Anda di halaman 1dari 54

LANDASAN HISTORI PENDIDIKAN

MAKALAH KELOMPOK

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Landasan


Pendidikan yang diampu oleh Dra. Hj. Ani Hendriani, M.Pd. dan M.
Denni Haryadi, M.Pd.

Disusun oleh
Ghanish Nurafifah P.G.S. 2007266
Ismi Khoerunisa 2001568
Muhammad Syahrur Royhan 2000041
Nevi Pramuditha Putri 2000488

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini pada waktu yang telah ditentukan. Penyusunan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pendidikan
pada tema “Landasan Historis Pendidikan”.
Makalah ini berisi sejarah pendidikan pada zaman pra-kemerdekaan di
Indonesia, semoga dengan makalah ini dapat membantu para pembaca untuk
mengenali pendidikan di Indonesia sejak zaman Pra-Kemerdekaan.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tentu dibantu oleh banyak pihak, maka
dari itu kami ucapkan banyak terimakasih dan semoga berbuah kebaikan kembali.
Dalam penyusunan makalah ini tentu akan ada kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami tunggu
untuk perbaikan pembuatan makalah kedepannya. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat menjadi sumber belajar bagi insan-insan yang senang belajar, menebar dan
mengajar.

Bandung, 25 Februari 2021

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1

2.1 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

3.1 Tujuan................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

2.1 Pendidikan Zaman Hindu-Buddha ......................................................................... 3

2.2 Pendidikan Zaman Islam ..................................................................................... 10

2.3 Pendidikan Zaman Pendudukan Asing ................................................................. 21

BAB III PENUTUPAN ............................................................................................... 49

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 49

3.2 Saran................................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 50


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah suatu pondasi dalam hidup yang harus dibangun
dengan sebaik mungkin. Secara umum pendidikan adalah proses pembelajaran
pengetahuan, keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari
satu generasi ke generasi lainnya. Proses pembelajaran ini melalui pengajaran,
pelatihan dan penelitian. Adanya pendidikan juga dapat meningkatkan
kecerdasan, akhlak mulia, kepribadian serta keterampilan yang bermanfaat
baik itu untuk diri sendiri maupun masyarakat umum. Tujuan utama dari
pendidikan adalah mengembangkan potensi dan mencerdaskan individu
dengan lebih baik. Dengan tujuan ini, diharapkan mereka yang memiliki
pendidikan dengan baik dapat memiliki kreativitas, pengetahuan, kepribadian,
mandiri dan menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan salah satu hak dasar manusia. Sebagai insan yang
dikarunia dengan akal pikiran, manusia membutuhkan pendidikan dalam
proses hidupnya. Dari mulai lahir hingga ke liang lahat, menusia yang berfikir
akan selalu membutuhkan pendidikan. Seperti ketika manusia dapat berjalan
pada masa balita. Di sana ada proses belajar yang dibimbing oleh orang tua
sebagai pendidik manusia buat pertama kali. Lebih jauh, ketika harus
berinteraksi dengan masyarakat, manusia memerlukan pendidikan agar dapat
bermanfaat dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan.
Pendidikan di Indonesia beriringan dengan masa sejarah Indonesia,
artinya pendidikan Indonesia telah ada pada beberapa masa yaitu masa pra
kemerdekaan dan masa pasca kemerdekaan. Pendidikan Indonesia terus
mengalami perkembangan setiap dekadenya. Bermula dari masa Hindu-
Buddha sehingga masa Reformasi. Untuk semakin mengenali pendidikan,
sejarah mengenai pendidikan perlu dipelajari supaya bisa mengembangkannya
lebih lanjut atau bahkan melakukan inovasi pendidikan.
2.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana sistem pendidikan di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan

1
2

3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengidentifikasi sistem pendidikan di Indonesia pada masa Pra-
kemerdekaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendidikan Zaman Hindu-Buddha


1. Faktor Berkembangnya Perdaban Hindu-Buddha
a. Faktor Politis
Awal mula masuk nya peradaban Hindu Buddha dibawa dari India.
Dikarenakan terjadi peperangan antara kerajaan India bagian utara
dengan kerajaan India bagian selatan.Bangsa aria dari utara mendesak
kerajaan dan penduduk selatan, sehingga penduduk diselatan lari mencari
tempat tempat baru, dan sebagian sampai ke Indonesia. Karena itu
peradaban hindhu Buddha nusantara dipengaruhi oleh bangsa India dari
bagian selatan.
Hal itu berkaitan dengan Teori Sudra dari Von Van faber. Teori ini
menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindhu Buddha
di Indonesia diawali oleh para kaum Sudra atau budak yang bermigrasi
ke wilayah nusantara. Orang orang kasta Sudra ini adalah mereka yang
dianggap sebagai orang buangan. Tetapi kasta Sudra umumnya tidak
memiliki ilmu pengetahuan/pendidikan, jadi biasanya ada kasta yang
lebih tinggi dari Sudra yang membawa kastra Sudra ke Indonesia.
b. Faktor Ekonomi/Geografis
Indonesia terletak antara India dan dataran Tiongkok, dimana pada
waktu itu telah terjadi perdagangan anatar India dan Tiongkok melalui
jalan laut. Akibatnya banyak orang India dan Tiongkok bergaul dengan
bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan/perniagaan sampai terjadi
koloni, yang berdatangan dari India dan Tiongkok.
Hal itu disebabkan Indonesia berada di jalur perdagangan
internasional. Dan kepulauan Indonesia menjadi daerah transit sebelum
melanjutkan kedua bagian Negara tersebut. Selain itu orang Indonesia
ikut aktif dalam perdagangan sehingga terjadilah kontak hubungan
diantara keduanya. Hubungan ituakhirnya memberikan pengaruh
terhadap perkembangan Hindhu Buddha di Indonesia.

3
4

Hal itu berkaitan dengan Teori Waisya yang dikemukakan oleh


N.J.Krom. Yang mengatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu
masuk ke Indonesia dibawa oleh golongan waisya(pedagang).
c. Faktor Kultural
Tingkat peradaban Bangsa India lebih tinggi dibandingkan dengan
penduduk asli di Nusantara ini. Mereka sudah mengenal sistem
pemerintahan yang teratur dalam bentuk kerajaan, mereka telah
mengenal tulisan dan karya sastra yang tinggi. Fakta sejarah
membuktikan dengan ditemukannya prasasti betu bertulis dengan huruf
Palawa dan bahasa Sangsakerta, yang menjelaskan tentang adanya
kerajaan tertua. Di Kalimantan yaitu di Kutai (abad ke 5 Masehi), dan
kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Hal ini berkaitan dengan Teori Ksatria, teori ini menyebutkan
bahwa Indonesia masuk ke Indonesia dibawa oleh para ksatria dengan
cara penaklukan daerah daerah tertentu di Nusantara. Menurut L. Moens
terbentuknya kerajaan pada abad ke 5 ada kaitannya dengan situasi yang
terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara
para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia
sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya
mendirikan kerajaan di Indonesia.
2. Hinduisme dan Budhisme
Agama Hindu di India terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu
Brahmanisme dan Syiwaisme. Hinduisme yang datang di Indonesia adalah
Syiwaisme, yang pertama kali dibawa oleh seorang Brahmana yang
bernama Agastya. Syiwaisme berpandangan bahwa:
1) Syiwa adalah dewa yang paling berkuasa
2) Syiwa adalah pencipta dan perusak alam, segala sesuatu bersumber
Syiwa dan kembali kepada Syiwa.
3) Manusia hidup dalam rangkaian reinkarnasi dan merupakan suatu
samsara (penderitaan), yang ditentukan oleh perbuatan manusia
sebelumnya, jadi berlaku hukum “karma”.
5

4) Tujuan hidup manusia ialah mencapai “moksa”, suatu keadaan dimana


manusia terlepas dari samsara, manusia hidup dalam keabadian yang
menyatu dengan Syiwa.
Agama Buddha adalah agama yang disebarkan oleh Sidharta Gautama
di India, yang kemudian terpecah menjadi dua aliran, yaitu: Mahayana dan
Hinayana. Yang berkembang dj Indonesia adalah Buddha Hinayana. Agama
Buddha berkembang pada masa kerajaan Sriwijaya di Sumatra, dan pada
zaman Wangsa Syailendra di Pulau Jawa. Menurut ajaran Budhisme
menusia hidup dalam penderitaan karena nafsu duniawi Manusia dalam
hidup ini berusaha untuk mengusir penderitaan, mencari kebahagiaan yang
abadi yaitu nirwana. Untuk mencapai nirwana manusia harus berperilaku
benar, yaitu:
1) berpandangan yang benar
2) mengambil keputusan yang benar
3) berkata yang benar
4) bertindak yang benar
5) berkehidupan yang benar
6) berdayaupaya yang benar
7) melakukan meditasi yang benar
8) konsentrasi kepada hal-hal yang benar
3. Pendidikan Hindu-Buddha
Pada zaman Hindu pendidikan formal yang diselenggarakan oleh
kerajaan Tarumanegara, Kutai, sudah berkembang. Materi pelajaran
berpusat kepada ajaran agama, membaca dan menulis huruf Palawa dan
bahasa Sangsakerta. Keterampilan membuat candi dan patung-patung tidak
terlepas dari inspirasi ajaran agama, dapat diajarkan secara formal oleh
pemahat, atau mereka belajar langsung dari orang tua mereka, demikian
juga cara-cara bela diri untuk berperang. Para pendidiknya atau guru ialah
orangorang pandai yang memahami ajaran agama atau para pandita, yang
berasal dari kasta Brahmana. Para peserta didiknya ialah keturunan para
Brahmana dan anak-anak bangsawan dan raja atau kasta Ksatria.
6

Pada zaman Hindu pendidikan masih terbatas yaitu diberikan kepada


golongan minoritas atau pada kasta Brahmana, Ksatria, belum menjangkau
golongan mayoritas seperti kasta Waisya dan Sudra, apalagi kasta Paria.
Namun perlu diketahui bahwa penggolongan kasta di Indonesia tidak begitu
ketat seperti halnya di India yang menjadi asalnya agama Hindu. Pendidikan
pada zaman Hindu lebih tepat dikatakan sebagai “Perguruan”, dimana para
murid berguru kepada para cerdik cendekia. Kemudian lembaga pendidikan
dikenal dengan nama Pesantren.Sistem perguruan yang dikenal dengan
sebutan pesantren itu berkembang terus sampai pada pengaruh Buddha, dan
sampai zaman Islam sampai sekarang.
Pada zaman Buddha pendidikan berkembang pada kerajaan Sriwijaya
yang berpusat di Palembang, pada zaman itu disana terdapat Peguruan
Tinggi Buddha, dimana murid-muridnya banyak berasal dari Indocina,
Jepang, dan Tiongkok. Guru yang terkenal pada saat itu ialah Dharmapala.
Perguruan perguruan Buddha tersebut mungkin menyebar ke seluruh
kekuasaan Sriwijaya. Mungkin sekali candi-candi Borobudur, Mendut, dan
Kalasan merupakan pusat pendidikan agama Buddha.
Dengan adanya peninggalan peninggalan sejarah seperti candi, dan
patung, maka sudah pasti para santri atau murid belajar ilmu membangun
dan seni pahat. Karena pembuatan candi memerlukan kemampuan teknik
dan seni yang tinggi. Demikian juga dalam memahat relief-relief candi
dibimbing oleh suatu alur cerita yang menceritakan kehidupan sang Buddha
atau para Dewa, atau cerita Ramayana.
Dalam perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu seperti Singosari,
Majapahit, dan kerajaan Buddha seperti Sriwijaya, tidak terdapat uraian
yang jelas mengenai pendidikan. Namun sudah pasti bahwa pada zaman
tersebut sudah berkembang pendidikan dengan lembaga-lembaga yang
dengan sengaja dibuat secara formal. Lembaga-lembaga pendidikan
tersebut berbentuk perguruan yang lebih dikenal dengan sebutan pesantren
yang seperti kita kenal sekarang yaitu pesantren tradisional. Pada saat itu
mutu pendidikan cukup memuaskan berbagai pihak yang bersangkutan.
7

