Anda di halaman 1dari 18

Perjalanan Pendidikan di Indonesia

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. Sri Sukasih, M.Pd.

Disusun Oleh;
1. Agung Kurniawan Eko Saputra (1406022638)
2. Aliya Rahmawati (1406022686)
3. Dewi Ikromah (1406022541)

ROMBEL 1
PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2022
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan dan Rahmat-
Nya, tim penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Perjalanan
Pendidikan di Indonesia”. Sholawat serta salam, semoga tetap terlimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang selalu senantiasa kita nanti-nantikan
syafa’atnya di yaumul qiamah nanti, Aamiin.
Dengan selesainya makalah ini, tim penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia, Dr. Sri Sukasih, M.Pd. yang
telah memberikan tugas makalah tentang “Perjalanan Pendidikan di Indonesia”. Harapan tim
penulis semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga untuk kedepannya tim penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini agar menjadi lebih baik.
Makalah ini tim penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang tim
penulis miliki masih sangat kurang. Oleh kerena itu, tim penulis berharap para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 20 Desember
2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................................i
PRAKATA............................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................5

1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
2.1 Pergerakan Pemuda Indonesia di Belanda (Budi Utomo).........................................................6

2.2 Pergerakan R.A Kartini.............................................................................................................8

2.3 Gerakan Kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) di Belanda......................................10

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................16


3.1 Simpulan....................................................................................................................................16

3.2 Saran..........................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk bisa berproses dan
berinteraksi di dunia luar dengan semua masyarakat sekitarnya. Pendidikan juga menjadi
salah satu bekal terpenting di masa depan. Pendidikan itu sudah kita kenal sejak zaman
sebelum Negara Indonesia merdeka hingga saat ini. Pendidikan menjadi salah satu hal
pokok yang harus dipehatikan karena pendidikan mampu membentuk karakter pribadi
setiap orang apabila sungguh-sungguh dalam menekuninya. Pendidikan adalah proses
pembelajaran tentang akhlak, ilmu pengatahuan dan keterampilan yang menjadi
kebiasaan turun-temurun sekelompok orang untuk melakukan pengajaran, pengamatan,
pelatihan atau penelitian. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (1), pengertian pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Dikutip dari
laman https://kelembagaan.ristekdikti.go.id di akses pada tanggal 15 Oktober 2019,
pukul 07.55 WIB). Secara langsung maupun tidak langsung pendidikan mampu
memberikan kita ilmu pengetahuan baru, membentuk karakter pribadi yang lebih baik
dan mempermudah kita merintis karir di masa mendatang.
Pendidikan menurut salah satu tokoh yaitu M. J. Langeveld (1980), merupakan
suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang yang dewasa untuk membantu
mencapai kedewasaan seseorang terutama anak-anak yang masih belum dewasa (di kutip
dari laman https://www.academia.edu di akses pada tanggal 3 Desember 2019, pukul
21.23 WIB). Sejarah pendidikan mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki kualitas pendidikan paling rendah dibandingkan negara-negara lainnya,
meskipun usaha pemerataan sistem pendidikan sudah dilakukan dan dianggap meningat
cukup signifikan, (Jakarta, CNN Indonesia). Pendidikan saat ini secara umum mungkin
sudah dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Pendidikan ini biasa kita kenal
dengan istilah “sekolah” yaitu salah satu pendidikan formal yang ada di Indonesia.
Sistem pendidikan yang dilakukan pun hampir keseluruhan menggunakan teknologi-
teknologi canggih seperti komputer/laptop, LCD proyektor, handphone, WiFi, dsb.
Berbeda dengan pendidikan pada zaman-zaman sebelum merdeka mulai dari pendidikan
4
pada masa (penjajahan) Portugis, Belanda, Jepang; Masa Kemerdekaan; Orde Baru
hingga Reformasi. Pendidikan di zaman penjajahan (sebeum merdeka) memang
dikatakan tidak semua rakyat Indonesia mampu mengeyam jenjang pendidikan yang
baik. Hanya rakyat Indonesia tertentu saja yang mampu mengenyam jenjang pendidikan
seperti keturunan bangsawan (darah biru). Oleh sebab itu, selagi kita masih memiliki
kesempatan mengenyam jenjang pendidikan yang lebih tinggi maka harus dimanfaatkan
semaksimal mungkin untuk mampu merubah masa depan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pergerakan pemuda Indonesia di Belanda (Budi Utomo)?
2. Bagaimana pergerakan R.A Kartini?
3. Bagaimana gerakan kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) di Belanda?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pergerakan pemuda Indonesia di Belanda (Budi Utomo).
2. Untuk mengetahui pergerakan R.A Kartini.
3. Untuk mengetahui gerakan kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) di
Belanda.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bertambahnya pengetahuan mengenai pergerakan pemuda Indonesia di Belanda
(Budi Utomo).
2. Bertambahnya pengetahuan mengenai pergerakan R.A Kartini.
3. Bertambahnya pengetahuan mengenai gerakan kebudayaan oleh Ki Hadjar
Dewantara (KHD) di Belanda.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pergerakan Pemuda Indonesia di Belanda (Budi Utomo)


