Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

LANDASAN ILMU PENDIDIKAN


“Pendidikan Masa Depan”

Oleh:
KELOMPOK 7

Anggota:
AZIZAH FADHILA (16175038)
CHYNTIA ARMAN (16175039)
REFMAINAWITA (16175052)

PENDIDIKAN FISIKA A

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. FESTIYED, MS

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Landasan Ilmu pendidikan dengan judul “Pendidikan Masa
Depan”
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak menemui kendala. Namun
berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu khususnya dosen pembimbing mata kuliah, Ibu Prof. Dr.
Festiyed, M. S
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini bisa
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Padang, November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 3

A. Pengertian Pendidikan Masa Depan ............................................................ 4

B. Tantangan- Tantangan dalam Abad-21 ........................................................ 4

C. Visi Pendidikan Menghadapi Abad – 21 ..................................................... 6

D. Ciri Pendidikan Masa Depan ..................................................................... 14

E. Implementasi Pendidikan Masa Depan ...................................................... 19

F. Pendidikan Masa Depan Bagi Indonesia ................................................... 19

G. Pendidikan Masa Depan Menurut Pandangan Islam ................................. 25

H. Pendidikan Masa Depan Menurut Pandangan Barat.................................. 28

BAB III ................................................................................................................. 33

A. Matriks Perbandingan Pendidikan Masa Depan menurut Indonesia, Islam dan


Barat ...................................................................................................................... 33

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 40

A. Kesimpulan ................................................................................................ 40

B. Saran ........................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas suatu
bangsa. Kegagalan pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa.
Keberhasilan pendidikan juga secara otomatis membawa keberhasilan sebuah
bangsa. Untuk menghadapi tantangan masa depan yang globalisasi, IPTEK, arus
informasi yang cepat dan layanan professional, maka diperlukan pembaharuan
pendidikan yang dilakukan secara sistemik dan sistematik, yaitu pendidikan yang
dirancang secara teratur melalui perencanaan yang bertahap dan menyeluruh
mulai dari lapisan system pendidikan nasional, lembaga pendidikan sampai lapis
individual. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya merupakan kunci
keberhasilan bangsa dan Negara Indonesia dalam menghadapi masa depan.
Begitu banyak dan kompleks permasalahan di dalam bidang pendididikan.
Kurikulum yang berganti-ganti rupanya belum mampu menciptakan pendidikan
yang berkualitas. Berawal dari permasalahan kompleks pendidikan, muncul
banyak tantangan masa depan pendidikan. Di dalam makalah ini akan dibahas
pendidikan masa depan beberapa solusi penting tantangan pendidikan masa
depan, dan bagaimana pendidikan masa depan menurut pandangan Indonesia,
pandangan islam, barat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan masa depan?
2. Apa saja tantangan pendidikan pada abad-21 ?
3. Bagaimana visi pendidikan dalam menghadapi abad 21 ?
4. Apa saja ciri pendidikan masa depan?
5. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Indonesia?
6. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Islam?
7. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Barat?

1
2

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan tantangan pendidikan pada abad-21
2. Menjelaskan visi pendidikan dalam menghadapi abad 21.
3. Menjelaskan arah perkembangan pendidikan masa depan.
4. Menjelaskan upaya pendidikan masa depan bagi Indonesia.
5. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Indonesia?
6. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Islam?
7. Bagaimana pendidikan masa depan berdasarkan pandangan Barat?

D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca untuk:
1. Bagi pembaca dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu pengetahuan.
2. Bagi mahasiswa dapat membantu memahami pendidikan masa depan.
3. Memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan Program Studi Magister Pendidikan Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Dasar Pendidikan Masa Depan
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah sebuah
usaha sadar yang terencana yang dilakukan untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan juga keterampilan yang diperlukan
untuk dirinya sendiri beserta masyarakat. Pendidikan akan memberikan
perbekalan yang ada pada masa kanak-kanak sampai remaja yang nantinya akan
dibutuhkan pada saat kita dewasa nanti. (J.J. Rousseau). Menurut beberapa ahli
pendidikan adalah:
1. Prof. H. Mahmud Yunus : Yang dimaksud pendidikan ialah suatu usaha yang
dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang
bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak
sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-
citanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa
yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa,
negara dan agamanya.
2. Prof. Dr. John Dewey : Menurutnya pendidikan merupakan suatu proses
pengalaman. Karena kehidupan merupakan pertumbuhan, maka pendidikan
berarti membantu pertumbuhan batin manusia tanpa dibatasi oleh usia. Proses
pertumbuhan adalah proses penyesuaian pada setiap fase dan menambah
kecakapan dalam perkembangan seseorang melalui pendidikan.
3. M.J. Langeveld : Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia
yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam
menolong anak untuk melakukan tugas-tugas hidupnya, agar mandiri dan
bertanggung jawab secara susila. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha
untuk mencapai penentuan diri dan tanggung jawab.
4. Prof. Herman H. Horn : Beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu
proses dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk yang telah berkembang

3
4

secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti
termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari
manusia.
5. Driyarkara : Pendidikan diartikan sebagai suatu upaya dalam memanusiakan
manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf yang insani.
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : Pendidikan yaitu sebuah proses
pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan
pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik.
Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada setiap
individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan
pendidikan yang diperolehnya.
7. Ki Hajar Dewantara : Menurutnya pendidikan adalah suatu tuntutan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang
setinggi-tingginya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah


usaha sadar dan terencana untuk mendapatkan pengalaman dan mengembangkan
potensi diri dengan proses pembelajaran sepanjang hidup. Sedangkan masa depan
adalah gambaran tentang kehidupan kita pada beberapa kurun waktu ke depan.
Pendidikan Masa Depan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki agar menjadi maju dalam proses
pembelajaran yang dilakukan untuk kehidupan pada waktu yang akan datang.
(Zahidi,2014).

B. Tantangan- Tantangan dalam Abad-21


Jacques Delors selaku ketua komisi internasional tentang pendidikan untuk
abad 21 dari persekutuan bangsa-bangsa dalam laporannya “Learning The
Treasure Within” mengemukakan tujuh ketegangan akan terjadi serta menjadi ciri
dan tantangan pendidikan abad 21 sebagai berikut :
1. Ketegangan antara global dengan lokal: Orang secara berangsur-angsur perlu
menjadi warga negara dunia tanpa tercabutnya akar-akar budaya mereka dan
5

karenanya turut serta berperan aktif sebagai bagian dalam kehidupan mereka
berbangsa dan bermasyarakat di tempat mereka tinggal.
2. Ketegangan antara universal dengan individual: kebudayaan pasti menjadi
bersifat global, tetapi hanya bersifat sebagian-sebagian. Kita tidak dapat
mengabaikan harapan-harapan yang dijanjikan oleh proses globalisasi dan
juga resiko-resikonya, serta tak sedikitpun melupakan sifat unik manusia
sebagai individu; dengan demikian resiko mereka, mereka harus memilih
masa depan mereka sendiri dan berhasil mencapai sepenuhnya kemampuan
mereka dalam khazanah kekayaan tradisi-tradisi budaya mereka yang terawat
dengan baik dan budaya mereka sendiri dapat terancam oleh perkembangan
mutakhir apabila tidak mereka sendiri yang merawatnya.
3. Ketegangan antara tradisi dengan kemodernan: hal ini merupakan bagaimana
tradisi dapat menyesuaikan diri pada perubahan tanpa harus kembali kemasa
lampau, bagaimana otonomi atau kemandirian dapat dicapai seiring dengan
perkembangan kebebasan orang lain dan bagaimana kemajuan ilmiah dapat
diterima dalam masyarat
4. Ketegangan antara pertumbuhan jangka panjang dengan jangka pendek:
dewasa ini, informasi berkembang pesat dan emosi terus menerus tertuju pada
masalah-masalah yang perlu pemecahannya. Masalah tersebut memerlukan
strategi dan perbaikan keadaan melalui perencanaan yang terencana yang
berefek pada pertumbuhan jangka panjang dan pendek.
5. Ketegangan antara perlunya kompetisi dengan kesamaan kesempatan: hal ini
merupakan maslah klasik yang dihadapi oleh para pengambil keputusan
dalam bidang ekonomi dan sosial serta pendidikan. Tekanan yang datang
merupakan dari kompetisi yang menyebabkan para pengambil keputusan
kehilangan wewenang.
6. Ketegangan antara perluasan pengretahuan yang berlimpah ruah dengan
kemampuan manusia untuk mencernanya: komisi tidak dapat menentang
terhadap perubahan pengetahuan baru. Oleh karena itu, perlu pembaharuan
kurikulum dan strategi untuk menghadapi perkembangan zaman.
7. Ketegangan antara spritual dengan material: nilai nilai yang disebut dengan
moral merupakan hal yang penting dalam mendorong setiap orang bertindak
6

berdasarkan tradisi. Kesenjangan yang terjadi antara agama dan adat


merupakan tantangan yang akan dihadapi pada abad 21

C. Visi Pendidikan Menghadapi Abad – 21


Bangsa Indonesia bercita-cita untuk hidup dalam kesejahteraan dan
kebahagiaan, duduk sama rendah dan tegak sama tinggi serta terhormat di
kalangan bangsa-bangsa lain di dunia global di Abad-21 ini. Semua ini dapat dan
harus dicapai dengan kemauan dan kemampuan sendiri, yang hanya dapat
ditumbuhkembangkan melalui pendidikan yang harus diikuti oleh seluruh anak
bangsa.
Tujuan pendidikan nasional di Abad-21 dapat dirumuskan sebagai berikut
ini. Pendidikan Nasional di Abad-21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan
kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global,
melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk
mewujudkan cita-cita bangsanya. (BSNP, 2010: 39)
Agar tujuan pendidikan tercapai, pendidikan harus sesuai dengan prinsip
pendidikan seumur hidup. Konsep pendidikan seumur hidup adalah kunci yang
memberikan jalan bagi perbedaan tradisional anatara pendidikan awal dengan
pendidikan berkelanjuitan. Menurut Fuad (2010) pendidikan seumur hidup
merupakan tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan
pengalaman-pengalaman pendidikan. Hal ini berarti pendidikan akan meliputi
seluruh rentang usia yang paling muda sampai yang paling tua. Secara singkat
belajar seumur hidup harus memberikan kemampuan bagi semuanya dengan
penyediaan kesempatan bagi masyarakat.
Pendidikan seumur hidup bagi peserta didik merupakan sisi lain yang
perlu memperoleh perhatian dan pemenuhan karena peserta didik menjadi tempat
awal bagi orang dewasa nantinya dengan segala kelebihan dan kekuranganya.
Menurut Hasbullah (2006) pengetahuan dan kemampuan anak memberi peluang
yang besar bagi pembangunan masa dewasa, dan pada giliranya masa dewasanya
menanggung beban hidupnya yang lebih ringan. Proses pendidikan menekankan
pada metodologi mengajar karena pada dasarnya diri peserta didikharus ditanam
7