a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan identik dengan tujuan hidup, yaitu manusia
hidup untuk mencapai moksa bagi agama Hindu, dan manusia mencapai
nirwana bagi agama Buddha. Karena itu secara umum tujuan akhir
adalah mencapai moksa atau nirwana. Secara khusus mungkin dapat
dibedakan:
1) Bagi kaum Brahmana atau kasta tertinggi pendidikan bertujuan untuk
menguasai kitab suci yaitu Weda untuk Hindu dan Tripitaka untuk
Buddha sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal.
2) Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan
bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan
pengaturan pemerintahan atau kerajaan
3) Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat
memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam hidup, sesuai dengan
pekerjaan yang secara turun temurun. Misalnya keterampilan
bercocok tanam pelayaran, perdagangan, seni pahat, dan sebagainya.
b. Sifat Pendidikan
Pada zaman Hindu Buddha beberapa sifat dan ciri pendidikan yang
menonjol pada waktu itu adalah:
1) Informal, karena pendidikan masih bersatu dengan proses kehidupan.
2) Berpusat pada religi, karena kehidupan atas dasar kepercayaan dan
keagamaan menguasai segala-galanya.
3) Penghormatan yang tinggi terhadap guru. Karena guru pada zaman itu
berasal dari kaum Brahmana yaitu kasta tertinggi dalam masyarakat
Hindu, dan tidak memperoleh imbalan gaji. Mereka menjadi guru
semata-mata karena kewajiban sebagai Pandita atau Brahmana yang
didasarkan kepada perasaan tulus, mengabdi tanpa pamrih tanpa
memikirkan imbalan dunia.
4) Aristokratis, artinya pendidikan hanya diikuti oleh segolongan
masyarakat saja, yaitu golongan Brahmana, pendeta, dan golongan
Ksatria dan golongan keturunan raja-raja. Dalam agama kita kenal
penggolongan berdasarkan kasta, namun di Indonesia perbedaan tidak
8

begitu tajam dan menonjol. Yang menonjol adalah antara golongan


raja-raja dan rakyat jelata.
c. Jenis-Jenis Pendidikan
Pada zaman Hindu-Buddha pendidikan siklasifikasikan kepada
beberapa jenis, diantaranya:
1) Pendidikan intelektual
Pendidikan intelektual ini dikhususkan untuk menguasai kitab-
kitab suci, yaitu kitab Veda dipelajari oleh kaum Brahmana, dan kitab
Tripitaka dipelajari oleh penganut Buddha. Pada waktu itu hanya
golongan Brahmanalah yang berhak mempelajari kitab suci Veda.
Pendidikan intelektual juga berkaitan dengan penguasaan doa dan
mantera, yang berkaitan dengan penguasaan alam semesta, dan
pengabdian kepada Syiwa dan Buddha Gautama.
2) Pendidikan kesatriaan
Kegiatan pendidikan ini dilakukan untuk mendidik kaum
bangsawan keluarga istana kerajaan, untuk memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang berkaitan dengan mengatur pemerintahan atau
kerajaan, bagaimana mengatur negara, dan bagaimana harus
berperang.
3) Pendidikan keterampilan
Jika pendidikan intelektual dan pendidikan kesatriaan
merupakan pendidikan kegiatan yang diprogram dengan tertib, dalam
arti pendidikan bagi kamum Brahmana dan bangsawan atau keluarga
raja yang sudah berjalan dengan teratur. Sedangkan pendidikan
keterampilan yang diajukan bagi masyarakat/rakyat jelata
berlangsung secara informal yang berlangsung dalam keluarga, sesuai
dengan keterampilan yang dimiliki orang tuanya. Seorang pemahat
akan diwariskan keterampilannya kepada anak-anaknya, begitu pula
para petani, nelayan, dan sebagainya.
d. Lembaga Pendidikan
Seperti telah dikemukakan bahwa pendidikan masih bersifat
informal, belum ada pendidikan formal dalam bentuk sekolah seperti kita
9

kenal saat ini. Namun demikian ada beberapa tempat yang biasa
dijadikan sebagai lembaga pendidikan.
1) Pecatrikan atau Padepokan
Pecatrikan atau padepokan ini merupakan tempat berkumpulnya
para catrik, yaitu murid-murid yang belajar kepada guru di suatu
tempat, sehingga disebut pecatrikan, dan dengan nama lain biasa juga
disebut padepokan. Dari kata-kata catrik dan pecatrikan itulah muncul
kata santri dan pesantren. Jadi lembaga pesantren sudah dikenal
keberadaannya sejak zaman Hindu Buddha. Di pesantren dan atau
padepokan itulah berkumpul para murid, khususnya keturunan kaum
Brahmana untuk mempelajari segala macam pengetahuan yang
bersumber dari kitab suci (Veda dan Upanishad bagi Hindu, serta
Tripitaka bagi Buddha). Di Candi Borobudur terlihat suatu lukisan
yang menggambarkan suatu proses pendidikan seperti yang berlaku
sekarang ini. Di tengah-tengah pendopo besar seorang Brahmana atau
pendeta duduk dilingkari oleh murid-muridnya, semuanya membawa
buku, dan meka belajar membaca dan menulis. Guru tidak menerima
gaji, namun dijamin oleh murid-muridnya untuk hidup. Yang menjadi
dasar pendidikan adalah agama Buddha dan Hindu, dapat dilihat dari
relief-relief yang tertulis di Candi Borobudur (Buddha) dan Candi
Prambanan (Hindu).
2) Pura
Pura merupakan tempat yang berada di sekitar istana. Tempat
ini diperuntukkan bagi putra-putri raja belajar. Mereka diberi
pelajaran yang berkaitan dengan hidup sopan santun sebagai
keturunan raja yang berbeda dengan masyarakat biasa. Mereka belajar
tentang bagaimana mengatur negara, ilmu bela diri baik secara fisik
maupun secara batiniah.
3) Pertapaan
Pertapaan dikatakan lembaga pendidikan, karena orang yang
bertapa dianggap telah memiliki pengetahuan kebatinan yang sangat
10

tinggi. Karena itu para pertapa menjadi tempat bertanya tentang segala
hal terutama berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
4) Keluarga
Tidak disangsikan lagi bahwa keluarga merupakan suatu
lembaga pendidikan. Dalam keluargalah akan terjadi partisipasi dan
imitasi dalam menyelesaikan pekerjaan orang tua yang dilakukan
anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
e. Ilmu Pengetahuan dan Karya Seni
Pada zaman kejayaan kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia ini
telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan karya seni yang sangat
tinggi. Seperti telah dikemukakan, yaitu Sriwijaya sebagai salah satu
kerajaan Buddha yang terbesar di Indonesia pada saat itu telah berdiri
lembaga pendidikan setaraf “perguruan tinggi”. Perguruan tinggi
tersebut dapat menampung beratus-ratus mahasiswa biarawan Buddha
dan dapat belajar dengan tenang, mereka tinggal di asrama-asrama
khusus. Sistem dan metode belajar sesuai dengan yang ada di India,
Sehingga biarawan Cina dapat belajar di Sriwijaya sebelum melanjutkan
belajar di India. Dj Sriwijaya terkenal mahaguru yang berasal dari India
yaitu Dharmapala, dan mengajarkan agama Buddha Mahayana. Di pulau
Jawa pada waktu Mataram diperintah seorang ratu terdapat sekolah
agama Buddha yang dipimpin oleh orang Jawa yaitu Janadabra.
Sampai jatuhnya Majapahit pada abad ke-15, ilmu pengetahuan
berkembang terus, khususnya di bidang sastra, bahasa, ilmu
pemerintahan dan tatanegara, serta ilmu hukum. Peradaban Hindu
Buddha telah melahirkan empu-empu dan para pujangga yang
melahirkan karya-karya yang bermutu tinggi. Dalam seni bangunan dan
seni pahat telah menghasilkan karya arsitektur yang menakjubkan,
seperti Candi Borobudur yang pernah menjadi salah satu dari tujuh
keajaiban dunia, dan Candi Prambanan.
2.2 Pendidikan Zaman Islam
1. Masuknya Islam di Indonesia
11

Masuknya Islam ke daerah Aceh diketahui dari tulisan pengalaman


Marco Polo dalam perjalanannya ke Tiongkok. Dalam perjalanan pulang
dari Tiongkok ia singgah di pantai utara Sumatra, dan sampai di Peureula,
yang kemudian lebih dikenal dengan nama Perlak (Aceh, tahun 1292).
Marco Polo yang dari Venesia Italia itu menyebutkan bahwa di Perlak
didapat beberapa orang yang telah beragama Islam. Mengenai bagaimana
masuknya ke Indonesia terdapat beberapa pendapat yang berbeda, yaitu:
a. Islam masuk ke Indonesia melalui Persia
Teori ini tercetus karena pada awal masuknya Islam ke Nusantara
di abad ke 13, ajaran yang marak saat itu adalah ajaran Syiah yang berasal
dari Persia. Selain itu, adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia
dengan Persia dianggap sebagai salah satu penguat. Contohnya adalah
peringatan 10 Muharam Islam-Persia yang serupa dengan upacara
peringatan bernama Tabuik/Tabut di beberapa wilayah Sumatera
(Khususnya Sumatera Barat dan Jambi).
b. Islam masuk ke Indonesia melalui Gujarat
Pendapat ini dibuktikan dengan ditemukannya salah satu makam
raja Islam Malikul Saleh yang meninggal tahun 1927 M. Batu nisan di
atas makam itu bertuliskan ayat-ayat Our'an dengan huruf Arab dan
bentuknya sama dengan batu nisan yang ada di Gujarat, yaitu ukiran-
ukiran yang bercorak Hindu gaya Gujarat. Berdasarkan bukti tersebut
para ahli sejarah perpendapat bahwa agama Islam yang mula-mula
masuk ke Indonesia tidak langsung dibawa leh orang-orang yang datang
dari Mekah, melainkan agama Islam itu mungkin sekali datang melalui
Gujarat, dan dibawa oleh para pedagang. Pendapat ini dikemukakan oleh
Dr. R.M. Soetjipto Wirjsoeparto
c. Islam masuk ke Indonesia melalui Mesir dan Mekah
Agama Islam masuk ke Indonesia bukan melalui Persia maupun
Gujarat (India), melainkan fangsung dari Mekah dan melalui Mesir.
Pendapat ini dikemukakan oleh Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(HAMKA). Adapun alasan-alasan yang dikemukakan HAMKA adalah
sebahai berikut:
12

1) Ibnu Batutah seorang pengembara Muslim dari Magribi (Marokko)


dalam buku perjalanannya telah menyaksikan bahwa Raja Samudra
Pasai bermazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i yang terbesar pada waktu
itu ialah di Mesir, dan raja-raja tersebut selalu mengikuti
musyawarah ulama-ulama Syafi'i yang ada dalam kerajaannya.
2) Gelar yang dipakai oleh raja-raja Pasai ialah gelar raja-raja Mesir,
yaitu Al Malik, yang tidak terdapat di Persia maupun di India.
Adapun gelar raja Persia dan India adalah gelar Syah yang baru
dipakai oleh raja-raja Malaka pada permulaan abad XV.
3) Di Persia mazhab yang berpengaruh adalah Syiah, dan di India
adalah mazhab Hanafiah. Kenyataannya di Indonesia mazhab Syiah
dan Hanafiah tidak banyak penganutnya, dan sampai sekarang
mazhab Syafi'ilah yang menguasai wilayah Indonesia ini.
4) Sebelum Ibnu Batutah melawat ke Samudra Pasai sudah ada seorang
ulama Indonesia yang mengajar ilmu tasawuf di Aden, Arab, yang
namanya Syekh Abu Mas'ud Abdullah bin Mas'ud al Jawi. Ini
menjadi bukti hubungan mencari ilmu pengetahuan Islam langsung
ke tanah Arab, bukan dari Malabar, Gujarat.
5) Orang mengemukakan alasan, bahwa pengaruh India dapat
dibuktikan pada batu-batu nisan kuburan tua di Gresik dan Pasai.
Jika orang Islam Indonesia membeli batu nisan dari Gujarat karena
bagus bentuknya, bukanlah berarti bahwa mereka mempelajari Islam
dari Gujarat.
2. Inti ajaran Islam
a. Islam sebagai Agama Tauhid
Tauhid Inti ajaran Islam adalah tauhid, yaitu suatu keyakinan
bahwa Tuhan itu Esa segala-galanya, Allah merupakan satu-satunya
Tuhan pencipta, penguasa, dan pemelihara alam semesta. Allah itu Esa
segala-galanya, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam
wujud-Nya, Esa dalam perbuatannya. Allah tempat meminta makhluk-
Nya, Allah tidak beranak (melahirkan) Yan tidak diberanakkan
(dilahirkan), tidak sesuatupun yang mampu menyamai-Nya.
13

