%,
diberikan kepada kementrian pendidikan naional, kementrian agama, serta
berbagai kementrian lainnya yang menyelenggarakan program pendidikan.

13
Kemudian program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap
anak indonesia wajib memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat
sekolah lanjutan pertama. SMP atau Tsanawiyah.program wajib belajar ini
bukan hanya berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang
berada di bawah naungan kementrian pendidikan nasional, melainkan juga
bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah
naungan kementrian agama. dalam rangka pelaksanaan wajib belajar ini, maka
pemerintah mengeluarkan kebijakan sekolah gratis bagi anak-anak yang
berasal dari keluaraga yang kurang mampu. Dalam artian bahwa mereka tidak
dipungut biaya oprasional pendidikan, karena kepada sekolah yang yang
menyalenggarakan pendidikan gratis tersebut telah diberikan biaya bantuan
oprasional sekolah yang selanjutnya dikenal dengan istilah BOS.9

9
Amar Ma’ruf, "Kebijakan Politik Kelembagaan Pendidikan Islam Di
Indonesia Pada Masa Reformasi", Jurnal Al-Murabbi, Vol. 1 No. 1 (2016), hlm. 22.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi Pendidikan Islam pada masa penjajahan cukup banyak
mendapat tekanan dari pihak penjajah namun dengan semangat jiwa
patriotisme dan semangat jihad di jalan Allah yang dimiliki oleh para pejuang
Islam mampu melawan penjajah dengan berbagai cara termasuk
penyelenggaraan pendidikan Islam sesuai dengan organisasi keagamaan yang
telah dibentuk masing-masing tokoh pendidikan tersebut. Dari sejak zaman
pra-kemerdekaan, pasca kemerdekaan (orde lama), orde baru dan era
reformasi. Pendidikan Islam masih berada dalam posisi yang secara umum
belum berpihak pada pemberdayaan umat. Pendidikan lebih merupakan alat
untuk mana pemerintah menggunakannya untuk mengiring rakyat dan umat
kepada tujuan politik yang diinginkan secara teoritis tidaklah salah jika
pemerintah menginginkan agar produk lulusan lembaga pendidikan
memberikan konstribusi bagi pembangunan.
Namun pada saat yang sama seharusnya pemerintah juga memberikan
kebebasan kepada dunia pendidikan untuk menentukan arahnya dengan tetap
memperoleh bantuan, dukungan dan fasilitas dari pemerintah. kebijakan-
kebijakan pendidikan Islam pada era orde baru dan reformasi dipengaruhi
kepentingan penguasa. Faktor politik mempengaruhi kebijakan tersebut,
namun demikian, bukan berarti aspek-aspek lain dinafikan begitu saja seperti
ekonomi, sosial, dan sebagainya. Hanya saja kepentingan penguasa inilah
mendominasi dalam penyusunan kebijakan.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami apa
yang sudah penulis terangkan didalamnya. Penulis menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dan membangkitkan semangat penulis untuk
dapat terus memperbaiki kesalahan yang ada.

15
DAFTAR PUSTAKA
Adibah, Ida Zahara. 2020. "Dinamika Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada Masa Orde Baru". Jurnal Inspirasi, Vol. 4 (2).
Bahri Djamarah, Syaiful. 2013. "Pendidikan Islam Masa Orde Lama". Al-Falah :
Jurnal Ilmiah Keislaman Dan Kemasyarakatan. Vol. 13 (24).
Fadli, Muhammad Rijal, Dyah Kumalasari. 2019. "Sistem Pendidikan Indonesia
Pada Masa Orde Lama". Agastya: Jurnal Sejarah Dan Pembelajarannya.
Vol. 9 (2).
Kurnia, Hawa. 2021. "Kebijakan Pemerintah Terhadap Kondisi Pendidikan Di
Indonesia Pada Masa Orde Lama". Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan.
Vol. 3 (3).
Ma’ruf, Amar. 2016. "Kebijakan Politik Kelembagaan Pendidikan Islam Di
Indonesia Pada Masa Reformasi". Al-Murabbi, Vol. 1 (1).
Muzammil, As’ad. 2016. "Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pendidikan Dari
Orde Lama Sampai Orde Baru (Suatu Tinjauan Historis)". Potensia:
Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2 (2).
Sabarudin, Muhammad. 2015. "Pola Dan Kebijakan Pendidikan Islam Masa Awal
Dan Sebelum Kemerdekaan". Jurnal Tarbiyah, Vol. 1 (1).
Sudarmono, Muh. Aidil. 2020. "Tinjauan Sejarah Pendidikan Islam Masa Orde
Lama". Jurnal Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam, Vol. 1 (1)
(2020).
Yuningsih, Heni. 2015. "Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru", Jurnal
Tarbiyah, Vol. 1 (1).

16

Anda mungkin juga menyukai