Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN PADA MASA VOC HINGGA KOLONIAL BELANDA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Indonesia

Dosen Pengampu:

Dr. Syaharuddin, S.Pd., M.A

Fitri Mardiani, M.Pd

Disusun oleh:

Ahmad Kautsar N. 1910111110017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2022
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji
bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah dan
terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, serta
pengikut beliau hingga akhir zaman.

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat merampungkan makalah yang berjudul, “Sejarah
Pendidikan Pada Masa VOC Hingga Kolonial Belanda”. Penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Makalah ini dapat saya susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan saya semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Penulis
menyadari tanpa adanya kesempatan dan bimbingan dosen pembimbing mata kuliah, Bapak
Dr. Syaharuddin, S.Pd., M.A dan Ibu Fitri Mardiani, M.Pd serta kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu penulis dalam berbagai hal. Harapan saya, informasi dan
materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. karena itu saya
memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan makalah saya selanjutnya.

Demikian makalah ini penulis buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang saya angkat pada makalah ini, penulis mohon maaf.
Penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Banjarmasin, 21 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Sistem Pendidikan Pada Masa VOC ...................................................................... 3


1. Terbentuknya VOC .................................................................................... 3
2. Pendidikan Pada Masa VOC ...................................................................... 3
B. Sistem Pendidikan Pada Masa Belanda ................................................................. 5

BAB III: PENUTUP .......................................................................................................... 8

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 8
B. Saran dan Kritik ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok
orang yang diturunkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pengajaran,
pelatihan, penelitian dan pembelajaran termasuk dalam bentuk pendidikan. Umumnya
pendidikan dilakukan untuk memajukan kesejahteraan warga masyarakat di suatu
wilayah atau di sebuah negara. Termasuk di Indonesia juga memiliki sistem
pendidikannya sendiri. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa
Pendidikan adalah upaya terencana untuk menciptakan situasi belajar dan proses
pembelajaran supaya peserta didik dapat mengembangkan potensinya untuk
mempunyai kecerdasan, kepribadian, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Singkatnya, pendidikan merupakan proses
pembelajaran untuk mengembangkan potensi seseorang untuk mencapai tujuan yang
positif (Riska dan Hudaidah, 2021).
Pendidikan berguna dalam memajukan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Hal ini karena pendidikan memberikan masyarakat dan anak-anak muda tentang ilmu
pengetahuan yang beragam, tentunya berguna bagi kehidupan masyarakat. Menurut
Ilham (dalam Riska dan Hudaidah, 2021) Pendidikan adalah sarana untuk memajukan
semua bidang kehidupan manusia di Indonesia, baik dalam bidang ekonomi, sosial,
teknologi, keamanan, budaya, maupun kejayaan bangsa. Dengan pengertian tersebut
maka dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat berpengaruh dalam semua aspek
kehidupan. Pendidikan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam berbagai
bidang kehidupan. Bahkan, dengan pendidikan satu-satunya cara untuk mengatasi
kemiskinan di masyarakat.
Saat pendidikan di Indonesia berbasis pada jaringan teknologi dan digital.
Mengingat pada masa ini juga sedang terjadi pandemi Covid-19, pembelajaran
dilakukan melalui jaringan. Hal ini berdampak pada perubahan besar dalam sistem
pendidikan di Indonesia. Pemanfaatan teknologi menjadi dasar dari pendidikan masa
kini. Jauh berbeda dengan zaman dahulu dimana pendidikan masih cukup sederhana,
terutama dalam sejarah Indonesia pendidikan masih berpusat pada pendidikan agama

1
semenjak masa Hindu-Buddha hingga munculnya politik etis. Masa Hindu-Buddha,
pendidikan berorientasi pada pengajaran agama Hindu dan Buddha. Para pengajarnya
merupakan tokoh agama atau pendeta brahmana dalam agama Hindu. Ketika Islam
masuk ke Indonesia, pendidikan agama Islam juga masuk sebagai salah satu
penyebaran agama Islam. Kedatangan bangsa barat, terutama bangsa Portugis dan
Belanda datang membawa ajaran agama Kristen sebagai bagian dari 3G (Gold, Glory,
dan Gospel). Karena itu, pada masa tersebut juga didirikan sekolah-sekolah Krsiten
untuk menyebar agama tersebut.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas pendidikan yang terjadi pada
masa VOC hingga kolonial Belanda. Sebagai catatan bahwa dalam makalah ini tidak
akan membahas terlalu jauh mengenai ‘politik etis’ dan hanya akan membahas
mengenai pendidikan VOC dan Kolonial Belanda sebelum diberlakukannya kebijakan
‘politik etis.’ Pendidikan pada masa VOC ini masih berpusat pada pendidikan agama,
walaupun setelah kolonial Belanda mengambil alih pemerintahan, pendidikan umum
juga diberlakukan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pendidikan pada masa VOC?
2. Bagaimana sistem pendidikan pada masa Kolonial Belanda?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem pendidikan pada masa VOC.
2. Untuk mengetahui sistem pendidikan pada masa Kolonial Belanda.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Pendidikan Pada Masa VOC
1. Terbentuknya VOC
Semenjak berakhirnya kekuasaan portugis di Maluku, para pedagang Belanda
kemudian mengambil kesempatan tersebut untuk memperluas wilayah
perdagangannya hingga ke Nusantara. Awalnya mereka datang secara sendiri-sendiri
dan tidak mengatasnamakan negeri Belanda. Kedatangan mereka ke Nusantara sama
seperti Portugis yaitu berdagang dan mencari rempah-rempah. Pada masa tersebut,
perdagangan di wilayah Nusantara sudah sangat pesat. Banyak pedagang yang dari
luar datang dan bersinggah. Kota-kota pelabuhan besar di Nusantara juga banyak
berdiri seperti Aceh, Banten, dan Malaka. Lada merupakan komoditas paling populer
yang diperdagangkan di kota-kota tersebut. Hal ini memicu bangsa-bangsa Eropa
untuk datang dan membeli rempah-rempah tersebut.
Kongsi-kongsi dagang Belanda awalnya tidak bersatu melainkan terdiri dari
berbagai macam perusahaan dagang orang-orang Belanda. Lalu pada bulan Maret
1602, kongsi-kongsi dagang tersebut bersatu membentuk Perserikatan Maskapai
Hindia Timur atau VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Pembentukan
tersebut dilakukan untuk memperkuat posisi Belanda dalam persaingan dengan
Inggris, Spanyol, dan Portugis. Gabungan perseroan itu kemudian disahkan dalam
suatu piagam oleh Staten General (Parlemen Belanda), dan memberikan wewenang
eksklusif kepada VOC untuk berdagang, mengadakan peperangan, dan perdamaian,
memiliki angkatan perang di laut maupun di darat dan mengadakan perjanjian di
seluruh Asia (Tarmizy Idris, 2012).
2. Pendidikan Pada Masa VOC
Menurut Boone (dalam Supardan, 2008) Sejarah pendidikan zaman
pemerintah kolonial Belanda dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu; (1) periode VOC
pada abad ke-17 dan ke-18; (2) periode pemerintah Hindia-Belanda pada abad ke-
19; dan (3) periode Politik Etis (Etische Politiek) pada awal abad ke-20. Pada zaman
VOC abad ke-17 dan ke-18, pendidikan untuk kaum ”inlanders” (penduduk tanah
jajahan ditangani oleh Nederlands Zendelingen Genootschap atau NZG), Gereja
Kristen dari Belanda yang ikut dalam misi VOC. Maskapai inilah yang ikut
membiayai kegiatan pendidikan, dengan demikian bukan dari pemerintah Belanda.
Motto mereka terkenal dengan 3 G (Gold, Gospel, Glory) (Supardan, 2008). Supriadi

3
(dalam Supardan, 2008) juga mengatakan kebanyakan kegiatan pendidikan termasuk
pendirian sekolah-sekolah baru yang dikembangkan oleh VOC pada awalnya melekat
berbasis agama dan dilakukan di daerah yang struktur politiknya lemah, misalnya di
Ambon dan Banda. Pada tahun 1607, didirikan sekolah di Batavia oleh VOC untuk
mengajari tentang agama Kristen dan pemahaman mengenai kitab injil.
Bangsa Belanda yang beragama Kristen Protestan sambil berdagang juga
menyebarkan agamanya. Konteks penyebaran agama itu menjadi permulaan kebijakan
pendidikan kolonial Belanda. Sekolah-sekolah didirikan di Pulau Ambon dan Pulau
Bacan (Maluku). Sekolah-sekolah ini belum mengajarkan pengetahuan umum. Bahasa
pengantar yang dipakai ialah bahasa Melayu, baru pada kelas-kelas yang lebih tinggi
dipakai bahasa Belanda. Pihak Belanda juga mendirikan sekolah-sekolah bagi calon
pegawai VOC (Rifa’i, dalam Syaharuddin dan Susanto, 2019: 35). sekolah-sekolah
tersebut masih berpusat pada pengajaran agama Protestan, sama halnya dengan
lembaga-lembaga pendidikan pada masa sebelumnya, Hindu-Buddha dan Islam yang
berfokus pada pengajaran agamanya.
Namun, Rifa’i (dalam Syaharuddin dan Susanto, 2019: 35) mengatakan bahwa
meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, secara formal sekolah-sekolah
tersebut tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh orang-orang dari
kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Dengan demikian, sekolah-sekolah
itu mempunyai corak dan ciri-ciri Kristen. Kebanyakan sekolah yang ada baru berada
pada tingkatan pendidikan dasar/rendah. Sebagai gambaran dapat disebutkan beberapa
sekolah :
1) Di Ambon (1645) terdapat 33 sekolah dengan 1300 murid, pada 1708
meningkat menjadi 39366 murid.
2) Di daerah-daerah Maluku Utara/barat laut terdapat 39 sekolah dengan
1057 murid.
3) Pulau-pulau lainnya yang juga telah ada sekolah, seperti Pulau Timor
(1710), Pulau Sawu (1756), Pulau Kei (1635), Pulau Kisar, Pulau
Wetar, Pulau Damar, dan Pulau Letti (1700).
4) Di luar daerah Maluku pada zaman VOC baru ada sekolah di Batavia
(Jakarta) yang berdiri sejak 1617.
5) Menjelang bubarnya VOC, sekolah-sekolah baru dapat didirikan lebih
luas dan lebih banyak sehingga meliputi derah P. Jawa terutama di
daerah pantai, Sumatra, dan Sulawesi (Ujung Pandang).

4
Lalu, pada tahun 1799, VOC dibubarkan akibat berbagai masalah terkait utang
yang banyak, pejabatnya banyak yang melakukan korupsi, serta dikarenakan krisis
akibat perang melawan penduduku pribumi dan penguasa setempat mengakibatkan
VOC bangkrut. Setelah itu, Belanda kemudian mengganti VOC dalam menjalankan
pemerintahan di Nusantara.

B. Sistem Pendidikan Pada Masa Belanda


Sesudah VOC gulung tikar pada 1799, Indonesia menjadi daerah jajahan
Belanda dengan nama Hindia-Belanda. Usaha-usaha pendidikan kolonial Belanda
yang diajarkan di daerah Maluku tidak dapat meluas ke daerah lain, maka, pada saat
pemerintahan Hindia Belanda mulai dijalankan, pendidikan bagi bangsa Indonesia
belum baik (Rifa’i, dalam Syaharuddin dan Susanto, 2019: 36). Tahun 1801,
Gubernur Jendral Daendels memiliki cita-cita untuk menyelenggarakan pendidikan
bagi anak-anak Jawa mengenai kesusilaan, adat istiadat, dan pengajaran agama. Akan
tetapi, cita-cita tersebut tidak dapat berjalan karena Belanda tidak memiliki anggaran
yang cukup untuk pendidikan di Indonesia saat itu. Apalagi setelah itu, Inggris
berhasil mengalahkan Belanda dalam perang dan merebut wilayahnya di Nusantara.
Antara tahun 1811-1816 kita berada dalam jajahan Inggris yang dipimpin oleh
Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles. Saat itu pun, Inggris juga tidak memiliki
niatan dalam pengajaran pendidikan di Hindia Belanda. Baru setelah Belanda dapat
merebut Indonesia kembali, keluarlah surat keputusan (koninklijk besluit 1848) yang
isinya tentang penetapan anggaran belanja pengajaran bagi orang-orang Indonesia.
Sementara itu 1884 keluar surat keputusan yang member kesempatan berdirinya
sekolah swasta (Rifa’i, dalam Syaharuddin dan Susanto, 2019: 36).
Gereja dan badan misi diizinkan mendirikan sekolah swasta di mana agama
Kristen diajarkan kepada anak-anak. Sekolah minggu didirikan dengan membawa ciri
khas Eropa. Sejak tahun 1830, usaha pendidikan diambil alih oleh badan misi
Protestan yang dikenal sebagai Nederlandsch Zendelinggenoottschap. Secara
kronologis, pendidikan di zaman Belanda pertama kali disponsori oleh pemerintah
Belanda, kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga zending (Lauterboom, 2019).
Konteks pendidikan dan pengajaran ini pada prinsipnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan pegawai rendahan di kantor-kantor pamong praja atau kantor-kantor yang
lain. Pada abad ke-18, pendidikan dan pengajaran diberikan secara perseorangan.
Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sistem ini dirubah menjadi sistem klasikal

5
dimana pengajaran diberikan kepada sekelompok anak-anak pada waktu yang sama
dengan bahan pelajaran yang sama (Rifa’i, dalam Syaharuddin dan Susanto, 2019: 36-
37).
Namun, dalam masa awal kolonial Belanda, pendidikan pada saat itu tidaklah
seluas sekarang. Sekolah-sekolah yang didirikan sebagian besar hanya diperuntukkan
bagi anak-anak Belanda yang orangtuanya tinggal di Hindia Belanda dan menetap
disana. Ini menjadi kesenjangan dalam pendidikan di masa Kolonial Belanda karena
hanya keturunan Belanda yang diperbolehkan masuk sekolah dan mendapatkan
pendidikan. Sekalipun pada tahun 1818 pemerintah Belanda telah menetapkan
Undang-undang bagi Hindia Belanda—antara lain menyatakan bahwa semua sekolah
negeri Hindia-Belanda dapat dimasuki baik oleh orang Eropa maupun orang
Indonesia—hanya sebagian kecil saja siswa di sekolah-sekolah Belanda tersebut yang
berasal dari kalangan pribumi. Hingga tahun 1848 belum tampak usaha yang
sungguh-sungguh dari pemerintah kolonial untuk menyediakan sekolah bagi anak-
anak pribumi. Pada tahun 1849, hanya 37 orang pribumi yang berada di sekolah-
sekolah Eropa di Pulau Jawa (Watson, dalam Supardan, 2008). Pada permulaan 1850,
didirikan sekolah Kelas I yang lamanya lima tahun. Sekolah ini disediakan pada anak-
anak dari lingkungan pegawai Pamong Praja ditempatkan di kota-kota keresidenan.
Mata pelajaran yang diberikan antara lain membaca, menulis, berhitung,
menggambar, menyanyi, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, ilmu alam,
dan bahasa Indonesia. Kebutuhan administrasi memerlukan matapelajaran yang harus
diajarkan disekolah-sekolah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Sekolah Kelas I
mempunyai sifat sebagai pendidikan bagi calon pegawai. Tujuan pendidikan dan
pengajaran waktu itu hanya diarahkan kepada pendidikan pegawai (Rifa’i, dalam
Syaharuddin dan Susanto, 2019: 37).
Akhir abad ke-19 didirikan sekolah Kelas II yang lamanya minimal empat
tahun ditempatkan di Kota-kota Kabupaten. Pengajaran ini lebih sederhana daripada
sekolah Kelas I yaitu membaca, menulis, berhitung, dan bahasa daerah atau bahasa
Indonesia. Sekolah ini untuk umum dan tidak dibatasi (Rifa’i, dalam Syaharuddin dan
Susanto, 2019: 37). Dengan demikian sebenarnya bukan maksud untuk mencerdaskan
bangsa Indonesia yang sesungguhnya, melainkan tidak lepas dari kepentingan-
kepentingan kolonial. Sekalipun sekolah ini menjelang Politik Etis banyak didirikan
sampai ratusan sekolah, namun lulusan sekolah-sekolah tersebut hanya disiapkan
untuk menjadi pegawai rendahan yang mampu membaca dan menulis yang sangat

6
diperlukan dalam mendukung mesin birokrasi peemerintahan Belanda di Indonesia
(Supardan, 2008). Karena itu, pendidikan bagi anak-anak pribumi sangat rendah.
Terutama yang dapat bersekolah hanyalah anak-anak bangsawan yang masih berkuasa
dibawah jajahan Belanda. Keadaan ini tetap berlangsung hingga munculnya ‘Politik
Etis’ di Hindia Belanda pada awal abad 20.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Semenjak berakhirnya kekuasaan portugis di Maluku, para pedagang Belanda
kemudian mengambil kesempatan tersebut untuk memperluas wilayah
perdagangannya hingga ke Nusantara. Kongsi-kongsi dagang Belanda awalnya tidak
bersatu melainkan terdiri dari berbagai macam perusahaan dagang orang-orang
Belanda. Lalu pada bulan Maret 1602, kongsi-kongsi dagang tersebut bersatu
membentuk Perserikatan Maskapai Hindia Timur atau VOC (Vereenigde Oost-
Indische Compagnie).
Pada zaman VOC abad ke-17 dan ke-18, pendirian sekolah-sekolah baru yang
dikembangkan oleh VOC pada awalnya melekat berbasis agama dan dilakukan di
daerah yang struktur politiknya lemah, misalnya di Ambon dan Banda. Pada tahun
1607, didirikan sekolah di Batavia oleh VOC untuk mengajari tentang agama Kristen
dan pemahaman mengenai kitab injil. Sesudah VOC gulung tikar pada 1799,
Indonesia menjadi daerah jajahan Belanda dengan nama Hindia-Belanda. Gereja dan
badan misi diizinkan mendirikan sekolah swasta di mana agama Kristen diajarkan
kepada anak-anak. Sekolah minggu didirikan dengan membawa ciri khas Eropa. Sejak
tahun 1830, usaha pendidikan diambil alih oleh badan misi Protestan yang dikenal
sebagai Nederlandsch Zendelinggenoottschap.
Namun, dalam masa awal kolonial Belanda, pendidikan pada saat itu tidaklah
seluas sekarang. Sekolah-sekolah yang didirikan sebagian besar hanya diperuntukkan
bagi anak-anak Belanda yang orangtuanya tinggal di Hindia Belanda dan menetap
disana. Ini menjadi kesenjangan dalam pendidikan di masa Kolonial Belanda karena
hanya keturunan Belanda yang diperbolehkan masuk sekolah dan mendapatkan
pendidikan. Sekalipun pada tahun 1818 pemerintah Belanda telah menetapkan
Undang-undang bagi Hindia Belanda—antara lain menyatakan bahwa semua sekolah
negeri Hindia-Belanda dapat dimasuki baik oleh orang Eropa maupun orang
Indonesia—hanya sebagian kecil saja siswa di sekolah-sekolah Belanda tersebut yang
berasal dari kalangan pribumi. Dengan demikian sebenarnya bukan maksud untuk
mencerdaskan bangsa Indonesia yang sesungguhnya, melainkan tidak lepas dari
kepentingan-kepentingan kolonial. Kebanyakan dari mereka disekolahkan demi hanya

8
bisa membaca, menulis, dan berhitung yang semuanya nanti akan menjadi pegawai-
pegawai dalam administrasi pemerintah Kolonial Belanda.

B. Saran dan Kritik


Makalah ini masih jauh dari kata ‘sempurna.’ Karena masih banyak
kekurangan dalam sumber-sumber dan penulisannya. Untuk itu, semoga makalah ini
bisa menjadi sumber belajar bagi para orang-orang yang membacanya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Idris, T. (2012). VOC dan Dampaknya Terhadap Indonesia. Buletin Al-Turas, 18(2), 149-
159.

Lauterboom, M. (2019). Dekolonialisasi Pendidikan Agama Kristen di Indonesia. Indonesian


Journal of Theology, 7(1), 88-110.

Riska, R., & Hudaidah, H. (2021). Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Masa Portugis dan
Belanda. EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 3(3), 824-829.

Syaharuddin, S., & Susanto, H. (2019). Sejarah Pendidikan Indonesia (Era Pra Kolonialisme
Nusantara sampai Reformasi).

Supardan, D. (2008). Menyingkap Perkembangan Pendidikan Sejak Masa Kolonial Hingga


Sekarang: Perspektif Pendidikan Kritis. Generasi Kampus, 1(2).

10

Anda mungkin juga menyukai