Allah Esa dalam zat-Nya artinya bahwa zat Allah itu satu, tidak
terbilang dan tersusun dari unsur-unsur atau elemen-elemen yang
berbeda. Allah Esa dalam sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki sifat-
sifat kesempurnaan dan keutamaan yang disebut Asmaul Husna, dan
tidak ada sesuatu pun yang menyamai sifat-sifat tersebut. Allah Esa
dalam wujud-Nya, artinya hanya bagi Allah yang wajib adanya (wujud-
Nya) sedangkan selain dari Allah adalah makhluk hanya mungkin saja
keberadaannya, akan tergantung kepada Allah itu sendiri. Allah Esa
dalam perbuatan-Nya, artinya bahwa hanya Allah yang menjadikan alam,
yang menghidupkan dan yang mematikannya, hanya Allah yang
memberi kesenangan dan kesusahan, hanya Allah yang menjadikan
adanya semua makhluk-Nya.
b. Manusia adalah sama di sisi Allah
Agama Islam mengajarkan persamaan dan persaudaraan di antara
sesama manusia. Agama yang tidak membedakan antara golongan
bangsawan dan rakyat jelata. Semua manusia adalah sama-sama hamba
Allah, yang dipandang lebih di antara sesamanya hanyalah karena
tagwanya kepada Allah. Ajaran Islam mengemukakan bahwa seseorang
baru dikatakan iman dan taqwa kepada Allah, apabila Ia mencintai orang
lain sebagaimana ia mencintai terhadap dirinya sendiri.
c. Iman, Islam, dan Ikhsan
Sebutan Islam bukanlah nama yang diberikan oleh pemeluk agama
Islam, melainkan nama Islam diberikan oleh Maha Pencipta Allah
Subhanahu Wataala yang tercantum dalam kitab suci Al-Ouran (Al-
Imran: 19 dan 85: Al Maidah : 3). Ajaran Islam dibangun atas tiga ajaran
pokok, yaitu : Iman, Islam, dan Ikhasn.
1) Iman
Yang dimaksud dengan Iman ialah mempercayai akan adanya
Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, mempercayai terhadap
Malaikat-Malaikat Allah, mempercayai terhadap kitab yang
diturunkan Allah kepada para Rasul-Nya, mempercayai akan adanya
Rasul-Rasul Allah sejak Adam samapai Rasul terakhir yaitu
14

Muhammad, dan percaya akan adanya hari akhir dan pembalasan,


serta yang terakhir percaya akan adanya gadar (ketentuan dari Allah)
baik yang baik maupun yang tidak baik. Itulah yang disebut dan lebih
dikenal dengan istilah rukun iman.
2) Islam
Yang dimaksud dengan Islam ialah mengabdikan dan
menyerahkan diri kepada Allah dan tidak menserikatkan-Nya dengan
apapun dan siapapun, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat,
melaksanakan puasa pada bulan ramadhan, dan melakukan ibadah haji
bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya.
3) Ikhsan
Yang dimaksud dengan ikhsan ialah bahwa manusia
mengabdikan diri atau menyerahkan kepada Allah seperti kita melihat
Allah, seperti kita berhadapan dengan Allah. Namun apabila kita tidak
pernah melihat Allah secara fisik, sebetulnya Allah Maha Melihat
kepada kita. Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat terhadap apa
yang diperbuat manusia, baik yang lahir maupun yang batin. Semua
amal perbuatan manusia akan mendapat balasan di hari kemudian di
akhirat sesuai dengan amal perbuatannya. Amal baik akan
memperoleh imbalan pahala, dan tidak baik dan jahat akan
memperoleh dengan siksa yang maha dahsyat, tidak bisa
dibandingkan dengan penderitaan yang tak kan terhingga, tidak bisa
dibandingkan dengan penderitaan pada waktu di alam dunia yang
fana. Karena itu berkaitan dengan ikhsan ini manusia diperintahkan
oleh Allah untuk berbuat amal saleh, manusia harus berbuat baik
terhadap Tuhan, manusia berbuat baik sesama manusia dan manusia
harus berbuat baik dengan lingkungannya. Jadi ikhsan ini merupakan
manifestasi dari iman dan Islam dalam berperilaku kehidupan sehari-
hari yang dihadapi manusia.
3. Pendidikan zaman Islam
a. Perkembangan pendidikan
15

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak agama


Islam masuk ke Indoenesia. Sejak perkembangan Islam, pendidikan
mendapat prioritas utama masyarakat Muslim Indonesia. Di samping
karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi mendorong
umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem
yang masih sangat sederhana.
Pendidikan Islam di Jawa mulai teratur sejak Maulana Malik
Ibrahim, mengajarkan agama secara khusus di rumahnya, kemudian
mendirikan langgar di Gresik. Bahkan penulis sejarah mengatakan
bahwa beliaulah yang pertama-tama mendirkan pesantren. Dalam
penyebaran agama dan pendidikan Islam para ulama Islam, pada waktu
itu di Jawa lebih dikenal dengan Wali. Para wali disebut dengan Wali
Songo. Yang termasuk wali songo adalah: Maulana Malik Ibrahi, Sunan
Ampel, Sultan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Kalijoga, Sunan Maria, dan Sunan Gunung Jati. Para wali tersebut
mengembangkan ajaran Islam dengan memeprhatikan filsafat hidup dan
kebudayaan yang hidup di masyarakat, dan mereka mengisnya dengan
ajaran Islam sehingga ajaran Islam dapat diterima dengan mudah oleh
masyarakat. Salah satunya adalah Sunan Bonang yang merupakan putra
Sunan Ampel. Sunan Bonang menaruh perhatian yang besar pada bidang
kebudayaan dan kesenian.Daerah operasinya ialah antara Surabaya dan
Rembang. Beliau mengarang lagu-lagu gending Jawa yang berisi tentang
ke Islaman antara lain tembang Mocopat.
Pendidikan Islam lebih teratur setelah Raden Patah mendirikan
Pesantren di hutan Glagah Arum tahun 1475 yang masih berada di bawah
kekuasaan Majapahit. Raden Patah adalah orang yang pertama kali
mengorgnisir pendidikan isalam dengan mendirikan organisasi
Bayangkare Islah pada tahun 1476 dengan tujuan untuk mempergiat
usaha pendidikan dan ajaran Islam sesuai rencana yang teratur. Pada
tahun 1500 M Raden Patah memisahkan diri dari Majapahit yang sudah
sangat lemah sehingga pengembangan pendidikan Islam lebih leluasa,
dan dari sinilah Islam menyebar ke seluruh pelosok Pulau Jawa. Raden
16

Patah mengorganisir para wali mengembangkan pendidikan Islam di


daerah tertentu. Misalnya Sunan Giri bertugas mengembangkan
pendidikan Islam di Surabaya dan Madura. Sunan Gunung Jati bertugas
untuk mengembangkan pendididikan dan ajaran Islam di Jawa Barat.
Pada tahun 1568 kerajaan Demak ditaklukan oleh Pajang sehingga
pemerintah pindah dari Demak ke Pajang. Namun kerajaan Pajang tidak
begitu lama umurnya, karena pada tahun 1586 ditaklukkan oleh
Mataram. Sejak itulah pemerintahan dan penyebaran serta pendidikan
Islam berpusat di Mataram. Menurut Mahmud Yunus (1960) pada waktu
itu telah ada lembaga-lembaga pendidikan berupa pengajian Quran,
pengajian kitab, pesantren besar, pesantren keahlian.
b. Dasar dan tujuan pendidikan
Dasar pendidikan ialah ajaran Islam yang mengandung iman, Islam
dan ikhsan. Dasar pendidikan Islam adalah keyakinan terhadap Allah
SWT dan rukun iman, melaksanakan syariat Islam dan melakukan amal
saleh. Dasar dari pendidikan Islam adalah tauhid untuk mengakui ke
Esaan Allah. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan dasar hukum Islam yang
menjadi pijakan dalam pendidikan Islam.
Tujuan pendidikan Islam meningkatkan pengabdian manusia
kepada Allah SWT. Meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalam Islam sehingga menjadi pribadi yang beriman dan
bertaqwa. Dalam Islam, terdapat hubungan manusia sebagai hamba Allah
yang harus berpegang teguh terhadap syariat-Nya dan hubungan dengan
sesama manusia. Pengabdian bermanusia terhadap Allah akan
menghantarkan dirinya pada kehidupan yang berbahagia di dunia dan
diakhirat. Jika dijabarkan, tujuan pendidikan zaman Islam adalah sebagai
berikut:
1) Memiliki pengetahuan praktis yang berguna untuk kehidupan di dunia
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
2) Memiliki pengetahuan keagamaan yang bersumber dari Al-Qur’an,
Sunnah, ijma, qiyas.
17

3) Menjadi manusia yang menjalankan ajaran Islam, manusia yang


mengabdikan diri kepada Allah.
Sedangkan menurut Zubaedi (2012) ada empat aspek tujuan
pendidikan zaman Islam macam, yaitu:
1) Tujuan Pendidikan Jasmani (al-Ahdaf al-Jismiyah), dalam sebagian
aspeknya, bertujuan untuk mempersiapkan manusia sebagai
pengemban tugas khalifah di bumi melalui keterampilan fisik.
2) Tujuan Pendidikan Rohani (al-Ahdaf ar-Ruhaniyah), dalam sebagian
aspeknya, bertujuan untuk meningkatkan jiwa dan kesetiaan yang
hanya kepada Allah semata dan melaksanakan moralitas Islami yang
diteladani oleh Nabi saw dengan berdasarkan pada cita-cita idela
dalam Al-Qur’an.
3) Tujuan Pendidikan Akal (Al-Ahdaf al-Aqliyah), pada sebagian
aspeknya, bertujuan mengarahkan intelegensi supaya menemukan
kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah terhadap tanda-tanda
kekuasaan Allah. Tahap pendidikan akal ini adalah pencapaian
kebenaran ilmiah, kebenaran empiris dan kebenaran metaempiris atau
filosofis.
4) Tujuan Pendidikan Sosial (Al-Ahdaf al-Ijtima’iyyah), dalam sebagian
aspeknya, bertujuan untuk membentuk kepribadian yang utuh baik
roh, tubuh dan akal.
c. Lembaga-lembaga pendidikan
Perkembangan pendidikan pada masa Islam ditandai dengan
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari
yang sederhana sampai tahap yang sudah terbilang modern. Pada awal
perkembangan agama Islam, masjid merupakan satu-satunya pusat
berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, kemasyarakatan, maupun
kegiatan pendidikan. Adapun lembaga-lembaga pendidikan pada zaman
Islam adalah sebagai berikut:
1) Surau (Minangkabau), rangkang (Aceh), langgar
Surau di Minangkabau sudah dikenal sebelum datangnya Islam.
Surau merupakan kepunyaan suku atau kaum sebagai pelengkap
18

rumah gadang. Fungsinya tidak berubah setelah kedatangan Islam,


hanya saja fungsi keagamaannya semakin diutamakan. Pada masa ini,
eksistensi surau di samping sebagai tempat shalat juga digunakan
sebagai tempat mengajarkan ajaran Islam, khusunya tarekat (suluk).
Surau merupakan lembaga pendidikan tradisional, yang menggunakan
sistem pendidikan halaqah. Materi pendidikan yang diajarkan pada
mulanya masih seputar belajar huruf hijaiyah dan membaca Alquran,
selanjutnya materi keIslaman seperti keimanan, akhlak dan ibadaha.
Pada umumnya kegiatan pendidikan ini dilaksanakan pada malam
hari. Ada dua jenjang pendidikan surau yaitu:
a. Pengajaran Alquran yang mencakup pendidikan untuk memahami
ejaan huruf Alquran dan membaca Alquran sampai pendidikan
membaca Alquran dengan lagu, kasidah, berzanji, tajwid dan
pengajian kitab
b. Pengajian Kitab yang meliputi materi tentang ilmu nahwu dan
saraf, ilmu fikih, ilmu tafsir, dan lain sebagainya. Cara
mengajarkannya adalah dengan membaca sebuah kitab Arab lalu
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Setelah itu, diterangkan
maksudnya. Penekanan pada jenjang ini adalah pada aspek hafalan.
2) Pondok pesantren
Pondok pesantren merupakan gabungan kata yang terdiri dari
kata pondok dan pesantren. Kedua kata tersebut memiliki makna yang
berbeda. Pondok dalam bahasa Arab funduk yang berarti tempat
singgah, sedangkan pesantren adalah lembaga pendidikan Islam. Jadi,
pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang peserta
didiknya disediakan tempat singgah atau pemondokan. System
pesanteren telah berlangsung sejak zaman Hindu/Buddha. Pesantren
Hindu/Buddha mempunyai system mengajarkan, mengkaji dan
mengembangkan ajaran Hindu/Buddha. Sedangkan pesantren dalam
Islam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berpusat pada agama
19