2.1.1. Latar Belakang Budi Utomo
Kondisi sosial ekonomi pada abad 19 semakin memburuk hal ini disebabkan
oleh eksploitasi kolonial, politik liberal dan politik etis. Di satu pihak keuntungan
yang diperoleh pemerintah kolonial dialirkan ke negeri Belanda, dilain pihak
kemelaratan dan kesengsaraan semakin menindih masyarakat Indonesia. Politik etis
merupakan usaha-usaha memajukan pengajaran, tetapi pada abad 20 terdapat
kekurangan dana belajar bagi anak-anak indonesia. Keadaan ini menimbulkan
keprihatinan Dr. Wahidin Sudiro Husodo merupakan tamatan sekolah dokter pribumi
Stovia di Jakarta. Pada tahun 1906-1907 dia melakukan propaganda keliling pulau
Jawa (Murtafi’atun, 2016)
Pada 1907 Dr. Wahidin Sudiro Husodo mengunjungi almamaternya dan
bertemu dengan para mahasiswa Stovia, ia melontarkan gagasan agar para mahasiswa
segera mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan derajat bangsa. Ide Dr.
Wahidin Sudiro Husodo itu diterima dan dikembangkan oleh Sutomo dan kawan-
kawannya untuk mendirikan organisasi Budi Utomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei
1908 yang bertujuan untuk memajukan pengajaran, tehnik/industri, perternakan,
pertanian dan perdagangan serta menghidupkan kembali kebudayaan (Hatta, 1980).
2.1.2. Sejarah Kongres Pertama Pergerakan Nasional Budi Utomo
Pada tanggal 3 sampai dengan 5 Oktober 1908 diselenggarakan kongres Budi
Utomo yang pertama Yogjakarta. Dalam kongres tersebut berhasil diputuskan
beberapa hal, yaitu: 1) menyusun Pengurus Besar Budi Utomo dengan diketui oleh
R.A Tirtokusumo yang merupakan mantan Bupati Karang Anyar; 2) mengesahkan
AD/ART Budi Utomo; 3) ruang gerak terbatas pada daerah Jawa-Madura; dan 4)
Yogjakarta menjadi pusat organisasi (Sudiyo, 1989).
Setelah kongres berlangsung, dalam waktu singkat organisasi Budi Utomo
terjadi perubahan orientasi. Semula orientasi terbatas pada kalangan priyayi, tetapi
setelah muncul edaran yang dimuat dalam Batavia Nievwsblad tanggal 7 Agustus
1909, menenkankan bagaimana cara memperbaiki kehidupan rakyat secara lebih
komprehensif.

6
Dengan berdirinya organisasi Budi Utomo ini bergabunglah beberapa tokoh
yang memiliki kapasitas luar biasa, antara Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Sutomo dan
Soeradji, R.A. Tirtokusumo, yang kemudian ditunjuk sebagai ketua organisasi. Dalam
perjalanannya organisasi Budi Utomo terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan
tua yang menempuh perjuangannya dengan cara lama yaitu sosio kultural, seperti
R.A. Tirtokusumo. Setelah pengangkatannya, banyak anggota baru yang berasal dari
kalangan priyayi dan pejabat kolonial. Dan yang kedua golongan muda menempuh
perjuangannya melalui jalan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda,
yang didukung oleh para mahasiswa. Perjuangan yang diambil oleh golongan muda
ini sangat tepat karena berhasil mengimbangi politik pemerintahan kolonial Belanda.

