Anda di halaman 1dari 12

Makalah Filsafat Pendidikan

Kolonial
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pengampu : Riskyka, M.Pd

Disusun oleh Kelompok 6 :

Ade Arianti (2104040006)

Abdillah (2104040068)

Mei Yoni (2104040033)

Zahra Khumairah Saraan (2104040143)

Prodi : Pendidikan IPA 1A

Semester : 1

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP) AL MAKSUM
STABAT
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang telah
memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Filsafat Pendidikan Kolonial ini sebagaimana yang diharapkan. Shalawat
berangkaikan salam kepada Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alai Wa Sallam yang
telah membawa risalahnya kepada seluruh umat manusia.
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, baik dalam penulisan maupun isi pokok pembahasan. Kami berharap
saran maupun kritikan dari Ibu yang sifatnya membangun, sehingga makalah ini
mencapai kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca,
khususnya bagi kami sendiri. Sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Stabat, 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Kolonial .............................................. 2

2.2 Pendidikan Indonesia Masa Penjajahan Sebelum Politik Etis ............... 2

2.3 Pengaruh Politik Etis Perkembangan Pendidikan Indonesia ................. 3

2.4 Pendidikan untuk Bumiputra ................................................................ 5

2.5 Pendidikan Guru .................................................................................. 5

2.6 Pendidikan Kejuruan ........................................................................... 6

2.7 Pendidikan Indonesia Masa Penjajahan Jepang .................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................. 8

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan zaman Penjajahan Belanda bisa dikatakan adalah salah satu pondasi
berbagai sistem yang berlaku di Indonesia. Dari sekian banyak sistem yang
ditinggalkan Belanda di Indonesia, salah satu adalah pendidikan di Indonesia. Hal ini
disebabkan pendidikan bisa dikatakan salah satu poin penting dalam pembangunan
negara dan peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Sistem pendidikan yang
baik sedikit banyak akan dapat meningkatkan, apalagi jika dijalankan dengan
semestinya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Pengertian Filsafat Pendidikan Kolonial?


1.2.2 Seperti Apa Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan sebelum Politik Etis?
1.2.3 Bagaimana Pengaruh Politik Etis terhadap Perkembangan Pendidikan di
Indonesia?
1.2.4 Seperti Apa Pendidikan Bumiputra?
1.2.5 Seperti Apa Pendidikan untuk Guru?
1.2.6 Bagaimana Pendidikan Kejuruan?
1.2.7 Seperti Apa Pendidikan Indonesia Masa Penjajahan Jepang?

1.3 Tujuan Rumusan Masalah

1.3.1 Untuk Mengetahui Pengertian Filsafat Pendidikan Kolonial


1.3.2 Untuk Mengetahui Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan sebelum
Politik Etis
1.3.3 Untuk Mengetahui Pengaruh Politik Etis terhadap Perkembangan Pendidikan di
Indonesia
1.3.4 Untuk Mengetahui Seperti Apa Pendidikan Bumiputra
1.3.5 Untuk Mengetahui Seperti Apa Pendidikan untuk Guru
1.3.6 Untuk Mengetahui Pendidikan Kejuruan
1.3.7 Untuk Mengetahui Pendidikan Indonesia Masa Penjajahan Jepang

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan Kolonial

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memandang pendidikan sebagai proses


memanusiakan peserta didik sehingga mampu berkembang dan beraktualisasi diri
dengan segenap potensi asli yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan berkembang
dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia. Ilmu pengetahuan merupakan
upaya khusus manusia untuk menyingkapkan realitas, supaya memungkinkan
manusia berkomunikasi satu sama lain, membangun dialog dengan mengakui yang
lain, dan meningkatkan harkat kemanusiaannya.

Filsafat pendidikan kolonial adalah pandangan filsafat yang diorganisir oleh


pemerintah kolonial.

2.2 Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan sebelum Politik Etis

2.2.1 Pendidikan Pada Masa Portugis

Karena berkembangnya perdagangan, pada awal abad ke-16 datanglah Portugis


ke Indonesia yang kemudian disusul bangsa Spanyol. Selain untuk berdagang, mereka
juga menyebarkan agama Nasrani (Khatolik). Waktu orang-orang Portugis datang ke
Indonesia, mereka dibarengi oleh missionaris, yang diberi tugas untuk menyebarkan
agama Khatolik di kalangan penduduk Indonesia.

Seorang di antaranya adalah Franciscus Xaverius, yang dianggap sebagai peletak


batu pertama Khatolik di Indonesia. Franciscus Xaverius berpendapat bahwa untuk
memperluas penyebaran agama Khatolik itu perlu sekali didirikan sekolah-sekolah.
Pada tahun 1536 didirikan sebuah seminarie di Ternate, yang merupakan sekolah
agama bagi anak-anak orang terkemuka. Selain pelajaran agama diberikan juga
pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Di Solor juga didirikan semacam
seminarie dan mempunyai ±50 orang murid, di sekolah ini juga diajarkan bahasa
Latin.

2
3

Pada tahun 1546 di Ambon sudah ada tujuh kampung yang penduduknya beragama
Khatolik, ternyata di sana juga diselenggarakan pengajaran untuk rakyat umum.
Karena sering timbul pemberontakan, maka pada akhir abad-16 habislah kekuasaan
Portugis di Indonesia. Ini berarti habis pula riwayat missi Khatolik di Maluku. Missi
ini adalah missi negara, artinya para missionaris mendapat jaminan hidup dari negara.
Maka jatuhnya negara mengakibatkan hilangnya tenaga missi itu, sehingga usaha -
usaha pendidikan terpaksa harus dihentikan.

2.2.2 Pendidikan Pada Masa Belanda

Dengan berakhirnya kekuasaan Portugis, maka timbullah kekuasaan baru,


yakni Belanda. Belanda semula datang ke Indonesia untuk berdagang. Orang Belanda,
yang telah bersatu dalam badan perdagangan VOC, menganggap perlu menggantikan
agama Khatolik yang telah disebarkan oleh orang Portugis dengan agamanya, yaitu
agama Protestan. Untuk keperluan inilah, maka didirikan sekolah-sekolah, terutama di
daerah yang dahulu telah dinasranikan oleh Portugis dan Spanyol.

Sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607. Pelajaran yang diberikan
berupa membaca, menulis, dan sembahyang. Sebagai gurunya maka diangkat orang
Belanda, yang mendapat upah.

2.3 Pengaruh Politik Etis terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia

Tatkala politik etis dilancarkan timbul dua pendapat tentang cara meningkatkan
sistem pendidikan dasar untuk penduduk. Pendapat pertama menyatakan bahwa
sekolah angka dua tidak tepat dan harus digantikan dengan sekolah desa yang
disesuaikan dengan situasi pedesaan. Pandangan yang lainya menyatakan bahwa
sistem yang sudah ada adalah sudah baik, hanya jumlahnya yang perlu ditambah.
Pada akhirnya pandangan pertamalah yang dilaksanakan karena berasal dari Gubernur
Jenderal Van Heutz.

Sistem sekolah desa tersebut mulai dibangun pada tahun 1907. Sekolah ini
didirikan di daerah pedesaan dan masyarakat desa diberi tanggung jawab dalam
pembinaannya berupa pendirian dan pemeliharaan gedung sekolahnya.
4

Pembinaanya tidak pada departemen pendidikan tetapi pada departemen dalam negeri
(sampai tahun 1918). Lama sekolah dan kurikulum masih sama dengan sekolah angka
dua, tetapi lebih disesuaikan pada lingkungannya. Sekolah angka dua masih
dilaksanakan meskipun berangsur-angsur menghilang sampai dihapuskannya pada
tahun 1929 (karena krisis ekonomi). Sekolah angka satupun belum mengalami
perubahan yang berarti.

Pada tahun 1914 terjadi tiga hal yang sangat penting dalam sistem pendidikan
rendah. Pertama pada tahun itu sekolah angka satu yang sejak tahun 1907
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya diubah menjadi Hollands
Inlandse School (HIS) yang berbahasa Belanda. Sekolah ini didirikan di ibu kota
daerah dan dipergunakan oleh anak-anak priyayi tetapi tidak tertutup bagi golongan
yang lainya. Kedua, pada tahun itu didirikan sekolah lanjutan yang dinamakan Meer
Uitgebreid Lajer Onderwijs (MULO), untuk lulusan sekolah angka satu. Lama
pendidikanya tiga tahun dan bahasa Belanda dipakai sebagai bahasa pengantar, tatapi
kurikulumnya sama dengan HIS pendidikan tingkat lanjutan atas bagi penduduk
kepulauan Indonesia adalah Algemeen Middelbare School, yang menerima lulusan
MULO. AMS pertama didirikan di Yogyakarta dengan kurikulum B (Pasti Alam),
kemudian di Bandung dengan kurikulum A 1 (satra barat), dan A2 di Surabaya (sastra
timur).

Selain itu pemerintahan Hindia Belanda yang beraliran etis itu pula mendirikan
suatu sekolah kedokteran tingkat menengah pada tahun 1902 dengan nama School Tot
Opleiding van Inlandse Artsen (STOVIA). Sekolah ini sebenarnya bukan ciptaan baru,
tetapi merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan yang dimulai 1851 dengan
nama sekolah dokter Jawa. Tujuanya adalah menciptakan tenaga-tenaga medis di
berbagai daerah, dan melaksanakannya di rumah sakit tentara Batavia. Lama
pendidikanya mula-mula hanya dua tahun, tetapi pada tahun 1875 telah meningkat
sampai lima tahun. Dengan ditingkatkanya sistem pendidikan ini menjadi STOVIA
pada tahun 1902, lulusanya pun di anggap sebagai dokter dengan gelar Indlandse Art.

Pendidikan STOVIA mula-mula diberikan dalam bahasa melayu dan murid-


murid diharuskan menggunakan pakaian daerah. Kemudian bahasa Belanda
digunakan sebagi bahasa pengantar, sehingga murid-murid harus mengikuti
5

kursus bahasa selama satu tahun. Dengan demikian lama pendidikannya menjadi
tujuh tahun. Calon-calonnya berasal dari sekolah angka satu, yaitu golongan priyayi,
karena waktu itu HIS belum ada. Murid-murid inilah yang mendirikan Budi Utomo
pada tahun 1908 dan organisasi-organisasi pemuda lainya, seperti Jong Sumateranen
Bond, Jong Ambon dan lain-lain.

Pada tahun 1914 STOVIA ditingkatkan lagi karena calon-calonnya harus diambil
dari lulusan MULO. Pada tahun itu pula di Surabaya didirikan sekolah sejenis dengan
nama Nederlandse Indische Artsen School (NIAS) lulusan STOVIA dan NIAS sejak
itu memakai gelar Indische Art. Baru pada tahun 1927 pemerintah mendidrikan
sekolah tinggi kedokteran (guneeskundige Hogeschool), GH yang mengambil lulusan
HBS dan AMS. Lulusannya memakai gelar Art, dan disamakan dengan universitas
negeri Belanda.

2.4 Pendidikan untuk Bumiputra

Dengan semakin pesatnya perkembangan perekonomian Barat yang ada di


Hindia Belanda, maka pemerintah Belanda terpaksa menyelenggarakan pendidikan
bagi rakyat Bumiputera yang bertujuan untuk mendidik tenaga terampil yang dapat
dipekerjakan pada perusahaan dan berbagai bidang lainnya.

2.5 Pendidikan Guru di Jaman Kolonial

Kweekschool adalah salah satu sistem pendidikan di zaman Hindia Belanda,


terdiri atas HIK (Holandsche Indische Kweekschool) yaitu sekolah guru bantu yang
ada di semua Kabupaten dan HKS (Hoogere Kweek School) yaitu sekolah guru atas
yang ada di kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang.

Selain HIK dan HKS terdapat juga EKS (Europeesche Kweek School) yaitu sekolah
guru atas dengan bahasa pengantar Belanda, dan hanya diperuntukkan bagi orang
Belanda, orang Arab/Tionghoa maupun orang pribumi yang mahir sekali berbahasa
Belanda. Itu pun hanya ada di Surabaya.

Khusus untuk yang keturunan Tionghoa, didirikan Hollandsche Chineesche


Kweekschool (HCK) dengan bahasa pengantar bahasa Mandarin.
6

Untuk Sekolah Pendidikan guru agama Katholik, terdapat Katholieke Kweek School
atau sebangsa seminari yang didirikan pada tahun 1911 dengan nama Kolese Xaverius
Muntilan.
KH Ahmad Dahlan setelah mengunjungi Kolese Xaverius Muntilan, beliau juga
terinspirasi untuk mendirikan sekolah guru bagi orang Islam, yang kemudian
mendirikan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta adalah sekolah kader
Muhammadiyah pada tahun 1918.

2.6 Pendidikan Kejuruan

Pendidikan Kejuruan di Indonesia telah diperkenalkan di Indonesia sejak era


jaman VOC. Institusi pendidikan yang berorientasi “kejuruan” pertama kali ada yaitu
Akademi Pelayaran (dinamakan dalam bahasa Belanda : Academie der Marine) yang
didirikan pada tahun 1743. Namun keberadaan Akademi Pelayaran tersebut hanya
berlangsung selama 12 tahun karena pada tahun 1755 Akademi tersebut ditutup.

Setelah kekuasaan VOC berakhir pada akhir abad ke-18 yang dilanjutkan dengan
kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, pendirian sekolah-sekolah pun diteruskan.
Seperti kita ketahui bahwa pada era jaman kolonial, sekolah-sekolah hanya
diperuntukkan kepada golongan tertentu berdasarkan keturunan, bangsa dan status
sosial. Selain pendirian sekolah-sekolah reguler, pada tahun 1853 pemerintah Hindia
Belanda pertama kali mendirikan sekolah berbasis kejuruan. Sekolah kejuruan
tersebut bernama Ambachts School van Soerabaia (Sekolah Pertukangan Surabaya).
Pada tahun 1856, didirikan sekolah serupa di Jakarta. Sama dengan sekolah-sekolah
jenis lain, sekolah-sekolah kejuruan tersebut juga hanya dikhususkan pada golongan
tertentu yaitu anak-anak keturunan Belanda (Indo).

2.7 Pendidikan Pada Masa Jepang

Zaman penjajahan Jepang berlangsung pendek (7 Maret 1942–17 Agustus 1945).


Karena Indonesia dikuasai Jepang di masa perang, segala usaha Jepang ditujukan
untuk perang. Murid-murid disuruh bergotong-royong mengumpulkan batu, kerikil,
dan pasir untuk pertahanan.
7

Pekarangan sekolah ditanami dengan ubi dan sayur-mayur untuk bahan makanan.
Murid disuruh menanam pohon jarak untuk menambah minyak untuk kepentingan
perang. Yang terpenting bagi kita di zaman Jepang ialah dengan kerobohan kekuasaan
Belanda diikuti pula tumbangnya sistem pendidikan kolonial yang pincang.

Karena pemerintahan militer Jepang menginternir banyak orang Belanda, maka


sekolah-sekolah untuk anak Belanda dan Indonesia kalangan atas ikut lenyap. Tinggal
susunan sekolah yang semata-mata untuk anak-anak Indonesia saja. Sekolah rendah
seperti Sekolah Desa 3 tahun, Sekolah Sambungan 2 tahun, ELS, HIS, HCS yang
masing-masing 7 tahun, Schakel School 5 tahun, dan MULO dihapus semua. Yang
ada hanya Sekolah Rakyat (Kokomin Gakko) yang memberikan pendidikan selama 6
tahun, sekolah menengah yang dibuka ialah Cu Gakko (laki-laki) dan Zyu Gakko
(perempuan) yang lama pendidikannya selama 3 tahun.

Selain sekolah menengah, banyak pula didirikan sekolah kejuruan, yang


terbanyak ialah sekolah guru. Jepang menganggap sekolah guru penting sekali, karena
sekolah itu yang akan menyiapkan tenaga dalam jumlah yang besar untuk
memompakan dan mempropagandakan semangat Jepang kepada anak didik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filsafat pendidikan kolonial adalah pandangan filsafat yang diorganisir oleh


pemerintah kolonial.

Pendidikan pada masa kolonial terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :

A. Pendidikan di Indonesia pada Masa Penjajahan sebelum Politik Etis

B. Pengaruh Politik Etis terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia

C. Pendidikan Untuk Bumiputra

D. Pendidikan Guru

E. Pendidikan Kejuruan

F. Pendidikan di Indonesia Masa Penjajahan Jepang

8
9

DAFTAR PUSTAKA

Wawan Darmawan “Perserikatan Guru Hindia Belanda (PGHB) Sebagai Wadah


Organisasi Guru Bumi Putera Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda
(1911-1933” artikel departemen pendidikan sejarah UPI.
Darsiti Soeratman.”Politik Pendidikan Belanda dan Masyarakat Djawa Pada
Akhir Abad 19,” makalah disampaikan pada Seminar Sejarah Nasional II.
Yogyakarta, 1970.
Sartono Kartodirdjo. “Struktur Sosial dari Masyarakat Tradisional dan Kolonial”,
Lembaran Sejarah, Universitas Gadjah Mada, 1969
http://achmadfauzi24.blogspot.com/2013/10/pengaruh-politik-etis-
terhadap.html?m=1 diakses pada tanggal 18 Oktober 2021 Jam 14:13
https://smktridaya.sch.id/sejarah-pendidikan-kejuruan-di-indonesia/ diakses pada
tanggal 18 Oktober 2021 Jam 14:30
http://www.setoncchs.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/diakses pada tanggal
18 Oktober 2021 Jam 14:50

Anda mungkin juga menyukai