b. Guru tidak digaji, sangat dihormati dan mendapatkan kedudukan


yang tinggi dalam masyarakat.
c. Merupakan lingkungan khusus, guru dan murid tinggal bersama-
sama.
Di pesantren, para santri mempelajari agama Islam, dari mulai
kitab-kitab kecil sampai kitab besar. Selain itu, di pesantren juga
belajar mengenai ilmu tafsir, ilmu fiqih, hadits, ilmu kalam, tasawuf,
dan sebagainya. Di pesantren tidak diajarkan pengetahuan umum. Hal
ini sangat berbeda dengan apa yang tejadi di negeri Arab yang pada
abad ke-18 merupakan peradaban Islam yang sangat berkembang
dalam ilmu pengetahua umum selain ajaran Islam.
Sistem yang ditampilakan dalam pondok pesantren mempunyai
keunikan dibanding dengan sistem yang diterapkan dalam pendidikan
pada umumnya. Pesantren memakai sistem tradisional yang
mempunyai kebebasan penuh di banding dengan sekolah yang lain.
Kehidupan di pesantren sangat kental dengan semangat demokrasi
karena mereka secara langsung bekerja sama mengatasi problem non-
kurikuler mereka. Para santri tidak mengidap penyakit "simbolis"
yaitu perolehan gelar dan ijazah, karena sebahagian besar pesantren
tidak mengeluarkan ijazah, sedangkan santri dengan ketulusan hatinya
masuk ke pesantren tanpa adanya ijazah tersebut, hal ini karena tujuan
mereka hanya ingin mencari keridhoan Allah Swt. saja. Sistem
pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealis,
persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian hidup.
d. Metode pendidikan
1) Metode sorongan
Metode sorongan merupakan metode membaca Al-Qur’an
denan pengenalan huruf beserta tanda-tandanya dan langsung
membaca surat pendek. Apabila sudah lancer membaca surat pendek,
maka dilanjutkan dengan membaca Quran sampai tamat. Cara
mengajarkan dilakukan seorang demi seorang secara individual.
Metode individual ini dilanjutkan sampai tingkatan pesentren dalam
20

belajar kitab baik kitab kecil maupun kitab besar. Guru mengajarkan
kitab dengan menterjemahkan artinya kemudian menerengkan
maksudnya.
2) Metode Halaqah
Metode halaqah dilakukan secara klasikal, diberikan oleh Kyai
kepada guru-guru muda dan santri. Dengan motede ini, para santri
duduk melingkari Kyai dengan kitab yang dipelajarinya yang sedang
dibacakan dalam Bahasa Arab, kemudian diterjemahkan dan
dijelaskan maksudnya. Para santri mendengarkan sekaligus menulis
terjemahan pada buku mereka sendiri dan diadakan tanya jawab.
3) Muhawarah
Muhawarah merupakan kegiatan berlatih bercakap dengan
bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada santri selama
mereka tinggal di pondok. Kegiatan tersebut biasanya digabungkan
dengan latihan muhadharah dan muhadastah yang biasanya
dilaksanakan 1-2 minggu sekali. Tujuan kegiatan tersebut adalah
untuk melatih keterampilan para santri untuk berpidato.
4) Mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara
spesifik membahas masalah diniah seperti ibadah dan akidah serta
masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah terdapat dua
tingkat kegiatan: pertama, mudzakarah diselenggarakan oleh sesama
santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para
santri dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan kitab-kitab
yang tersedia. Kedua, mudzakarah yang dipimpin oleh kyai, dan hasil
mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti
dalam suatu seminar. Saat mudzakaran inilah santri menguji
keterampilannya, baik dalam bahasa Arab maupun keterampilannya
dalam mengutip sumber-sumber argumentasi dalam kitab-kitab klasik
Islam.
e. Ciri-ciri pendidikan
Ada beberapa ciri pendidikan pada zaman pengaruh Islam, yaitu:
21

1) Pendidikan bersifat religious, pendidikan berpusat kepada keagamaan


dan ajaran Islam. Sumber pendidikan berdasarkan Al-Qur’an, hadits,
ijma dan qiyas.
2) Guru tidak memperoleh bayaran akan tetapi menduduki termpat
terhormat di masyarakat dan santrinya. Hal ini didasarkan kepada
suatu kepercayaan bahwa hidup ini dari agama, oleh agama dan untuk
agama. Hidup ini dari Allah, oleh Allah dan untuk kembali kepada
Allah. Kyai merupakan orang yang sangat menguasai seluk beluk
agama.
3) Pendidikan Islam bersifat demokratis, ajaran Islam didasari oleh
pandangan bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di
sisi Allah. Yang membedakan manusia dengan manusia lainnya
adalah ketaqwaan. Al-Qur’an harus dipelajari oleh seluhu umat
manusia tidak hanya Kyai saja. Dalam pesantren dan langgar, mereka
berduyun-duyun dan berlomba dalam membaca Al-Qur’an sampai
huruf Arab pernah menjadi tulisan yang dapat dijadikan alat
komunikasi sesama.
2.3 Pendidikan Zaman Pendudukan Asing
1. Kedatangan Orang Portugis
Pada permulaan abad ke-16 Bangsa Portugis datang ke Indonesia
untuk mencari rempah-rempah. Secara historis kepulauan Amboina sangat
terkenal sebagai daerah penghasil cengkih. Ketika orang-orang Portugis
datang ke sana, perdagangan cengkih berpusat di sekitar kerajaan Islam,
yaitu Ternate dan Tidore. Selain untuk mencari kekayaan (Gold), Bangsa
Portugis datang ke Timur untuk menyebarkan agama Katholik (Gospel).
Portugis menempati daerah bagian Timur Indonesia dan mengajak
penduduk disana untuk menganut agama toama katolik. Tugas ini dilakukan
oleh padri dari Fransiskan. Penduduk dibaptis dan selanjutnya memberikan
mereka pendidikan kepada mereka agar agama baru yang telah dipeluk
dapat diresapi dan didalami.
Pada tahun 1536 penguasa Portugis dari Maluku bernama Antonio
Galvano mendirikan sekolah seminari untuk anak-anak para pemuka
22

pribumi di Ternate. Sekolah ini merupakan sekolah Kristen bagi anak-anak


mereka. Sekolah sejenis pun didirikan di Pulau Solor dengan jumlah murid
50 orang. Murid-murid pribumi yang mampu mengikuti pelajaran dengan
baik, dapat meneruskan sekolahnya di Goa (India) yang merupakan pusat
kekuatan orang Portugis di Asia.
Pada tahun 1567 di Ambon telah terdapat tujuh buah kampung
pemeluk Agama Katolik Roma. Selain pelajaran agama, di sekolah juga
diajarakan membaca, menulis, berhitung dan pelajaran tentang Bahasa
Latin. Akan tetapi karena hubungan Portugis dengan Ternate kurang baik,
mereka harus berperang melawan bangsa Spanyol kemudian Inggris.
Pada akhirnya, Belanda dapat menghalay bangsa Portugis dari
Indonesia Timur dan mengambil alih harta benda termasuk gereka Katolik
beserta lembaga pendidikannya.
2. Zaman VOC
Pada tahun 1596 Belanda pertama kali mendarat di teluk Banten di
bawah pimpinan Cornelius de Houtmen. Kemudian menelusuri ke Timur
Banten sampai Jayakarta (dibuah menjadi Batavia) dan mendirikan suatu
perkumpulan dengan nama Vereenidge Oost-Indische Compagnie atau yang
lebih dikenal dengan VOC. Di Indonesia, Bangsa Belanda membutuhkan
pendidikan baik pendidikan umum maupuan pengetahuan khusus. Selain
itu, VOC membutuhkan tenaga pembantu dari bumi putra, maka mereka
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
a. Dasar dan Tujuan Pendidikan
Pada tahun 1596 Belanda pertama kali mendarat di teluk Banten di
bawah pimpinan Cornelius de Houtmen. Kemudian menelusuri ke Timur
Banten sampai Jayakarta (dibuah menjadi Batavia) dan mendirikan suatu
perkumpulan dengan nama Vereenidge Oost-Indische Compagnie atau
yang lebih dikenal dengan VOC. Di Indonesia, Bangsa Belanda
membutuhkan pendidikan baik pendidikan umum maupuan pengetahuan
khusus. Selain itu, VOC membutuhkan tenaga pembantu dari bumi putra,
maka mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan.
b. Jenis-Jenis Sekolah
23

1. Pendidikan Dasar
Sekolah yang diselenggarakan VOC bercorak keagaman.
Sekolah yang pertama di dirikan di Batavia dengan nama Batavische
School pada tahun 1617, dan pada tahun 1630 didirikan burgerschool.
Sekolah tersebut merupakan pendidikan dasar dengan tujuan untuk
mendidikan budi pekerti.
2. Sekolah Latin
Bahasa Latin pada abad ke-17 di Eropa merupakan Bahasa
ilmiah sehingga muncul gagasan untuk mendirikan sekolah Latin di
Batavia. Sekolah itu dibuka pada tahun 1642, namun pada tahun 1651
mulai menyusut sehingga pada tahun 1656 ditutup. Pada tahun 1666
sekolah Latin di buka kembali, namun hanya bertahan selama empat
tahun dan akhirnya ditutup kembali.
3. Seminarium Theological
VOC menganggap perlu untuk membuka seminarium untuk
mendidik calon-calon pendeta. Pendeta memiliki fungsi ganda, yaitu
sebagai ulama dan guru. Sekolah ini didirikan pada tahun 1745.
Murid-muridnya diasramakan dan belajar selama lima setengah jam
sehari.
4. Akademi pelayaran
Sekolah ini didirikan pada tahun 1743 dengan maksud untuk
calon perwira pelayaran, namun usianya tidak lama karena pada tahun
1755 ditutup, dengan alasan peminatnya sedikit, sehingga biayanya
sangat mahal. Siswa yang diterima adalah anak yang berusia 12-14
tahun dan beragama Kristen Protestan. Pelajaran yang diberikan aalah
ilmu pasti dan berhitung, Bahasa Latin dan bahasa-bahasa Timur.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan
pendidikan oleh VOC hanya ditujukan kepada masyarakat yang
beragama Kristen, karena tujuannya memang mengembangkan agama
Kristen, sehingga VOC sama sekali tidak memperhatikan pendidikan
pribumi asli yang beragama Islam. Bagi orang Islam hanya pesantrenlah
tempat satu-satunya untuk mendapatkan pendidikan pada waktu itu.
24

3. Pemerintahan Hindia-Belanda
Pada akhir abad ke-18 perusahaan VOC mengalami kemunduran
sehingga pada tahun 1799 VOC dibubarkan. Kemunduran VOC ini
disebabkan oleh banyaknya pejabat VOC yang terlibat korupsi dan
menyebabkan beban utang menjadi semakin banyak sehingga VOC
bangkrut. Dalam kondisi bangkrut, pemerintah Belanda menganggap
keberadaan VOC sebagai kongsi dagang di negara jajahan tidak dapat
dilanjutkan lagi. Semua utang piutang dan segala milik VOC diambil oleh
pemerintah Belanda. Sejak saat itulah, Indonesia menjadi jajahan langsung
dari Belanda. Bersamaan dengan hal ini, terjadi masa pencerahan di Eropa
bernama Aufklarung. Istilah Aufklärung berasal dari Bahasa Jerman yang
berarti “pencerahan”, yang dalam Bahasa Inggris dikenal dengan
enlightenment. Peristiwa ini terjadi pada 1695-1815. Di masa ini manusia
optimis dengan kemampuannya untuk menciptakan kemajuan yang dapat
memberikan cahaya baru, dalam hal ini adalah kemajuan ilmu pengetahuan.
Kemudian banyak muncul pikiran-pikiran filosofis dari Eropa. Auflklarung
hadir karena sebelumnya manusia merasa diawasi, dipengaruhi dan
ditentukan oleh kemauan-kemauan atau dogma-doma di luar dirinya, seperti
kekuasaan gereja. Salah satu peristiwa yang melatarbelakangi Aufklarung
adalah penelitian Galileo Galilei yang membantah dogma geocentric dan
mempertahankan teori heliosentris.
Melalui slogan Aufklärung, “Sapere
Aude!” yang berarti “Beranilah Berpikir
Sendiri”, Immanuel Kant, filsuf asal
Jerman mengajak orang-orang untuk
semakin berani dan bebas menggunakan
akalnya. Menurut Kant, manusia masih
belum yakin akan kemampuan akalnya untuk menciptakan kemajuan dan
kebahagiaan di dunia. Jika manusia belum mampu melakukan hal tersebut,
itu berarti tanda bahwa manusia tersebut belum dewasa. Berikut ini
pengaruh Aufklarung terhadap pendidikan:
25