2.1.3. Peran Budi Utomo Dalam Memperjuangkan Kemerdekaan


Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia Budi Utomo berperan
penting terhadap pergerakan nasional untuk mengusir penjajah. Budi Utomo yang
khususnya bergerak di bidang pendidikan, buktinya dapat kita lihat dari didirikannya
Studifont atau Darmawara untuk perkumpulan para pelajar khususnya dari daerah
Jawa dan Madura.
Pada akhir tahun 1907 Dr. Wahidin mengadakan ceramah keliling di depan
para pelajar Stovia tentang cita-citanya untuk mendirikan badan bantuan pendidikan
alias Studifont. Tujuannya adalah untuk menolong para pemuda Indonesia agar dapat
menuntut pelajaran di Perguruan Tinggi. Sutomo yang pada waktu itu segera mencari
hubungan dengan pelajar lain yang di luar Jakarta, ia menulis tentang cita-cita untuk
mendirikan perhimpunan pelajar di Yogjakarta, Semarang dan Magelang (Muljana,
2008). Setelah ceramah kelilingnya Dr. Wahidin Sudiro Husodo mulai melancarkan
propaganda besar-besaran tentang pemberian beasiswa bagi anakanak pribumi yang
pandai. Dalam propaganda ini Dr. Wahidin didampingi oleh Pangeran Arya Nata
Disudjo yang dikenal aktif mendukung pendidikan Barat.
Para siswa Stovia dan para peserta lainnya tentu saja tidak keberatan terhadap
pendapat Dr. Wahidin yang mementingkan pendidikan Barat, tetapi tetap harus
dibekali dengan nasionalisme ke Indonesiaan yang kuat. Dimana pendidikan Barat itu
hanya bagi kaum priyayi sedangkan para pribumi menginginkan pendidikan untuk
seluruh di Hindia Timur Belenda. Budi utomo meminta kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak muda agar bisa belajar ke
negeri Belanda. Pembaharuan yang akan menyebabkan elemen-elemen radikal yang
7
akan muncul ke depan dalam rangka membuka kesadaran para pemimpin Budi Utomo
agar terus berjuang menuntut hak bagi rakyat pribumi sebagaimana mestinya,
Walaupun tidak memberikan suatu program politik yang kongkret. Hal yang
menyebabkan seperti itu karena Budi Utomo tidak pernah memiliki kesatupaduan dan
daya dari unsur pemimpin.
Peran Budi Utomo yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat dan
negara bukan hanya bermanfaat bagi pemerintah kolonial, Kemampuan yang istimewa
untuk berfungsi sebagai jembatan antara pejabat kolonial yang maju dengan kaum
pelajar Jawa sehingga dalam perkembangan Budi Utomo akan mendapat kesempatan
memperoleh kemampuan berorganisasi politik. Budi Utomo juga mengajukan suatu
tuntutan untuk adanya persamaan kedudukan dalam hukum.