kunci belajar, motivasi belajar, dan kepribadian yang kuat. Bagi seorang pendidik
sangat perlu untuk mengetahui visi pendidikan menurut UNESCO yang telah di
setting menjadi formulasi yang relevan bagi pendidikan untuk menghadapi
kuatnya persaingan peradapan abad 21 ini. Adapun Visi Pendidikan abad 21
menurut UNESCO memiliki empat pilar. Menurut Mudyahardjo (2012) visi
tersebut terdiri atas :
1. Learning to know ( belajar untuk mengetahui )
Secara harfiah atau terminologis makna dari learning to know adalah belajar
untuk mengetahui. Pada dasarnya kegiatan belajar apapun maksud tujuannya
adalah mengetahui bahan-bahan yang dipelajari agar seseorang mempunyai
banyak informasi yang kelak berguna. Adapun maksud subtansinya adalah
mengetahui yang tidak sebatas memiliki materi informasi yang sebanyak-
banyaknya, menyimpan dan mengingat selama-lamanya dengan setepat-tepatnya
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang telah diberikan akan tetapi kemampuan
memahami makna di balik materi ajar yang telah diterimanya (Mastuhu. 2003).
Dalam bahasa lain memahami makna tersirat dari yang tersurat.
Belajar yang seperti ini juga bukanlah persoalan memperoleh informasi
yang sudah dirinci, dikodifikasi melainkan menguasai instrumen-instrumen
pengetahuan itu sendiri dan hal itu dapat dipandang sebagai alat maupun tujuan
hidup (Delor, 1996). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk mencapai
berbagai tujuan, seperti memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi
lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi, dll. Adapun
sebagai hasil, pengetahuan merupakan dasar kepuasan memahami, mengetahui
dan menemukan.
Selain itu belajar untuk mengetahui juga diharapkan tumbuh kembangnya
kemampuan menangkap peluang untuk melakukan pendekatan ilmiah yang tidak
hanya melalui logika empiris semata, tetapi juga secara transedental yaitu
kemampuan mengaitkannya dengan nilai-nilai Ilahiyah. Dengan belajar ini
diharapkan mampu menuntun untuk dapat memahami hubungan antara ilmu
dengan ayat-ayat Allah baik qauliyah maupun kauniyah.
Wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi Muhammad saw adalah
perintah tuk membaca, walaupun Nabi tidak bisa membaca namun tetap disuruh
8

malaikat Jibril untuk membaca, membaca dan membaca. Secara eksplisit Allah
SWT ingin menghendaki hamba hamba-Nya untuk membaca baik dalam arti
harfiah membaca teks ataupun membaca dalam arti melihat, merenung,
menghayati alam dan lingkungan sekitar terhadap ayat-ayat Allah akan kebesaran-
Nya yang menandakan bahwa manusia harus tunduk dan bersyukur atas segela
karunia yang diberikan. Allah berfirman:

Artinya: (1) bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, (2)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, (4) yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Learning to know juga sering disebut juga dengan learning to think (belajar
bagaimana berpikir). Berpikir yang terus menerus ini bukan hal yang mudah.
Termasuk disini adalah sasaran agar berpikir secara rasional, tidak semata-mata
mengikuti kata-kata orang atau “membeo”, bahkan juga tidak mandeg atau
tumpul. Hasilnya akan menjadikan seseorang yang independen, gemar membaca,
mau selalu belajar, mempunyai pertimbangan rasional (logical thinking) tidak
semata-mata emosional dan selalu curious untuk tahu segala sesuatu.
2. Learning to do ( belajar untuk berbuat)
Learning to do (belajar bertindak/berbuat/berkarya) belajar berkarya erat
hubungannya dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari
perbuatan. Adapun maksud UNESCO dari learning to do adalah bagaimana
pendidikan mengajarkan perserta didik untuk mempraktekkan apa yang sudah
dipelajarinya dan mengarahkan pada kemampuan profesional terhadap dunia
pekerjaan dimasa depannya. Belajar ini merupakan konsekuensi logis dari
learning to know, yang berarti bahwa pendidikan melalui proses belajar
mengajarnya tidak sekedar transfer knowledge (memberi ilmu pengetahuan)
kepada peserta didik tapi diarahkan pada semangat berbuat, semangat
mengamalkan ilmu dan semangat-semangat lain yang searah dengan bertindak
sesuai ilmu yang didapatnya.
9

Belajar searah yang didominasi guru harus diminimalisir dan diganti


dengan belajar dua arah yaitu antara peserta didik dengan guru saling proaktif.
Ciri retorika yang lebih banyak dipakai harus diseimbangi dengan semangat
action yang besar pula. Bukanlah kemampauan berbuat yang mekanis dan
pertukangan tanpa pemikiran, tetapi action in thinking, berbuat dengan berpikir
(learning by doing). Dengan demikian, peserta didik akan terus belajar bagaimana
memperbaiki dan menumbuhkembangkan kerja, juga bagaimana mengembangkan
teori atau konsep intelektualitasnya. Bila istilah ini sedikit dipersempit ke arah
dunia kerja, maka learning to do ini harus terus dipompa pada diri peserta didik
untuk terus berkarya agar mampu menyesuaikan diri dan berpartisipasi dalam
masyarakat yang berkembang sangat cepat. Belajar berkarya berhubungan erat
dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari lahirnya perbuatan.
Sejalan dengan tuntutan perkembangna industri dan perusahaan, maka
keterampilan dan kompetensi kerja ini juga berkembang semakin tinggi, tidak
hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional tetapi
sampai pada kompetensi professional. Dan aspek yang ingin dicapai dalam visi ini
adalah ketrampilan anak didik alam menyelesaikan problem keseharian. Dengan
kata lain pendidikan diarahkan pada how to solve the problem. Dengan semangat
untuk terus berkarya atau berbuat akan tercipta mental yang kuat dalam diri
seseorang agar hidupnya terus bermanfaat dan tidak menyia-nyiakan waktu
barang sejenak. Selesai satu pekerjaan ia akan langsung beralih ke pekerjaan lain,
kalaupun tidak ada pekerjaan ia akan cari pekerjaan atau membuat pekerjaan. Dan
inilah salah satu ciri orang mukmin, sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain ( QS. Al-Insyrah : 7 )
Jadi arah yang dinginkan dari belajar berkarya adalah membentuk pribadi
peserta didik yang mengoptimalkan potensi diri dengan terus mengamalkan apa
sudah didapatkannya atau berkarya dalam kondisi apapun dan dimanapun,
sehingga ia menjadi bermanfaat baik bagi diri maupun orang lain.
3. Learning to be ( belajar untuk menjadi dirinya sendiri)
10

Learning to be (belajar menjadi diri sendiri) diartikan sebagai proses


pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Pendidikan melalui proses
pembelajaran juga harus mengarahkan peserta didik pada penemuan jati dirinya
yang utuh, sehingga mempunyai pijakan kuat dalam bertindak dan tidak mudah
terbawa arus, yang pada akhirnya menjadi manusia yang seluruh aspek
kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang baik intelektual,
emosi,sosial, fisik, moral maupun religiusitas.
Dalam konteks yang seperti demikian, peserta didik hendaknya
diberdayakan untuk berpikir mandiri dan kritis, membuat keputusan sendiri dalam
rangka menentukan apa yang harus dilaksanakannya di dalam berbagai konteks
kehidupan. Yang pada akhirnya, belajar menjadi diri sendiri akan membentuk
peserta didik berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di
masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil yang sesungguhnya merupakan
proses pencapaian aktualisasi diri dan dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu
berperan dalam lingkungannya dimana dia tinggal dan sekaligus mampu
menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Disamping itu, learning to be (belajar untuk tetap hidup) juga memberi arti
mengajarkan sadar lingkungan untuk menjaga bumi yang diuni dari kerusakan. Ini
juga erat kaitannya dengan tugas manusia sebagai khalifatullah fil ardh untuk
tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Firman Allah SWT :

Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah
memperbaikinya (QS Al-A’raf : 85)
Oleh karena itu pendidikan harus mendidik anak untuk sadar akan
lingkungannya agar bumi yang kita huni terjaga dan terpelihara. Ini sekaligus
menambah kejelasan adanya konteks etika dalam kehidupan bagi seseorang.
4. Learning to live together ( belajar untuk hidup bersama)
Learning to live together (belajar hidup bersama) merupakan pilar terakhir
yang mempunyai arti belajar untuk hidup bersama, bermasyarakat dan bersosial.
Bahwa kenyataan kehidupan di dunia ini adalah pluralisme, majemuk dan
beraneka ragam baik ras, agama, etnik dan sekte sehingga tidak mungkin
11

mengajarkan anak untuk hidup sendiri atau untuk diri sendiri karena
bagaimanapun juga seseorang butuh orang lain, sehingga jenis belajar ini adalah
mengajarkan untuk dapat bersosial dan bermanfaat di lingkungannya. Dalam
kehidupan yang berwarna ini, tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan,
kebudayaan, tradisi dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerja
sama dan hidup rukun, maka anak harus banyak belajar hidup bersama being
sociable (berusaha membina kehidupan bersama).
Menurut Jumadi (2010) konteks learning to live together terkait dengan
kemampuan peserta didik berperan sertra dan bekerja sama dengan orang lain
dalam semua kegiatan manusia. Dan ini mempunyai fungsi strategis terlebih di
masyarakat majemuk, perlu membangun peserta didik tidak hanya cerdas secara
mental, tetapi juga perlu cerdas secara sosial bahkan spiritual. Dalam laporanya,
UNESCO mengungkapkan bahwa jenis belajar ini merupakan salah satu persoalan
yang besar dalam pendidikan dewasa ini, karena atmosfer persaingan, perselisihan
atau pertengakaran begitu kental sehingga sering terjadi chaos hanya karena
masalah-masalah sepele yang pada akhirnya manusia lebih memilih egonya
sendiri dari pada kepentingan hidup bersama. Oleh sebab itu, masih menurut
UNESCO, bahwa pendidikan tampaknya harus menumpuh dua jalan yang saling
melengkapi untuk menghindarkan atau menyelesaikan perselisihan maupun
pertengakaran, yaitu menemukan orang lain dalam arti bersosial dan berkerjasama
ke arah tujuan bersama. Pemahaman akan pluralisme akan menyadarkan diri akan
nilai-nilai universal, seperti hak asasi manusia atau HAM,demokrasi dan
semacamnya sedangkan sikap inklusivisme yang hanya mau hidup sendiri dan
tidak memperhitungkan orang lain tidak dapat bertahan lama. Kenyataan ini
semakin konkrit lagi dengan adanya globalisasi yang dikuasai oleh alat-alat
teknologi komunikasi, dimana pluralisme
Secara naluriah manusia memang human social (manusia sosial) yang
hidup berkelompok, tidak menyendiri. Sejak kecil hingga besar nalurinya sudah
membimbing untuk hidup bersama. Akan tetapi mengandalkan naluri saja tidaklah
cukup harus iarahkan melalui pendidikan, dan learning to live together sebagai
salah satu cara untuk menguatkan visi pendidikan agar nilai-nilai sosial jangan
sampai luput diajarkan pada diri anak, tidak sekedar bersosial tapi bagaimana ia
12

apat bermanfaat di tengah sosialnya. Dan masyarakatpun juga ikut berpartisipasi


aktif agar terwujud masyarakat kuat, bermartabat serta bermoral, tanpa saling
membantu hanya akan sia-sia. Bukankah Allah sendiri menciptakan manusia
didunia ini untuk saling mengenal satu sama lain agar saling terjadi tali
persaudaraan dan tolong menolong antar sesama. Allah SWT berfirman:

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal (QS Al-Hujurat : 13)
Melalui tiga tahap proses belajar mengetahui, belajar berkarya, belajar
menjadi diri pada akhirnya ia harus belajar hidup bersama di tengah masyarakat
yang majemuk, bukan menjadi pelengkap tapi menjadi pribadi yang berguna baik
untuk agama, masyarakat dan negara.
D. Ciri-ciri Pendidikan Masa Depan
Untuk bisa mengikuti tantangan abad ke 21 dan perkembangan zaman
dengan baik, maka dari itu pendidikan masa depan setidaknya memiliki ciri,
sebagai berikut.
1. Peserta didik secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajarinya.
2. Peserta didik secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuannya.
3. Penguasaan materi dan juga mengembangkan karakter peserta didik (life-long
learning).
4. Penggunaan multimedia.
5. Guru sebagai fasilitator, evaluasi dilakukan bersama dengan peserta didik.
6. Terpadu dan berkesinambungan.
7. Menekankan pada pengembangan pengethuan. Kesalahan menunjukkan
proses belajar dan dapat digunakan sebagai salah satu sumber belajar.
8. Iklim yang tercipta lebih bersifat kolaboratif, suportif, dan kooperatif.
9. Peserta didik dan guru belajar bersama dalam mengembangkan, konsep, dan
keterampilan.
13

10. Penekanan pada pencapaian target kompetensi dan keterampilan.


11. Pemanfaatan berbagai sumber belajar yang ada di sekitar.
Untuk memantapkan ciri pendidikan masa depan yang diuraikan
sebelumnya, maka dengan demikian pendidikan masa depan harus mengarahkan
pembelajarannya terfokus pada beberapa keterampilan yang harus ditanamkan
pada pebelajar. Keterampilan tersebut, antara lain :
1. Keterampilan Penelitian
2. Keterampilan Komunikasi
3. Keterampilan Berpikir
4. Keterampilan Sosial
5. Keterampilan Mengatur diri sendiri
6. Keterampilan Hidup
Sehingga pada akhir pembelajaran suatu jenjang pendidikan setiap pebelajar
bisa menjadi seperti yang diungkapkan oleh Ken Kay, President Partnership for
21st Century Skills, antara lain :
1. Pemikir yang kritis
2. Seorang penyelesai masalah
3. Seorang inovator
4. Dapat berkomunikasi secara efektif
5. Dapat berkolaborasi secara efektif
6. Dapat mengarahkan diri sendiri
7. Paham akan informasi dan media
8. Paham dan sadar akan masalah global
9. Memikirkan kepentingan umum
10. Terampil dalam keuangan, ekonomi dan kewirausahaan
Dengan demikian pendidikan akan membawa angin segar bagi seluruh umat
manusia. Satu hal yang perlu kita pahami melalui ungkapan McKenzie, yaitu
“untuk mendidik dan menghasilkan orang dewasa yang tidak sekedar menjadi
penduduk dunia namun juga mencoba untuk menciptakan dunia masa depan yang
cocok untuk semua penduduknya”. Inilah sebenarnya yang diharapkan. Mudahan
apa yang diharapkan ini bisa terwujud dengan cepat.
14

E. Implementasi Pendidikan Masa Depan


1. Sekolah Masa Depan
Untuk membiayai perlengkapan teknologi sering menjadi kendala
sehingga beban untuk pendidikan semakin berat terutama penyelenggara
pemerintah setempat. Tetapi kebanyakan pemerintahan setempat tidak
mempunyai cara untuk mendapatkan dana ekstra untuk pengeluaran tersebut.
Ujung-ujungnya yang miskin menjadi semakin miskin dan yang kaya semakin
kaya, sehingga terjadi kesenjangan antara pendidikan di sekolah-sekolah favorit
dan sekolah-sekolah yang berfasilitas kurang.
Perubahan paradigma baru mengenai sekolah dimana sekolah dalam
peradaban yang semakin tinggi diperlukan informasi teknologi yang memadai
agar tidak tertinggal jauh dan dapat bersaing dalam era global yang mengalami
perubahan sangat cepat.
Berikut ini dibahas studi keefektifan sekolah masa depan:
a. Teknologi informasi dalam dunia pendidikan
Masa depan para guru dan siswa pada era teknologi yang tinggi tidak lagi
dibatasi waktu dan ruang kelas yang terdapat dilembaga pendidikan namun guru
dan siswa sudah dihubungkan dengan sebuah jaringan komputer dan Net. Begitu
pulang kalau para siswanya ingin konsultasi dengan sang guru dapat mereka
lakukan lewat net. Sekolah-sekolah bahkan dapat mendirikan ruang kelas maya
bagi para siswa untuk memecahkan masalah masalah mereka atau untuk
mengeksplorasi pelajaran yang berbeda beda, yang menarik mereka. Para guru
dan siswa dari berbagai kelas dan tingkatan dapat bergabung dalam diskusi
diruang kelas maya ini. Pembelajaran menjadi tak terbatas dalam ruang dan
waktu. Pembelajaran jarak jauh dan pengajaran lewat internet dapat dilakukan
dengan efektif sehingga siswa pergi ke sekolah memberi kemungkinan tidak
hanya mendapat pengetahuan dan proses sosialisasi yang tidak dapat diperoleh
dalam pembelajaran lewat internet. Komputer tidak dapat mengambil seluruh
fungsi sekolah namun dalam penyebaran teknologi informasi, dapat bergeser
dari pembelajaran bersama yang disentralisasikan menjadi pembelajaran yang
diindividualkan, yang di desentralisasikan.
15

b. Pembelajaran pendidikan dan pengaruh dirumah


Pada masa depan nanti menurut Wen (2003:93) ada orang yang akan
kembali ke zaman ketika mereka kebanyakan diajar di rumah. Orang tua
memikirkan dan mempertimbangkan bahwa anaknya lebih baik dididik dengan
cara lain seperti diajari di rumah atau berpartisipasi dalam kelompok–kelompok
pendidikan kecil secara privat. Tingkat pencapaian dapat dipantau dengan uji
publik.
c. Pembelajaran Pendidikan dan Pengetahuan yang bersifat keterampilan khusus
Sekolah masa depan akan berubah dari sekolah dengan maksud umum
menjadi sekolah dengan maksud khusus. Yang diajarkan sekolah di masa lalu
adalah pengetahuan umum, tetapi sekolah masa depan mungkin akan menjadi
pusat pelatihan dalam ketrampilan atau pembelajaran khusus, sehingga siswa
dapat menganggap di mana-mana adalah sekolahku dan semua orang adalah
guruku.
d. Sekolah yang diremormasikan
Di masa depan sekolah-sekolah yang baik bisa berkembang tanpa batas.
Sekolah-sekolah yang rendah kualitasnya akan tersingkirkan karena kurangnya
siswa. Sekarang sekolah-sekolah masih terbatas pada ruang kampus dan
tersedianya guru. Mereka hanya dapat menampung siswa hingga jumlah tertentu,
tetapi dengan Net sebuah sekolah yang semula hanya dapat menampung
beberapa ribu siswa bisa menjadi sebuah sekolah besar dengan beberapa juta
siswa, hal ini bukannya mustahil.
Menurut Mortimore (1991) faktor yang sensitif dalam perkembangan
manajemen siswa dan guru di sekolah, keterlibatan siswa, lingkungan yang
kondusif dan iklim sekolah positip, merupakan hal yang penting diidentifikasi.
Sebuah contoh kongkret, seorang kepala sekolah harus melakukan pengecekan
secara langsung ke bawah di mana ditemukan outcomes siswa sangat rendah dan
guru-guru kurang perhatian. Orang tua wali murid sangat vokal dan kritis serta
komunitas yang menginginkan perubahan ke arah kebaikan siswa dan staff.
Dalam hal ini diperlukan strategi manajemen dan kemampuan dari seorang
kepala sekolah menjadikan sekolah tersebut sebuah model sekolah yang efektif.
16

Untuk menjadikan sekolah efektif diperlukan pilihan suatu proses


perkembangan secara cepat untuk melakukan perubahan setelah pengecekan
langsung ke bawah. Di Inggris misalnya sekolah dipercaya untuk :
1) Membuat Pengantar Kurikulum Nasional dengan keputusan yang penting
dalam pembuatan
2) Mengoperasikan sistem manajemen lokal sekolah dengan pelatihan ilmu
manajemen yang berbasis sekolah.
3) Kompetensi siswa yang rendah dikembangkan menjadi lebih optimal
(Mortimore,1991:159). Untuk perkembangan masa depan sekolah
diperlukan sebuah bentuk model keluaran sekolah.
2. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
Dalam pengelolaan sekolah peran kepala sekolah sangat menonjol. Bukti
bahwa peran tersebut sangat kuat, hasil penelitian menunjukkan bahwa
keberadaan kepala sekolah yang baik, sangat besar sumbangannya terhadap
sekolah yang efektif. Menurut Standfield dkk (dalam Mudjiarto, 2001: 12)
berdasarkan hasil penelitian dari pola sekolah yang efektif kepala sekolah
dipandang sebagai “Ksatria” yang menyelamatkan anak-anak dengan
memberikan pendidikan yang efektif. Perubahan perbaikan dari prestasi
rendah, disiplin yang tak terwujud dan moral staf yang kurang baik diharapkan
menjadi lebih baik, dengan pendekatan terhadap perbaikan pengajaran dalam
empat aspek yaitu: disiplin, prestasi, sikap dan kepribadian. Semua aspek
tersebut ditumbuhkan dengan berdasarkan pada harapan-harapan yang tinggi,
terciptanya suasana emosi yang positip, pelaksana supervisi yang obyektif, dan
penggunaan teknik kepemimpinan yang sesuai oleh kepala sekolah. Untuk
mencapai itu dibutuhkan kepemimpinan kepala sekolah yang kuat harapan
yang tinggi yang disuarakan oleh seluruh warga sekolah, iklim belajar di
sekolah yang teratur, penekanan yang kuat pada ketrampilan-ketrampilan dasar
mengajar, evaluasi yang sering diadakan serta pemantauan terhadap kemajuan
siswa secara kontinyu. (Mujiarto, 2001: 13-14).
3. Guru masa depan
Untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa di sekolah yang baik
dibutuhkan guru yang memenuhi syarat kualifikasi yang tinggi dan mampu
17

menghadapi banyak perubahan dalam pendidikan masa depan dan


membimbing para siswanya dengan lancar di abad baru ini.
a. Peran Guru di Masa Lalu, Zaman Sekarang, dan Masa Depan
Peran guru di masa lalu sangat mempengaruhi pola pikir, cara pandang
dan perilaku seumur hidup siswanya dan sangat dihormati serta dianggap orang
terpenting kedua setelah orang tua, namun di jaman sekarang perkembangan
guru mulai jatuh dan mengenaskan, ini karena selama beberapa puluh tahun
terakhir menganggap guru sebagai tenaga kerja murahan untuk meneruskan
pengetahuan. Ada anggapan bahwa apa yang diajarkan tidak sesuai dengan
muatan ujian sehingga guru les privat menjadi populer karena
mengkompensasi apa yang kurang diajarkan guru di sekolah dan sesuai dengan
muatan ujian.
Peranan guru di masa depan dapat ditingkatkan dengan penggunaan
teknologi komputer, peran guru semakin nyata, pengetahuan informasi
teknologi dapat dikembangkan secara maksimal dan membimbing kurikulum.
Guru dituntut kreatif yang mampu memenuhi kebutuhan orang lain,
mempunyai kompetensi-kompetensi inti dan kemampuan-kemampuan khusus.
Peran guru di masa depan mencakup bimbingan kurikulum, mengevaluasi
kemajuan pembelajaran, bimbingan dalam seni menjalani kehidupan, konseling
dalam perencanaan kehidupan dan pengembangan kreativitas serta potensi.
Kemampuan-kemampuan penting guru di masa depan yaitu:
1. Ketrampilan berkomunikasi.
2. Ketrampilan computer.
3. Memberikan Pengaruh Positip (Wen ,2003: 99-118).
Keefektifan dan kemampuan guru merupakan salah satu karakteristik
yang berpengaruh pada prestasi akademik siswa di sekolah dimana semakin
efektif dan kemampuan tinggi guru melakukan tugas maka akan semakin tinggi
prestasi akademik siswa (Mujiarto, 2001: 53). Di PBM guru sangat
menentukan kualitas lulusan, namun perlu kebersamaan dalam unsure
komponen sekolah yaitu kepala sekolah, guru administratif serta keterlibatan
orang tua guna mendukung keberhasilan anak didik.
18

b. Peran orang tua dan pendidikan


Di dalam pendidikan anak-anak seharusnya mempunyai kebebasan
sendiri untuk menentukan apa yang akan dipelajari apakah mereka mengejar
studi akademik ataukah hanya sampai pada sekolah menengah. Sama dengan
pengembangan pengetahuan, kalau seseorang anak ingin meningkatkan
cadangan pengetahuannya, ia bisa terus belajar, kalau ia merasa cukup
pengetahuannya dan ingin bekerja seharusnya mereka diizinkan untuk bekerja.
Salah satu bentuk dari kesadaran orang tua terhadap keberhasilan
pendidikan anaknya adalah dengan memberikan perhatian. Sumadi Suryabrata
(2006: 14) mengemukakan bahwa terdapat dua definisi mengenai perhatian
yang diberikan oleh para ahli psikologi yaitu: (1) perhatian adalah pemusatan
tenaga psikis tertuju kepada suatu objek dan (2) perhatian adalah banyak
sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.
Namun orang tua harus mengetahui kemampuan dasar yang harus
dimiliki seorang anak untuk masa depan yaitu: mengenal sebanyak mungkin
kemampuan berbahasa, yang nantinya berhubungan dengan orang lain. Di
masa depan apabila tidak mengenal bahasa asing maka akan memiliki daya
saing yang terkikis. Kemampuan dasar yang kedua yaitu pertimbangan.
Pendidikan pengetahuan dapat diefektifkan dengan bantuan komputer. Hanya
pertimbangan yang baiklah maka dapat mencegah seorang anak kehilangan
arah dan teguh terhadap prinsip-prinsip yang dipegang seandainya
dilingkungan yang tidak sehat. Peranan orang tua dalam pendidikan
diantaranya :
1. Pembelajaran mandiri bagi anak maupun orang tua sendiri setelah anak
besar.
2. Mengubah peranan dari melindungi menjadi penolong.
3. Mengubah anggapan bahwa anak lemah (Wen , 2003: 119-126).
Menurut Mudjiarto (2001: 74) peranan orangtua perlu dilibatkan dalam
kegiatan sekolah termasuk dukungan orangtua terhadap program dan tujuan
yang ingin dicapai sekolah secara konsisten. Pengontrolan anak dapat lebih
ketat dan disiplin dalam keaktifan dalam mengikuti PBM. Pelibatan orangtua
tidak hanya bersifat bantuan dana saja namun program dan perencanaan
19

partisipatori sekolah sehingga tercipta hubungan yang baik antara sekolah dan
orangtua.
Keberanian sekolah dibutuhkan untuk menggugah orangtua agar perlu
memperhatikan sekolah anaknya dan dapat meningkatkan motivasi belajar
siswanya.
Dalam al-quran suray at-taubah ayat 122. Menjelaskan tentang wajibnya
menuntut ilmu.

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (QS At-Taubah ayat 122).

F. Pendidikan Masa Depan Bagi Indonesia


Dari jaman ke jaman, pendidikan muncul dalam berbagai bentuk dan
paham. Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Indonesia dapat dibagi secara urutan
waktu kurang lebih sebagai berikut: (a) jaman pra-kolonial: masa prasejarah dan
masa sejarah, (b) jaman kolonial ketika sistem pendidikan ‘modern’ dari Eropa
diperkenalkan, dan (c) jaman kemerdekaan RI yang berlangsung hingga sekarang.
Masing-masing jaman memiliki corak dan bentuk tersendiri.
Di Indonesia pendidikan nasional dilaksanakan berdasarkan latar
kemasyarakatan dan kebudayaan Indonesia. Dewasa ini perkembangan
kebudayaan sangat cepat serta meliputi seluruh aspek kehidupan.Percepatan itu
terjadi karena pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tidak dapat disangkal lagi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan salah satu penyebab dan pemicu perubahan dalam dunia pendidikan.
Dengan ditemukan dan dikembangkannya internet – sebuah jejaring raksasa yang
menghubungkan milyaran pusat-pusat data/informasi di seluruh dunia dan
20

individu/komunitas global – telah merubah proses pencarian dan pengembangan


ilmu dalam berbagai lembaga pendidikan. Melalui search engine seorang ilmuwan
dapat dengan mudah mencari bahan eferensi yang diinginkannya secara “real
time” dengan biaya yang teramat sangat murah; sementara dengan memanfaatkan
“electronic mail” para ilmuwan berbagai negara dapat berkolaborasi secara efektif
tanpa harus meninggalkan laboratoriumnya; atau dengan mengakses situs
repositori video seorang mahasiswa dapat melihat rekaman kuliah dosen dari
berbagai universitas terkemuka di dunia. Semua itu dimungkinkan karena bahan
ajar dan proses interaksi telah berhasil “didigitalisasikan” oleh kemajuan
teknologi. Salah satubutir kesepakatan Konferensi WSIS (World Summit of
Information Society)tahun 2004 di Jenewa, telah disepakati bahwa paling lambat
tahun 2015, seluruh sekolah-sekolah hingga kampus-kampus di seluruh dunia
telah terhubung ke internet. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses tukar
menukar pengetahuan dan kolaborasi antar siswa-siswa dan guru-guru di seluruh
dunia untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Dengan adanya dan mudahnya akses terhadap berbagai pusat
pembelajaran melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, maka
peran guru/dosen dan peserta didik pun menjadi berubah. Kalimat “the world is
my class” mencerminkan bagaimana seluruh dunia beserta isinya ini menjadi
tempat manusia pembelajar meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya,
dalam arti kata bahwa proses pencarian ilmu tidak hanya berada dalam batasan
dinding-dinding kelas semata. Peran guru pun tidak lagi menjadi seorang
“infomediary” karena sang peserta didik sudah dapat secara langsung mengakses
sumber-sumber pengetahuan yang selama ini harus diseminasi atau
didistribusikan oleh guru/dosen di kelas. Guru akan lebih berfungsi sebagai
fasilitator, pelatih (“coach”), dan pendamping para siswa yang sedang mengalami
proses pembelajaran. Bahkan secara ekstrim, tidak dapat disangkal lagi bahwa
dalam sejumlah konteks, guru dan murid bersama-sama belajar dan menuntut ilmu
melalui interaksi yang ada di antara keduanya ketika sedang membahas suatu
materi tertentu. Di samping itu, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar pun
harus diperluas melampaui batas-batas ruang kelas, dengan cara memperbanyak
interaksi siswa dengan lingkungan sekitarnya dalam berbagai bentuk metodologi.
21

Berpegang pada prinsip bahwa setiap individu itu unik dan memiliki
talentanya masing-masing, maka metode belajar mengajar pun harus
memperhatikan keberagaman “learning style” dari masing-masing individu. Oleh
karena itulah model belajar yang menekankan pada ciri khas dan keberagaman ini
perlu dikembangkan, seperti misalnya yang diperkenalkan dalam: PBL (Problem
Based Learning), PLP (Personal Learning Plans), PBA (Performance Based
Assessment), dan lain sebagainya. Di samping itu, harus pula ditekankan model
pembelajaran berbasis kerjasama antar individu tersebut untuk meningkatkan
kompetensi interpersonal dan kehidupansosialnya, seperti yang diajarkan dalam
konsep: Cooperative Learning, Collaborative Learning, Meaningful Learning, dan
lain sebagainya. Adalah merupakan salah satu tugas utama guru untuk
memastikan bahwa melalui mekanisme pembelajaran yang dikembangkan, setiap
individu dapat mengembangkan seluruh potensi diri yang dimilikinya untuk
menjadi manusia pembelajar yang berhasil.
Besarnya pengaruh media (seperti televisi, surat kabar, majalah, internet,
dan radio) terhadap masyarakat secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kondisi kognitif peserta didik – dalam arti kata bagi mereka akan lebih mudah
menggambarkan kejadian atau hal-hal yang nyata (faktual) dibandingkan dengan
membayangkan sesuatu yang bersifat abstrak. Oleh karena itulah maka materi ajar
pun harus mengalami sejumlah penyesuaian dari yang berbasis konten menjadi
berorientasi pada konteks.
Tantangan yang dihadapi dalam hal ini adalah mengubah pendekatan pola
penyelenggaraan pembelajaran dari yang berorientasi pada diseminasi materi dari
sebuah mata ajar menjadi pemahaman sebuah fenomena dipandang dari berbagai
perspektif ilmu pengetahuan (multidisiplin atau ragam mata ajar). Contoh-contoh
kasus sehari-hari yang ditemui di masyarakat, problem-problem yang bersifat
dilematis atau paradoksial, tantangan riset yang belum terpecahkan, simulasi
kejadian di dunia nyata, hanyalah merupakan sejumlah contoh materi ajar yang
kontekstual dan dapat dicerna oleh peserta ajar dengan mudah. Paling tidak
manfaat yang dapat segera diperolah dari model pembelajaran berbasis multi
disiplin ilmu ini adalah bahwa yang bersangkutan dapat mengerti konteks ilmu
yang diberikan dalam penerapannya sehari-hari dan di saat yang sama diperoleh
22

sejumlah alternatif pemecahan masalah yang dapat diimplementasikan dalam


kehidupan nyata.
Karena setiap individu berusaha untuk mengembangkan potensi diri
berdasarkan bakat dan talenta yang dimilikinya, yang didorong dengan cita-cita
atau target pencapaian dirinya di masa mendatang, maka struktur kurikulum yang
diterapkan pun harus dapat di-customised(tailor made curriculum) sesuai dengan
kebutuhan dan rencana atau agenda masing-masing individu. Mengembangkan
kurikulum mandiri berbasis individu ini bukanlah pekerjaan yang mudah.
Diperlukan suatu desain dan konsep yang matang serta terbukti efektif dalam
implementasinya. Disamping itu perlu adanya sejumlah prasyarat atau prakondisi
yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum menerapkan struktur kurikulum
seperti ini, antara lain: kesiapan fasilitas dan sarana prasarana, kematangan peserta
ajar, infrastruktur dan suprastruktur manajemen institusi yang handal, konten
pengetahuan yang lengkap, dan lain sebagainya.
Model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan abad 21 tersebut hanya
akan dapat terwujud jika terjadi pergeseran pola pikir dan pola tindak dalam
berbagai konteks penyelenggaraan proses pendidikan dan pengajaran. Berikut ini
adalah sejumlah pergeseran paradigma yang diyakini perlu dilakukan oleh
segenap pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas dan
relevansi pendidikan memasuki dunia moderen tersebut.
Pergeseran tata cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan
pembelajaran di dalam kelas atau lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat
peserta didik menimba ilmu. Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran:
1. Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.Jika dahulu biasanya
yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan
menulis – maka saat ini guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya
saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari
pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya
2. Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang
terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat
interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk
23

komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui


berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.
3. Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat
bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata,
maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan
dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.
4. Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja
mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar
mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara
memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
5. Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata Jika dahulu contoh-contoh
yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat
ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan
konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.
6. Dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim Jika dahulu proses
pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu,
maka yang harus dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang
mengedepankan kerjasama antar individu.
7. Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan .Jika
dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi
yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benar-benar ilmu
atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara
sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang
diberikan).
8. Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke sehala penjuru. Jika dahulu
siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi
yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan
komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran
(kognitif, afektif, dan psikomotorik).
9. Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu ilmu guru hanya
mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru
24

dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang


tersedia – baik yang bersifat konvensional maupun moderen.
10. Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif Jika dahulu siswa harus
selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya,
maka saat ini harus ada dialog antar guru dan siswa untuk mencapai
kesepakatan bersama.
11. Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu seluruh siswa
tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka
sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan
ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.
12. Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara
seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan
saat ini justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing
individu.
13. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak Jika
dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik
dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
14. Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh
kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang ini siswa diberi
kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing-
masing.
15. Dari pemikiran faktual menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di
dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan
pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan
kritis untuk menyelesaikannya.
16. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Jika dahulu
yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa,
maka dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran
pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya.
(BSNP, 2010)
25

Akhirnya, perubahan hanya dapat terjadi dan memberikan dampak yang


bermakna jika dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong.
Untuk itulah maka diperlukan keberanian untuk meninjau kembali system
pendidikan nasional yang dimiliki saat ini, mengkaji celah yang ada dengan
kebutuhan karakteristik sistem pendidikan abad 21, dan menentukan program-
program yang harus segera dilaksanakan untuk menutup kesenjangan dan
mengejar kemajuan yang terjadi di dunia pendidikan nasional.

G. Pendidikan Masa Depan Menurut Pandangan Islam


Globalisasi sebagai fenomena yang bisa mempengaruhi pendidikan Islam,
apalagi dengan adanya banyak pendapat dan sikap dalam memaknai globalisasi, di
antaranya ada yang bersikap pesimis dalam menyikapi globalisasi ini disebabkan
oleh pengertian global, karena cepatnya teknologi dan informasi media akan
berakibat pada ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapinya baik berupa
sosial, budaya, agama, ekonomi, pendidikan dan lainnya, kemudian ada yang
bersikap secara kritis positif tentang fenomena globalisasi dan pengaruhnya dalam
pendidikan Islam dan yang lain ada juga yang bersikap bahwa globalisasi
mempunyai pengaruh positif pada pendidikan Islam, jika peneliti ataupun
ilmuwan kritis terhadap fenomena perkembangan globalisasi karena dianggap
akan mengajak dan membawa ikatan persatuan dari orang-orang yang mempunyai
perbedaan pola pikir dan sikap seperti agama, ras, suku, bahasa, agama dan lainya.
Menurut Abuddin Nata dari sudut peristilahan kata globalisaasi
sebenarnya masih mengalami problem karena realitas serta subyektifitas
pemakaian kata tersebut, namun globalisasi secara sederhana dapat ditunjukkan
dalam bentuk perluasan skala, pengembangan wilayah, dan percepatan pengaruh
dari arus dan pola-pola interregional dalam interaksi sosial. (Nata, 2003)
Tantangan yang dihadapi oleh dunia muslim di era globalisasi ada dua hal,
yakni yang bersifat subyektif dan bersifat obyektif. (Ja’far, 1988) Yang bersifat
subyektif berasal dari perasaan terasing yang sedemikian mendalam terhadap
kebudayaan sendiri, sebagai akibat dominasi budaya barat yang berlangsung
sedemikian lama. Perasaan terasing ini nampak jelas dalam rasa rendah diri,
dalam sikap agresif terhadap orang lain, dan dalam sukarnya mencari kesepakatan
untuk bertindak. Sedangkan masalah obyektif disebabkan oleh banyaknya kaum
26

elit. Dalam konteks ini pendidikan agama Islam memainkan peranan yang penting
di dalam proses globalisasi. Reformasi pendidikan agama Islam bukan hanya
pelengkap tetapi menjadi salah satu komponen penting yang cukup berpengaruh
di dalam berbagai proses globalisasi sebab begitu urgenya peran pendidikan
agama Islam dalam kehidupan masyarakat, maka perlu kiranya memahami sejauh
mana posisi pendidikan agama Islam di dalam merespon berbagai persoalan
kemasyarakatan dan negara. Untuk itu, perlu usaha-usaha yang keras menghadapi
globalisasi harus dikerjakan oleh pemikir muslim. Reformasi Pendidikan
merupakan salah satu bentuk terwujudnya human capital harus didesain
sedemikian rupa sekiranya mampu mencetak sumber daya manusia yang tetap
kukuh keimanan dan ketakwaannya, siap berlaga dan sukses di era globalisasi.
(Qodri, 2003)
Berkaitan dengan reformasi dan globalisasi, pendidikan merupakan
harapan pasar ekonomi dan kebutuhan pasar global. Misalnya, penyediaan bidang
studi yang dibutuhkan pasar domestik sampai yang menjadi trand bagi kebutuhan
pasar global. Hal ini amat penting untuk dicermati, agar output pendidikan benar-
benar terjual dan bersaing di pasar global. Pendidikan menurut pandangan Islam
merupakan salah satu bagian tugas kekhalifahan manusia yang mesti dilaksanakan
dengan tanggung jawab, pertanggungjawaban itu dapat dituntut jika ada aturan
dan pedoman pelaksanaan. Penjelasan mengenai pendidikan Islam memberikan
adanya penekanan terhadap makna pendidikan kepada pembinaan kepribadian,
penerapan metode dan pendekatan yang bersifat teoritis dan praktis ke arah
perbaikan sikap mental yang memadukan antara iman sekaligus amal sholeh yang
tertuju kepada individu dan masyarakat luas. Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits. (A tafsir, 2004)
Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan
keimanan. Pendidikan di sekolah juga demikian. Sejarah telah membuktikan
bahwa pendidikan yang tidak atau kurang memperhatikan pendidikan keimanan
akan menghasilkan lulusan yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu
akan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama, dapat menghancurkan sendi-
sendi kehidupan bersama, bahkan dapat menghancurkan negara bahkan dunia.
27

Lulusan sekolah yang kurang kuat imannnya akan sangat sulit menghadapi
kehidupan pada zaman global.
Berdasarkan pemikiran yang berperspektif Islam tersebut, pendidikan
sekolah untuk masa depan haruslah memiliki kurikulum utama yang terdiri atas:
a. Pendidikan agama, agar lulusan beriman kuat, dari iman inilah akan tertanam
akhlak mulia, pendidikan keimanan Islam akan memberikan kemampuan
kepada lulusan untuk mampu hidup di zaman global yang penuh dengan
tantangan dan kompetisi yang ketat, lulusan harus mampu mengatasi
tantangan dan jadi competitors sukses.
b. Pendidikan bahasa, agar mampu berkomunikasi dan bekerjasama ditingkat
dunia pada zaman global ini, untuk mencapai ini sebaiknya sejak SLTA
digunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
c. Pendidikan keilmuan, agar lulusan mampu meneruskan pendidikannya ke
tingkat lebih tinggi, di tingkat perguruan tinggi harus sampai ke tingkat ahli
yaitu ia mampu mengembangkan ilmu atau mampu mengerjakan sesuatu
keahlian tingkat tinggi.
d. Pendidikan ketrampilan kerja sekurang-kurangnya satu macam, agar lulusan
dapat mencari kehidupan bila tidak bekerja pada sektor formal sesuai keahlian.
Berdasarkan itu, perlu dipertimbangkan model-model kurikulum sekolah
berikut yang pada dasarnya ditujukan ke dua arah, kemampuan kerja dan
keilmuan:
1) Tujuan untuk keilmuan, model kurikulumnya sebagai berikut
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
c) Salah satu bidang ilmu
2) Tujuan kemampuan kerja, model kurikulumnya sebagai berikut:
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
c) Salah satu bidang keterampilan
3) Tujuan untuk keilmuan dan kemampuan kerja
a) Agama (sebagai core kurikulum)
b) Bahasa
28

c) Salah satu bidang ilmu


d) Salah satu bidang keterampilan

Untuk itu dalam menghadapi era globalisasi, perlu adanya gerakan dalam
upaya reformasi pendidikan Islam sesuai dengan tuntutan dan perubahan
masyarakat maka diperlukan upaya secara terencana, sistimatis dan mendasar,
yaitu perubahan pada konsepsi, isi, praktek, dan program pendidikan Islam
dilakukan upaya pembaruan sebagai berikut: (1) perlu pemikiran untuk
menyususun kembali “konsep pendidikan Islam yang benar-benar didasarkan
pada asumsi dasar tentang manusia, terutama pada fitrah atau potensinya (Jasin
1985) dengan memberdayakan potensi-upaya yang ada pada diri manusia sesuai
dengan harapan, tuntutan dan perubahan masyarakat, (2) pendidikan Islam
hendaknya didisain menuju pada integritas antara ilmu-ilmu naqliah dan ilmuilmu
‘aqliah, sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara ilmu-ilmu yang disebut ilmu
umum dan agama sebab dalam pandangan Islam, semua ilmu pengetahuan
bersumber dari Allah SWT. (3) “pendidikan didisain menuju tercapainya sikap
dan perilaku “toleransi”, lapang dada dalam berbagai hal dan bidang, terutama
toleran dalam perbedaan pendapat dan penafsiran ajaran Islam, tanpa melepaskan
pendapat atau prinsipnya yang diyakini, (4) pendidikan yang mampu
menumbuhkan kemampuan untuk berswadaya dan mandiri dalam kehidupan, (5)
pendidikan yang menumbuhkan etos kerja, mempunyai aspirasi pada kerja,
disiplin dan jujur (Qodri, 2003) (6) pendidikan Islam hendaknya didisain untuk
menyiapkan generasi Islam yang berkualitas untuk mampu menjawab tantangan
dan perubahan masyarakat dalam semua sektor kehidupan, (7) pendidikan Islam
perlu dikonsep secara terencana, sistimatik, dan mendasar agar fleksibel terhadap
perubahan masyarakat di era globalisasi.

H. Pendidikan Masa Depan Menurut Pandangan Barat


Dunia dewasa ini mengalami perubahan yang besar. Pengaruh revolusi
teknologi sangat dirasakan di dalam mengubah cara hidup, penyerapan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, hubungan antar manusia yang serba cepat
sehingga batasan negara, wilayah atau masyarakat menjadi kabur. Untuk itu akan
dibahas pendidikan masa depan di Negara Jepang.
29

Negara Jepang merupakan negara yang sukses dalam memajukan


pendidikannya terlihat pada pengaturan sistem pendidikannya yang tertata dengan
baik dimana seluruh lembaganya berkerjasama dan melaksanakan peranannya
masing-masing secara optimal mulai dari lembaga administrasi, lembaga
pendidikan, lembaga pengawas kurikulum dll. Serta adanya dukungan yang baik
antarapemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua yang turut berperan
terhadap majunya pendidikan di negara tersebut. Kerjasama yang baik antar
seluruh komponen negara inilah yang mampu membawa kesuksesan negara
Jepang hingga mampu mencapai seluruh tujuan-tujuan pendidikan yang
dicanangkannya kurang dari 25 tahun dan tercatat sebagai negara dengan kualitas
dan sistem pendidikan terbaik se-Asia, sungguh prestasi yang mengagumkan.
Pendidikan wajib yang diberikan secara gratis di negara tersebut
menandakan bahwa pemerintahan disana memang amat memperdulikan Sumber
Daya Manusia di negaranya dan menjadi bukti bahwa sistem administrasi negara
Jepang memang berjalan dengan baik dan bertanggungjawab terhadap pemenuhan
kebutuhan negaranya termasuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang bermutu
dalam proses belajar menagajar.
Budaya disiplin waktu dan kerja keras negara Jepang yang sejak dahulu
diajarkan dari leluhur-leluhur mereka selalu mereka tanamkan di dalam kehidupan
sehari-hari turut berpengaruh pada kemajuan negara ini.
Menurut Hara Kiyoharu (2007:3), reformasi pendidikan di Jepang telah
berlangsung tiga kali yaitu, reformasi pada masa restorasi Meiji, reformasi
sesudah PD II, dan reformasi menuju abad 21.
Reformasi pertama pada masa Meiji (1872-1890) membawa pendidikan di
Jepang memasuki masa modern dengan diterapkannya sistem persekolahan yang
terstruktur dan kesempatan luas bagi warganegara untuk mengakses pendidikan.
Tetapi pendidikan pada masa ini masih terkotak-kotak antara pendidikan elitis dan
pendidikan orang kebanyakan. Selanjutnya pada era Taishō (1912-1926)
diperkenalkan pula pendidikan liberal yang dipengaruhi oleh paham liberalism
yang berkembang di Amerika.
Reformasi sesudah perang intinya adalah penerapan wajib belajar dan
penerapan pendidikan demokratis. Dengan adanya pembaharuan ini, jumlah siswa
30

yang dapat mengakses pendidikan dasar meningkat dan pendidikan telah berubah
dari pendidikan elit menuju pendidikan massal.
Reformasi ketiga dirancang oleh Chuuoukyouiku singikai dan Rinjikyouiku
singikai, yaitu Tim Khusus yang ditunjuk oleh Perdana Menteri untuk membantu
mencarikan pemecahan permasalahan pendidikan yang akan diusulkan kepada
PM dan diterapkan oleh Menteri Pendidikan. Tahun 2001 Kementrian Pendidikan
Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan di Jepang yang disebut
sebagai “Rainbow Plan”.
1. Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model
pembelajaran yang menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan
kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar
mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar secara nasional
2. Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat
dan terbuka melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga
perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah
3. Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari
tekanan, diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial
lainnya
4. Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah
secara mandiri, dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school
councillor, komite sekolah yang beranggotakan orang tua, dan pengembangan
sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan masyarakat setempat.
5. Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan
pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang
berprestasi, juga pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan
etos kerja guru, dan pelatihan bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.
6. Pengembangan universitas bertaraf internasional
7. Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru,
melalui reformasi konstitusi pendidikan kyouiku kihon hou) (MEXT, 2006).
Tujuan pendidikan Jepang lebih mengarah pada pengembangan
kepribadian individu secara utuh, menanamkan jiwa yang bebas dan bertanggung
31

jawab, bertoleransi untuk menghargai antar individu. Dapat ditarik kesimpulan


bahwa prinsip pendidikan yang ada di negara Jepang lebih bersifat humanis
bekaitan dengan kehidupan sehari-hari dan ilmunya benar-benar real dapat
diaplikasikan dan dibutuhkan di kehidupan nyata.
Perubahan Jepang menjadi negara industri membawa dampak yang sangat
besar dalam masyarakatnya. Prestasi Jepang dalam menciptakan kekayaan
nasionalnya tidak dapat disamai oleh negara besar dimanapun. Ini dikarenakan
oleh pondasi kuat yang dimiliki rakyat Jepang, yaitu:
(1) Jepang memiliki identitas nasional yang kuat dan keunikan
kebudayaan. Rakyat Jepang jarang melakukan perkawinan antar bangsa atau
dengan kelompok etnis lain. Mereka “menikmati” periode isolasi dari urusan
internasional yang relatif panjang, hal ini membawa dampak terciptanya
keserasian sosial, kebutuhan akan konsensus, rasa menghormati antar generasi dan
menempatkan keinginan pribadi di tempat kedua demi kebaikan kolektivitas.
(2) Pendidikan merupakan aspek penting di Jepang. Mereka memberikan
“tekanan” kepada belajar sebagai kegiatan kelompok daripada mendorong
keunggulan individu. Guru adalah aset yang bernilai tinggi di Jepang, setiap
tahunnya banyak pelamar yang berkualifikasi tinggi untuk pekerjaan guru sekolah
daripada tempat yang tersedia. Di Jepang, belajar bukan hanya di sekolah tetapi
juga di rumah atau di lembaga kursus dengan penekanan kepada aspek faktual
dibandingkan diskusi, debat atau penyampaian suatu ide. Para lulusan sekolah
yang memiliki kualifikasi tinggi didorong untuk “cocok” dalam perusahaan yang
merekrut mereka, sehingga menjadi anggota tenaga kerja berdisiplin dan ahli yang
memiliki pengabdian untuk memperbaiki produktivitas perusahaan. Sedangkan
yang lebih berbakat akan diarahkan ke karier yang mendukung manufakturing
yang berkembang dan memiliki basis teknologi: insinyur dari segala jurusan,
ilmuwan, ahli komputer, pegawai Riset dan Pengembangan. Dengan kata lain
orang yang membantu “membuat” sesuatu. Ahli hukum dan konsultan manajemen
sebagai penyedia jasa bukan menghasilkan barang.
(3) Struktur finansial dan fiskal Jepang turut menciptakan kekayaan
nasional. Sistem pajak, perumahan dan keperluan menabung untuk hari tua telah
menjamin tingkat tabungan pribadi yang tinggi. Hal ini memberikan dampak pada
32

bank-bank dan perusahaan asuransi modal dalam jumlah besar. Kemudian


meminjamkannya dengan suku bunga rendah kepada pihak manufaktur Jepang
yang memberi mereka keuntungan biaya atas perusahaan asing. Di samping itu,
bank-bank dan perusahaan-perusahaan itu memiliki jaringan crossholding atas
saham satu sama lain yang memungkinkan para menajer perusahaan
merencanakan strategi jangka panjang, melibatkan invesasi modal yang besar
dengan tidak memperhatikan keuntungan triwulan untuk membawa produk baru
kepada konsumen dan meningkatkan “andil” pasar. Kombinasi seperti ini banyak
menyulitkan perusahaan asing untuk bersaing dengan perusahaan Jepang.
(4) Kemampuan Jepang dalam mengelola bidang perekonomiannya seperti
dalam point 3 di atas, berdampak pada muculnya sejumlah perusahaan “raksasa
Jepang” yang memiliki banyak modal dan strategi dunia untuk membuat dan
menjual barang mereka. Perusahaan-perusahaan yang ambisius tersebut dengan
staf yang memiliki “intelegensia industri” demi memantau dunia untuk produk
dan gagasan baru telah membeli perusahaan asing, mendirikan laboratorium dan
pusat riset di Eropa dan Amerika Utara serta membiayai riset akademis dan
ilmuwan di berbagai belahan dunia. Bagi Jepang tantangan-tantangan yang
dihadapi dijawab dengan usaha-usaha keras yang dilakukan untuk menyingkirkan
kekurangan itu. (Kennedy, 1995)
Paparan-paparan di atas menunjukkan bahwa Jepang dengan cerdik telah
menempatkan diri baik untuk mengambil manfaat dari gejala teknologi baru
maupun mengurangi dampak demografis yang dapat merusak lingkungan serta
tidak terlalu mengkhawatirkan transformasi global dari negara-negara lain melalui
standar pendidikan yang seragam, kode sosial yang tegas kepada kepatuhan,
hierarki dan rasa hormat, pedoman birokratis elite, komitmen kepada tabungan
dan investasi, perhatian fanatik atas perencanaan jasa, etos semangat beregu yang
bertekad untuk berhasil dalam melawan pesaing domestik dan asing. Semuanya
ini merupakan unsur kekuatan yang “menarik” untuk merancang masa depan
Jepang menghadapi abad ke-21.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Masa Depan Menurut Pandangan Indonesia, Pandangan Barat (Jepang) dan Islam
Tabel 1. Pendidikan Masa Depan menurut Pandangan Indonesia, Pandangan Barat (Jepang) dan Pandangan Islam

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


Pendidikan masa depan di Untuk memepersiapkan pendidikan Menurut pandangan Islam pendidikan
Indonesia dapat dilihat dari adanya masa depan abad ke 21 Kementrian harus mengutamakan pendidikan keimanan.
Pergeseran tata cara penyelenggaraan Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana Pendidikan di sekolah juga demikian.
kegiatan pendidikan dan pembelajaran reformasi pendidikan di Jepang yang Sejarah telah membuktikan bahwa
di dalam kelas atau lingkungan sekitar disebut sebagai “Rainbow Plan”. pendidikan yang tidak atau kurang
lembaga pendidikan tempat peserta 1. Mengembangkan kemampuan dasar memperhatikan pendidikan keimanan akan
didik menimba ilmu. Pergeseran itu scholastic siswa dalam model menghasilkan lulusan yang kurang baik
meliputi proses pembelajaran: pembelajaran yang menyenangkan. Ada akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan
1. Dari berpusat pada guru menuju 3 pokok arahan yaitu, pengembangan sangat berbahaya bagi kehidupan bersama,
berpusat pada siswa.Jika dahulu kelas kecil terdiri dari 20 anak per kelas, dapat menghancurkan sendi-sendi
biasanya yang terjadi adalah pemanfaatan IT dalam proses belajar kehidupan bersama, bahkan dapat
guru berbicara dan siswa mengajar, dan pelaksanaan evaluasi menghancurkan negara bahkan dunia.
mendengar, menyimak, dan belajar secara nasional Lulusan sekolah yang kurang kuat imannnya
menulis – maka saat ini guru 2. Mendorong pengembangan kepribadian akan sangat sulit menghadapi kehidupan
harus lebih banyak siswa menjadi pribadi yang hangat dan pada zaman global.
mendengarkan siswanya saling terbuka melalui aktifnya siswa dalam Berdasarkan pemikiran yang
berinteraksi, berargumen, kegiatan kemasyarakatan, juga berperspektif Islam tersebut, pendidikan
berdebat, dan berkolaborasi. perbaikan mutu pembelajaran moral di sekolah untuk masa depan haruslah
Fungsi guru dari pengajar sekolah memiliki kurikulum utama yang terdiri atas:
berubah dengan sendirinya 3. Mengembangkan lingkungan belajar a. Pendidikan agama, agar lulusan beriman

33
34

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


menjadi fasilitator bagi siswa- yang menyenangkan dan jauh dari kuat, dari iman inilah akan tertanam
siswanya tekanan, diantaranya dengan kegiatan akhlak mulia, pendidikan keimanan
2. Dari satu arah menuju interaktif. ekstra kurikuler olah raga, seni, dan Islam akan memberikan kemampuan
Jika dahulu mekanisme sosial lainnya kepada lulusan untuk mampu hidup di
pembelajaran yang terjadi adalah 4. Menjadikan sekolah sebagai lembaga zaman global yang penuh dengan
satu arah dari guru ke siswa, maka yang dapat dipercaya oleh orang tua dan tantangan dan kompetisi yang ketat,
saat ini harus terdapat interaksi yang masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan lulusan harus mampu mengatasi
cukup antara guru dan siswa dalam menerapkan sistem evaluasi sekolah tantangan dan jadi competitors sukses.
berbagai bentuk komunikasinya. secara mandiri, dan evaluasi sekolah b. Pendidikan bahasa, agar mampu
Guru berusaha membuat kelas oleh pihak luar, pembentukan school berkomunikasi dan bekerjasama
semenarik mungkin melalui councillor, komite sekolah yang ditingkat dunia pada zaman global ini,
berbagai pendekatan interaksi yang beranggotakan orang tua, dan untuk mencapai ini sebaiknya sejak
dipersiapkan dan dikelola. pengembangan sekolah berdasarkan SLTA digunakan bahasa Inggris sebagai
3. Dari isolasi menuju lingkungan keadaan dan permintaan masyarakat bahasa pengantar.
jejaring. Jika dahulu siswa hanya setempat. c. Pendidikan keilmuan, agar lulusan
dapat bertanya pada guru dan 5. Melatih guru untuk menjadi tenaga mampu meneruskan pendidikannya ke
berguru pada buku yang ada di professional, salah satunya dengan tingkat lebih tinggi, di tingkat perguruan
dalam kelas semata, maka sekarang pemberlakuan evaluasi guru, pemberian tinggi harus sampai ke tingkat ahli yaitu
ini yang bersangkutan dapat penghargaan dan bonus kepada guru ia mampu mengembangkan ilmu atau
menimba ilmu dari siapa saja dan yang berprestasi, juga pembentukan mampu mengerjakan sesuatu keahlian
dari mana saja yang dapat suasana kerja yang kondusif untuk tingkat tinggi.
dihubungi serta diperoleh via meningkatkan etos kerja guru, dan d. Pendidikan ketrampilan kerja sekurang-
internet. pelatihan bagi guru yang kurang cakap kurangnya satu macam, agar lulusan
4. Dari pasif menuju aktif- di bidangnya. dapat mencari kehidupan bila tidak
menyelidiki. Jika dahulu siswa 6. Pengembangan universitas bertaraf bekerja pada sektor formal sesuai
diminta untuk pasif saja internasional keahlian.
mendengarkan dan menyimak baik- 7. Pembentukan filosofi pendidikan yang
35

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


baik apa yang disampaikan gurunya sesuai untuk menyongsong abad baru, Berdasarkan itu, perlu
agar mengerti, maka sekarang melalui reformasi konstitusi pendidikan dipertimbangkan model-model kurikulum
disarankan agar siswa harus lebih kyouiku kihon hou) sekolah berikut yang pada dasarnya
aktif dengan cara memberikan Tujuan pendidikan Jepang lebih ditujukan ke dua arah, kemampuan kerja
berbagai pertanyaan yang ingin mengarah pada pengembangan kepribadian dan keilmuan:
diketahui jawabannya. individu secara utuh, menanamkan jiwa 1) Tujuan untuk keilmuan, model
5. Dari maya/abstrak menuju konteks yang bebas dan bertanggungjawab, kurikulumnya sebagai berikut
dunia nyata Jika dahulu contoh- bertoleransi untuk menghargai antar a) Agama (sebagai core kurikulum)
contoh yang diberikan guru kepada individu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa b) Bahasa
siswanya kebanyakan bersifat prinsip pendidikan yang ada di negara c) Salah satu bidang ilmu
artifisial, maka saat ini sang guru Jepang lebih bersifat humanis bekaitan 2) Tujuan kemampuan kerja, model
harus dapat memberikan contoh- dengan kehidupan sehari-hari dan ilmunya kurikulumnya sebagai berikut:
contoh yang sesuai dengan konteks benar-benar real dapat diaplikasikan dan a) Agama (sebagai core kurikulum)
kehidupan sehari-hari dan relevan dibutuhkan di kehidupan nyata. b) Bahasa
dengan bahan yang diajarkan. c) Salah satu bidang keterampilan
6. Dari pribadi menuju pembelajaran 3) Tujuan untuk keilmuan dan kemampuan
berbasis tim Jika dahulu proses kerja
pembelajaran lebih bersifat personal a) Agama (sebagai core kurikulum)
atau berbasiskan masing-masing b) Bahasa
individu, maka yang harus c) Salah satu bidang ilmu
dikembangkan saat ini adalah model d) Salah satu bidang keterampilan
pembelajaran yang mengedepankan
kerjasama antar individu.
7. Dari luas menuju perilaku khas
memberdayakan kaidah keterikatan
.Jika dahulu ilmu atau materi yang
diajarkan lebih bersifat umum
36

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


(semua materi yang dianggap perlu
diberikan), maka saat ini harus
dipilih benar-benar ilmu atau materi
yang benar-benar relevan untuk
ditekuni dan diperdalam secara
sungguh-sungguh (hanya materi
yang relevan bagi kehidupan sang
siswa yang diberikan).
8. Dari stimulasi rasa tunggal menuju
stimulasi ke sehala penjuru. Jika
dahulu siswa hanya menggunakan
sebagian panca inderanya dalam
menangkap materi yang diajarkan
guru (mata dan telinga), maka saat
ini seluruh panca indera dan
komponen jasmani-rohani harus
terlibat aktif dalam proses
pembelajaran (kognitif, afektif, dan
psikomotorik).
9. Dari alat tunggal menuju alat
multimedia. Jika dahulu ilmu guru
hanya mengandalkan papan tulis
untuk mengajar, maka saat ini
diharapkan guru dapat
menggunakan beranekaragam
peralatan dan teknologi pendidikan
yang tersedia – baik yang bersifat
37

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


konvensional maupun moderen.
10. Dari hubungan satu arah bergeser
menuju kooperatif Jika dahulu
siswa harus selalu setuju dengan
pendapat guru dan tidak boleh sama
sekali menentangnya, maka saat ini
harus ada dialog antar guru dan
siswa untuk mencapai kesepakatan
bersama.
11. Dari produksi massa menuju
kebutuhan pelanggan. Jika dahulu
seluruh siswa tanpa kecuali
memperoleh bahan atau konten
materi yang sama, maka sekarang
ini setiap siswa berhak untuk
mendapatkan konten sesuai dengan
ketertarikan atau keunikan potensi
yang dimilikinya.
12. Dari usaha sadar tunggal menuju
jamak. Jika dahulu siswa harus
secara seragam mengikuti sebuah
cara dalam berproses maka yang
harus ditonjolkan saat ini justru
adanya keberagaman inisiatif yang
timbul dari masing-masing individu.
13. Dari satu ilmu pengetahuan
bergeser menuju pengetahuan
38

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


disiplin jamak Jika dahulu siswa
hanya mempelajari sebuah materi
atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka saat ini konteks
pemahaman akan jauh lebih baik
dimengerti melalui pendekatan
pengetahuan multi disiplin.
14. Dari kontrol terpusat menuju
otonomi dan kepercayaan. Jika
dahulu seluruh kontrol dan kendali
kelas ada pada sang guru, maka
sekarang ini siswa diberi
kepercayaan untuk bertanggung
jawab atas pekerjaan dan
aktivitasnya masing-masing.
15. Dari pemikiran faktual menuju
kritis. Jika dahulu hal-hal yang
dibahas di dalam kelas lebih bersifat
faktual, maka sekarang ini harus
dikembangkan pembahasan
terhadap berbagai hal yang
membutuhkan pemikiran kreatif dan
kritis untuk menyelesaikannya.
16. Dari penyampaian pengetahuan
menuju pertukaran pengetahuan.
Jika dahulu yang terjadi di dalam
kelas adalah “pemindahan” ilmu
39

Pandangan Indonesia Pandangan Barat (Jepang) Pandangan Islam


dari guru ke siswa, maka dalam
abad moderen ini yang terjadi di
kelas adalah pertukaran
pengetahuan antara guru dan siswa
maupun antara siswa dengan
sesamanya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penulisan, maka keimpulan yang penulis dapatkan
dalam makalah pendidikan masa depan ini antara lain :
1. Pendidikan Masa Depan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki agar menjadi maju dalam proses
pembelajaran yang dilakukan untuk kehidupan pada waktu yang akan datang.
2. Tantangan yang dihadapi pada abad-21 adalah ketegangan antara global
dengan lokal, ketegangan antara universal dengan individual, ketegangan
antara tradisi dengan kemodernan, ketegangan antara pertumbuhan jangka
panjang dengan jangka pendek, ketegangan antara perlunya kompetisi dengan
kesamaan kesempatan dan ketegangan antara perluasan pengretahuan yang
berlimpah ruah dengan kemampuan manusia untuk mencernanya, serta
ketegangan antara spritual dengan material
3. Visi pendidikan dalam menghadapi abad 21 berdasarkan tujuan pendidikan
nasional dan visi pendidikan menurut UNESCO yaitu learning to know,
learning to do, learning to be dan learning to live together
4. Adanya ciri-ciri pendidikan masa depan kita dapat mengupayakan pendidikan
masa depan bagi Indonesia meliputi usaha peningkatan mutu dengan
perubahan kurikulum dan proyek peningkatan lain, memberikan penghargaan
kepada insan pendidikan, meningkatkan profesionlisme mutu guru dan
pendidik, serta berupaya meningkatkan mutu pendidik
5. Pendidikan masa depan menurut Indonesia adalah Pergeseran tata cara
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau
lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu
yang terdiri atas 16 pergeseran.
6. Menurut pandangan Islam pendidikan harus mengutamakan pendidikan
keimanan. Sejarah telah membuktikan bahwa pendidikan yang tidak atau
kurang memperhatikan pendidikan keimanan akan menghasilkan lulusan
yang kurang baik akhlaknya. Akhlak yang rendah itu akan sangat berbahaya
bagi kehidupan bersama, dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan

40
41

bersama, bahkan dapat menghancurkan negara bahkan dunia. Lulusan


sekolah yang kurang kuat imannnya akan sangat sulit menghadapi kehidupan
pada zaman global.
7. Tujuan pendidikan Jepang lebih mengarah pada pengembangan kepribadian
individu secara utuh, menanamkan jiwa yang bebas dan bertanggungjawab,
bertoleransi untuk menghargai antar individu. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa prinsip pendidikan yang ada di negara Jepang lebih bersifat humanis
bekaitan dengan kehidupan sehari-hari dan ilmunya benar-benar real dapat
diaplikasikan dan dibutuhkan di kehidupan nyata

B. Saran
Makalah ini masih belum sempurna, penulis menyarankan pada pembaca
agar selanjutnya membahas lebih dalam tentang pendidikan masa depan.
Diharapakn makalah ini dapat memberikan pengetahuan agar kita dapat
menerapkan pengetahuan tersebut guna menghadapi pendidikan sepanjang masa
demi masa depan generasi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (2010). Paradigma Pendidikan Nasional Di


Abad-21. Jakarta:BSNP
Delors, Jacues, dkk. 1996. Learning : The Threasure Within, Report to UNESCO
of the International Comission on Education for the twenty-first century, Paris
: UNESCO Publishing Indonesia, 1996, hlm. 64.\
Dacholfany, M. Ihsan Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era
Globalisasi: Sebuah Tantangan Dan Harapan Akademika, Vol. 20, No. 01
Januari – Juni 2015
Fuad, Iksan. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Banjarmasin : Raja Grafindo
Persada
Jaque Delor, Belajar: Harta Karun di Dalamnya. UNESCO: Komisi Nasional.
Ja’far, Syah Idris Ahmad Farid., (ed), Perspektif Muslim Tentang Perubahan
Sosial, Terjemahan, Budiman: Bandung. 1988 Jasin, Anwar., “Kerangka
Dasar Pembaharuan Pendidikan Islam: Tinjauan Filosofis”, Makalah Seminar
Nasional, Jakarta, 1985
Jumadi, “Perlu Membangun Pembelajaran Humanis”,
http://www.unlamview.com. Diakses 17 November 2017
Kennedy, Paul. (1995). Menyiapkan Diri Menghadapi Abad Ke-21. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Nata, Abuddin. 2003., Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003
Mastuhu. 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam
Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insania Perss
Mudyahardjo, Redja. 2012. Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal Tentang
Dasar-Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta : Raja Grafindo Persada
Mudjiarto. 2001. Sekolah Unggulan. Jakarta: Duta Garaha Pustaka.
Mortimore, Peter & Mortimore, Jo .1991. The Primary Head: Roles,
Responsibilities and Reflections. London: Paul Chapman Publisher.
Qodri, Azizy. 2003. Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sumadi, suryabrata. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.
Tafsir, A., Cakrawala Penididikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004

42
43

Wen, Sayiling. 2003. Future of Education, Alih Bahasa Drs. Arivin Saputra.
Batam” Luchy Publishers.
Zahidi. 2014. Konsep Pendidikan Masa Depan.
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/konsep-pendidikan-masa-depan.html
(20 November 2017)
http://teoribagus.com/paradigma-pendidikan-indonesia-abad-21

Anda mungkin juga menyukai