Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan

Dosen pengampu : M. Denni Haryadi M.Pd

di susun oleh:

Inez Nazwarillahma 2209068


Kesya Putri Khailasasky 2204540
Mutia Yasmin 2200675
Regina Maretha 2205397

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA KOREA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAN PENDIDIKAN INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alah SWT atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam senantiasa tercurah kepada keluarga dan para sehabatnya.

Makalah yang berjudul “Landasan Historis Pendidikan” ini disusun dalam


rangka memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan pada semester 3 ini.
Makalah yang bersumber dari media cetak bertujuan untuk menjabarkan tentang
landasan historis pendidikan

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Landasan


Pendidikan yang telah memberikan tugas ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh ari sempurna, karena ini masih dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun senantiasan kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi kami dan pihak lainnya yang berkepentingan pada
umumnya.

Bandung, 19 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 5

1.4 Manfaat .......................................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 7

2.1 Pendidikan Hindu-Budha ............................................................................... 7

2.1.1 Faktor-Faktor yang Memungkinkan Berkembangnya

Peradaban Hindu/Budha .................................................................................. 7

2.1.2 Hinduisme dan Budhisme ....................................................................... 7

2.1.3 Pendidikan Hindu/budha ......................................................................... 8

2.2 Pendidikan Zaman Islam .............................................................................. 12

2.2.1 Masuknya Islam ke Indonesia ............................................................... 12

2.2.2 Inti Ajaran Islam ................................................................................... 14

2.2.3 Pendidikan ............................................................................................ 15

2.3 Pendidikan Zaman Pendudukan Asing .......................................................... 17

2.3.1 kedatangan Orang Portugis ................................................................... 17

2.3.2 Zaman VOC ......................................................................................... 18

2.3.3 Pemerintah Hindia Belanda................................................................... 19

3
2.3.4 Pendidikan Hindia Belanda Sejak 1900................................................. 25

2.3.5 Pendidikan Swasta Oleh Bunu Putera ................................................... 30

2.3.6 Masa Pendudukan Jepang ..................................................................... 34

2.4 Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1945-1950......................................... 36

2.4.1 Undang-Undang Dasar ......................................................................... 37

2.4.2 Tujuan Dasar Pendidikan ...................................................................... 38

2.4.3 Sistem Persekolahan ............................................................................. 39

2.4.4 Penyelenggaraan Pendidikan................................................................. 39

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 47

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 49

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan bagian dari proses pembentukan manusia. Sebagai
bagian dari proses pembentukan, pendidikan di Indonesia memiliki banyak latar
belakang sejarah. Dari dimulainya hingga perkembangannya, sehingga dapat
menjadi landasan bagi pendidikan Indonesia sampai sekarang. Pendidikan di
Indonesia berkembang dari zaman ke zaman dan berubah seiring waktu juga
karena berbagai bangsa dan ajaran agama yang dibawa masuk ke Indonesia.
Ajaran-ajaran ini sangat bersangkut dengan seluruh aspek kehidupan di
Indonesia. Bukan hanya pada pendidikan umum dan pendidikan agama, tetapi
banyak juga jenis pendidikan lainnya yang berkembang di Indonesia. Pada
makalah ini akan membahas bagaimana cara masuk dan perkembangan
pendidikan di Indonesia yang dapat memberi wawasan baru kepada pembaca
sehingga bermanfaat dan menjadi acuan untuk melestarikan pengetahuan dan
menjadi dorongan untuk memajukan pembangunan pendidikan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut adalah rumusan masalah makalah ini.
1) Apa faktor-faktor yang memungkinkan berkembangnya peradaban
Hindu/Budha?
2) Bagaimana masuknya Islam ke Indonesia?
3) Apa alasan datangnya orang portugis ke Indonesia?
4) Bagaimana keberlangsungan pendidikan Indonesia pada tahun 1945-1950?

1.3 Tujuan

1) Untuk mengetahui faktor apa saja yang memungkinkan berkembangnya


peradaban di zaman Hindu/Budha.
2) Untuk mengetahui bagaimana masuknya Islam ke Indonesia.
3) Untuk mengetahui alasan datangnya orang Portugis ke Indonesi.

5
4) Untuk mengetahui dan memahami keberlangsungan pendidikan Indonesia
pada tahun 1945-1950.

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui dan memahami sejarah pendidikan yang ada di Indonesia


dimulai dari zaman masuknya hindu/budha ke Indonesia dan juga untuk
mengetahui dampak dari pendidikan masa lampau ke pendidikan di era modern ini.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Zaman Hindhu/Budha

2.1.1 Faktor-faktor yang Memungkinkan Berkembangnya Peradaban


Hindu/Budha

1) Faktor Politis, dimana terjadi peperangan antara kerajaan India di bagian selatan.
Bangsa Aria dari utara mendesak kerajaan dan penduduk selatan, sehingga
penduduk diselatan pindah mencari tempat baru, dan sampai di Indoesia oleh
karena itu peradaban yang masuk ke Indonesia dipengaruhi oleh bangsa India dari
bagian selatan.

2) Faktor Kultural, Bangsa India sudah mengenal sistem pemerintahan yang


terstruktur dalam bentuk kerajaan, sehingga mereka telah mengenal tulisan dan
karya sastra yang tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya prasasti
batu bertulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta yang menjelaskan
kerajaan tertua.

3) Faktor Ekonomi/Gegografis, Indonesia terletak antar India dan dataran


Tiongkok, dimana telah terjadi perdagangan antara India dan Tiongkok melalui
jalur laut. Sehingga banyak orang India dan Tiongkok bergaul dengan bangsa
Indonesia, dari mulai perdagangan hingga terjadi koloni, yang berdatangan dari
India dan Tiongkok.

2.1.2 Hinduisme dan Budaisme

Agama Hindu di India terbagi menjadi dua golongan besar yaitu, Brahmanisme
dan Sywaisme. Hinduisme yang datang di Indonesia adalah Syiwaisme, yang
dibawa oleh seorang Brahmana yang bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan
bahwa :

a. Syiwa adalah dewa

7
b. Syiwa adalah pencipta dan perusak alam, segala sesuatu yang berasal dari
Syiwa akan kembali kepada syiwa
c. Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi, dan merupakan suatu
penderitaan (samsara), yang ditentukan oleh perbuatan manusia sbelumnya.
d. Tujuan hidup adalah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana manusia
terlepas dari samsara dan manusia hidup dalam keabadian yang menyatu
dengan syiwa.

Agama Budha adalah agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama di India,
yang kemudian memecah menjadi dua aliran yaitu, Mahayan dan Hinayana.
Sedangkan yang berkembang di Indonesia adalah Budha Hinayana. Menurut ajaran
budhanisme manusia hidup dalam penderitaan nafsu duniawi. Dimana manusia
dalam hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan dan mencari kebahagiaan
yang abadi yaitu nirwana, ada beberapa hal yang manusia lakukan untuk memcapai
nirwana yaitu, berpandangan yang benar, mengambil keputusan yang benar berkata
yang benar, bertindak yang benar, berkehidupan yang benar, berdayaupaya yang
benar, melakukan meditasi yang benar dan konsentrasi kepada hal-hal yang benar.

2.1.3 Pendidikan Hindu/Budha

Pendidikan formal (diselenggarakan ole kerajaan) pada zaman hindu yang


terjadi di kerajaan-kerajaan Tarumanegara, Kutai sudah berkembang, sedangkan
materi pelajaran yang di ajarkan adalah hal-hal yang berpusat kepada ajaran agama,
membaca, menulis (huruf Palawa) dan bahasa Sansekerta. Keterampilan membuat
candi dan patung-patung tidak terlepas dari isnpirasi ajaran agama. Para
pendidiknya adalah orang-orang pandai yang memahami ajara agama (para
pandita), yang berasal dari kasta Brahmana sedangkan para muridnya juga berasal
dari keturunan para Brahmana dan anak-anak bangsawan dan raja (kasta Ksatria).

Pada zaman Hindu pendidikan masih terbatas kepada golongan minoritas


(kasta Brahmana, Ksatria), belum menjangkau golongan mayoritas kasta Waisya
dan Sudra, apalagi kasta Paria. Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kasta
di Indonesia tidak begitu ketat seperti halnya di India yang menjadi asalnya agama

8
Hindu. Pendidikan pada zaman Hindu lebih tepat dikatakan sebagai "Perguruan",
dimana para murid berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga
pendidikan dikenal dengan nama Pesantren (Pecatrikan: tempat santri menuntut
ilmu). Jadi berbeda sekali dengan sekolah yang kita kenal sekarang.

Sistem perguruan yang dikenal dengan sebutan pesantren itu berkembang


terus sampai pada pengaruh Budha, dan sampai zaman Islam sampai sekarang.
(pesantren tradisional). Pada zaman Budha pendidikan berkembang pada kerajaan
Sriwijaya yang berpusat di Palembang, sudah terdapat Peguruan Tinggi Budha,
dimana murid-muridnya banyak berasal dari Indocina, Jepang, dan Tiongkok. Guru
yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala. Perguruan- perguruan Budha tersebut
mungkin menyebar ke seluruh kekuasaan Sriwijaya. Mungkin sekali candi-candi
Borobudur, Mendut, dan Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Budha.

Peninggalan-peninggalan sejarah seperti candi-candi, patung-patung, maka


sudah pasti para santri/murid belajar pula ilmu membangun dan seni pahat. Karena
pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik dan seni yang tinggi. Demikian
juga dalam memahat relief-relief candi dibimbing oleh suatu alur cerita yang
menceritakan kehidupan sang Budha atau para Dewa, atau cerita Ramayana.
Adapun tujuan pendidikannya yaitu,

1) Bagi kaum Brahmana (kasta tertinggi) pendidikan bertujuan untuk


menguasai kitab suci (Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk Budha)
sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.
2) Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan
untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan pengaturan
pemerintahan (kerajaan).
3) Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki
keteram-pilan yang dibutuhkan dalam hidup, sesuai dengan pekerjaan yang
secara turun temurun.

Beberapa sifat dan ciri pendidikan yang menonjol pada masa hindu/budha
yaitu adalah :

9
1) Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan
2) Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan
keagamaan menguasai segala-galanya.
3) Penghormatan yang tinggi terhadap guru, karena gurunya adalah kaum
Brahmana (kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu), dan tidak memperoleh
imbalan gaji. Sehingga menjadi guru semata-mata karena kewajiban
sebagai Pandita/Brahmana yang didasarkan kepada perasaan tulus,
mengabdi tanpa pamrih (tanpa memikirkan imbalan dunia)
4) Aristokratis, artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan masyarakat
saja, yaitu golongan Brahmana, pendeta, dan golongan Ksatria dan
golongan keturunan raja-raja. Dalam agama dikenal penggolongan
berdasarkan kasta, namun di Indonesia perbedaan tidak begitu tajam dan
menonjol. Yang menonjol adalah antara golongan raja-raja dan rakyat jelata.

Ada beberapa tempat ketika zaman hindu/budha yang bisa dijadikan sebagai
tempat lembaga pendidikan, yaitu

1) Pecatrikan/Padepokan, Yang merupakan tempat berkumpulnya para carrik,


yaitu murid-murid yang belajar kepada guru di suatu tempat, sehingga
disebut pecatrikan, dan dengan nama lain biasa juga disebut padepokan.
Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul kata santri dan pesantren
Jadi lembaga pesantren sudah dikenal keberadaannya sejak zaman Hindu
Budha. Di pesantren dan/atau padepokan itulah berkumpul para murid,
khususnya keturunan kaum Brahmana untuk mempelajari segala macam
pengetahuan yang bersumber dari kitab suci (Veda dan Upanishad bagi
Hindu, serta Tripitaka bagi Budha). Di Candi Borobudur terlihat suatu
lukisan yang menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku
sekarang ini. Di tengah-tengah pendopo besar seorang Brahmana pendeta
duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa buku, dan
meka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima gaji, namun
dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi dasar pendidikan

10
adalah agama Budha dan Hindu, seperti dapat kita lihat dari relief-relief
yang tertulis di Candi Borobudur (Budha) dan Candi Prambanan (Hindu)
2) Pura Pura adalah merupakan tempat yang berada di sekitar istana. Tempat
ini diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. Mereka diberi pelajaran yang
berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai keturunan raja yang berbeda
dengan masyarakat biasa. Mereka belajar tentang bagaimana mengatur
negara, ilmu bela diri baik secara fisik maupun secara batiniah.
3) Pertapaan, pertapaan dikatakan lembaga pendidikan, karena orang yang
bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat tinggi
Karena itu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala hal terutama
berkaitan dengan hal-hal yang gaib
4) Keluarga, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa keluarga merupakan suatu
lembaga pendidikan Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dan imitasi
dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan anak-anak dan
anggota keluarga lainnya.

Pada zaman jayanya kerajaan hindu/budha di Indonesia ini telah terjadi


perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat tinggi. Seperti telah
dikemukakan di muka di Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan budha terbesar di
Indonesia yang pada saat itu telah berdiri lembaga pendidikan setaraf “perguruan
tinggi”. Perguruan tinggi tersebut dapat menampung beratus-ratus mahasiswa
birawan budha dan dapat belajar dengan baik dan juga mereka tinggal di asrama-
asrama khusus. Sampai jatuhnya Majapahit pada abad ke-15, ilmu pengetahuan
terus berkembang terus, khusunya di bidang sastra, bahasa, ilmu pemerintaham dan
tatanegara dan juga ilmu hukum. Peradaban hindu budha telah melahirkan beberapa
ahli yang melahirkan karya-karya yang bermutu tinggi, seperti dalam seni bangunan
dan seni pahat telah menghasilkan karya arsitektur yang mengagumkan, seperti
Candi Borobudur yang telah diakui UNESCO dan ditetapkan sebagai situs warisan
dunia atau world heritage sites dan Candi Perambanan.

11
2.2 Pendidikan Zaman Islam

2.2.1 Masuknya Islam ke Indonesia

1) Islam Masuk ke Indonesia melalui Persia, Bukti dari pendapat ini ialah
sebutan ejaan tulisan Arab seperti jabar, jeer, dan pees (pjes) merupakan
bahasa Iran, sedangkan dalam bahasa Arab adalah fatah, kasroh dan dhomah
Di Indonesia ditemukan huruf sin yang tidak bergigi merupakan pengaruh
Iran, sebab huruf sin Arab adalah bergigi. Bulan Muharam merupakan
wafatnya Husen di Karballa, di Iran diperingati dengan mengadakan
upacara mengarak peti mati pada bulan Muharam ditemukan di
Minangkabau dan Aceh. Di Minagkabau bulan Muharam disebut juga bulan
Tabut (peti mati bahasa Persia), sedangkan di Aceh bulan itu disebut juga
bulan Asan Usen. Pendapat ini dikemukakan oleh Prof. Dr. P.A Hoesien
Djajadiningrat.
2) Islam Masuk ke Indonesia melalui Gujarat, Pendapat ini dibuktikan dengan
ditemukannya salah satu makam raja Islam Malikul Saleh yang meninggal
tahun 1927 M. Batu nisan di atas makam itu bertuliskan ayat-ayat Qur'an
dengan huruf Arab dan bentuknya sama dengan batu nisan yang ada di
Gujarat, yaitu ukiran-ukiran yang bercorak Hindu gaya Gujarat.
Berdasarkan bukti tersebut para ahli sejarah berpendapat bahwa agama
Islam yang mula-mula masuk ke Indonesia tidak langsung dibawa oleh
orang-orang yang datang dari Mekah, melainkan agama Islam itu mungkin
sekali datang melalui Gujarat, dan dibawa oleh para pedagang. Pendapat ini
dikemukakan oleh Dr. R.M. Soetjipto Wirjsoeparto.
3) Islam Masuk ke Indonesia melalui Mesir dan Mekkah, Agama Islam masuk
ke Indonesia bukan melalui Persia maupun Gujarat (India), melainkan
langsung dari Mekah dan melalui Mesir. Pendapat ini dikemukakan oleh
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) Adapun alasan-alasan yang
dikemukakan HAMKA adalah schahai berikut :
a. Ibnu Batutah seorang pengembara Muslim dari Magribi (Marokko)
dalam buku perjalanannya telah menyaksikan bahwa Raja Samudra

12
Pasai bermazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i yang terbesar pada waktu
itu ialah di Mesir, dan raja-raja tersebut selalu mengikuti
musyawarah ulama-ulama Syafi'i yang ada dalam kerajaannya
b. Gelar yang dipakai oleh raja-raja Pasai ialah gelar raja-raja Mesir,
yaitu Al Malik, yang tidak terdapat di Persia maupun di India.
Adapun gelar raja Persia dan India adalah gelar Syak yang baru
dipakai oleh raja-raja Malaka pada permulaan abad XV
c. Di Persia mazhab yang berpengaruh adalah Syah, dan di India
adalah mazhab Hanafiah. Kenyataannya di Indonesia mazhab Syiah
dan Hanafiah tidak banyak penganutnya, dan sampai sekarang
mazhab Syafi'ilah yang menguasai wilayah Indonesia ini
d. Sebelum Ibnu Batutah melawat ke Samudra Pasai sudah ada seorang
ulama Indonesia yang mengajar ilmu tasawuf di Aden, Arab, yang
namanya Syekh Abu Mas'ud Abdullah bin Mas'ud al Jawi Ini
menjadi bukti hubungan mencari ilmu pengetahuan Islam langsung
ke tanah Arab, bukan dari Malabar, Gujarat
e. Orang mengemukakan alasan, bahwa pengaruh India dapat
dibuktikan pada baru-batu nisan kuburan tua di Gresik dan Pasai.
Jika orang Islam Indonesia membeli batu nisan dari Gujarat karena
bagus bentuknya, bukanlah berarti bahwa mereka mempelajari
Islam dari Gujarat
f. Orang mengemukakan bahwa tasawuf dari India dan Persia sangat
besar pengaruhnya di Indonesia, karena itu Islam di Indonesia lain
dengan Islam di Arah, Menurut HAMKA bahwa corak berpikir
pemeluk Islam di seluruh dunia pada waktu itu baik di Asia
Tenggara, India, Persia, Arab. Syam, Baghdad, Mesir, semuanya
adalah corak tasawuf, yang sebagian besar ajarannya telah terlepas
atau menyeleweng dari ajaran Muhammad.

13
2.2.2 Inti Ajaran Islam

1) Islam sebagai Agama Tauhid, Inti ajaran Islam adalah tauhid, yaitu suatu
keyakinan bahwa Tuhan itu Esa segala-galanya. Allah merupakan satu-
satunya Tuhan pencipta, penguasa, dan pemelihara alam semesta. Allah itu
Esa segala-galanya, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam
wujud-Nya, Esa dalam perbuatannya. Allah tempat meminta makhluk-Nya,
Allah tidak beranak (melahirkan) dan tidak diberanakkan (dilahirkan), tidak
sesuatupun yang mampu menyamai-Nya.
2) Manusia adalah sama di sisi Allah, Agama Islam mengajarkan persamaan
dan persaudaraan di antara sesama manusia. Agama yang tidak
membedakan antara golongan bangsawan dan rakyat jelata. Semua manusia
adalah sama-sama hamba Allah, yang dipandang lebih di antara sesamanya
hanyalah karena taqwanya kepada Allah. Ajaran Islam mengemukakan
bahwa seseorang baru dikatakan iman dan taqwa kepada Allah, apabila ia
mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai terhadap dirinya sendiri.
3) Iman, Islam dan Ikhsan, Iman,
a. Iman, yang dimaksud dengan iman adalah mempercayai akan adanya Allah
Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, mempercayai Malaikat-Malaikat Allah,
mempercayai kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, mempercayai
akan adanya Rasul-Rasul Allah sejak Nabi Adam sampai Rasul terakhir
yaitu Muhammad, dan percaya akan adanya hari akhir dan pembalasan, lalu
yang terakhir percaya akan adanya qodar baik hal yang baik maupun yang
tidak baik.
b. Islam, yang dimaksud dengan Islam ialah mengabdikan dan menyerahkan
diri kepada Allah dan tidak menserikatkan-Nya dengan apapun dan
siapapun, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan puasa
pada bulan ramadhan, dan melakukan ibadah haji bagi mereka yang mampu
untuk melaksanakannya.
c. Ikhsan, yang dimaksud dengan ikhsan ialah bahwa manusia mengabdikan
diri atau menyerahkan kepada Allah seperti kita melihat Allah, seperti kita
berhadapan dengan Allah. Namun apabila kita tidak pernah melihat Allah

14
secara fisik, sebetulnya Allah Maha Melihat kepada kita. Allah Maha
Mengetahui dan Maha Melihat terhadap apa yang diperbuat manusia, baik
yang lahir maupun yang batin. Semua amal perbuatan manusia akan
mendapat balasan di hari kemudian di akhirat sesuai dengan amal
perbuatannya. Oleh karena itu berkaitan dengan ikhsan ini manusia
diperintahkan oleh Allah untuk berbuat amal saleh, manusia harus berbuat
baik terhadap Tuhan, manusia berbuat baik sesama manusia dan manusia
harus berbuat baik dengan lingkungannya. Jadi ikhsan ini merupakan
manifestasi dari iman dan Islam dalam berperilaku kehidupan sehari-hari
yang dihadapi manusia

2.2.3 Pendidikan

1) Perkembangan Pendidikan, dalam penyebaran agama dan pendidikan Islam


para ulama Islam, yang pada waktu itu di Jawa lebih dikenal dengan Wali,
telah banyak menentukan bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan
Islam. Para wali tersebut dikenal dengan Wali Songo, karena jumlahnya
sembilan orang. Yang termasuk wali songo itu adalah Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang. Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan
Kudus, Suman Kalijogo, Sunan Maria, dan Sunan Gunung Jati. Para wali
tersebut dalam mengembangkan ajaran dan pendidikan Islam
memperhatikan filsafat hidup dan kebudayaan yang hidup di masyarakat,
dan mereka mengisinya dengan ajaran dan pendidikan Islam. Sehingga
dengan demikian sangat mudah ajaran Islam diterima oleh masyarakat pada
waktu itu. Pendidikan Islam lebih teratur setelah Raden Patah mendirikan
Pesantren di hutan Glagah Arum tahun 1475 yang masih berada di bawah
kekuasaan Majapahit. Glagah Arum menjadi kota Bintaro, dimana ia
menjadi bupatinya Raden Patah adalah orang yang pertama kali
mengorganisir pendidikan Islam dengan mendirikan organisasi Bayangkare
Islah pada tahun 1476, dengan tujuan untuk mempergiat usaha pendidikan
dan ajaran Islam sesuai rencana yang teratur (Muham Yunus, 1960). Pada
tahun 1500 M. Raden Patah memisahkan diri dari Majapahit yang sudah

15
sangat lemah, dimana Bintaro menjadi ibu kotanya Dengan demikian
pengembangan pendidikan Islam lebih leluasa lagi, dan dari sinilah Islam
menyebar ke seluruh pelosok Pulau Jawa. Raden Patah mengorganisir para
wali untuk mengembangkan pendidikan Islam di daerah tertentu. misalnya
Sunan Giri bertugas untuk mengembangkan pendidikan Islam di Surabaya
dan Madura, bahkan sampai ke Makasar dan Ambon Sunan Gunung Jati
bertugas untuk mengembangpan pendidikan dan ajaran Islam di Jawa Barat,
beliau mendirikan kerajaan di Cirebon dan Banten, sehingga Pajajaran
dengan pelabuhannya Sunda Kelapa dapat ditaklukkan, kemudian di dirikan
Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1927, yang sampai sekarang menjadi Jakarta.
2) Dasar dan Tujuan Pendidikan
a. Memiliki pengetahuan praktis yang sangat berguna untuk hidup di dunia
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Memiliki pengetahuan keagamaan yang bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah,
Ijma, Qiyas, karena Islam yang berkembang pada waktu adalah mazhab
Syafi'i dan Al-Gazali.
c. Menjadi manusia yang menjalankan ajaran Islam, manusia yang
mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah

3) Lembaga-Lembaga Pendidikan

a. Langgar, dilanggar inilah dilaksanakan berbagai kegiatan, seperti shalat,


upacara-upacara keagamaa dan tempat belajar.
b. Pondok Pesantren, adapun ciri-ciri pesantren yaitu, berpusat pada agama,
guru tidak digaji, dan merupakan suatu lingkungan khusus berupa kampus,
dimana guru dan murid tinggal bersama-sama dalam kampus tersebut

4) Metode Pendidikan

a. Metode Sorongan (individual), metode membaca Al-Qur'an dimulai dengan


pengenalan huruf serta tanda-tandanya untuk langsung membaca surah
pendek, apabila sudah lancar dilanjutkan dengan membaca Qur’an sampai
tamat.

16
b. Metode Halaqah, metode ini dilakukan secara klasikal, diberikan oleh Kyai
kepada guru-guru dan santi-santri yang pandai.

5) Ciri-Ciri Pendidikan

a. Pendidikan Bersifat Religius, artinya pendidikan berpusat kepada agama


dan ajaran agama islam.
b. Guru Tidak memperoleh Bayaran, hal ini didasarkan kepada suatu
kepercayaan bahwa hidup ini dari agama, oleh agama untuk agama.
c. Pendidikan Islam bersifat Demokratis, ajaran islam didasari oleh pandangan
bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi Allah, hanya
karena taqwa kepada Allah yang membedakan antara satu dengan lainnya.

2.3 Pendidikan Zaman Pendudukan Asing

2.3.1 Kedatangan Orang Portugis

Setelah menguasai Malaka tahun 1511, orang-orang Portugis terus


menelusuri ke Indonesia bagian Timur, untuk mencari sumber rempah-rempah, dan
mereka akhirnya menguasai pulau-pulau Ternate, Tidore, Ambon, dan Bacan,
dalam misi mencari rempah-rempah itu, mereka selalu dikuti oleh misionaris Roma
Katholik. Setelah mereka menemukan daerah baru, yang mereka kerjakan adalah
menjadikan masyarakat setempat untuk memeluk agama Roma Katholik. Setelah
mereka dibaptiskan, langkah selanjutnya adalah kepada mereka diberi pendidikan
agar agama yang baru dipeluk itu dapat dipertahankan dan terus berkembang.
Yang pertama-tama mengembangkan agama Katholik di Indonesia bagian
Timur itu adalan dari Ordo Franciskan, namum kemudian mereka terdesak oleh
Ordo Yezuit di bawah pimpinan Franciscus Xaverius, dimana ia menjadi peletak
dasar Katholicisme di indonesia. Untuk mengembangkan agama Katholik itu,
penguasa Portugis di Maluku Antonio Galvano pada tahun 1536 mendirikan
sekolah seminary (seminary school). Mungkin inilah lembaga pendidikan pertama
yang berbentuk sekolah di Indonesia.
Di seminar itu diajarkan agama Katholik dan baca tulis huruf latin, dan juga
diajarkan bahasa latin. Pendudukan Portugis di Indonesia bagian Timur tidak

17
bertahan lama, karena pada akhirnya Belanda dapat mengusirnya, dan kemudian
mengambil alih harta kekayaan Gereja Katholik, termasuk lembaga pendidikannya,
dan diserahkan kepada misi zending Protestan.

2.3.2 Zaman VOC

1) Dasar dan Tujuan Pendidikan

Sebagai perusahaan dagang, wajarlah VOC memiliki tujuan komersial, yaitu


mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi kepentingan Belanda pada umumnya
dan pemegang saham Khususnya. Pada abad 17 dan 18 di Negeri Belanda segala
kegiatan yang menyangkut pendidikan dilaksanakan oleh lembaga keagamaan.
Pemerintah tidak ikut campur dalam penyelenggaraannya, sehingga Gereja
memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan. Namun di Indonesia
VOC tidak menginginan Gereja (lembaga keagaman) memiliki wewenang yang
besar dalam mengatur masyarakat di daerah-daerah yang mereka kuasai, Schingga
kegiatan Gereja merupakan bagian dari kegiatan VOC. Jadi perluasan agama
Kristen Protestan dilaksanakan oleh VOC sendiri, sesuai dengan intruksi tahun
1617 kepda Gubernur Jenderal dan Raad Van Indie diantana supaya VOC
memperkembangkan agama Kristen dan mendirikan sekolah-sekolah untuk
membendung agama Katholik (M. Said, 1981). Sekolah tersebut dibiayai VOC
untuk dijadikan persemaian agama Protestan.
Karena pendidikan dilaksanakan oleh kalangan Gereja, walaupun mereka
sebagai pegawai VOC, yang menjadi dasar pendidikan adalah agama Kristen
Protestan. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan adalah:
1. Untuk mengembangkan ajaran Kristen Protestan
2. Pendidikan yang diberikan kepada bumi putra untuk mendapatkan tenaga
pembantu yang murah, yang dapat dikerjakan di VOC
2) Jenis-Jenis Sekolah

a. Pendidikan Dasar
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan VOC bercorak keagamaan. Sekolah
yang pertama di dirikan di Batavia dengan nama Batavische School pada

18
tahun 1617, dan pada tahun 1630 didirikan Burgerschool (sekolah warga
negara). Sekolah-sekolah tersebut merupakan pendidikan dasar dengan
tujuan untuk mendidik budi pekerti.
b. Sekolah Latin
Bahasa latin pada abad ke-17 di Eropa merupakan bahasa ilmiah, sehingga
muncul gagasan untuk mendirikan sekolah Latin di Batavia. Sekolah itu
dibuka pada tahun 1642, namun pada tahun 1651 mulai menyusut shingga
pada tahun 1656 ditutup. Pada tahun 1666 sekolah Latin di buka kembali,
namun hanya bertahan selama empat tahun dan akhirnya ditutup kembali.
c. Seminarium Theologica
VOC menganggap perlu untuk membuka seminarium untuk mendidik
calon-calon pendeta. Pendeta memiliki fungi ganda, yaitu sebagai ulama
dan sebagai guru. Sekolah ini di dirikan pada taun 1745. Muria-muridnya
disramakan dan belajar selama lima setengah jam sehari. sekolah dibagi
menjadi 4 kelas, dimana pada kelas; diberikan pelajaran membaca dan
menulls banasa Belanda, Melayu, Portugis, dan dasar-dasar agama Kristen.
Pada kelas II ditamban dengan banasa latin, dan pada kelas III ditambakan
bahasa Yunani dan Yahudi, Fisaia, Seka, in purbakala, dan kolas IV
merupakan pendalaman yang dilakukan olen Kepala Sekolah sendiri.
d. Akademi Pelayaran Academie der Merine)
Sokoliah imi di dirikan pada tahun 1743 dengan maksud untuk calon
perwira pelayaa sachings liya tida lama arena pada tahun 1755 diutp, dengan
alasan peminanya

2.3.3 Pemerintah Hindia Belanda

Pada akhir abad 18 perusahaan VOC mengalami kemunduran, yang akhirnya


pada tahun 1799 VOC dibubarkan yang selanjutnya Pemerintah Belanda
mengambil alih kekuasaan atas Indonesia.Sejak itulah Indonesia menjadi jajahan
langsung dari pemerintah Belanda. Bersamaan dengan itu di Eropa telah terjadi
perubahan dalam alam pikiran baru. Alam pikiran baru itu sebetulnya telah terjadi
sejak abad ke-17, yaitu Aufklarung, yang berarti fajar, terang dan merupakan abad

19
akal, manusia tidak lagi merasa diawasi, dipengaruhi, dan ditentukan oleh
kemauan-kemauan atau dogma-dogma di luar dirinya, seperti kekuasaan Gereja.
Dogma- dogma Gereja yang yang irasionalnya tidak bisa dikritik, apalagi dibantah.
Seperti misalnya Galileo Galilei membantah dogma geocentris mempertahankan
teori heliocentris bernasib mengerikan harus berhadapan dengan tiang guletin.

1) Pengaruh Aufklarung Terhadap Kehidupan


a. Percaya penuh terhadap kekuatan dan kemampuan akal.
b. Manusia dengan akalnya dapat memecahkan apa saja yang dihadapinya.
c. Manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan pribadi yang sangat besar
d. Memperjuangkan dengan gigih hak-hak azasi manusia terhadap
absolutisme negara atau pemerintah yang sangat didominasi Gereja.

Bebarapa pengaruh aufklarung terhadap kehidupan khususnya terhadap pendidikan


adalah :

a. Manusia bebas memberikan kritik terhadap berbagai persoalan dengan hati


nuraninya.
b. Menyangkut pendidikan agama, seorang filosof Rousseau antara lain
menganjurkan setiap anak dapat memilih sendiri agama yang akan
dianutnya sesuai dengan hati nuraninya.
c. Gereja dipisahkan dari negara atau pemerintahan termasuk gereja harus
melepaskan diri dari keterlibatannya dalam mengatur kegiatan pendidikan.
d. Menjadi pelopor Dari sistem pendidikan baru yaitu pendidikan yang
diselenggarakan oleh negara yang selanjutnya lahirlah sekolah sekolah
negeri. memperkenalkan sistem pendidikan untuk semua warga negara yang
membebankan kepada kewajiban negara. Negaralah (pemerintah) yang
harus menyelenggarakan pendidikan.
e. Sekolah bebas dari agama, sehingga sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah tidak boleh mengajarkan pelajaran agama.

Di Indonesia pada tahun 1807 Raja mengangkat Daendels menjadi gubernur


jendral dan raja memberi perintah kepadanya untuk meringankan penderitaan

20
penduduk pribumi dan menghapus perbudakan. Namun terhadap hal ini ia tidak
banyak memperhatikannya makan ia memerintah dengan tangan besi sehingga
banyak penduduk yang menderita daripada yang diperbaiki nasibnya. Hal ini
terbukti dengan melaksanakan sistem rodi (kerja paksa) dalam membuat jalan raya
dari Anyer sampai Pasuruan (Jawa Timur).

Walaupun Daendels memerintahkan dengan tangan besi, namun mencoba


memberikan perhatian terhadap pendidikan dengan memerintahkan kepada para
Bupati di timur Laut Pulau Jawa untuk mengusahakan pendirian sekolah yang
memberikan pelajaran kesusilaan, adat istiadat, perundang-undangan, pokok
pengertian keagamaan (bukan pelajaran agama). Bupati juga harus menyediakan
guru-guru dan fasilitas persekolahan yang diperlukan disamping itu pada tahun
1809 ia memerintahkan untuk mendirikan kembali sekolah seni tari (sekolah
Ronggeng) di Cirebon.

2) Ciri Persekolahan

Ada beberapa ciri persekolahan yang berlangsung pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda, yaitu :

a. Sekolah bersifat dualistis Pemerintah Kolonial Belanda membuat


stratifikasi sosial masyarakat sedemikian rupa untuk mempertahankan
kepentingan politiknya. Belanda mempertahankan Stratifikasi sosial
masyarakat menjadi 3 golongan yaitu :
a) Golongan Eropa, khususnya orang Belanda mereka merupakan
warga masyarakat golongan Teratas yang memiliki hak dan
kewajiban yang berbeda dengan Bumi Putra sehingga ada sekolah
untuk orang Eropa dan ada sekolah untuk orang orang Bumi Putra.
b) Golongan orang Asia di luar Eropa ditujukan kepada masyarakat
Cina, India, dan Arab memang dalam pendidikan pemerintahan
tidak turut campur dalam mengurus mereka, namun mereka lebih
mudah kalau masuk sekolah Belanda.

21
c) Golongan Bumi putra merupakan warga masyarakat kelas tiga.
Belanda masih membuat penggolongan terhadap Bumi Putra ini
menjadi golongan bangsawan dan golongan rakyat jelata.
b. Sekolah bersifat sekuler. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah harus bebas dari pelajaran agama apapun jadi tidak diberikan
ajaran/pelajaran agama di sekolah negeri hal ini sebagai pengaruh nyata dari
aufklarung.
c. Sekolah lebih banyak didasarkan kepada kebudayaan Barat daripada
didasarkan atas kebudayaan Indonesia.
d. Sekolah pemerintah kurang memperhatikan pelajaran keterampilan khusus
yang sangat bermanfaat sebagai bekal untuk hidup setelah keluar dari
sekolah. Sekolah cendeintelektualistis dan verbalistis.
e. Sekolah pemerintah kurang memperhatikan pendidikan kaum wanita,
terutama untuk kaum Bumi putra kolonial masih menganggap bahwa wanita
Bumi Putra tidak mendapatkan pendidikan, terutama pendidikan yang lebih
tinggi. Jadi, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi kaum wanita
sangat kurang karena disamping pandangan penjajahan karena budaya
keraton dan bangsawan yang menganggap wanita memiliki pendudukan
rendah dibandingkan kaum pria.

3) Jenis-jenis Sekolah
a. Sekolah untuk orang Eropa
a) Sekolah Dasar, Sekolah dasar yang pertama untuk orang Eropa dibuka pada
24 Februari 1817 di Batavia dan pada tahun 1820 dikembangkan di Cirebon,
Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Gresik. Sekolah tersebut bernama ELS
(Eropesche Lagere School).
b) Sekolah Lanjutan, untuk orang Eropa badu didirikan pada tahun 1860
dengan mendirikan Gymnasium (sekolah menengah) atas perintah Raja
Willem III, nama sekolah tersebut bernama Gynasium Willem III di
Batavia. Selanjutnya Gynasium ini dirubah namanya menjadi HBS (Hogere

22
Burger School) dengan lama pendidikan 5 tahun, yang didirikan pada tahun
1875 di Surabaya dan pada tahun 1877 di Semarang.

b. Sekolah untuk Bumi Putra


a) Sekolah Rakyat, penyelenggaraan sekolah dasar untuk Bumiputra baru
dilaksanakan setelah keluar keputusan raja nomor 95 tahun 1848, Yang
memberi wewenang kepada gubernur jendral untuk menyediakan dana
sebesar 25000 Gulden setahun untuk pendirian sekolah-sekolah Bumi putra
di pulau Jawa, dengan tujuan utama untuk mendidik calon-calon pegawai
negeri sejak tahun 1893 dengan keluarnya keputusan raja 28 September
1892 yang dimuat dalam lembaran negara 1893 nomor 125 sekolah dasar
untuk Bumi Putra dibagi menjadi 2 jenis :
 sekolah rakyat kelas satu (De School der erste klasse), sekolah yang
diperuntukkan bagi anak-anak Bumi putra dari golongan pemuka-
pemuka, tokoh-tokoh terkemuka, dan orang-orang Bumi putra
terhormat.
 sekolah rakyat kelas dua (De School der tweede klasse), sekolah dasar
bagi anak-anak Bumi Putra rakyat biasa.

Sekolah kelas satu didirikan di ibukota Keresidenan, Kabupaten, Kewadanan,


serta kota-kota yang menjadi pusat perdagangan dan kerajinan. Perbedaan
sekolahnya adalah sekolah kelas satu 6 tahun pendidikannya, sedangkan sekolah
kelas dua 5 tahun pendidikannya.

b) Sekolah Raja (Hoofdenschool), didirikan untuk memenuhi kebutuhan


administrasi pemerintahan dan kepentingan Belanda sendiri
diperuntukkan bagi anak-anak Bumi Putra, kepala daerah, dan orang-
orang terhormat lainnya. percobaan pertama didirikan di Tondano pada
tahun 1865 dengan bahasa pengantar bahasa Melayu dan bahasa Belanda.
Pada tahun 1900 sekolah ini diganti menjadi OCVIA (Opleidingschool
Voor Inladsche Ambtnaren), kemudian ditingkatkan menjadi sekolah
menengah dengan nama MOSVIA.

23
c) Sekolah Lanjutan, untuk Bumi putra pada abad ke-19 belum didirikan,
pada abad ke-20 yaitu pada tahun 1914 berdiri MULO dan pada tahun
1919 AMS.

c. Sekolah Kejuruan

Pada abad ke-19 pemerintah Hindia Belanda tidak mendirikan sekolah kejuruan
untuk Bumi Putra. Pada mulanya sekolah-sekolah ini didirikan oleh swasta.

a. Sekolah Pertukangan (Ambachts School), sekolah ini didirikan pertama kali


oleh Zending (misi Kristen) setaraf dengan sekolah dasar dengan ciri
pertukangan dan didirikan pada tahun 1856 di Batavia. Sekolah ini
diperuntukkan bagi Indonesia-Belanda agar mendapat penghidupan yang
layak. Selanjutnya sekolah pertukangan ini didirikan oleh pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1860 di Surabaya dan diperuntukkan bagi
golongan Eropa.
b. Sekolah Pendidikan Guru (Kweekschool), Sekolah ini pertama kali
didirikan oleh Zending di Ambon pada tahun 1834. Sekolah ini berlangsung
sampai 1864 (30 tahun) dan dapat memenuhi kebutuhan guru Bumi Putra.
Pemerintah baru membuka sekolah ini di Surakarta pada tahun 1852.
c. Sekolah Gadis, ada 2 jenis Sekolah Gadis, yaitu Sekolah Umum dan
Sekolah Kejuruan keduanya diperuntukkan bagi orang-orang Eropa.
Sekolah rendah untuk wanita (Eropa) didirikan pada tahun 1876 di Batavia.
Kemudian sekolah menengah (HBS) wanita didirikan pada tahun 1882 dan
sejak 7 Februari 1891 semua HBS diperkenankan menerima siswa-siswa
wanita. Sekolah kejuruan untuk gadis pernah didirikan pada tahun 1824
dengan nama Institut Voor de Opvoeding Van Jonge – Jufvrouwen (institut
untuk pendidikan wanita-wanita muda) di Batavia, namun hanya
berlangsung sampai tahun 1832. Wilhelmena School berdiri pada tahun
1883 di Semarang yang didirikan oleh lembaga swasta. Pendidikan kejuruan
untuk gadis baru dikembangkan pada abad ke-20.

24
2.3.4 Pendidikan Hindia Belanda Sejak 1990

1) Lahirnya Politik Etis, Sejak permulaan abad ke-20 di seluruh dunia terjadi
perubahan-perubahan, terutama dalam bidang politik, ekonomi, dan bidang
ideologi, serta perkembangan pengetahuan, demikian pula di Indonesia.

Pemerintah Belanda melalui perusahaan-perusahaan orang-orang Belanda


telah mengeruk keuntungan dari bumi Indonesia, namun rakyat Indonesia nasib dan
kehidupannya tidak dirasakan adanya perubahan. Aliran tersebut terkenal dengan
sebutan politik etis, yang berpendapat bahwa kepada bangsa Bumi Putra harus
diberi kebudayaan dan pengetahuan yang berasal dari Barat yang membawa bangsa
Belanda menjadi suatu bangsa yang maju dan besar.

Bangsa Belanda yang mencetuskan ide atau gagasan tersebut ialah Van de
Venter dengan mottonya de Eereschuld (hutan kehormatan). Politik etis ini
ditujukan demi kepentingan Bumi Putra dengan cara memajukan penduduk asli
dengan cara Barat (pendidikan Barat). Selogan yang terkenal dari politik etis ini
adalah : Edukasi, Irigasi, dan Imigrasi. Munculnya politik etis pemerintah kolonial
Belanda berusaha memperbaiki pendidikan untuk Bumi Putra, terutama dalam
waktu sekitar 20 tahun sejak 1900.

Sejak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan sekolah-


sekolah yang berorientasi Barat. Van de Venter sebagai Gubernur Jenderal banyak
berjasa terutama dalam menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-
orang golongan bawah. Karena itu banyak sekolah-sekolah desa yang berbahasa
pengantar bahasa daerah di samping sekolah-sekolah yang berorientasi Barat
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.

2) Landasan dan Tujuan Pendidikan, Sebagai pengaruh dari gerakan politik


etis, maka arah etis (etische koers) dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan
dan langkah-langkah pendidikan. Pemerintah mendasarkan kebijaksanaannya
dalam pendidikan pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

25
a. Pendidikan dan pengetahuan Barat diterapkan sebanyak mungkin bagi
golongan Bumi Putra, sehingga diharapkan bahasa Belanda dapat dijadikan
bahasa pengantar setiap jenis sekolah.
b. Pendidikan rendah bagi golongan Bumi Putra disesuaikan dengan
kebutuhan mereka.

Selama pemerintahan Hindia Belanda, tujuan pendidikan tidak pernah dinyatakan


secara eksplisit, namun pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi keperluan tenaga
buruh demi kepentingan kaum bermodal Belanda.

Hasil penelitian Komisi Pendidikan Indonesia Belanda (Holandsch Inlandsch


Onderwijs Commissie) yang dibentuk pada tahun 1928-1929 menunjukkan 2% dari
orang Indonesia yang memperoleh pendidikan Barat berdiri sendiri, lebih dari 83%
menjadi pekerja bayaran, sedangkan selebihnya menganggur. Dari 83%, sebanyak
45% bekerja sebagai pegawai negeri. Kenyataannya gaji pegawai negeri dan
pekerja jauh lebih rendah daripada gaji orang-orang Belanda dalam pekerjaan yang
sama. Dari kenyataan tersebut, tujuan pendidikan Belanda hanyalah sekedar untuk
memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah.

3) Jenis-Jenis Persekolahan, 20 tahun pertama pada abad ke-20 pendidikan di


Hindia Belanda mengalami perkembangan pesat, terutama dalam pendidikan dasar.
Walaupun atas dasar politik etis, pendidikan Belanda masih didasarkan kepada
golongan penduduk menurut kebangsaan, yaitu : Pendidikan untuk orang Eropa,
pendidikan untuk orang Bumi Putra dan pendidikan untuk orang asing lainnya.

a. Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)


a) Sekolah Rendah berbahasa pengantar bahasa Belanda (Westersch Lagere
Onderwijs)
1) Sekolah Rendah Eropa (Eropeesche Lagere School – ELS). Sekolah ini
untuk anak-anak keturunan Eropa, keturunan Timur asing, Bumi Putra
dari tokoh-tokoh terkemuka. Di dirikan pada tahun 1818 dan lama
pendidikannya adalah 7 tahun.

26
2) Sekolah Bumi Putra (Inlandscheschool) Kelasa satu (Eerste Klasse),
terdiri dari 2 macam :
 Sekolah Cina Belanda (HCS : Holandch Chinee School), yaitu
sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Cina yang didirikan
pada tahun 1908 dan lama pendidikannya 7 tahun.
 Sekolah Bumi Putra Belanda (HIS : Holandsch Inland School), yaitu
sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli, terutama
dari golongan bangsawan, tokoh terkemuka, pegawai negeri.
Didirikan pada tahun 1914 dan lama pendidikannya 7 tahun.
b) Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Daerah
1) Sekolah Bumi Putra Kelas Dua (Inlandsche School Tweede Klasse)
yang disediakan bagi Bumi Putra. Lama sekolah 5 tahun.
2) Sekolah Desa (Volksschool) bagi anak Bumi Putra, didirikan pada tahun
1907 dan lama sekolah 3 tahun.
3) Sekolah Lanjutan (Vervolgschool) lanjutan dasar sekolah desa,
diperuntukkan bagi Bumi Putra. Didirikan pada tahun 1914 dan lama
sekolah 2 tahun.
c) Sekolah Peralihan (Schakeschool), sekolah peralihan dari sekolah desa ke
sekolah dasar berbahasa pengantar bahasa Belanda yang diperuntukkan bagi
Bumi Putra dan lama sekolah 5 tahun.

b. Pendidikan Lanjutan/Menengah (Middlebaar Onderwijs)


a) MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) menurut sistem pendidikan
Belanda termasuk pendidikan dasar yang diperluas dibandingkan dengan
sekarang, sekolah ini setaraf dengan SMP yang merupakan sekolah lanjutan
dari sekolah dasar yang berbahasa Belanda. Didirikan pada tahun 1914 dan
lama pendidikan 3-4 tahun.
b) AMS (Algemeene Middlebareschool) merupakan kelanjutan dari MULO
berbahasa Belanda, diperuntukkan bagi Bumi Putra dan Timur Asing.
Didirikan pada tahun 1915 dan lama pendidikan 3 tahun. Sekolah ini dibagi

27
menjadi 2 jurusan yaitu : Bagian A, jurusan pengetahuan Kebudayaan (A1
: Sastra Timur, A2 : Klasik Barat). Bagian B, jurusan pengetahuan Alam.
c) HBS (Hogere Burger School) merupakan sekolah tinggi warga negara,
sebagai kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa,
bangsawan Bumi Putra, atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantar
bahasa Belanda, berorientasi ke Eropa Barat Belanda). Didirikan pada tahun
1860 dan lama pendidikan 3 tahun.

c. Pendidikan Kejujuran (Vakonderwijs)


a) Sekolah Pertukangan (Ambachts Leergang), sekolah berbahasa daerah,
menerima lulusan sekolah Bumi Putra 5 tahun atau vervolgschool. 2 tahun
pertama diberi pengetahuan dasar dalam 2 jurusan : perkayuan dan besi.
Selanjutnya diberi tambahan montir mobil, listrik, meubel atau pertukangan
tembok. Lama belajarnya 1-2 tahun.
b) Sekolah Pertukangan (Ambahchtsschool), sekolah pertukangan berbahasa
Belanda, menerima lulusan HIS, HCS, Schakeschool lama belajarnya 3
tahun, bertujuan untuk menghasilkan mandor (webaas), dengan Jurusan
montir mobil, mesin, listrik, kayu, dan penata batu (1909).
c) Sekolah Teknik (Technisch Onderwijs), merupakan kelanjutan dari
Ambachtsschool, berbahasa pengantar Belanda dan lamanya 3 tahun.
Merupakan kelanjutan dan pemecahan dari Koningin Wilhelmina School
yang terdiri dari:
 Bagian sastra/ekonomi, yang berubah menjadi Prins Hendrik School
(1911).
 Bagian teknik, yang selanjutnya menjadi Sekolah Kejuruan Teknik
Tingkat Atas (1911).
d) Sekolah Dagang (Handels Onderwijs), sebagian kelanjutan dari Prins
Hendrik School (1911), selanjutnya pada tahun 1935 pemerintah
mendirikan Sekolah Dagang Menengah (Middelbaar Handesschool),
menerima lulusan MULO dan lama belajar 3 tahun.

28
e) Pendidikan Pertanian (Landbouw Onderwijs). Lulusan sekolah ini selain
untuk keperluan penduduk asli yang agraris, juga untuk keperluan
perusahaan-perusahaan perkebunan Eropa yang mempergunakan pekerja
dan pengawas Bumi Putra. Sekolah ini di dirikan pada tahun 1903 yang
menerima lulusan sekolah dasar berbahasa pengantar bahasa Belanda. Pada
tahun 1911 berdiri Sekolah Pertanian Menengah Atas (Middelbaar
Landbouwsschool) yang menerima lulusan MULO dan HBS, lama belajar
3 tahun.
f) Pendidikan Kejuruan Kewanitaan (Meisjes Valkonderwijs). Merupakan
pendidikan kejuruan temuda yang dipengaruhi oleh gagasan RA Kartini.
Dipelopori oleh usaha swata tahun 1918 di dirikan Sekolah Kepandaian
Putri (Lagere Nijverheinschool Voor Meisjes). Lama belajar 3 tahun
menerima lulusan HIS, HCS dan Schakelschool.
g) Pendidikan Keguruan (Kweekschool). Sekolah ini sudah berdiri lama sejak
pertengahan abad ke 19 (1852) di Surakarta. Pada abad ke-20 sesuai
dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pendidikan, pendidikan
guru juga mengalami perubahan seperti berikut:
 Normaalschool, merupakan sekolah guru dengan lama pendidikan 4
tahun. menerima lulusan sekolah dasar lima tahun berbahasa pengantar
bahasa daerah.
 Kweekschool, adalah sekolah guru 4 tahun menerim lulusan sekolah
dasar, berbahasa pengantar bahasa Belanda.
 Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK), sekolah guru 4 tahun,
berbahasa pengantar Belanda, bertujuan menghasilkan guru untuk
HIS/ICS.

d. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs), Gagasan untuk mendirikan


pendidikan tinggi untuk Bumi Putra baru muncul sekitar dua
dasawarsa pada abad ke 20, juga berasa dari penganjur politik etis. Pada
tahun 1910 di dirikan perkumpulan Universitas Indonesia (Indische
Universiteits Vereeniging) yang bertujuan untuk mendirikan pendidikan

29
tinggi baik melalui swasta maupun pemerintah. Pengabil inisiatif adalah
kalangan Indo Eropa pada mulanya, namun kemudian didukung oleh orang-
orang Indonesia dan orang Belanda pengikut Van Deventer (Etische Koers).
a) Pendidikan Tinggi Kedokteran, Lembaga ini merupakan pengembangan
dari Sekolah Dokter Jawa yang sudah berdiri sejak 1815, lama belajar 2
tahun dan hanya berasal dari lulusan Sekolah Dasar 5 tahun. Pada tahun
1902 Sekolah Jawa dirubah menjadi STOVIA (School Tot Opleiding Van
Indische Artsen) yang menerima lulusan ELS, dan berbahasa pengantar
bahasa Belanda, dengan lama belajar 7 tahun. Di samping STOVIA di
Jakarta, di Surabaya pada tahun 1913 di dirikan NIAS (Nederlansch
Indische Artsenschool), dengan syarat dan lama belajar sama seperti di
STOVIA Baru pada tahun 1927 di Jakarta didirikan Sekolah Tinggi
Kedokteran (Geneeskundige Hogerschool), lama belajar 6 tahun setelah
lulus AMS atau HBS.
b) Pendidikan Tinggi Hukum, sudah dimulai sejak didirikan Sekolah Humum
(Rechtsshool) pada tahun 1909 di Jakarta. Lama pendidikan selama 3 tahun,
berbahasa Belanda, dan menerima lulusa ELS. Baru pada tahun 1924,
sekolah hukum yang berkedudukan di Jakarta dijadikan Sekolah Hukum
Tinggi (Rachts Hogeschool), menerima lulusan AMS dan HBS, dan lama
belajarnya 5 tahun.
c) Pendidikan Tinggi Teknik, yang betul memenuhi syarat sebagai perguruan
tinggi ialah tahun 1920, dengan di dirikannya Sekolah Teknik di Bandung
atas prakarsa lembaga Koninklijk Institut Voor Indische Ambtrenaren.
Menerima lulusan AMS, HBS, dan lama belajarnya 5 tahun.

2.3.5 Pendidikan Swasta Oleh Bumi Putera

Telah ditemukan bahwa pendidikan Kolonial Belanda bercirikan beberapa hal


diantaranya :

a. Pendidikan bersifat dualistis


b. Pendidikan bersifat sekuler, disekolah negeri tidak diperbolehkan
memberikan pelajaran agama (Ketetapan Raja tahun 1871)

30
c. Pendidikan didasarkan atas kebudayaan Eropa, tidak atas dasar kebudayaan
Indonesia
d. Pendidikan bersifat intelektual verbalistis.

Maka atas saran ciri-ciri pendidikan Kolonial Belanda tersebut munculah


reaksi-reaksi positif dari warha Bumi Putera dengan mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan dan menyelenggarakan pendidikan untuk memenuhi hararapan
pendidikan untuk Bumi Putera khususnya.

1) Muhammadiyah
a. Situasi yang mendorong lahirnya Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan suatu gerakan sosial, sebagai suatu reaksi positif


terhadap situasli kondisi lingkungan yang langsung pada waktu itu, seperti situasi
politik, situasi ekonomi, situasi kebudayaan, dan sebagainya. Maka berikut ini
situasi dan kondisi lingkungan yang memungkinkan lahirnya Muhammadiyah.

a) Situasi Politik

Pada tahun 1848 di negeri Belanda terjadi perubahan politik dengan menganut
faham liberalisme. Dengan liberalismenya Belanda berusaha untuk memperbaiki
kehidupan bangsa Indonesia, melalui "Ethischool Koers" sebagai gagasan dari Van
Deventer, yang mencakup: Edukasi, irigasi, dan transmigrasi. Bagaimanapun
Belanda adalah penjajah, bahwa dengan adanya pembaharuan politik tidak berarti
mereka akan memerdekakan Indonesia, bagaimanapun Belanda bertujuan untuk
menegakkan kolonialisme, hanya caranya yang berbeda. Sejak tahun 1900,
memang Belanda berusaha memperbanyak usaha pendidikan, namun di balik itu
dengan menggiatkan usaha pendidikan, memberi peluang yang sangat besar kepada
lembaga-lembaga keagamaan seperti Zending dan Misinaris untuk mengkristenkan
bangsa Indonesia melalui pendidikan. Hal ini memungkinkan dengan diangkatnya
AWF Indenburg menjadi Gubernur Jenderal, dimana ia menjalankan politik
pengkristenan yang lebih dikenal dengan "Kerstening politik Van der Heer
Idenburg" (Solichin Salam, 1965).

31
Dengan politik yang dijalankan Idenburg untuk memelihara agar penjajahan
Belanda tetap berlangsung di Indonesia, ia memandang perlu untuk mengkristenkan
bangsa Indonesia. Dalam rangka usahanya untuk mensukseskan politik
kolonialnya, pemerintah kolonial Belanda tidak hanya membantu dari segi moril,
akan tetapi juga materil dan finansil kepada Zending (Protestan) dan Missi
(Katholik). Bahkan pemerintah Belanda sengaja menyerahkan sebagian besar
usaha-usaha pendidikan kepada lembaga swasta tersebut. Dengan sengaja
pemerintah Belanda menggunakan kegiatan-kegiatan Zending dan Missi untuk
kepentingan kolonialnya.

b) Ekonomi Rakyat

Selama pemerintahan Kolonial Belanda, bangsa Indonesia telah kehilangan


kemerdekaannya baik dalam politik, ekonomi, agama dan hidup berbudaya sebagai
bangsa ynag memiliki kepribadiannya. Dari sudut ekonomi, rakyat Indonesia hidup
menderita dalam kemiskinan dan kemalaratan, karena kekayaan bumi kita telah
diangkut dan dikeruk ke negeri Belanda. Tenaga rakyat telah diperas habis-habisan,
dengan harus melakukan kerja paksa pada waktu membuat jalan raya Anyer (Jawa
Barat) - Panarukan (Jawa Timur). Dr.Huender (Solichin Salam, 1965) menyatakan
bahwa keadaan bangsa Indonesia di waktu itu sudah demikian rupa seperti "een
natie van koelies en een koelie oder de naties" suatu bangsa yang terdiri dari kuli-
kuli, dan seperti kuli yang hidup dikalangan bangsa-bangsa.

c) Kehidupan Agama Islam

Ajaran Islam telah tercampur dengan ajaran yang tidak bersumber dari Al-Qur'an
dan Sunnah Nabi. Masyarakat Islam hidup dalam kebekuan, dalam arti terjebak
pada ajaran-ajaran atau dogma-dogma agama yang kaku, tidak mampu beradaptasi
dengan situasi dan kondisi, ajaran Islam berkembang dalam suasana taklid buta.
Selain itu, merajarela perbuatan bid'ah, syirik, khurafat.

Hal tersebut antara lain disebabkan masih besarnya pengaruh ajaran mistik yang
tidak sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Sisa-sisa pengaruh kepercayaan sebelum
Islam (Hinduisme, Budhisme, Animisme) masih kuat dalam kehidupan masyarakat.

32
Sehingga dengan demikian kehidupan masyarakat (Islam) sudah jauh menyimpang
dari tuntunan dan kemurnian cita-cita ajaran Islam. Kepercayaan hidup masyarakat
tidak didasarkan atas ajaran Tauhid sebagai landasan dan dasar pokok ajaran Islam.

b. Gerakan Pembaharuan Islam

Lahirnya Muhammadiyah merupakan perpanjangan dari gerakan pembaharuan


Islam di dunia Islam pada waktu itu. Gerakan pembaharuan Islam pada mulanya
berdasarkan pemikiran Ibnu Taimiyah, (1263-1328) dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah
(1292-1350). Kemudian kira-kira 500 tahun selanjutnya dihidupkan kembali oleh
Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) di Jazirah Arab, yang kemudian lebih
terkenal dengan sebutan "Gerakan Wahabi". Abdul Wahab mencetuskan pemikiran
yang menyangkut: sekolah yang diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada
sekolah-sekolah khusus ke Islaman. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah ialah pada tahun 1921 didirikan Al- Qismul Argo, kemudian
dirubah menjadi Hooger Muhammadiyah School, dimana pada tahun 1923
menjadi Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut dipisahkan antara
murid laki-kali dengan perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932 menjadi
Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat
Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).

2). Taman Siswa

Taman siswa didirikan oleh R.M. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara)
dengan Ki Pronowidigo, Sutatmo Suryokusumo pada tanggal 3 Juli 1922

1) Alasan berdirinya Taman Siswa, yang pertama pendidikan dan pengajaran


untuk tiap bangsa berujud berupa pemeliharaan untuk mengembangkan benih
turunan dari bangsa itu, pengajaran yang diperoleh oleh orang barat merupakan
pengaruh dari politik kolonial seperti dididik untuk kepentingan kolonial itu sendiri,
sistem pendidikan kolonial tidak menumbuhan kehidupan bersama yang mandiri
dan pendidikan yang sekarang dilaksnakan ditujukan demi kepentingan kolonial.

2) Dasar Pendidikan Taman Siswa, yaitu berdasrkan Kodrat Alam yang artinya
memberikan keyakinan akan adanya kekuatan kodrat pada manusia, lalu

33
berdasarkan kemerdekaan, kemerdekaan merupakan syrat pokok yang mutlak
adanya pada tiap usaha pendidikan, kebangsaan, kebudayaan dan kemanusiaan.

3) Pelaksanaan Pendidikan Taman Siswa, adapun tujuan pendidikannya yaitu


bertujuan untuk mendidik anak agar percaya kepada kekuatan sendiri tidak
menggantungkan diri kepada kekuatan orang lain, dan atas dasar budaya sendiri.
Terdapat beberapa jenis pendidikan taman siswa, yaitu taman indria, taman anak,
taman dewasa, taman madya dan taman guru.

3) INS (Indonesia Nederlandsche School)

INS merupakan lembaga pendidikan yang didirikan oleh Mohamas Syafei di


Kayutanam, Sumatera Barat tahun 1926. Adapula dasar dan tujuan INS yaitu
sebagai dasar berpikir logis dan rasional, pendidikan kemasyarakatan dan
menentang intelektualisme, adapun yang menjadi tujuan pendidikan adalah
mendidik rakyat ke arah kemerdekaan dan memberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Terdapat beberapa jenis sekolah yaitu terdiri dari Ruang
rendah 7 tahun, Ruang antara 1 tahun, Ruang dewas 4 tahun dan Ruang masyarakat
1 tahun

2.3.6 Masa Pendudukan Jepang

Jepang memperkenalkan militerisme dengan landasan ideal dalam


pemerintahannya di Indonesia. Landasan itu ialah kemakmuran bersama Asia
Timur Raya berpusat di Jepang, Manehuria, dan Cina. Dalam menyelenggarakan
pendidikan, semua sekolah harus dipadukan dan terbuka, serta dimulai dengan
sekolah rakyat 6 tahun untuk semua lapisan masyarakat. Bahasa Jepang harus
diajarkan, latihan militer dan adat istiadat Jepang. Di samping sekolah rakyat
dibuka juga sekolah lanjutan (menengah), sekolah guru, sekolah kejuruan termasuk
sekolah pelayaran, dan beberapa sekolah tinggi tertentu. Namun kenyataannya
proses pembelajaran selama 3,5 tahun tidak efektif, karena pemerintah Jepang
menghadapi peperangan yang pada akhirnya harus bertekuk lutut kepada sekutu.

1) Landasan dan Tujuan Pendidikan

34
Landasan idiil pendidikan pada zaman Jepang disebut Hakko Ichiu, yaitu bangsa
Indonesia bekerjasama dengan bangsa Jepang dalam rangka mencapai kemakmuran
bersama Asia Raya. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah menyediakan tenaga
sukarela dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kemenangan
Jepang dalam melawan tentara sekutu yaitu Inggris dan Amerika Serikat. Oleh
karena itu, para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan
indoktrinasi yang ketat.

2) Sistem Persekolahan

Di zaman pendudukan Jepang banyak mengalami perubahan karena sistem


penggolongan baik menurut bangsa maupun status sosial dihapus. Jenis sekolah
hanya terdiri dari :

a. Sekolah Rakyat 6 tahun (Kokumin Gakko), SMP 3 tahun (Koto Chu Gakko)
b. Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (Kogya Semmon Gakko). Pada zaman
Jepang didirikan Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi.

3) Hal-hal yang Menguntungkan

Bagaimanapun mundurnya pendidikan karena terdesak oleh usaha peperangan,


namun banyak hal yang menguntungkan bagi perjuangan bangsa selanjutnya.
Keuntungan tersebut diantaranya :

a. Bahasa Indonesia berkembang secara luas, karena dijadikan bahasa


pengantar di semua lembaga pendidikan.
b. Buku-buku bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena
dalam suasana perang hak cipta internasional diabaikan.
c. Seni bela diri dan perang dimiliki para pemuda Indonesia, ternyata berguna
bagi perang kemerdekaan melawan Belanda.
d. Perasaan rindu kepada kebudayaan dan kemerdekaan berkembang dan
bergejolak luar biasa.

35
e. Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama ditiadakan
sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam
bidang pendidikan.
f. Bangsa Indonesia dilatih dan dididik untuk memegang jabatan pimpinan
walaupun di bawah pengawasan orang-orang Jepang.
g. Sekolah-sekolah diseragamkan dan di negerikan, walaupun sekolah-sekolah
swasta seperti Muhammadiyah, Taman Siswa, dan sekolah-sekolah Missi-
Zending diizinkan terus berkembang tetapi di bawah pengaturan dan
diselenggarakan sesuai dengan sekolah negeri.

2.4 Pendidikan Nasional Indonesia Tahun 1945-1950

Revolusi Nasional yang merupakan lanjutan dari rentetan konflik bersenjata


sejak Belanda menanamkan kekuasaannya di Indonesia, meletus pada tanggal 17
Agustus 1945 dalam bentuk Proklamasi Kemerdekaan. Proklamasi yang
merupakan suara rakyat bersama menghancurkan belenggu kolonialisme di
Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan menimbulan hidup baru dalam segala bidang
kehidupan bangsa Indonesia, termasuk dibidang pendidikan. Sesudah Proklamasi
Kemerdekaan dirasakan perlunya mengubah suatu sistem pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan kehidupan baru.

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan, Menteri Pendidikan,


Pengajaran dan Kebudayaan (Menteri PP dan K) Ki Hajar Dewantara mengeluarkan
"instruksi umum" yang menyerukan kepada para guru supaya membuang jauh-jauh
sistem pendidikan kolonial dan mengutamakan patriotisme, Secara rinci isi dari
"instruksi umum" tersebut adalah:

1. Pengibaran "Sang Merah Putih" setiap hari di halaman sekolah.


2. Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
3. Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian
Kimigayo (lagu kebangsaan Jepang).
4. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal
dari Pemerintah Balatentara Jepang.

36
5. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid.

Menyertai intruksi umum tersebut, dikeluarkanlah berbagai peraturan dalam


kabinet-kabinet selanjutnya untuk mengubah sistem pendidikan dan pengajaran
lama dengan sistem pengajaran yang lebih demokratis. Diawali dengan Kongres
Pendidikan maka Menteri PP dan K membentuk Komisi Pendidikan. Komisis ini
membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran.

2.4.1 Undang-Undang Dasar

Yang menjadi Undang-Undang Dasar sejak 18 Agustus 1945 hingga pengakuan


kedaulatan oleh Belanda yang melahirkan RIS 27 Desember 1949 adalah Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai pedoman di lapangan pendidikan. Pasal-pasal dalam
UUD 1945 yang menyatakan secara tersurat tentang pendidikan adalah pasal 31
yang menyatakan:

1. Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.


2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 32 yang menyatakan: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional


Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan I Republik Indonesia
rumusannya adalah:

1. Ketuhanan Yang maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Konstitusi Sementara RIS berlaku sejak 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus


1950. Pasal- pasal Konstitusi Sementara RIS yang menyatakan secara tersurat
tentang pendidikan termasuk dalam Bab V tentang Hak-hak dan Kebebasan Dasar
Manusia, terdapat pada pasal 30 yang memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

37
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
2. Memilih pengajaran yang akan diikuti adalah bebas
3. Mengajar adalah bebas, dengan tidak mengurangi pengawasan penguasa
yang dilakukan terhadap itu menurut peraturan perundang-undangan.

Pancasila sebagai dasar Negara Federal Republik Indonesia Serikat (RIS), terdiri
atas rumusan sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Peri-kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

2.4.2 Tujuan dan Dasar Pendidikan

Selama masa Negara Kesatuan I (1945-1949), tujuan pendidikan belum


dirumuskan secara jelas dalam suatu undang-undang yang mengatur tentang
pendidikan. Tujuan pendidikan hanya digariskan oleh Kementrian Pendidikan,
Pengajaran, dan Kebudayaan dalam bentuk Keputusan Menteri, 1 Maret 1946, yaitu
warga Negara sejati yang menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara.
Sedangkan dasar pendidikan adalah Pancasila, seperti yang terumuskan dalam
pembukaan UUD 1945. (Redja Mudyahardjo, 2002).

Setelah melalui proses yang sangat panjang antara lain melalui Kongres
Pendidikan Indonesia di Solo (1947) di bawah pimpinan Prof. Sunarya Kalapaking
yang bertujuan meninjau kembali berbagai masalah pendidikan/pengajaran, Usaha
Panitia Pembentukan Rencana Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran
(1948) yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, serta Kongres Pendidikan di
Yogyakarta (1949), maka lahirlah UU No 4 Tahun 1950 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia yang diundangkan
pada tanggal 4 April 1950. UU ini diberlakukan untuk seluruh wilayah Negara
kesatuan II yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1950, melalui UU No. 12 Tahun
1954 tentang pernyataan berlakunya Undang-Undang No 4 Tahun 1950 dari

38
Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah untuk seluruh Indonesia. Beberapa pasal dalam UU No. 4 Tahun 1950
menyatakan:

a. Pasal 3: Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila


yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
b. Pasal 4: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas-azas yang
termaktub dalam Pancasila Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia dan atas kebudayaan bangsa Indonesia.
c. Pasal 5 ayat 1: Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan adalah bahasa
pengantar di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
d. Pasal 5 ayat 2: Di Taman Kanak-kanak dan tiga kelas yang terendah di
sekolah rendah bahasa daerah boleh dipergunakan sebagai bahasa
pengantar.

2.4.3 Sistem Persekolahan

Selama penjajahan Jepang, sistem persekolahan di Indonesia sudah


dipersatukan dan terus disempurnakan dalam zaman Negara Kesatuan I. Namun
karena masih ada daerah pendudukan oleh Pemerintah kolonial Belanda
pelaksanaannya belum tercapai. Dalam kenyataannya, karena faktor keamanan dan
banyak pelajar yang turut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga
tidak dapat bersekolah maka pendidikan di daerah pendudukan banyak yang tidak
dapat diselenggarakan.

Akan tetapi, setelah dilakukan konsolidasi intensif, selama kurun waktu


1945-1950, sistem persekolahan Indonesia akhirnya mengkristal dalam bentuk
seperti tertera pada Bagan berikut. Sistem Persekolahan Tahun 1945-1950, yang
terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.

2.4.4 Penyelenggaraan Pendidikan

Pada tanggal 29 Desember 1945, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia


Pusat (BP- KNIP) mengajukan 10 hal yang perlu diusahakan oleh Kementrian

39
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan untuk mengadakan pembaharuan
pendidikan dan pengajaran sebagai berikut:

a. Untuk menyusun masyarakat baru perlu adanya pembaharuan pedoman


pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan yang hingga kini berlaku
haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan rasa perikemanusiaan yang
tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi
warga Negara yang mempunyai rasa tanggung jawab.
b. Untuk memperkuat kesatuan rakyat kita, hendaknya diadakan satu macam
sekolah untuk segala lapisan masyarakat. Sesuai dengan dasar keadilan
sosial semua sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara baik
laki-laki maupun perempuan.
c. Metodik yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sistem
sekolah kerja, agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan tangan bisa
berkembang seluas-luasnya.
d. Lain dari perguruan-perguruan biasa hendaknya diadakan perguruan orang
dewasa yang memberi pengajaran pemberantasan buta huruf dan seterusnya
hingga yang bersifat Taman Ilmu Rakyat (Volksuniversiteit) dengan
memperhatikan garis-garis besar yang tersangkut pasal 1.
e. - Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama,
hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak
mengurangi kemerdekaan golongan yang berkehendak mengikuti
kepercayaan yang dipeluknya. Tentang cara melakukan ini, baiklah
kementrian mengadakan perundingan dengan Badan Pekerja.
- Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat
dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat
dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah mendapat perhatian dan
bantuan yang nyata berupa tuntunan dan bantuan materiil dari Pemerintah.
f. Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya dan jika perlu dengan
mempergunakan bantuan kekuatan bangsa asing sebagai guru besar.

40
g. Kewajiban sekolah lambat laun dijalankan dengan ketentuan, bahwa dengan
tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun bisa berlaku dengan
sempurna dan merata (6 tahun sekolah untuk tiap-tiap anak Indonesia).
h. Pengajaran teknik dan ekonomi terutama pengajaran: pertanian, industri,
pelayaran dan perikanan hendaknya mendapat perhatian istimewa).
i. Pengajaran kesehatan dan olah raga hendaknya teratur sebaik-baiknya
hingga kemudian menghasilkan kecerdasan rakyat yang harmonis.
j. Di sekolah rendah tidak dipungut uang sekolah, untuk Sekolah Menengah
dan Perguruan Tinggi hendaknya diadakan aturan pembebasan biaya dan
tunjangannya yang luas, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan
bagi pelajar-pelajar yang kurang mampu. (Redja Mudyahardjo, 2002)

Berdasarkan usul BP-KNIP, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan


(Menteri Suwandi) menetapkan 10 dasar pendidikan dan pengajaran di Republik
Indonesia, yang ditetapkan 1 Maret 1946, sebagai berikut:

1) Perasaan bakti kepada Tuhan (Yang Maha Esa)


2) Perasaan cinta kepada Alam
3) Perasaan cinta kepada Negara
4) Perasaan cinta dan hormat kepada Ibu dan bapak
5) Perasaan cinta kepada Bangsa dan Kebudayaan
6) Perasaan berhak dan wajib ikut memajukan Negaranya menurut
pembawaan dan kekuatannya
7) Keyakinan bahwa orang menjadi sebagian yang tak terpisahkan dari
keluarga dan masyarakat
8) Keyakinan bahwa orang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata
tertib
9) Keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama harganya, sebab itu
berhubungan sesama anggota masyarakat harus bersifat hormat-
menghormati, beradsarkan atas rasa keadilan, dengan berpegang teguh atas
harga diri sendiri.

41
10) Keyakinan bahwa Negara memerlukan wara Negara yang rajin bekerja, tahu
pada kewajibannya, jujur dalam pikiran dan tindakannya.

1) Pendidikan Masyarakat

Pada tanggal 1 Januari 1946 terbentuklah Bagian Pendidikan Masyarakat pada


Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sebagai akibat dari mosi S.
Sarkoro yang ditujukan kepada BP-KNIP. Adapun tugas BP-KNIP :

a. Memberantas buta huruf,


b. Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan
c. Mengembangkan perpustakaan rakyat.

Tujuan pendidikan masyarakat, membangun masyarakat adil dan makmur


berdasarkan Pancasila yang akan diraih ada 2 cara yakni, metode belajar dan
metode kerja. Metode bekerja yang dilakukan adalah metode Panca Marga,
memiliki 4 jalan untuk mencapai tujuan, yaitu :

a. Melestarikan dasar-dasar pengertian untuk membangun masyarakat dengan


melaksanakan pendidikan dasar untuk masyarakat,
b. Membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat dengan
melaksanakan pendidikan kader masyarakat,
c. Menyediakan dan menyebarkan bacaan dengan mengadakan perpustakaan
atau taman pustaka masyarakat,
d. Memfungsionalkan golongan pemuda dengan melaksanakan pendidikan
taruna karya.

Melalui surat keputusan No. 104/Bhg. 0/1946 Menteri Pendidikan, Pengajaran


dan Kebudayaan (Suwandi) tugasnya adalah :

a. Merencanakan susunan baru dari tiap-tiap macam sekolah (school type),


b. Menetapkan bahan-bahan pengajaran dengan menimbang keperluan yang
praktis dan jangan terlalu berat (overladen),
c. Menyiapkan rencana-rencana pelajaran untuk tiap sekolah dan tiap kelas
disertai dengan daftar dan keterangan yang lengkap.

42
Dalam mengatasi kekurangan gedung sekolah, Pemerintah melakukan upaya-
upaya melalui cara berikut :

a. Mendirikan gedung sekolah baru walaupun cara ini belum mencukupi


kebutuhan gedung sekolah,
b. Menyewa rumah rakyat untuk dijadikan gedung sekolah, dan
c. Mengadakan sistem mengajar 2 kali dalam sehari. Usaha ini makin tampak
hasilnya setelah di kalangan masyarakat timbul organisasi Persatuan Orang
Tua Murid dan Guru (POMG) yang berhasil menyumbangkan gedung
sekolah sebanyak 6.878 buah gedung sampai tahun 1954.

2) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi terdiri atas 2 macam, yaitu pendidikan tinggi republik dan
pendidikan tinggi di daerah penduduk Belanda. Pendidikan tinggi yang
diselanggarakan pada masa ini, antara lain :

a. Ika Daikagu di Jakarta (pendudukan Belanda), dilanjutkan dan diperluas


menjadi Sekolah Tinggi Kedokteran.
b. Sekolah Tinggi Hukum, serta Sastra dan Filsafat dibuka 1946 tetapi ditutup
oleh penguasa Belanda setelah aksi militer I, 1947 meskipun kuliah masih
tetap ada yang dilaksanakan secara informal.
c. Perguruan Tinggi Kedokteran dan Kedokteran Gigi, didirikan di Malang
1946. Setelah aksi militer I dipindahkan ke Klaten.
d. Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan didirikan oleh Kementerian
Kemakmuran di Bogor 1947, kemudian dipindahkan ke Klaten.
e. Sekolah Tinggi Teknik didirikan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan di Bandung 1946. Setelah aksi militer I dipindahkan ke
Yogyakarta.
f. Yogyakarta memiliki 5 jenis perguruan tinggi, yakni :
(1) Akademi politik;
(2) Akademi polisi;
(3) Balai Perguruan Tinggi Gajah mada didirikan 3 Maret 1946;

43
(4) Sekolah Tinggi Islam Indonesia;
(5) Universitas Gajah Mada didirikan pada 19 Desember 1949.
g. Solo dan Klaten memiliki 4 jenis PT, yakni :
(1) Sekolah Tabib Tinggi (Perguruan Tinggi Kedokteran II) didirikan pada
Maret 1946 di Solo;
(2) Sekolah Tabib Tinggi (PT Kedokteran I) didirikan pada Maret 1946 di
Klaten;
(3) Sekolah Tinggi Farmasi; dan
(4) Sekolah Tinggi Pertanian, didirikan pada September 1946 di Klaten.
h. Setelah pengakuan kedaulatan tahun 1949, Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah
Tabib Tinggi, Sekolah Tinggi Pertanian dan Akademik Politik dimasukkan
ke dalam Universitas Gajah Mada. Akademik Polisi dipindahkan ke Jakarta
dengan nama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
i. Pada tahun 1946 didirikan suatu “universitas darurat” (Nood Universiteit).
Pemerintah Belanda secara resmi mengganti nama universitas darurat
dengan Universiteit van Indonesie, Maret 1947.

3) Penyelesaian Bekas Pelajar Pejuang Bersenjata

Selama masa perjuangan mempertahankan keberadaan Repbulik Indonesia


yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 sampai penyerahan kedaulatan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda 27 Desember 1949. Setelah penyerahan kedaulatan
mereka diberi kesempatan untuk memilih 3 alternatif, yaitu :
1. Meneruskan karir di dalam angkatan bersenjata;
2. Melanjutkan studi; dan
3. Kembali ke masyarakat dengan mencari penghidupan sebagai warga
masyarakat biasa.

Sebelum penyerahan kedaulatan kementerian pendidikan, Pengajaran dan


kebudayaan, kementerian pembangunan, dan pemuda mengadakan pengumuman
bersama tentang sekolah peralihan bagi pelajar pejuang 10 Maret 1948. isi
pengumuman tersebut antara lain bahwa kementerian pendidikan, Pengajaran dan

44
kebudayaan, kementerian pembangunan, dan pemuda tidak lama lagi akan
membuka sekolah sekolah peralihan di Yogjakarta, Surabaya, Magelang, Madiun,
dan beberapa tempat lainnya jika dipandang perlu dan mungkin. Sekolah-sekolah
peralihan yang akan diadakan yaitu :

1. Sekolah Menengah Umum bagian Pertama (SMP) peralihan,


2. Sekolah Menengah Umum bagian Atas (SMA) peralihan,
3. Sekolah Guru Laki-laki (SGL) peralihan.

Kementerian pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan berdasarkan peraturan


pemerintah No. 9 tahun 1949 dan No. 32 tahun 1949, mendirikan kantor Urusan
Demobilisasi pelajar (KUDP) yang bertugas mengurusi penyaluran pelajar
pejuang yang akan meneruskan studi kembali.

4) Kurikulum Pendidikan

Salah satu hasil dari Panitia Penyelidik Pengajaran, yang berkenaan dengan
kurikulum, menetapkan bahwa setiap rencana pelajaran (kurikulum) pada setiap
jenjang pendidikan sekolah hendaknya meningkatkan kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan meningkatkan pendidikan
watak

Pembaharuan kurikulum, antara lain menghasilkan Kurikulum SR 1947,


yang membedakan

1. SR yang mempergunakan pengantar bahasa daerah (Jawa, Sunda, dan


Madura) pada kelas tiga macam struktur program, yaitu yang lebih rendah,
2. SR yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia sejak kelas I, dan
3. SR yang diselenggarakan sore hari oleh karena keadaan (terbatas sampai
kelas IV.

Sedangkan kelas V dan kelas VI harus pagi) Kurikulum SR 1947 terdiri


atas 16 mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu
Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara.
Pekerjaan Tangan, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi

45
Pekerti, Pendidikan Agama Kurikulum SMP 1947 mencakup 9 (Sembilan)
kelompok mata pelajaran, yang terdiri atas:

1. Kelompok Bahasa (Bahasa Indonesia, Inggris dan Daerah)


2. Kelompok Ilmu Pasti (Berhitung, Aljabar dan Ilmu Ukur)
3. Kelompok Pengetahuan Alam (Ilmu Alam, Kimia, Ilmu Hayat)
4. Kelompok Pengetahuan Sosial (Hom Bumi, Sejarah)
5. Kelompok Pelajaran Ekonomi (Hitung Dagang. Pengetahuan Dagang)
6. Kelompok Pelajaran Ekspresi (Sem Suara, Menggambar, Pekerjaan
Tangan/Kerja Wanita)
7. Pendidikan Jasmani
8. Budi Pekerti
9. Agama

46
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peradaban hindu budha telah melahirkan beberapa ahli yang melahirkan


karya-karya yang bermutu tinggi, seperti dalam seni bangunan dan seni pahat telah
menghasilkan karya arsitektur yang mengagumkan, seperti Candi Borobudur yang
telah diakui UNESCO dan ditetapkan sebagai situs warisan dunia atau world
heritage sites dan Candi Perambanan.

Islam Masuk ke Indonesia melalui Gujarat, Pendapat ini dibuktikan dengan


ditemukannya salah satu makam raja Islam Malikul Saleh yang meninggal tahun
1927 M. Batu nisan di atas makam itu bertuliskan ayat-ayat Qur'an dengan huruf
Arab dan bentuknya sama dengan batu nisan yang ada di Gujarat, yaitu ukiran-
ukiran yang bercorak Hindu gaya Gujarat.

Perkembangan Pendidikan, dalam penyebaran agama dan pendidikan Islam


para ulama Islam, yang pada waktu itu di Jawa lebih dikenal dengan Wali, telah
banyak menentukan bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam.

Glagah Arum menjadi kota Bintaro, dimana ia menjadi bupatinya Raden


Patah adalah orang yang pertama kali mengorganisir pendidikan Islam dengan
mendirikan organisasi Bayangkare Islah pada tahun 1476, dengan tujuan untuk
mempergiat usaha pendidikan dan ajaran Islam sesuai rencana yang teratur (Muham
Yunus, 1960).

misalnya Sunan Giri bertugas untuk mengembangkan pendidikan Islam di


Surabaya dan Madura, bahkan sampai ke Makasar dan Ambon Sunan Gunung Jati
bertugas untuk mengembangpan pendidikan dan ajaran Islam di Jawa Barat, beliau
mendirikan kerajaan di Cirebon dan Banten, sehingga Pajajaran dengan
pelabuhannya Sunda Kelapa dapat ditaklukkan, kemudian di dirikan Jayakarta pada
tanggal 22 Juni 1927, yang sampai sekarang menjadi Jakarta.

47
Sekolah yang pertama di dirikan di Batavia dengan nama Batavische School
pada tahun 1617, dan pada tahun 1630 didirikan Burgerschool (sekolah warga
negara).

Sekolah Dasar, Sekolah dasar yang pertama untuk orang Eropa dibuka pada
24 Februari 1817 di Batavia dan pada tahun 1820 dikembangkan di Cirebon,
Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Gresik.

Sebelum penyerahan kedaulatan kementerian pendidikan, Pengajaran dan


kebudayaan, kementerian pembangunan, dan pemuda mengadakan pengumuman
bersama tentang sekolah peralihan bagi pelajar pejuang 10 Maret 1948. isi
pengumuman tersebut antara lain bahwa kementerian pendidikan, Pengajaran dan
kebudayaan, kementerian pembangunan, dan pemuda tidak lama lagi akan
membuka sekolah sekolah peralihan di Yogjakarta, Surabaya, Magelang, Madiun,
dan beberapa tempat lainnya jika dipandang perlu dan mungkin.

48
DAFTAR PUSTAKA

Robandi, B., & Syaripudin, T. (2023). Landasan Pendidikan. (D. Haryadi, Ed.)
Bandung: UPI Press.

49

Anda mungkin juga menyukai