2.2 Pergerakan R.A Kartini


2.2.1 Biografi R.A Kartini
R.A Kartini merupakan cucu Pangeran Ario Tjondronegoro IV seorang bupati
Demak yang terkenal mendidik anak-anaknya pria maupun wanita dengan pelajaran
barat. Dalam tahun 1846 belum ada pikiran memberi pendidikan kepada bumiputra,
bahkan sekolah bagi orang Eropa masih banyak buruknya. Raden Adjeng Kartini atau
sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah tanggal
21 April 1879 dan wafat di Rembang Jawa Tengah tanggal 17 September 1904 pada
umur 25 tahun. Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas
bangsawan Jawa. Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat,
seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Ibunya
bernama M.A. Ngasirah. Kartini merupakan gadis yang peramah dan suka
merendahkan diri serta enggan pada kecongkaan. Kartini bersekolah di ELS
(Europese Lagere School). Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia
mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang
berasal dari Belanda.
Kartini suka menulis surat dan membaca buku, surat kabar, majalah dan
sebagainya. Dari surat-suratnya tampak R.A Kartini membaca dengan penuh
perhatian sambal membuat catatan-catatan. Kadang-kadang R.A Kartini menyebut
salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Kartini tertarik pada kemajuan
berpikir wanita Eropa. Kartini dianggap sebagai pelopor pergerakan kaum wanita
Indonesia. Beliau adalah wanita Indonesia pertama yang memiliki cita-cita untuk
8
dapat memajukan kaumnya dalam bidang pendidikan. Kurangnya pendidikan atau
pengajaran, menjadikan kaum perempuan diperlakukan secara tidak adil. Hal tersebut
ditunjukkan dengan adanya kawin-paksa, poligami, mengurus rumah tangga dan
mendidik anak-anaknya, anak gadis itu dididik agar menjadi budak pria, c)
Pengajaran dan kecerdasan dijauhkan, Jika sudah berumur dua belas tahun ditutup di
dalam rumah (dipingit).Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi,
karena ia melihat bahwa wanita pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah
sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan,
otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

2.2.2 Cita – Cita Pendidikan R.A Kartini


Ketertarikan R.A Kartini untuk mengadopsi budaya dari barat untuk kemajuan
bangsanya nampaknya sesuai dengan konsep Deddy Mulyana & Jalaluddin Rakhmat
(1998: 54) bahwa cara kita berpikir dapat terkondisi secara kultural. Budaya-budaya
timur melukiskan sesuatu dengan menggunakan visualisasi-visualisasi sedangkan
budaya-budaya barat cenderung menggunakan konsep-konsep. Karena suatu konsep
adalah suatu gagasan umum tentang ciri-ciri yang diketahui mengenai suatu subjek,
memberikan suatu kerangka untuk memikirkan atau menganalisis suatu topik atau
pengalaman tertentu.
Seperti dikutip dari Djumhur (1996:153) bahwa ketika R.A Kartini melihat
kepincangan dalam masyarakat serta perlakuan yang tidak adil terhadap kaum wanita
Indonesia dan karena membaca maka jiwa pemberontak timbul dalam diri R.A
Kartini. Dalam hatinya hidup suatu keinginan untuk bebas, berdiri sendiri, &
membebaskan gadis-gadis Indonesia lainnya dari ikatan adat kebiasaan. “Dan adat
kebiasaan negeri kami sungguh-sungguh bertentangan dengan kemajuan zaman baru,
zaman baru yang saya inginkan masuk kedalam masyarakat kami “ (Surat kepada
nona Zeenandelaer, 25 Mei 1899).
Sebenarnya yang diperjuangkan R.A Kartini adalah perbaikan kedudukan dan
derajat wanita. Tujuan wanita jangan mengabdi kepada suami saja, jangan hancur
harapan apabila suami mundur. Selain mengurus rumah tangga kaum wanita harus
dapat melakukan pekerjaan lain. oleh sebab itu kaum wanita harus mendapat
pengajaran vak agar kelak dapat mengerjakan sesuatu diluar rumah tangga. Perlunya
belajar vak ialah agar jangan sampai menjadi korban kawin paksa dan diperbudak
9
oleh suami. Wanita yang berpelajaran akan lebih cakap mendidik anaknya dan lebih
sempurna mengurus rumah tangganya sehingga akhirnya membawa dampak
kemajuan untuk nusa dan bangsa.
Usaha-usaha untuk melaksanakan cita-cita R.A Kartini sebenarnya tidak
terlalu banyak. Hal tersebut dikarenakan usianya yang cukup pendek. Tetapi
walaupun demikian R.A Kartini telah melakukan usaha-usaha : “a. pada tahun 19-3
membuka sekolah gadis di Jepara; b. Setelah menikah dibukanya lagi sekolah gadis di
Rembang” (Djumhur, 1996 :154).
Untuk menghormati cita-cita R.A Kartini, pada tahun 1913 didirikan sekolah
rendah untuk anak perempuan diberbagai kota-kota besar. Sekolah tersebut
dinamakan Sekolah Kartini.
Dengan demikian R.A Kartini lebih merupakan seorang penunjuk jalan saja.
Cita-cita R.A Kartini merupakan gambaran perjuangan dan cita-cita kaum wanita
Indonesia.

2.3 Gerakan Kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) di Belanda


2.3.1. Biografi Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau dikenal sebagai Ki Hajar Dewantoro
lahir pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April
1959. Beliau adalah seorang bangsawan Jawa yang berasal dari lingkungan keluarga
bangsawan Kadipaten Pakualaman. Beliau merupakan aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Sebagai bangsawan Jawa, Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara)
selain mendapatkan pendidikan formal di lingkungan istana Paku Alam juga
mendapat pendidikan formal antara lain:
1. Europeesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Belanda III (sekolah dasar untuk
anak-anak Eropa).
2. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta.
3. School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), sekolah kedokteran yang
berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat diselesaikan karena ia
sakit.
Setelah lulus pendidikan Ki Hajar Dewantara menggeluti dunia jurnalisme
dan berkiprah di beberapa surat kabar dan majalah pada waktu itu: Sediotomo, de

10
Express, Oetoesan Hindia, Midden Java, Tjahaja Timoer, Kaoem Moeda, dan
Poesara yang melontarkan kritik sosial-politik kaum bumiputera kepada penjajah.
Pada waktu itu, Ki Hajar Dewantara termasuk penulis terkenal. Tulisannya
yang tajam dan patriotik membuatnya mampu membangkitkan semangat anti
kolonial bagi pembacanya.

2.3.2. Sejarah Pergerakan Nasional Indische Partij


Indische Partij (Partai Hindia) adalah partai politik pertama di Hindia
Belanda. Berdiri tanggal 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E Douwes
Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara. Partai ini menjadi
organisasi orang-orang pribumi dan campuran di Hindia-Belanda dengan tujuan
untuk kemerdekaan Indonesia. Ki Hajar Dewantara juga ikut membentuk Komite
Boemipoetra pada November 1913.
Ki Hajar Dewantara mengkritik melalui tulisannya yang berjudul Een voor
Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga)
dan Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) sehingga
pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa
hukum interning (hukum buang) ke Pulang Bangka. Namun, atas permintaan kedua
rekannya yang juga dihukum dan diasingkan, yaitu dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto
Mangoenkoesoemo, pengasingan mereka pun dipindahkan ke Belanda.
Pengasiangan tersebut tidak disia-siakan oleh Ki Hajar Dewantara. Di
Belanda, ia mendalami bidang pendidikan dan pengajaran, hingga pada akhirnya
memperoleh sertifikat Europeesche Akte. Setelah melewati masa pengasingan pada
tahun 1918, beliau mulai mencurahkan perhatiannya yang tinggi dalam bidang
pendidikan, dengan tujuan untuk meraih kemerdekaan Indonesia.

2.3.3. Mendirikan Perguruan Taman Siswa


Setelah kembali dari pengasingan bersama dengan teman-temannya, Ki Hajar
Dewantara mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, National
Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli
1922, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi kelas
bawah untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda.

11
Perguruan ini mengubah metode pengajaran kolonial yaitu dari sistem
pendidikan “perintah dan sanksi” kependidikan pamong yang sangat menekankan
pendidikan mengenai pentingnya rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Di Indonesia, Ki Hajar Dewantara mencurahkan perhatian di bidang
Pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Perguruan
Taman Siswa sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik
agar mereka mencintai tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Tidak hanya melalui pendirian Taman Siswa, perjuangan Ki Hajar
Dewantara juga melanjutkan menulis di berbagai surat kabar. Bedanya, tulisannya
kali ini tidak lagi bernuansa politik, melainkan lebih dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan. Tulisan-tulisannya tersebut berisi konsep-konsep pendidikan dan
kebudayaan yang luas dan berwawasan kebangsaan. Melalui konsep-konsep itulah ia
berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Perjuangannya di bidang pendidikan dan politik inilah membuat pemerintah
Indonesia menghormatinya dengan berbagai jabatan dalam pemerintahan Republik
Indonesia. Di antaranya adalah mengangkat Ki Hajar Dewantara sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (1950), mendapat gelar doktor honoris causa dari
Universitas Gajah Mada (1959) serta diangkat sebagai pahlawan nasional pada tahun
1959.

2.3.4. Konsep Trilogi Ki Hajar Dewantara


Konsep trilogi Ki Hajar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan yaitu:
- Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti bahwa pendidik yang berada di depan hendaknya
menjadi contoh. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang pertama ini menggambarkan
situasi di mana selain mendidik dan transfer ilmu, pendidik juga harus memberikan
contoh kepada peserta didik setidaknya mengenai hal yang diajarkannya.
- Ing Madya Mangun Karsa berarti seseorang di tengah harus juga mampu melibatkan
diri, menciptakan prakarsa dan ide, membangkitkan atau menggugah semangat.
Seorang pendidik jika berada di tengah-tengah peserta didiknya harus mampu
terlibat dalam setiap pembelajaran yang dilakukan siswa agar bisa mempersatukan
semua gerak dan perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama.
- Tut Wuri Handayani berarti dari belakang seorang guru harus bisa
memberikan dorongan dan arahan. Seorang guru harus memberikan dorongan
12
moral dan semangat kerja dari belakang. Pendidik harus mampu memberi
kemerdekaan kepada peserta didik dengan perhatian sepenuhnya untuk memberikan
petunjuk dan pengarahan.

2.3.5. Pendidikan dan Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara


Ki Hajar Dewantara memandang pendidikan adalah memanusiakan manusia
secara manusiawi, yang artinya Pertama, pendidikan senantiasa berurusan dengan
moral: membangun budi pekerti. Kedua, berurusan dengan budaya: membangun
peradaban. Pertemuan sinergi dari keduanya, adalah melahirkan manusia dan
masyarakat yang bermartabat, yakni mandiri, berani, kreatif, Kritis, jujur dan
terbuka.
Lebih tepatnya, inisiasi di atas disebut dengan Tri Pusat Pendidikan yang
menurut Ki Hajar Dewantara guna menyelamatkan bangsa dari kemelut persoalan,
maka harus ada inisiasi agar anak-anak negeri dapat dididik dari keluarga yang baik,
sekolah yang demokratis, dan masyarakat yang demokratis dan terdidik.
Ki Hajar Dewantara memandang bahwa pendidikan Nasional tidak dapat
dipisahkan dari keadaan ataupun kondisi masyarakat Indonesia. Oleh karenanya
dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan harus beralaskan garis
hidup dari bangsanya (kulturil nasional) yang ditujukan untuk keperluan
perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat
bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh
dunia.
Ki Hajar Dewantara mengungkapkan dalam pemikirannya mengenai sistem
among yang berisi mengajar dan mendidik. Tugas pendidikan bukan hanya mengajar
untuk menjadikan orang pintar dan pandai berpengetahuan dan cerdas, tetapi
pendidikan berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam kehidupan agar supaya
kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan bersusila. Selanjutnya beliau
mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab dan berbudaya. Sebagai
manusia budaya ia sanggup dan mampu menciptakan segala sesuatu yang bercorak
luhur dan indah, yakni yang disebut kebudayaan.

2.3.6. Peran Ki Hajar Dewantara dalam Pembangunan Pendidikan Nasional


Kondisi pendidikan yang ada di Indonesia setelah merdeka mengarah
pada perubahan proses pembelajaran dan landasan pendidikan. Sehingga
13
pendidikan di era ini, bangsa Indonesia menghilangkan paham-paham
pendidikan dari Belanda. Pembelajaran dilaksanakan dengan menambahkan
berbagai budaya bangsa.
Kemudian, Pendidikan di Indonesia pada abad ke-21 menjadikan abad
globalisasi. Pada saat ini, pembelajaran tidak terfokus pada kebudayaan lagi.
Akan tetapi, berfokus pada sikap berpikir kritis dan pemecahan masalah,
kecakapan komunikasi, kreativitas dan inovasi, serta kolaborasi atau
Kerjasama. Pada zaman ini teknologi merupakan sarana utama dalam dunia
pendidikan. Sebagai seorang guru, kita perlu meningkatkan pemahaman
kemampuan adaptasi teknologi serta dapat memanfaatkan teknologi untuk
mengembangkan pembelajaran.
Berbagai gagasan dan pandangan Ki Hajar Dewantara relevan sebagai
acuan pembangunan pendidikan nasional di era milenial ini. Di antaranya,
'Panca Dharma', yaitu pendidikan perlu beralaskan lima dasar, antara lain:
1. Asas Kodrat Alam (natural base)
Asas ini mengandung arti bahwa hakikat manusia adalah bagian dari alam
semesta. Manusia adalah makhluk Tuhan yang menjaga keseimbangan
semesta. Menjadi Khalifah Tuhan untuk memakmurkan bumi dan melestarikan
lingkungan. Sesuai dengan kodrat alam, pendidikan adalah tindakan yang
disengaja dan direncanakan dalam rangka mengembangkan potensi peserta
didik yang dibawa sejak lahir.
2. Asas Kemerdekaan (freedom base)
Asas ini mengandung arti bahwa kehidupan hendaknya syarat dengan
kebahagiaan dan kedamaian. Pendidikan harus “luas dan luwes”. Luas berarti
memberikan kesempatan yang selebar-lebarnya kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi-potensi dirinya seoptimal mungkin, sementara luwes
berarti tidak kaku dalam pelaksanaan metode dan strategi pendidikan.
3. Asas Kebudayaan (cultural base)
Asas ini bersandar pada keyakinan kodrati bahwa manusia adalah makhluk
berbudaya, artinya manusia mengalami dinamika evolutif dalam pembentukan
diri menjadi pribadi yang berbudi pekerti. Asas ini menekankan perlunya
memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dengan
adanya pendidikan berbalut kebudayaan dapat diaplikasikan dalam diri siswa

14
atau siswa atau bahkan masyarakat Indonesia sehingga menciptakan
lingkungan yang kaya akan keberagaman budaya.
4. Asas Kebangsaan (nation base)
Asas ini menjelaskan bahwa patriotisme serta nasionalisme menjadi pondasi
utama bagi asas ini. Mutu pendidikan yang berkualitas bisa memunculkan rasa
cinta terhadap bangsa sendiri dalam ekosistem pendidikan. Selain itu,
kedaulatan dan kesatuan dalam berbangsa di basis pendidikan dapat dijadikan
sebagai mutu utama bangsa agar memiliki harkat dan martabat yang baik di
mata dunia.
5. Asas Kemanusiaan (humanity base)
Bersumber dari akal budi yang dimiliki manusia dan menjadikannya sebagai
makhluk yang berbeda nan istimewa. Dengan memiliki akal tersebut dapat
melahirkan rasa dan laku cinta terhadap sesama manusia dan seluruh makhluk
Tuhan lainnya. Oleh karena itu, pendidikan pun tidak akan menjadi ladang
sekat-pekat antarpihak dan tentunya akan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan di Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang. Peperangan dan
penjajahan mewarnai perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia. Di zaman Belanda
menguasai Indonesia, pendidikan adalah suatu yang mahal untuk bangsa pribumi. Sekolah-
sekolah yang didirikan di masa penjajahan Belanda pun, pada mulanya hanya bisa dirasakan
anak-anak golongan bangsawan, priyayi, dan pegawai negeri saja.
Sejarah pendidikan di Indonesia memiliki cerita dan perjuangan yang menarik dari
masa ke masa nya. Sejarah pendidikan Indonesia di masa lampau hingga sekarang
memberikan kita gambaran bahwa dalam bentuk apapun pendidikan itu tetaplah penting
untuk membentuk karakter pribadi manusia. Walaupun sistem penerapannya berbeda-beda
tetapi pendidikan memiliki kesamaan tujuan. Mulai dari pendidikan keagamaan, pendidikan
karena penjajah hingga pendidikan pasca kemerdekaan. Setiap masa wajib mengalami
perubahan sesuai dengan kebutuhan bangsa di masa itu dan mampu menjawab tantangan di
masa mendatang.
Dunia pendidikan dari zaman kolonial sampai di era modern ini banyak mengalami
perubahan pesat seiring perubahan zaman yang semakin canggih. Segala aturan dan tujuan
pendidikan perlahan mulai berubah dimulai saat Ki Hajar Dewantara hadir dan mendirikan
Taman Siswa. Anak-anak sudah bebas dan merdeka dalam pendidikan dan pengajaran. Anak-
anak sekarang bisa belajar dengan berbagai fasiitas yang disiapkan oleh pemerintah tanpa
tekanan dan pembatasan, dengan istilah yang sekarang kita kenal dengan "Merdeka Belajar".
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi peserta didik, diharapkan agar selalu mengingat tokoh-tokoh Pahlawan Nasional, dan
senantiasa mengisi kemerdekaan dengan belajar.
2. Bagi Guru, diharapkan untuk terus mengembangkan kompetensinya dan selalu berpijak
pada asas-asas yang telah dicontohkan oleh para pahlawan dalam setiap proses
pembelajaran di kelas.
3. Bagi Peneliti dapat menambah wawasan dalam hal pengetahuan tentang sejarah
pendidikan perjalanan pendidikan di Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2021.”Biografi Ki Hajar Dewantara: Perjalanan Hidup Bapak
Pendidikan Indonesia”. https://www.gramedia.com/best-seller/biografi-ki-hajar-
dewantara/ . Diakses pada 18 Desember 2022.

Ahmad, Nurul Aulia. 2022. Biografi Ki Hajar Dewantara dan Perjuangan serta
Semboyannya yang Populer di Dunia Pendidikan.
https://www.orami.co.id/magazine/ki-hajar-dewantara . Diakses pada 18 Desember
2022.

Aini, Nur. 2009. Ki Hadjar Dewantara (1889-1959): Perjuangan Dan Kiprahnya


dalam Pendidikan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta

Astuti, K., dan Arif, M. (2021). "Kontekstualisasi Nilai-Nilai Pendidikan Ki Hajar


Dewantara di Era Covid 19". Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata. 2 (2): 203. ISSN 2721-
8996

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977. Sedjarah Islam di Sumatera.


Yogyakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan hal 55-56

Hartutik. (2015). “R.A. Kartini : Emansipator Indonesia Awal Abad 20”. Jurnal
Seuneubok Lada. 2 (1): 88

Hatta, M. 1980. Permulaan Pergerakan Nasional. Jakarta: Yayasan Idaya, hlm. 8.

Muljana, S. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan, Jilid


I, Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, hlm. 12.

Murtafi’atun, R S. 2016. Sejarah Nasional dan Dunia. Yogyakarta: Indo Eduka, hlm.
5-76.

Musolin, M., dan Nisa, K. (2021). "Pendidikan Masa Pandemik Covid 19:
Implementasi Konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara". Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan. 3 (6): 4137. ISSN 2656-8071

Rosidi, Ahmad. 2015. Pendidikan Dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara Dalam


Perspektif Pendidikan Islam. Skripsi. Tidak diterbitkan. Jurusan Kependidikan Islam Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta
Setiawan, Parta. 2022. "Sejarah Pergerakan Wanita Raden Ajeng Kartini (R. A.
Kartini)" https://www.gurupendidikan.co.id/ra-kartini/. Diakses pada 21 Desember 2022

Sudiyo, 1989. Perhimpunan Indonesia Sampai Lahirnya sumpah Pemuda. Jakarta:


Bina Aksara, hlm. 16-17.

Urip, Ambarito. 2021. “Panca Dharma Pendidikan Ki Hadjar Dewantara”.


https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/cerita/panca-dharma-pendidikan-ki-hadjar-
dewantara/#:~:text=Selaras%20dengan%20Panca%20Dharma%20Pendidikan,dan
%20kemanusiaan%20(humanity%20base). Diakses pada 21 Desember 2022.

Wahyudi, Giat. 2007. Sketsa Pemikiran Ki Hajar Dewantara. Jakarta: Sanggar Filsafat
Indonesia Muda

Anda mungkin juga menyukai