1. Manusia bebas mengkritik berbagai persoalan sesuai dengan hati


nuraninya.
2. Menganjurkan setiap anak untuk memilih sendiri agama yang dianutnya
sesuai dengan hati nuraninya.
3. Gereja dipisahkan dalam berbagai kegiatan, misalnya pemerintahan dan
pendidikan.
4. Menjadi pelopor sistem pendidikan baru dan mengenalkan sistem
pendidikan untuk semua warga negara yang membebankan kepada
kewajiban negara.
5. Sekolah bebas dari agama, sehingga sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah tidak boleh mengajarkan agama.
Kemudian pada tahun 1808, Louis Napoleon Bonaparte dari Perancis
(Raja Belanda) menunjuk Daendels ke Batavia untuk menjadi gubernur
jendral di Indonesia. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004
(2005) karya M.C Ricklefs, tugas utama Daendels sebagai gubernur jendral
adalah memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis militer Perancis untuk
melawan pasukan Inggris di kawasan Samudra Hindia. Selain itu, Daendels
dipercaya memberesi negeri kolonial yang selama hampir 200-an tahun
dikelola penuh keburukan dan kerakusan oleh Verenigde Oostlndische
Compagnie atau VOC (1602 – 1795).Daendels juga diharapkan sukses
menjegal bisnis ekspor armada dagang Inggris, yang kian gencar mengirim
hasil bumi dan pangan dari "pulau emas hijau" (baca: Jawa) ke Eropa.
Daendels dijuluki “si tangan besi” karena Daendels terkenal sangat kejam
dalam melakukan pemerintahannya, bahkan Daendels sendiri diberhentikan
karena kekejaman yang Deandels lakukan di Indonesia pada kala itu.
Namun, daendels tetap memberikan perhatian terhadap dunia pendidikan,
dia mendirikan sekolah yang mengajarkan pelajaran kesusilaan, adat
istiadat, perundang-undangan, dan pokok pengertian agama.
a. Ciri Persekolahan
Ada beberapa ciri persekolahan yang berlangsung pada zaman
pemerintahan Hindia-Belanda, yaitu.
26

1. Sekolah bersifat dualistis yang ditandai dengan adanya stratifikasi


sosial untuk mempertahankan kepentingan politiknya. Belanda
membagi stratifikasi sosial sebagai berikut.
a. Golongan Eropa: Golongan teratas, yakni golongan orang
Belanda.
b. Golongan orang asing diluar Eropa: Golongan masyarakat Cina,
India, dan Arab.
c. Golongan Bumi Putera: Golongan pribumi, ada golongan
bangsawan dan golongan rakyat jelata.
2. Sekolah bersifat sekuler. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
oleh pemerintah harus bebas dari pelajaran agama apapun.
3. Sekolah didasarkan pada kebudayaan Barat
4. Sekolah cenderung memerhatikan intelektualistis dan verbalistis
daripada keterampilan.
5. Sekolah kurang memerhatikan pendidikan untuk kaum wanita.
b. Jenis-jenis sekolah
1. Sekolah untuk orang eropa
a. Sekolah dasar
Sekolah dasar untuk orang Eropa ini dibuka pada tanggal 24
Februari 1917 di Batavia dan dikembangkan di berbagai kota
seperti kota Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya dan Gresik.
Sekolah ini dinamakan Europeesche Lagere School (ELS)
dengan masa sekolah 7 tahun. Awalnya hanya terbuka bagi warga
Belanda di Hindia Belanda, sejak tahun 1903 kesempatan belajar
juga diberikan kepada orang-orang pribumi yang mampu (dari
golongan tertentu) dan warga Tionghoa.
b. Sekolah lanjutan
Pada tahunn 1860, sekolah lanjutan untuk orang Eropa didirikan
dengan ditandai berdirinya Gymnasium Willem III di Batavia.
Sekolah ini dibagi menjadi dua bagian, bagian A masa belajarnya
lima tahun sementara bagian B masa belajarnya 3 tahun.
Gymnasium ini berubah nama menjadi Hogere Burger School
27

dengan masa belajar lima tahun dan berkembang di kota


Surabaya dan Semarang pada tahun 1877.
2. Sekolah untuk bumi putera
a. Sekolah rakyat
Tatkala Van den Bosch menjadi gubernur jenderal (1829-1834),
ia telah merasakan bahwa tanpa bantuan penduduk pribumi yang
terdidik, baik untuk administrasi pemerintahan maupun pekerja
kelas bawah, pembangunan ekonomi di Hindia Belanda
tidak mungkin berhasil. Pada tahun 1831 Van den Bosch
mengeluarkan surat edaran dan kemudian angket tentang
pendirian sekolah dasar negeri di tiap-tiap karesidenan atas biaya
Persekutuan Injil (Bijbelgenootschap). Namun, angket ini tidak
mendapat tanggapan yang diharapkan karena bertentangan
dengan pokok kebijaksanaan pemerintah Belanda yang ingin
bersikap netral dalam bidang yang menyangkut agama. Setelah
melalui prosedur panjang, pada tahun 1848
diterbitkan Keputusan Raja tanggal 30 September 1848, Nomor
95, yang memberi wewenang kepada gubernur jenderal untuk
menyediakan biaya f25.000,00 setahun bagi pendirian sekolah-
sekolah pribumi di Pulau Jawa, dengan tujuan utama mendidik
calon pegawai negeri. Sekolah dasar untuk Bumi Putera dibagi
menjadi dua jenis, yaitu.
 Sekolah Rakyat Kelas Satu (De School der erste klasse), yaitu
sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak Bumi Putera dari
golongan pemuka-pemuka, tokoh-tokoh terkemuka, dan
orang-orang Bumi Putera terhormat. Sekolah kelas satu
didirikan di ibukota Keresidenan, Kabupaten dann
Kewadanaan serta di kota-kota yang menajadi pusat
perdagangan dan kerajinan. Sekolah ini ditujukan untuk bumi
putera golongan bangsawan dan diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan administrasi pemerintahan, perdagangan dan
28

perusahaan. Sekolah Rakyat kelas satu ini memiliki masa


belajar selama 6 tahun.
 Sekolah Rakyat Kelas Dua (De School der tweede klasse)
adalah sekolah dasar bagi anak-anak Bumi Putera rakyat biasa.
Sekolah ini memiliki masa belajar selama 5 tahun.
b. Sekolah Raja
Sekolah ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan administrasi
pemerintahan dan kepentingan Belanda sendiri. Sekolah ini
diperuntukkan untuk anak-anak Bumi Putera kepala daerah dan
orang-orang terhormat lainnya. Pada tahun 1865, sekolah
didirikan di Tondono dengan Bahasa pengantar Bahasa Melayu
dan Bahasa Belanda dan pada tahun 1900 diganti menjadi
OCVIA (Opleidingschool Voor Inlandsche) dan berkembang
menjadi sekolah menengah dengan nama MOSVIA.
c. Sekolah lanjutan
Pada tahun 1914, sekolah lanjutan untuk Bumi Putera baru berdiri
dengan nama MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) dan
1919 berdiri juga AMS (Algemene Middelbare School).
3. Sekolah Kejuruan
Sekolah kejuruan untuk Bumi Putera didirikan oleh pihak swasta,
berikut diantaranya.
a. Sekolah Pertukangan
Zending (misi Kristen) pertama kali mendirikan sekolah
pertukangan bernama (Ambachts School) pada tahun 1856 di
Batavia. Sekolah ini setara dengan sekolah dasar namun memiliki
ciri pertukangan. Sekolah ini diperuntukkan untuk Indo-Belanda
agar mendapat penghidupan yang layak. Sekolah pertukangan
berkembang dan didirikan oleh pemerintah pada 1860 di
Surabaya tetapi diperuntukkan bagi golongan Eropa.
b. Sekolah pendidikan guru
Sekolah pendidikan guru didirikan oleh Zending di Ambon pada
tahun 1834 berlangsung sampai 1864 (30 tahun) dan dapat
29

memenuhi kebutuhan guru Bumi Putera. Pemerintah baru


membukanya pada tahun 1852 di Surakarta.
c. Sekolah gadis
Sekolah gadis terdiri dari dua jenis yaitu sekolah umum dan
sekolah kejuruan, sekolah ini diperuntukkan untuk orang-orang
Eropa. Pada tahun 1876, didirikan sekolah rendah untuk wanita
(Eropa) di Batavia. Kemudian pada tahun 1882 didirikan Sekolah
Menengah (HBS) Wanita dan sejak 7 Februari 1891 pada semua
HBS diperkenankan menerima siswa-siswa wanita. Sekolah
kejuruan untuk gadis pernah didirikan pada tahun 1824 dengan
nama Insitut Voor de Opvoeding Van Jonge – Jufvrouwen
(Insitut untuk Pendidikan wanita-wanita muda) di Batavia,
namun hanya berlangsung sampai tahun 1832. Pada tahun 1883
berdiri Wilhemena School di Semarang, didirikan oleh lembaga
swasta berusaha mendidik wanita untuk menjadi guru.
Pendidikan kejuruan untuk gadis baru berkembang pada ke-20.
4. Pemerintahan Hindia-Belanda sejak 1900
a. Lahirnya Politik Etis
Politik etis (Etische Politiek) atau politik balas budi merupakan
pemikiran yang menyatakan pemerintah kolonial Hindia Belanda
mempunyai tanggung jawab secara moral kepada rakyat bumiputera.
Pemikiran tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk kritik terhadap
pelaksanaan politik kolonial yang telah dilakukan oleh pemerintah
Belanda. Politik etis dipelopori oleh dua orang politikus yang berasal dari
Belanda, yakni Pieter Broshooft dan van Deventer. Pemikiran kedua
politikus tersebut membuka mata pemerintah Kolonial Belanda untuk
lebih memperhatikan nasib wilayah jajahannya. Politik etis
dilatarbelakangi oleh beberapa hal, Pertama, perihal adanya sistem tanam
paksa yang mewajibkan rakyat dan pemilik lahan kala itu untuk
menanam tanaman yang sesuai dengan permintaan Belanda. Sistem
tersebut menyebabkan penderitaan tersendiri bagi rakyat Indonesia kala
itu. Sistem itu merupakan gagasan dari Van den Bosch yang diangkat
30

menjadi gubernur jendral yang baru di Hindia Belanda pada tahun 1830.
Setelah Van den Bosch sampai di Jawa, ia segera mencanangkan
program Cultuurstelsel atau tanam paksa. Sayangnya, ketentuan dalam
Cultuurstelsel tidak dijalankan dengan semestinya. Hal tersebut
menyebabkan rakyat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
ekonominya, sehingga menyebabkan penderitaan yang lebih berat bagi
rakyat. Dalam penerapannya, rakyat juga banyak kehilangan tanahnya
karena diambil oleh para bangsawan lokal atau pemerintah Hindia
Belanda. Hal kedua yang melatarbelakangi terjadinya politik etis ialah
diterapkannya sistem ekonomi liberal pasca pelaksanaan Cultuurstelsel
dihapuskan pada 1863. Penerapan sistem ini membuat modal-modal
swasta masuk nusantara. Ternyata, penerapan sistem ekonomi liberal
tidak membuat penderitaan rakyat nusantara kala itu membaik. Sebab,
sistem tersebut hanya menguntungkan para pengusaha yang memiliki
modal dari pada rakyat yang bekerja. Hal tersebut sama saja seperti hanya
memindahkan penjajahan dari negara kepada swasta saja. Koeli
Ordonantie yang diterapkan tidak dapat melindungi rakyat dari
pemerasan, akan tetapi hanya melegalkan perbudakan dengan adanya
Ponale Sanctie.
Dan, hal ketiga yang ikut melatarbelakangi politik etis ialah kritik
dari para intelektual Belanda. Dasar utama kritik tersebut lantaran
pelaksanaan tanam paksa yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda.
Dua tokoh yang sudah disebutkan di atas, yakni Broshooft dan van
Deventer, merupakan tokoh yang menolak keras pelaksanaan sistem
tersebut. Kedua tokoh tersebut menganjurkan kepada Pemerintah
Kolonial Belanda untuk melakukan politik etis atau politik balas budi.
Van Deventer berpendapat bahwa Pemerintah Kolonial Belanda telah
banyak berutang budi kepada rakyat nusantara selama pelaksanaan
sistem tanam paksa. Utang budi tersebut harus dibayar oleh Pemerintah
Belanda dengan cara memperbaiki nasib rakyat, seperti memberikan
pendidikan serta kemakmuran bagi kehidupan rakyat nusantara kala itu.
31

Gagasan tersebut dituangkan dalam artikel yang berjudul Eeu Eereschuld


yang artinya utang budi dan dimuat oleh majalah De Gids.
Dengan adanya kaum humanis yang menyerukan politik etis,
dipelopori oleh van Deventer dan Brooshooft, telah membuat Pemerintah
Kolonial untuk lebih memperhatikan nasib rakyat nusantara. Pada 17
September 1901, Ratu Wilhelmina yang saat itu baru naik tahta sebagai
mahkota Belanda mengumumkan dalam pidato politiknya pada
pembukaan parlemen Belanda. Ia mengumumkan bahwa Pemerintah
Belanda memiliki panggilan moral dan utang budi kepada bangsa
pribumi di Hindia Belanda. Pada pidatonya itu, Ratu Wilhelmina
menuangkan panggilan moral utang budi itu ke dalam kebijakan politik
yang tertuang dalam program Trias Politika yang meliputi irigasi,
emigrasi, dan edukasi. Program irigasi (pengairan) merupakan program
untuk melakukan perbaikan serta pembangunan irigasi dalam bidang
pengairan untuk keperluan pertanian. Hal tersebut dilakukan dalam
rangka menjaga ketahanan pangan dari gagal panen akibat cuaca
sehingga mencegah kelaparan di Hindia Belanda. Program kedua, yakni
emigrasi yaitu proses perbaikan dalam bidang kependudukan dengan
cara mengakomodasi perpindahan penduduk dari tempat yang padat ke
tempat yang lebih sedikit penduduknya. Pelaksanaan program tersebut
dalam rangka memberikan kesempatan bagi penduduk untuk
mendapatkan kesempatan dalam berusaha dan mengusahakan tanah yang
menganggur. Dan, program terakhir, yakni edukasi merupakan program
yang bergerak pada proses pengembangan dan perbaikan dalam bidang
pengajaran dan pendidikan. Pelaksanaan program ini membuat
pendidikan yang selama ini hanya menjangkau masyarakat bangsawan,
sekarang juga diberikan kepada masyarakat golongan lain. Dari pidato
itu, banyak pihak yang menghubung-hubungkan kebijakan baru Ratu
Wilhelmina tersebut dengan tulisan dari van Deventer yang diterbitkan
sebelumnya. Hingga akhirnya, van Deventer dikenal sebagai pencetus
dari politik etis tersebut. Ide gagasan yang mulia tersebut pada akhirnya
32

terjadi penyimpangan pada pelaksanaannya. Penyimpangan tersebut


terjadi di tiap gagasan program.
Pada program irigasi, penyimpangan terjadi pada pemilihan tanah-
tanah yang dibuatkan irigasi. Tanah-tanah yang dipilih hanya tanah-tanah
subur untuk perkebunan swasta milik Belanda. Tanah perkebunan milik
rakyat pun akhirnya tidak teraliri air dari saluran irigasi yang telah dibuat.
Lalu, pada program emigrasi, penyimpangannya pada pemilihan
wilayahnya di luar pulau Jawa, yakni pada daerah-daerah yang
dikembangkan perkebunan milik Belanda. Hal tersebut terjadi lantaran
adanya permintaan besar akan tenaga kerja yang dibutuhkan di daerah
tersebut seperti perkebunan di Sumatra, khususnya di Deli, Suriname,
dan lain-lainnya. Di daerah tersebut, rakyat nusantara dijadikan sebagai
kuli kontrak, sedangkan emigrasi yang ditujukan ke Lampung bersifat
menetap. Dan, program pendidikan akhirnya hanya menghasilkan
tenaga-tenaga administrasi yang terampil dan murah. Selain itu,
pendidikan itu dibuka hanya untuk anak-anak pegawai negeri dan orang-
orang kalangan mampu. Hal tersebut akhirnya melahirkan diskriminasi
pendidikan dengan membedakan kelas pendidikan.
b. Landasan dan Tujuan Pendidikan
Pemerintah membuat kebijakan dalam pendidikan dengan pokok-
pokok pikiran sebagai berikut.
1. Pendidikan dan pengetahuan Barat diterapkan sebanyak mungkin
bagi golongan Bumi Putera sehingga diharapkan Bahasa Belanda
dapat dijadikan Bahasa pengantar di setiap jenis sekolah.
2. Pemberian pendidikan rendah bagi goloan bumi putra disesuaikan
dengan kebutuhan mereka
Selama pemerintahan Hindia-Belanda, pendidikan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga buruh demi kepentingan kaum Belanda,
tujuan yang lain adalah untuk memeroleh tenaga-tenaga kerja yang
murah.
c. Jenis-Jenis Persekolahan
1. Pendidikan rendah
33

a. Sekolah rendah berbahasa pengantar Bahasa Belanda (Westersch


Lagere Onderwijs)
 Sekolah Rendah Eropa (Eropeesche Lagere School), Sekolah
ini diperuntukkan untuk anak-anak keturunan Eropa, Timur
Asing, atau Bumi Putera dari tokoh-tokoh terkemuka. Sekolah
ini didirikan pada tahun 1818 dengan masa belajar tujuh tahun.
 Sekolah Bumi Putera (Inlandscheschool) Kelasa Satu (eerste
Klasse), terdiri dari dua macam yaitu.
- Sekolah Cina Belanda (Holandch Chinee School), sekolah
untuk anak-anak keturunan Cina yang didirikan pada 1908
dengan lama pendidikan tujuh tahun.
- Sekolah Bumi Putera Belanda (Holandsch Inland School)
yaitu sekolah rendah yang didirikan pada 1914 untuk
golongan penduduk Indonesia asli seperti golongan
bangsawan, tokoh terkemuka, dan pegawai negeri dengan
masa pendidikan tujuh tahun.
b. Sekolah rendah berbahasa pengantar Bahasa daerah
 Sekolah Bumi Putera Kelas Dua (Inlandsche School Tweede
Klasse) diperuntukkan untuk Bumi Putera dengan masa
belajar lima tahun.
 Sekolah desa (Volkschool) didirikan pada 1907 untuk Bumi
Putera dengan masa belajar tiga tahun.
 Sekolah lanjutan (vervolgschool) yaitu sekolah lanjutan dari
sekolah desa didirikan pada 1914 untuk Bumi Putera dengan
masa pendidikan dua tahun.
c. Sekolah peralihan (Schakelschool) merupakan sekolah peralihan
dari sekolah desa ke sekolah dasar berbahasa pengantar Bahasa
Belanda dengan masa belajar lima tahun untuk Bumi Putera.
2. Pendidikan lanjutan/menengah
a. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah pendidikan
dasar yang diperluas yaitu sekolah lanjutan dari sekolah dasar
34

berbahas Belanda yang didirikan pada 1914 dengan masa


pendidikan 3-4 tahun.
b. AMS (Algemeene Middelbareschool) merupakan sekolah
lanjutan dari MULO yang diperuntukkan untuk Bumi Putera dan
Timur Asing, didirikan pada 1915 dengan masa pendidikan 3
tahun. Sekolah ini punya dua jurusan, yaitu.
 Bagian A, yaitu jurusan Pengetahuan Kebudayaan (A1 = Sastra
Timur, A2 = Klasik Barat)
 Bagian B, yaitu jurusan Pengetahuan Alam.
c. HBS (Hogere Burger School) merupakan sekolah tinggi warga
negara sebagai kelanjutan ELS yang diperuntukkan untuk
golongan Eropa, bangsawan Bumi Putera atau tokoh-tokoh
terkemuka dengan masa pendidikan lima tahun.
3. Pendidikan Kejuruan (Vakonderwijs)
a. Sekolah pertukangan berbahasa pengantar Bahasa Belanda
Sekolah ini bertujuan untuk menghasilkan mandor dengan
jurusan montir mobil, mesin, listrik, kayu, dan penata batu
didirikan pada 1909 dengan masa pendidikan tiga tahun. Sekolah
ini hanya menerima lulusan HIS, HCS, dan Schakelschool.
b. Sekolah pertukangan berbahasa pengantar Bahasa Daerah
Sekolah ini diperuntukkan untuk lulusan sekolah Bumi Putera
dengan masa pendidikan 1-2 tahun. Pada tahun pertama diberikan
pengetahuan dasar dalam dua jurusan yaitu perkayuan dan besi.
Selanjutnya diberikan tambahan montir mobil, listrik, meubel,
atau pertukangan tembok.
c. Sekolah teknik (Technisch Onderwijs), merupakan kelanjutan
dari Ambachtsschool yaitu sekolah berbahasa Belanda dengan
masa pendidikan tiga tahun. Sekolah ini terdiri dari dua jurusan
yaitu.
 Bagian sastra/ekonomi yang berubah menjadi Prins Hendrik
School pada 1911.
35

 Bagian teknik yang berubah menjadi Sekolah Kejuruan


Teknik Tingkat Atas pada 1911.
d. Sekolah dagang (Handels Onderwijs) merupakan sekolah dengan
masa pendidikan tiga tahun dan menerima lulusan MULO.
e. Pendidikan pertanian (Landbouw Onderwijs) merupakan sekolah
yang bertujuan untuk keperluan penduduk asli yang agraris juga
untuk keperluan perusahaan-perusahaan perkebunan Eropa yang
mempergunakan pekerja dan pengawas Bumi Putera. Sekolah ini
didirikan pada tahun 1903 dan hanya menerima lulusan sekolah
berbahasa pengantar Belanda dengan masa pendidikan tiga tahun.
f. Pendidikan kejuruan kewanitaan merupakan pendidikan kejuruan
termuda yang dipengaruhi oleh gagasan R.A. Kartini. Sekolah ini
dipelopori oleh usaha swasta pada tahun 1918 didirikan Sekolah
Kepandaian Putri dengan masa pendidikan tiga tahun dan
menerima lulusan HIS, HCS, dan Schakelschool.
g. Pendidikan keguruan (kweekschool) mempunyai beberapa
perubahan seperti berikut.
 Normaalschool merupakan sekolah guru dengan lama
pendidikan empat tahun dan menerima lulusan sekolah dasar
lima tahun dengan Bahasa pengantar Bahasa daerah.
 Kweekschool adalah sekolah guru dengan masa pendidikan
empat tahun dengan Bahasa pengantar Bahasa Belanda
 Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) merupakan
sekolah dengan masa pendidikan enam tahun dengan
berbahasa pengantar Bahasa Belanda yang menghasilkan guru
untuk HIS/HCS.
4. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi untuk Bumi Putera baru muncul sekitar dua
dasawarsa pada abad ke-20 yang dilatarbelakangi dengan hadirnya
politik etis. Pada tahun 1910 didirikan perkumpulan Universitas
Indonesia yang bertujuan untuk mendirikan pendidikan tinggi baik
melalui swasta maupun pemerintah. Pengambil inisiatif adalah
36

kalangan Indo Eropa pada mulanya, namun kemudian didukung oleh


orang-orang Indonesia dan Orang Belanda pengikut Van Deventer.
a. Pendidikan tinggi kedokteran
Lembaga ini merupakan pengembangan dari Sekolah Dokter
Jawa yang sudah berdiri sejak 1815 dengan masa pendidikan dua
tahun dan hanya menerima lulusan Sekolah Dasar Lima Tahun.
Pada tahun 1902, Sekolah Jawa dirubah menjadi STOVIA
(School Tot Opleiding Van Indische) yang menerima lulusan ELS
dan berbahasa pengantar Bahasa Belanda dengan masa
pendidikan tujuh tahun. Di samping STOVIA di Jakarta, di
Surabaya pada tahun 1913 didirikan NIAS (Nederlandsch
Indische Artsenschool) dengan syarat dan lama belajar sama
seperti di STOVIA. Pada tahun 1927 di Jakarta, didirikan Sekolah
Tinggi Kedokteran dengan masa pendidikan tujuh tahun setelah
lulus AMS/HBS.
b. Pendidikan tinggi hukum
Pada tahun 1909 telah didirikan sekolah hukum (Rechtssschool)
di Jakarta dengan masa pendidikan tiga tahun, berbahasa
pengantar Bahasa Belanda dan menerima lulusan ELS.
Kemudian pada 1924, sekolah ini dikembangkan menjadi
Sekolah Hukum Tinggi dan hanya menerima lulusan AMS dan
HBS dengan masa pendidikan lima tahun.
c. Pendidikan tinggi teknik
Pada tahun 1920, dididirikan sekolah tinggi teknik di Bandung
atas prakarsa lembaga Koninklijik Insitut Voor Indische
Ambretanen dengan masa pendidikan lima tahun dan hanya
menerima lulusan AMS dan HBS.
5. Pendidikan Swasta oleh Bumi Putera
Berdasarkan dari penjelasan sebelumnya, mengenai pendidikan
Kolonial Belanda, terdapat cici-ciri dari pendidikan tersebut, yakni:
37

1) Pendidikan bersifat dualistis, dimana terdapat garis pemisah yang tajam


antara dua subsistem, yakni sistem sekolah Eropa dan sistem sekolah
pribumi.
2) Pendidikan bersifat sekuler, artinya tidak diperbolehkan adanya
pelajaran agama. Hal ini dikarenakan dalam implementasi prinsip
pendidikan pemerintah HIndia Belanda hanya menekankan agar anak
didik di kemudian hari dapat mencari pekerjaan demi kepentingan
kolonial saja, tanpa perlu selaras dengan kehidupan lingkungannya.
3) Pendidikan didasarkan atas kebudayaan Eropa, bukan atas kebudayaan
Indonesia, karena semua ini hanya demi kepentingan pemerintah HIndia
Belanda.
4) Pendidikan bersifat intelektualistis verbalistis, artinya pendidikan
pemerintah HIndia Belanda menuntut agar peserta didiknya agar bisa
menjadi individu-individu yang berintelektual, misalnya dapat berbahasa
Belanda. Hal ini bertujuan sebagai kunci untuk menempuh pendidikan
lanjutan, lalu sebagai sarana untuk masuk kebudayaan Barat dan syarat
untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan menguasai Bahasa Belanda juga
bisa membuat seseorang masuk ke dalam golongan elit intelektual.
Oleh karena itu, dari ciri-ciri pendidikan pemerintahan Kolonial
Belanda, muncullah ide-ide positif dan kesadaran dari warga Bumiputera
untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan khusus untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan warga Bumiputera terlepas dari ciri-ciri yang ada
pada pendidikan pemerintahan Kolonial Belanda.
a. Muhammadiyah
1) Situasi yang mendorong lahirnya Muhammadiyah
a. Situasi Politik
Sejak tahun 1900 pemerintah HIndia Belanda mulai
menjalankan Politik Etis di tanah jajahannya, yakni Indonesia
sebagai politik balas budi yang dicetuskan oleh Van Deventer,
dimana prinsip Politik Etis ini mencakup prinsip edukasi, irigasi,
dan transmigrasi. Sehingga orang Indonesia dilibatkan dalam hal
yang menjadi kepentingannya. Politik Etis resmi menjadi
38

kebijakan pemerintah HIndia Belanda. Kebijakan tersebut


merupakan bentuk kolonialisme baru, terutama pada bidang
pendidikan.
Pada tahun 1900 juga, Belanda berusaha memperbanyak
usaha-usaha pendidikan, dengan tujuan mengambil keuntungan
untuk kepentingannya sendiri. Di samping itu, dengan
memanfaatkan usaha pendidikan, lembaga-lembaga keagamaan
seperti Zending dan Misinaris untuk melakukan gerakan
kristenisasi pada bangsa Indonesia melalui pendidikan dan
akhirnya melahirkan sebuah politik pengkristenan oleh Alexander
Willem Frederik Idenburg yang merupakan seorang Gubernur
Jenderal HIndia Belanda. Politik ini tentunya tidak terlepas dengan
tujuan diadakannya pendidikan oleh pemerintah HIndia Belanda
itu sendiri, yakni untuk mensukseskan kepentingan politik
kolonialnya. Sehingga hal inilah yang mendorong terbentuknya
Muhammadiyah karena secara umum Muhammadiyah ini
merupakan gerakan sosial maupun organisasi yang berbasis dari
agama Islam.
b. Ekonomi Rakyat
Selama penjajahan pemerintah Kolonial Belanda, terjadi
banyak penurunan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, baik dalam
segi politik, ekonomi, agama, kebudayaan dan lainnya. Dalam segi
ekonomi, Indonesia mengalami keterpurukan oleh kemiskinan dan
kemelaratan karena keserakahan pemerintah Kolonial Belanda
yang menguras habis kekayaan tanah air ini, serta memonopoli
sistem ekonomi Indonesia demi kepentingan Kolonial Belanda itu
sendiri. Tenaga rakyat telah dipakai habis-habisan hanya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi pemerintah Kolonial Belanda.
Misalnya, pada saat kerja paksa untuk membangun jalan raya
Anyer – Panarukan. Sehingga faktor ini juga yang menjadi penentu
lahirnya Muhammadiyah ini.
c. Kehidupan Agama Islam
39

Melihat kondisi keagamaan Indonesia yang masih terbawa


oleh pengaruh kepercayaan ajaran misktik sebelum datangnya
Islam ke Indonesia (Animisme, Hindu, dan Buddha) membuat
K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan sang pendirinya
Muhammadiyah gelisah dan sedih. Masyarakat Indonesia yang
menganut agama Islam masih tercampur aduk dengan ajaran-
ajaran terdahulu, seperti Animisme, Hinduisme, dan Budhisme.
Tidak hanya itu, faktor eksternal berupa politik pengkristenan yang
dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda terus berjalan
bersama dengan usaha pendidikan yang dibuat oleh pemerintah
Kolonial Belanda. Oleh karena itu, K.H. Ahmad Dahlan pun
berusaha untuk membalikkan kondisi agama Islam di Indonesia.
Cara yang dilakukan K.H. Ahmad Dahlan cukup cerdas,
yaitu dengan mengajak diskusi terbuka kepada sejumlah pendeta
untuk mendorong umat Islam untuk mengkaji semua agama guna
menemukan kebenaran yang dinilai paling benar dan mutlak.
Sehingga akhirnya Muhammadiyah secara cerdas berhasil
memanfaatkan institusi-institusi penjajah untuk dijadikan sebagai
sarana bagi upaya mencerdaskan masyarakat. Pendekatan ini
berbeda dengan gerakan atau organisasi keagamaan lainnya, yang
menolak bekerjasama dengan Belanda, termasuk menerapkan
model pendidikan khas penjajah sebagai sarana pencerdasan
masyarakat.
2) Gerakan Pembaruan Islam
Gerakan pembaharuan Islam sebenarnya sudah ada sejak tahun
1200-an berdasarkan pemikiran Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim Al-
Jauziyah. Kemudian, pada tahun 1703 dihidupkan kembali oleh
Muhammad bin Abdul Wahab di Jazirah Arab, yang terkenal dengan
“Gerakan Wahabi”. Gerakan ini dihidupkan di Mesir oleh Jamaluddin
Al-Afghani. Abdul Wahab pun mencetuskan beberapa pemikiran,
yaitu: a) Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber asli Islam; b)
Taqlid tidak dapat dibenarkan, dimana taqlid itu sendiri adalah
40

mengikuti suatu ajaran/pendapat orang lain yang belum diketahui


kebenaran dan dalil hukumnya; c) Pintu ijtihad masih tetap terbuka.
Selain itu, Gerakan Wahabi ini juga mengawasi supaya orang
melakukan ibadah tepat pada waktunya dan memerintahkan untuk
meninggalkan perbuatan terlarang sebagaimana Al-Qur’an dan
Sunnah. Kemudian, yekh Muhammad Abduh dan Syekh Muhammad
Rasyid Ridla dikenal dengan “Gerakan Salafiah” nya.
Jamaluddin Al-Afghani mengemukakan cara-cara untuk
memperbaiki kedudukan umat dengan cara kembali kepada ajaran
Islam yang murni dan melenyapkan faham-faham yang salah dan
Ukhuwah Islawiyah harus diwujudkan kembali. Namun, berbeda
dengan yag dinyatakan oleh Muhammad Abduh, dimana ia
mengemukakan bahwa Ajaran Islam tidak cukup hanya kembali
kepada ajaran yang asli, tetapi hendaklah disesuaikan dengan keadaan
sekarang ini. Ajaran Islam (Al-Qur’an dan Sunnah) seputar muamalah
dan kemasyarakatan yang sudah ditentuka garis besarnya berupa
prinsip-prinsip umum, masih bisa disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Kemudian menurutnya pintu ijtihad harus dibuka kembali setelah
ditutup oleh ulama-ulama terdahulu dan harus ada interpretasi baru
menyesuaikan dengan zaman modern, lalu faham qadla dan qadar
harus diluruskan kembali (tidak menjurus pada fatalisme) dan umat
Islam harus meningkatkan ilmu, pengetahuan, dan pendidikan yang
dapat diimplementasikan pada sekolah-sekolah modern supaya dapat
memberikan ilmu-ilmu yang terbaru dan modern.
Dari gerakan-gerakan ini, baik Gerakan Wahabi, Salafiah, dan
Aligarh tentunya sangat berpengaruh terhadap berdirinya gerakan
pembaharuan Islam di Indonesia, dimana salah satunya adalah
Muhammadiyah.
3) Muhammadiyah Berdiri
Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 atas
perjuangan K.H. Ahmad Dahlan dan yang bersangkutan lainnya.
41

Terdapat faktor internal dan eksternal yang menyebabkan lahirnya


Muhammadiyah, yakni sebagai berikut.
a) Faktor Internal:
1. Kehidupan beragama sudah tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan
Sunnah, karena masih terbawa oleh pengaruh kepercayaan
berupa ajaran misktik seperti Animisme, Hinduisme, dan
Budhisme, sehingga perbuatan syirik, bid’ah, dan khufarat
masih merajalela.
2. Kehidupan bangsa Indonesia, terutama umat Islam berada
dalam penderitaan yang dicontohkan dengan kemiskinan,
kebodohan, dan kemunduran.
3. Tidak adanya persatuan, karena tidak adanya ukhuwah dan
tindakan dari organisasi Islam yang kuat.
4. Kegagalan dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang tidak
mampu memenuhi tuntutan dan kebutuhan zaman. Dimana
lembaga pendidikan Islam seperti pesantren lebih memilih
untuk mengisolasi diri atau sudah terjerumus pada kehidupan
sufi, artinya hanya memikirkan akhirat saja tanpa melihat
keadaan sekitar/duniawi yang tentunya sedang membutuhkan
akan kebutuhan pendidikan Islam tersebut.
b) Faktor Eksternal:
1. Pendidikan pemerintah Kolonial Belanda yang sedang
berkembang pesat bersifat sekunder, artinya tidak ada
pembelajaran seputar keagamaan, sedangkan para peserta
didiknya banyak yang beragama Islam.
2. Adannya politik pengkristenan dari Zanding dan Missi yang
sangat berpeluang untuk memanfaatkan pendidikan karena
sejalan dengan pemerintahan Kolonial Belanda.
3. Sikap kaum terpelajar yang beragama Islam menganggap bahwa
ajaran agama sudah ketinggalan zaman.
4) Dasar dan Tujuan Pendidikan Muhammadiyah
42

Seperti yang telah dipahami dan diketahui bahwa


Muhammadiyah merupakan suatu organisasi/gerakan sosial yang
berbasis agama Islam. Sehingga dasar pendidikan yang dibangun oleh
Muhammadiyah juga pastinya menrujuk pada ajaran Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Kemudian tujuan pendidikan
Muhammadiyah itu sendiri karena merupakan gerakan sosial yang
utamanya adalah membentuk pendidikan sesuai ajaran Islam, yaitu: 1)
Mengembalikan amal dan perjuangan umat pada sumber Al-Qur’an
dan Sunnah yang terlepas dari musyrik, bid’ah, dan khufarat; 2)
Menafsirkan ajaran-ajaran Islam secara modern; 3) Memperbaharui
sistem pendidikan Islam secara modern seusai dengan kehendak dan
tuntutan kemanjuan zaman; dan 4) Membebaskan umat dari ikatan-
ikatan tradisional, konservatif, taqlidisme, yang dapat membelenggu
kehidupan umat Islam.
5) Jenis-Jenis Sekolah Muhammadiyah
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ada
yang bercorak umum, layaknya sekolah Kolonial Belanda, dan ada
juga sekolah-sekolah khusus ke Islaman. Pada tahun 1921 didirikan
sekolah Al-Qismul Arqo yang kemudian pada tahun 1923 menjadi
Kweekschool Islam. Lalu, pada tahun 1924 sekolah tersebut
dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan, yang kemudian
pada tahun 1932 menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru
Islam Putra) dan Muallimat Muhammadiyah (Sekolah Guru
Muhammadiyah Putri).
Selain itu, terdapat juga taman kanak-kanak Muhammadiyah
bernama Bustanul Athfal yang didirikan pada tahun 1926, dan HIS met
de Qur’an pada tahun 1923 di Jakarta, tahun 1926 di Kudus,
Yogyakarta, tahun 1928 di Aceh, serta sekolah-sekolah lainnya seperti
HIS, Volschool, Verpolgschool, Schakelschool.
b. Taman Siswa
Taman siswa didirikan oleh R.M. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara) dengan Ki Pronowidigdo, Sutatmo Suryokusumo, beserta
43

kawan-kawan lainnya dan kebatinan Jawa Selasa Kliwon. Taman Siswa


didirikan pada hari Senin (kliqon), tanggal 3 Juli 1922.
1) Alasan berdirinya Taman Siswa
a) Pendidikan dan pengajaran untuk tiap bangsa bermaksud untuk
memelihara dan mengembangkan benih turunan dari bangsa itu,
agar dapat tumbuh dengan sehat lahir batinnya.
b) Pengajaran yang diperoleh dari orang barat (kolonial) merupakan
pengaruh dari politik colonial, yaitu dididik demi kepentingan
colonial, namun anehnya bangsa Indonesia dari golongan
bangsawan masih tetap senang menyekolahkan anaknya, demi
hanya mengejar diploma.
c) Sistem pendidikan kolonial tidak menumbuhkan kehidupan
bersama yang mandiri, dan terus menerus bergantung kepada
bangsa Barat. Hal ini dikarenakan kita tidak hanya mementingkan
harus menyebar perlawanan fisik lahiriah saja, namun
mementingkan harus menyebar benih hidup merdeka di kalangan
rakyat dengan melalui pendidikan.
d) Sebagai bentuk perlawanan pada pemerintahan Kolonial dengan
menyadari bahwa pendidikan pemerintah Kolonial Belanda
ditujukan hanya untuk kepentingannya saja. Sehingga harus
mempunyai keberanian untuk membentuk sistem pendidikan yang
berdasarkan kebudayaan sendiri dengan mengutamakan
kepentingan masyarakat Indonesia.
2) Azaz, Dasar, dan Tujuan Pendidikan
Azaz pendidikan merupakan nilai-nilai dasar yang dilaksanakan
dan dipegang teguh oleh setiap pendidik. Berikut azaz pendidikan dari
Sekolah Taman Siswa, yaitu: 1) Hak seseorang untuk mengatur
dirinya sendiri dengan tujuan agar mendapatkan ketertiban dan
kedamaian dalam perikehidupan umum; 2) Pendidikan melalui
pelajaran akan menjadikan manusia yang merdeka batinnya,
pikirannya, dan tenaganya; 3) Pendidikan berdasarkan kebudayaan
sendiri sejalan dengan kodrat manusia, sehingga dapat memberikan
44

kedamaian bagi kehidupan; 4) Pendidikan ditujukan kepada golongan


rakyat yang terbesar; 5) Pelaksanaan pendidikan didasarkan atas
kekuatan sendiri; 6) Pendidikan harus dipikul sendiri dengan
pendapatan uang biasa; 7) Pendidik harus mengabdi sepenuhnya
kepada sang anak (peserta didik). Adapun lima dasar pendidikan
sekolah ini, yang disusun atas azas-azas yang disebut Panca Dharma,
yakni sebagai berikut.
1) Kodrat Alam
Kodrat alam disini artinya memberi keyakinan akan adanya
kekuatan kodrat pada manusia sebagai makhluk Tuhan, sebagai
bekal dan dasar yang perlu untuk menumbuhkan, memelihara, dan
memajukan hidupnya sehingga manusia dapat mengusahakan
keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin, baik untuk diri
pribadi maupun untuk masyarakat.
2) Azas Kemerdekaan
Kemerdekaan merupakan syarat pokok yang hakiki/mutlak
pada tiap-tiap usaha pendidikan yang berdasarkan keyakinan,
dimana manusia pada kodratnya sendiri dapat tumbuh, serta
memelihara dan mengembangkan hidupnya sendiri. kemerdekaan
di sini harus diartikan sebagai disiplin pada diri sendiri atas dasar
nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun
sebagai anggota masyarakat.
3) Azas Kebangsaan
Kebangsaan di sini merujuk kepada adanya rasa satu dengan
bangsa sendiri dalam suka dan duka, serta dalam kehendak untuk
mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa. Dasar
atau azas kebangsaan ini tidak boleh bertentangan dengan azas
manusia, bahkan harus menjadi bentuk dan perilaku kemanusiaan
yang nyata sehingga tidak mengandung arti bermusuhan dengan
bangsa lain.
4) Azas Kebudayaan
45

Azas kebudayaan mengandung arti keharusan untuk


memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional.
Azas ini juga memelihara kebudayaan kebangsaan ke arah
kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia
dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin sepanjang zaman.
5) Azas Kemanusiaan
Azas kemanusiaan menyatakan bahwa dharma setiap
manusia adalah mewujudkan kemanusiaan yang berarti kemajuan
manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya dan juga bahwa
kemanusiaan yang tinggi itu dapat dilihat pada kesucian hati orang
dan adanya rasa kasih sayang terhadap sesama manusia dan
terhadap makhluk Tuhan seluruhnya. Cinta kasih kemanusiaan itu
harus tampak sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan segala
sesuatu yang merintangi kemajuan selaras dengan kehendak alam.
Selain itu, terdapat tujuan pendidikan dari Taman Siswa ini,
yaitu diantaranya adalah Taman Siswa Bertujuan untuk mendidik
anak agar percaya kepada kekuatan/kemampuan sendiri tanpa
bergantung pada kekuatan/kemampuan orang lain, serta atas dasar
budaya bangsa sendiri sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang
tertib dan damai.
3) Pelaksanaan Pendidikan
Taman siswa menyediakan bentuk pelaksanaan pendidikan
berupa perguruan (paguron). Bentuk ini bukanlah sekolah dalam arti
biasa, namun terdapat kekhususan di dalamnya. Pada zaman Hindu
perguruan lazimnya berarti sebuah tempat berguru dengan seorang
guru yang melaksanakan tugasnya dan juga sebagai tempat belajar
siswa. Dengan sistem perguruan, Ki Hajar Dewantara ingin
menjamin, supaya bentuk lembaga pendidikan itu merupakan salah
satu aspek dari kebudayaan Indonesia yang berlangsung secara terus-
menerus atau berkelanjutan.
Dalam pengembangan kebudayaan, Ki Hajar mengemukakan
tiga prinsip, yang disebut Trikon, yakni berisi: 1) Konsentris, yang
46

artinya berpusat pada kebudayaan sendiri; 2) Kontinuitas, artinya


kebudayaan itu harus dikembangkan demi kelangsungan akan
kebudaya itu sendiri; dan 3) Konvergen, artinya dapat menerima
budaya asing yang baik, yang dapat membawa kepada suatu tujuan
dari pengembangan kebudayaan bangsa.
Kemudian, adapun jenis-jenis pendidikan yang didirikan oleh
Taman Siswa, mulai dari taman kanak-kanak sampai tingkat
pendidikan tinggi, diantaranya yaitu Taman Indria, Taman Anak,
Taman Dewasa, Taman Madya, dan Taman Guru.
c. INS (Indonesia Nederlandsche School)
Lembaga pendidikan ini dibangun pada tahun 1926 oleh
Muhammad Syafei di Kayutanam, Sumatera Barat. Lembaga Pendidikan
ini dibangun untuk menyempurnakan pendidikan yang diadakan oleh
pemerintah Kolonial Belanda. Sistem pendidikan INS ini lebih menuju
kepada harmoni dan disesuaikan dengan dasar serta pembawaan anak,
dan kepada keadaan masyarakat di sekitarnya, sehingga nantinya bukan
hanya mementingkan kecerdasan belaka saja layaknya pendidikan
kolonial, namun juga mengutamakan ekspresi dan memperhatikan
tentang perkembangan rasa, kecakapan, dan ketangkasan. Misalnya
latihan menggambar, menyanyi, dan pekerjaan tangan lainnya. Dengan
adanya sistem pendidikan yang bermotif belajar dan bekerja, diharapkan
watak seorang anak, jiwa sosial dan rasa tolong-menolongnya akan
terbentuk. Tidak seperti pada pendidikan Islam, yang hanya berpacu
kepada kemampuan menghafal seseorang.
Adapun dasar, tujuan, dan jenis sekolah dari INS ini, yakni
diantaranya berpikir logis dan rasional, keaktifan dan kegiatan, pedidikan
kemasyarakatan, memperhatikan bakat anak, menentanng
intelektualisme, pendidikan ekspresi/keindahan, rasa tanggung jawab
dikembangkan dalam berbagai keaktifan sehingga anak didik dapat
berani berdiri sendiri, dan peranan keagamaan diberikan kesempatan
untuk berkembang seluas-luasnya. Kemudian untuk tujuan INS sendiri
yaitu mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, memberikan pendidikan
47

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mendidik para pemuda agar


mereka berguna untuk masyarakat, menanamkan kepercayaan terhadap
dirinya sendiri dan berani bertanggung jawab, serta INS sendiri harus
dapat membiayai dirinya sendiri dan tidak mau menerima sokongan yang
dapat mengurangi kebebasan bergerak dalam usahanya. Untuk jenis
sekolah INS terdiri dari Ruang redah (7 tahun), Ruang antara (1 tahun),
Ruang dewasa (4 tahun), dan Ruang masyarakat (1 tahun).
Dari tiap-tiap ruang pendidikan itu, terdiri dari pendidikan umum
dan juga pendidikan kejuruan. INS juga menyediakan pelajaran ekspresi
yang dapat dipraktekkan, diantaranya: a) Pendidikan olahraga dengan
tujuan bahwa anak Indonesia harus memiliki jiwa raga yang sehat; b)
Perusahaan, yakni mencakup pertukangan kayu, besi, rotan, tanah liat,
getah, dan listrik; c) Peternakan dan pertanian; d) Menggambar,
memahat, menari, musik, sandiwara, pekerjaan tangan, termasuk
membuat klise untuk menghias rantai mas.
6. Masa Pendudukan Jepang
Dalam menyelenggarakan pendidikan, Jepang mempunyai konsep
bahwa semua sekolah harus dipadukan dan terbuka, serta dimulai dari
sekolah rakyat selama 6 tahun untuk seluruh masyarakat. Sistem pendidikan
Jepang juga harus mengajarkan bahasa Jepang, latihan militer, dan adat
istiadat Jepang. Semua sekolah pada sistem ini berstatus negeri dan
merupakan tanggung jawab pemerintah. Mulai dari sekolah umum,
menengah, kejuruan, bahkan sekolah tinggi disediakan olehnya.
Hal terpenting yang menjadi inovasi pada sistem pendidikan ini
adalah pendidikan merupakan hak semua warga negara, pendidikan yang
merata, pengadaan buku, serta sistem administrasi yang baik. Namun,
karena Jepang sedang menghadapi peperangan, yang akhirnya harus
menyerah kepada sekutu, membuat pendidikan yang telah berjalan selama
3,5 tahun ini tidak efektif.
Adapun landasan pada sistem pendidikan Jepang adalah Hakko Ichiu,
yang artinya kerjasama Indonesia-Jepang dalam rangka mencapai
kemakmuran bersama Asia Raya. Sehingga, disetiap harinya, semua pelajar
48

harus mengucapkan sumpah setia terhadap kaisar Jepang. Selain landasan,


adapula tujuan pendidikan Jepang di Indonesia, salah satunya, yaitu
menyediakan tenaga sukarela dan prajurit-prajurit untuk membantu
peperangan bagi kemenangan Jepang dalam melawan tentara sekutu.
Sehingga para pelajar diwajibkan untuk mengikuti latihan fisik, kemiliteran
dan indoktrinasi yang ketat.
Tidak hanya itu, sistem persekolahan pada zaman kedudukan Jepang
ini dianggap baik, karena pendidikan tidak memandang golongan-golongan
dan status sosial kepada para siswanya. Dimana jenis sekolah hanya terdiri
dari Sekolah Rakyat (6 tahun), SMP (3 tahun), dan Sekolah Menengah
Tinggi (3 tahun), serta terdapat juga Sekolah Pelayaran dan Sekolah
Pelayaran Tinggi.
Meskipun pelaksanaan pendidikannya kurang efektif, namun banyak
hal yang menguntungkan dengan diterapkannya sistem pendidikan di
Jepang ini, yaitu sebagai berikut.
1. Bahasa Indonesia berkembang secara luas, karena dijadikan bahasa
pengantar di semua lembaga pendidikan.
2. Buku-buku bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
karena dalam suasana perang, hak cipta diabaikan.
3. Seni bela diri dan perang dimiliki para pemuda Indonesia, yang berguna
untuk perang melawan Belanda.
4. Akibat segala sesuatu didasarkan pada kebudayaan Jepang, muncullah
perasaan rindu terhadap kebudayaan dan kemerdekaan.
5. Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama
ditiadakan, sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan
yang sama dalam bidang pendidikan.
6. Bangsa Indonesia dilatih dan dididik untuk memegang jabatan pimpinan
walaupun di bawah penguasaan orang-orang Jepang.
7. Sekolah-sekolah diseragamkan dan di negerikan, meskipun sekolah-
sekolah swasta seperti Muhammadiyah, Taman Siswa, dan sekolah-
sekolah Missi-Zending tetap diizinkan terus berkembang di bawah
pengaturan dan diselenggarakan sesuai dengan sekolah negeri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia pada masa pra-kemerdekaan bermula dengan
pendidikan Hindu-Buddha, pendidikan Islam, masa pemerintahan Hindia-
Belanda, dan masa Pendudukan Jepang. Setiap pendidikan memiliki karakter
pendidikan masing-masing sebab memiliki tujuan pendidikan yang berbeda.
Pendidikan sangat penting bagi bangsa sebab dengan pendidikan bangsa dapat
berkembang menjadi bangsa yang lebih baik untuk membangun peradaban.
3.2 Saran
Untuk pembuatan makalah mengenai sejarah pendidikan diperlukan
banyak studi literatur lebih lanjut yang membahas karakter dan alur sejarah
pendidikan lebih spesifik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Akhiruddin. (2015). Jurnal Tarbiya: Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara. Vol


1
Dayesef. (2016). Teori Masuknya Hindu Buddha ke Indonesia. Diakses melalui
laman https://dayesef.wordpress.com/2016/02/09/teori-masuknya-Hindu-
Buddha-ke-indonesia/
Hapsari, R. Adil, M. (2016) Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Khairuddin. (2019). Jurnal Manajemen Pendidikan Islam: Studi Klasik Lembaga
Pendidikan Islam di Nusantara (Surau, Meunasah dan Pesantren). Vol 3
Kresnoadi. (2018). Dampak Imperialisme dan Kolonialisme terhadap Bangsa
Indonesia. Tersedia di: https://www.ruangguru.com/blog/imperialisme-dan-
kolonialisme. [23 Februari 2021]
Kresnoadi. (2018). