Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM Muspika Hendri S.Pd,i., M.A

PENGARUH KEBIJAKAN COLONIAL BELANDA TERHADAP


PENDIDIKAN ISLAM

Oleh :

 MARJEKI ANSYAPITRA (12110214338)


 MUHAMMAD PERANTORO (12110213920)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
TP. 2022/2023/1444 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb... Dengan menyebut nama Allah SWT yang


Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puja dan Puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam dengan Dosen
Pengampu Muspika Hendri S.Pd,i., M.A dengan judul Pengaruh Kebijakan
Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Islam.
Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
membimbing umat manusia ke alam ilmu pengetahuan dan moral yang mulia
sehingga menjadikan manusia yang berilmu dan berakhlak karimah. Dan yang
menjadi perintis kejayaan dan kemajuan ilmu pengetahuan bagi seluruh umat
manusia. Beliau telah meninggalkan pedoman berupa Al-Qur’an dan Hadits
agar umatnya selalu berjalan dijalan yang diridhai Allah SWT.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas
dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata .bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca. Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf apabila ada
kekurangan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sekian dan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr wb...

Pekanbaru, 6 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

A. Latar Belakang .................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................1

C. Tujuan Masalah ...............................................................................................2

D. Pengaruh kebijakan kolonial belanda terhadap pendidikan diIndonesia ........3

1. Ciri khas pendidikan pada masa kolonial Belanda ................................... 4


2. Pondok Pesantren ditengah masa kolonial Belanda…............................. 7
3. Pendidikan Islam Pada Masa Kolonial Belanda ...................................... 9

E. Kesimpulan. .................................................................................................. 13

F.Saran. .............................................................................................................. 13

G. Daftar Pustaka .............................................................................................14

iii
PENGARUH KEBIJAKAN COLONIAL BELANDA TERHADAP
PENDIDIKAN ISLAM

A. LATAR BELAKANG

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak terlepas dari umat Islam,
termasuk dalam perjuangan mengusir penjajah. Umat Islam sebagai umat yang
mayoritas dalam negeri ini tentunya mempunyai tanggungjawab moral untuk
menata dan membangun negeri ini. Dalam bidang pendidikan para tokoh-tokoh
Islam menetapkan fondasi pendidikan Islam yang di masa penjajahan tidak
terakomodir oleh pemerintah penjajah. Pendidikan Islam tidak dimasukkan sebagai
mata pelajaran terutama sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah penjajah.
Karena itu para tokoh Islam mendirikan sekolah dan menampung orang-orang
Islam untuk diberikan pendidikan Agama Islam. Sebelum Belanda datang ke
Indonesia dengan memperkenalkan sekolah-sekolah dan sistem modern
sebagaimana berkembang di Barat, Indonesia sudah mempunyai sistem pendidikan
formal yaitu sistem pendidikan Islam.
Sistem pendidikan Islam selaku satu-satunya pendidikan formal yang ada pada
masa itu memiliki sistem dan pengelolaan tersendiri yang berbeda dengan sistem
pendidikan yang dibawa oleh Belanda. Pendidikan di Indonesia selama penjajahan
Belanda dapat dikelompokkan kedalam dua priode, yaitu periode VOC (Vereenigde
Oostindische Compagnie) dan priode pemerintah Hindia Belanda
(NederlandsIndie). Pada periode VOC, pendidikan di Indonesia didasarkan pada
prinsip bisnis yaitu berdasarkan untung rugi dalam hukum-hukum ekonomi. VOC
tidak segan-segan untuk berperang bila ada yang menghalagi tujuan mareka. Ini
bisa perhatikan dari hak aktroinya yang terdapat dalam suatu pasal yang berbunyi:
“Badan ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh berperang. Dan harus
memperhatikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah. Hal ini menyebabkan
terpecahnya pendidikan yang ada di Indonesia. Di satu pihak adanya pendidikan
dengan sistem pesantren dengan orientasi agama saja. Di pihak yang lain adanya
pendidikan dengan sistem barat dengan orientasi sekuler yang tidak mempedulikan
agama.”

1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Apa Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan


Islam?

2. Apa saja macam-macam pendidikan islam pada masa kolonial belanda?

3. Dampak positif dan negatif dari penjajahan belanda di indonesia?

C. TUJUAN MAKALAH

Adapun tujuan makalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa saja pengaruh kebijakan kolonial belanda


terhadap pendidikan islam.

2. Untuk mengetahui macam-macam pendidikan islam pada masa kolonial


belanda.

3. Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis sekolah yang didirikan oleh


pemerintahan belanda.

2
D. PENGARUH KEBIJAKAN KOLONIAL BELANDA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

Kedatangan Belanda sebagai penjajah ke Nusantara, Indonesia banyak


membawa perubahan dalam segala sistem yang sudah ada, khususnya bagi
masyarakat muslim yang dulu pernah ada dalam kerajaan-kerajaan muslim yang
kuat. Pada saat daerah nusantara sudah dikuasai penjajah kolonial maka banyak
kebijakan yang diterapkannya baik dari segi politik, sosial maupun ekonomi yang
agak berbeda dengan sebelumnya.1
Kebijakan-kebijakan tersebut pada masanya berdampak pada kebijakan
pendidikan yang diatur kemudian oleh Belanda, termasuk dari gurunya, materi yang
disampaikan sampai sarana-prasana yang mendukung proses pembelajaran tersebut
dan lain-lain. Bahkan Kebijakan pada pendirian sekolah agamapun diatur yang
semuanya diharapkan tidak mengganggu pada aturan yang sudah ditetapkan oleh
Belanda. Sehingga penganalisaan terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Belanda selama mereka menjajah di Indonesia ternyata banyak yang
merugikan ummat Islam. Sebagai contoh banyak tamatan-tamatan dari sekolah
agama tidak diterima, kemudian guru-guru agama yang dimarginalkan bahkan
materinya harus dapat izin dari pemerintahan Belanda, setiap proses
pembelajarannya selalu diamati karena dikhawatirkan terjadinya pemberontakan.
Hal ini menjadikan pendidikan Islam kurang leluasa dan sulit berkembang.
Walaupun demikian usaha untuk terus memperjuangkan dan mempertahankan
pendidikan Islam diwujudkan terus dengan mendirikan beberapa lembaga
pendidikan seperti pesantren maupun madrasah. Materi-materi di Madrasah
digandakan dengan pembelajaran agama dan umum, agar siswanya dapat diterima
dikalangan kepemerintahan Belanda pada waktu itu.2
Penaklukan bangsa barat atas dunia timur dimulai dengan jalan
perdagangan. Demikian juga dengan bangsa Belanda, tujuan Belanda datang ke-

1
Subuki kiki, 2011. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung:
Universitas Islam Nusantara), hal.340
2
Muzayyin arifin. 2010. "Kapita Selekta Pendidikan Islam". (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal151

3
Indonesia adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan
rempah-rempah yang berharga mehal di Eropa. Selain ingin mencari kekayaan, juga
untuk mencari kejayaan serta penyebaran ajaran agama yang mereka anut.
Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596, di bawah
pimpinan Cornelis de Houtman, dan berhasil mendarat di Pelabuhan Banten.Namun
kedatangan Belanda diusir penduduk pesisir Banten karena mereka bersikap kasar
dan sombong. Belanda datang lagi ke Indonesia dipimpin oleh Jacob van Heck pada
tahun 1598.
Kedatangan bangsa Belanda memang telah membawa kemajuan teknologi,
tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan, bukan untuk
kemakmuran bangsa yang dijajah, begitu pula dibidang pendidikan, mereka
memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga
yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan
jika mereka harus mendatangkan tenaga dari barat. Apa yang mereka sebut dengan
pembaharuan pendidikan adalah westernisasi dan kristenisasi yakni kepentingan
barat dan nasrani, dua motif inilah yang mewarnai kebijakan Belanda selama ± 3,5
abad.3

Ciri has Pendidikan Islam di Masa Kolonial:


1. Unik sub cultural bersifat idiosyncratic.
2. Collective learning proses (bandongan/mangaji tudang/kitab kuning)
3. Individual learning proses (sorogang)

Selain pendidikan Islam di atas juga terdapat Ciri has pendidkan umum pada masa
Belanda adalah sebagai berikut:

1. Sengaja melakukan perbedaan-perbedaan untuk mempertahankan perbedaan


sosial.
2. Desain Pendidikan sengaja didesain serendah mungkin untuk pribumi.
3. Sulitnya melakukan perubahan Pendidikan akibat rumitnya birokrasi.
4. Semua sekolah harus beriorentasi gaya barat.
5. Tidak adanya rancangan Pendidikan secara sistematis.
6. Tujuan Pendidikan adalah ketersediaan pegawai.

Gubernur Jendral Van den Capellen pada tahun 1819 M mengambil inisiatif
merencakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu
pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya kepada Bupati tersebut sebagai
berikut:
“dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan
pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi
penduduk pribumi agar mereka lebih mudah untuk dapat menaati undang-undang
dan hukum negara”.

3
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2000), h. 150.

4
Jiwa surat edaran diatas menggambarkan tujuan daripada didirikannya
sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan Agama Islam yang ada dipondok
pesantren, mesjid, mushola dan lain sebagainya dianggap tidak membantu
pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin. Jadi jelas
bahwa madrasah dan pesantren dianggap tidak berguna.Dan tingkat sekolah
pribumi adalah rendah sehingga disebut sekolah desa, dan dimaksudkan untuk
menandingi madrasah, pesantren pengajian yang ada di desa itu.

Politik pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas Islam


didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa
kolonialismenya.Pada tahun 1925 M, Pemerintah mengeluarkan peraturan yang
lebih ketat lagi terhadap pendidikan Agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang
(kyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin disebabkan
oleh adanya gerakan organisasi Pendidikan Islam yang sudah tampak tumbuh
seperti Muhammadiyah, Partai syarikat Islam, Al-Irsyad dan lain-lain.4
Pada tahun 1932 M. keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan
menutup Madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran
yang tak disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi sekolah liar (wilde school
ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme-
Islamisme pada tahun 1982 M, berupa sumpah pemuda.
Jika kita melihat peratuaran-peratuaran pemerintah Belanda yang demikian
ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktivitas
madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam tempo yang
tidak lama.Pendidikan Islamakan menjadi lumpuh atau porak poranda, akan tetapi
apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah keadaan yang sebaliknya.
Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air hujan atau air bah yang
sulit dibendung. Dibendung disini, meluap disana.
Jiwa Islam tetap terpelihara dengan baik, para ulama dan kyai bersikap non
cooperative dengan Belanda.Mereka menyingkir dari tempat yang dekat dengan
Belanda. Mereka mengharamkan kebudayaan yang dibawa Belanda dengan
berpegang teguh kepada hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“barang siapa yang menyerupai suatu golongan maka ia termasuk golongan
tersebut” (HR. Abu Dawud dan Imam Hibban). Mereka tetap berpegang kepada
ayat Al-qur’an surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu).”

4
Drs Rohidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Bandung: Alfabeta, 2000), h. 17

5
Diantara tokoh-tokoh yang dikenal dan sangat berpengaruh pada masa penjajahan
Belanda adalah:
1. KH. Agus Salim
2. Hj. Rangkayo Rasuna Said
3. Ki Hajar Dewantara

Ketiga tokoh di atas memiliki peran yang sangat besar dalam proses perkembangan
pendidikan dan kemerdekaan Indonesia.5
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang,
kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan
kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana
lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan,
maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada
dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan
pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah
berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari
sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan
(Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Pendidikan Dasar.
2. Sekolah Latin.
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari).
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan).
5. Sekolah Cina.
6. Pendidikan Islam.

Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-


lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal
masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau
mengaturnya.6
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan
Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda
langsung.Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian relatif maju dari
sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda diambil sebagai dasar
kebijakannya di bidang pendidikan antara lain:

(1) Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu.
(2) Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak
mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan colonial.
(3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang
ada di Jawa.

5
Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam(Jakarta: PT grafindo Persada, 2004), h. 87
6
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2000), h. 150.

6
(4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang
dapat dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah
kolonial.
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS
yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini
adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van
Deventer.Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education
(pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan
dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan
Belandaterdapat dua jalur yakni Sekolah Anak Eropa dan Sekolah anak pribumi
dengan klasifikasi sebagai berikut:

1.Sekolah anak Eropa meliputi;

a) Europesche Lager School (ELS) setara dengan SD tahun sekarang,


b) Hoogere Burger School (HCS) setara dengan SMP/SMA Selama 5 Tahun.

2. Sekolah anak Pribumi meliputi;


a) Hollandche Inlandche School (HIS) setara SD 7 tahun
b) Meer Uitgebreid Loger Onderwijs (MULO) setara dengan SMP 3 tahun
c) Algemeene Middelbare School (AMS) setara dengan SMA 3 tahun.

Setelah lulus dari HBS dan AMS, para lulusan dapat meilih:
1. Bekerja sebagai pegawai swasta, Pegawai Negeri atau Militer
2. Melanjutkan sekolah ke Hindia
3. Melanjutkan sekolah ke Belanda.

PESANTREN DI TENGAH PUSARAN KOLONIAL BELANDA


Pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang secara
konsisten mengembangkan Islam dan menentang kolonialisme ketika bangsa ini
dianeksasi oleh penjajah Belanda. Pada saat itu pesantren telah menanamkan bibit-
bibit patriotisme dan fanatisme keagamaan yang sangat dibutuhkan. Sebagai
lembaga pendidikan Islam, pesantren menjadi “training center” dan “cultural
center” Islam yang dilembagakan oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de
facto tidak dapat dinafikan oleh Belanda bahwa jumlah terbesar dari gerakan
perlawanan dalam sejarah terhadap kekuasaan kolonial Belanda berasal dari para
kiai dengan pesantren-pesantrennya sebagai basis perjuangannya. Perlawanan
pesantren terhadap pemerintah kolonial Belanda dilakukan dalam rangka menjaga
identitas religio-kulturalnya dari kedigdayaan penetrasi sistem pendidikan sekuler

7
dan invasi militer Belanda. Perlawanan pesantren tersebut muncul secara
tersembunyi dan terbuka. Semangat perjuangan merebut kemerdekaan yang
bergelora di Tanah Air telah memicu pesantren untuk terlibat langsung dalam
perjuangan melawan kolonial Belanda secara terbuka.7
Era 1930-an merupakan puncak penjajahan Belanda. Masa itu adalah masa
pemberangusan pergerakan politik praktis. Kalangan nasionalis banyak beralih
kepada isu pendidikan. Melalui pendidikan, kalangan nasionalis membangun
imajinasi politik baru. Mereka merengkuh dan merangkul kembali pesantren.
Padahal sebelumnya di masa-masa awal berdirinya Boedi Oetomo, pesantren
sempat dicurigai dan dijadikan objek pengawasan.

Pada abad ke-18, pesantren mengalami kemerosotan secara beruntun, hal


itu disebabkan oleh penentangan para penguasa bumiputera sendiri terhadap kiai-
kiai pesantren di satu pihak, dan kekhawatiran penguasa kolonial Belanda terhadap
kiai-kiai pesantren di lain pihak. Kekhawatiran tersebut mendorong mereka
membuat pemisahan-pemisahan terhadap kiaikiai pesantren, bahkan berusaha
menindas mereka. Salah satu contoh penentangan penguasa bumiputera terhadap
kiai-kiai pesantren dapat disimak dari tragedi pembantaian massal terhadap 5.000
sampai 6.000 kiai dan keluarganya di alun-alun Plered Mataram yang dilakukan
oleh Amangkurat I (1646-1677). Karena alasan politik yang tidak menguntungkan
penguasa Amangkurat I, pembantaian massal terhadap kiai-kiai dan keluarganya itu
“terpaksa” dilakukannya.8
Perkembangan pesantren pada masa pemerintah kolonial Belanda banyak
didukung oleh pesantren kerajaan. Saat itu di berbagai daerah di Nusantara tumbuh
kerajaan-kerajaan Islam, seperti Kerajaan Islam Pasai, Kerajaan Islam Darussalam
di Sumatera, Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Islam
Pajang, dan Kerajaan Islam Mataram di Jawa.

7
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: diadit media, 2010), h. 204
8
Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam(Jakarta: PT grafindo Persada, 2004), h. 89

8
Jika dicermati peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang demikian ketat
dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktivitas madrasah
dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam waktu yang tidak lama
pendidikan Islam di Indonesia akan menjadi lumpuh dan porak poranda. Akan
tetapi, apa yang disaksikan sejarah adalah kenyataan sebaliknya. Jiwa Islam tetap
terpelihara dengan baik.
Para ulama dan kyai bersikap non cooperative dengan Belanda dan mereka
pun menyingkir dari tempat yang dekat dengan Belanda9. Pada masa kolonial
Belanda pendidikan Islam disebut juga dengan bumi putera, karena yang memasuki
pendidikan Islam seluruhnya orang pribumi Indonesia. Pendidikan Islam pada masa
penjajahan Belanda ada tiga macam, yaitu:
1). Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam, Sistem ini merupakan sistem
pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem pendidikan Hindu dengan
Islam. Sistem ini dilaksanakan dengan cara, guru mendatangi murid-muridnya.
yang menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan
keraton. Sebaliknya, sistem pertapa, para murid mendatangi guru ke tempat
pertapaanya. adapun murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan
dan kalangan keraton, tetapi juga termasuk rakyat jelata.10
2). Sistem pendidikan surau (langgar) Sistem pendikan di surau tidak mengenal
jenjang atau tingkatan kelas, murid dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya,
proses belajarnya tidak kaku sama muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan
untuk memilih belajar pada kelompok mana yang ia kehendaki. Dalam proses
pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan tulis, yang ada hanya kitab
kuning merupakan sumber utamnya dalam pembelajaran. Metode utama dalam
proses pembalajaran di surau dengan memakai metode ceramah, membaca dan
menghafal. Materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada urang siak
dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran. Syeikh
membacakan materi pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan

9
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2000), h. 146-150.
10
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya:2010

9
mencatat beberapa catatan penting di sisi kitab yang dibahasnya atau dengan
menggunakan buku khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem seperti ini
terkenal dengan istilah halaqoh.
3). Sistem Pendidikan Pesantren Metode yang digunakan adalah metode sorogan,
atau layanan individual yaitu bentuk belajar mengajar dimana Kiyai hanya
menghadapi seorang santri yang masih dalam tingkatan dasar atau sekelompok
kecil santri yang masih dalam tingkatan dasar. Tata caranya adalah seorang santri
menyodorkan sebuah kitab di hadapan kiyai, kemudian kiyai membacakan
beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri mengulangi bacaan sampai santri benar-
benar membaca dengan baik. Bagi santri yang telah menguasai materi lama, maka
ia boleh menguasai meteri baru lagi. Metode wetonan dan bandongan, atau layanan
kolektif ialah metode mengajar dengan sistem ceramah. Dalam metode ini kyai
biasanya membacakan, menerjemahkan, lalu menjelaskan kalimat-kalimat yang
sulit dari suatu kitab dan para santri menyimak bacaan kyai sambil membuat catatan
penjelasan di penggir kitabnya.11
Metode Musyawarah Adalah belajar dalam bentuk seminar (diskusi) untuk
membahas setiap masalah yang berhubungan dengan materi pembelajaran-
pelajaran santri ditingkat tinggi. Metode ini menekankan keaktifan pada pihak
santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji sendiri buku yang telah
ditentukan kiyainya. Kiyai harus menyerahkan dan memberi bimbingan seperlunya.
Kurikulum Pesantren Menurut Karel A Steenbrink (1984) semenjak akhir
abad ke-19 pengamatan terhadap kurikulum pesantren sudah dilakukan misalnya
oleh LWC Van Den Berg (1886) seorang pakar pendidikan dari Belanda.
Berdasarkan wawancaranya dengan para kiyai, dia mengkomplikasi kitab kuning
meliputi kitab-kitab fikih, baik fikih secara umum maupun fikih ibadah, tata bahasa
Arab, ushuludin, tasawuf dan tafsir. Dari hasil penelitian Van De Berg tersebut,
Karel A.Steenbrink menyimpulkan antara lain kitab-kitab yang dipakai di pesantren
hampir semuanya berasal dari zaman pertengahan dunia Islam. Pada umumnya
pendidikan dipesantren mengutamakan pelajaran fikih. Namun sekalipun

11
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2000), h. 146-150.

10
mengutamakan pelajaran fikih mata pelajaran lainya tidak diabaikan sama sekali.
Dalam hal ini mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu alat, pembinaan iman,
dan akhlak sangat diperlukan. Pengajaran bahasa Arab adalah ilmu bantu untuk
pemahaman kitab-kitab agama. Pengajaran bahasa Arab tersebut terdiri dari
beberapa cabang dan tingkatan sebagai dasar bagi santri untuk melakukan pengajian
kitab dengan begitu, santri harus memiliki pengetahuan bahasa Arab terlebih dahulu
sebelum pengajian kitab yang sebenarnya dilaksanakan. Pengajian kitab yang
dimaksudkan itu adalah pengajian fikih dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi.
Kitab-kitab fikih tersebut ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi setelah melihat
perkembangan lebih lanjut, seperti peningkatan jumlah madrasah dan sekolah-
sekolah swasta sebagai institusi pendidikan di luar sistem persekolahan pemerintah,
kalangan yang menjadi sumber kekhawatiran pemerintah tersebut agaknya tidak
terbatas adanya institiusi pendidikannya saja.
Lebih jauh dari itu, mereka memandang kemungkinan pendidikan Islam
tersebut memengaruhi sekolah-sekolah swasta lainnya. Adanya latar belakang
tersebut pemerintah Belanda merubah sikapnya dalam menghadapi kemungkinan
buruk yang bakal timbul dari peningkatan jumlah madrasah dan sekolah-sekolah
agama.12
Sebagai tindakan pencagahan, dikeluarkan ordonansi tanggal 28 Maret 1932
Lembaran Negara no 136 dan 260 isinya berupa pembatasan kebebasan mengajar
bagi guru-guru sekolah swasta. Sistem ini tidak memberi keuntungan bagi
perkembangan institusi pendidikan Islam. Bahkan dalam ordonansi yang
dikeluarkan tahun 1932, dinyatakan bahwa semua sekolah yang tidak dibangun
pemerintah atau tidak memperoleh subsidi dari pemerintah, diharuskan minta izin
terlebih dahulu, sebelum sekolah itu didirikan.

12
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi aksara, 2000), h. 151.

11
Dengan kebijakan ini pemerintah kolonial Belanda mendapat reaksi yang
luar biasa dari kalangan umat Islam terlebih di Minangkabau. Hal ini karena umat
Islam Minangkabau melihat adanya “sesuatu” yang akan merugikan Agama Islam
jika kebijakan ini dilaksanakan. Atas reaksi yang sedemikian besar, akhirnya
pemerintahan Belanda melalui Gubernur Jendralnya memberi jawaban bahwa
ordonansi guru di Minangkabau belum ada niat kapan untuk dilaksanakan. Lambat
laun kebijakan ordonansi guru tidak jalan dan akhirnya kebijakan ini dibatalkan dan
hilang dari peredaran. Walaupun sebelum keputusan ini di buat sesungguhnya
Belanda telah berusaha membujuk beberapa tokoh Islam Minangkabau untuk
mendukung pelaksanaan ordonansi ini, namum mereka tidak berhasil dan
pemerintah semakin berhati-hati terhadap sikap netral mereka selama ini.

12
E.KESIMPULAN

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda dalam menghadapi


kalangan pesantren sebagaimana “difatwakan” oleh Snouck Hurgronje ialah
memisahkan antara Islam sebagai agama dan Islam sebagai doktrin politik. Untuk
mencapai tujuan ini pemerintah kolonial Belanda harus menghidupkan golongan
pemangku adat. Golongan adat ini akan menentang kelompok Islam santri.
Penentangan ini disebabkan lembaga adat dibentuk oleh tradisi lokal, sedangkan
Islam bersifat universal. Kondisi ini memudahkan pemerintah kolonial
menyempitkan ruang gerak Islam.
Selain itu, pemerintah kolonial Belanda mendekati golongan priyayi.
Hurgronje menyarankan agar pemerintah kolonial Belanda bekerja sama dengan
kebudayaan Indonesia-Belanda. Hal ini dapat dimulai dengan mempererat
golongan priyayi yang menjabat pamongpraja. Untuk memperlancar usaha ini,
pemerintah kolonial Belanda mendidik priyayi dengan pendidikan Barat.
Pendidikan Barat yang diberikan kepada kalangan priyayi sebenarnya bukan untuk
Kebijakan Penguasa Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Pesantren
memodernisasikan mereka ke arah berpikir bebas dan bercita-cita merdeka tetapi
sekedar dijadikan alat untuk melindungi adat.
Untuk melemahkan kaum santri di Aceh, Belanda menjalankan politik yang
sama seperti dijalankan di Jawa. Untuk melemahkan golongan santri di Jawa,
Belanda mendekati golongan priyayi, sedangkan di Aceh mereka mendekati kaum
hulubelang. Golongan hulubelang ini didekati dan diangkat menjadi zelfbesturder
(yang memerintah sendiri).
Atas dasar pertimbangan kolonialisasi, misionarisasi Kristen, dan ketakutan
terhadap Islam, maka pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kebijakan-
kebijakan yang sangat merugikan dunia pendidikan Islam Indonesia termasuk
pesantren. Pada 1882, pemerintah kolonial Belanda membentuk suatu badan khusus
bernama Priesterraden yang bertugas mengawasi kehidupan keberagamaan dan
pendidikan Islam, khususnya pesantren. Badan inilah yang berhasil mempengaruhi
pemerintah kolonial Belanda untuk mengeluarkan Ordonansi Guru 1905 dan
Ordonansi Guru 1925.

F.SARAN

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan kami selaku penyusun


berharap makalah ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para
pembacanya khususnya para mahasiswa bisa melakukan pendidikan sesuai dengan
ilmu pendidikan islam yang telah kita pelaari bersama. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu kami
mengharap saran dan kritik yang konstruktif agar nantinya bisa lebih baik dalam
pembuatan makalah berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Abdurrahman, 2000, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi,


Misi,dan Aksi,Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa.
Ahmad Tafsir(2010) Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Arifin, Muzayyin. 2010. "Kapita Selekta Pendidikan Islam". (Jakarta:
BumiAksara, 2009).
Daulay, H. P. 2006. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
diIndonesia Jakarta: Kencana.
Kiki, Subuki, 2011. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung:
Universitas Islam Nusantara).
Rohidin, Wahab, 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung:
Alfabeta.
Zuhairini dkk, 2000. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi aksara.

14

Anda mungkin juga menyukai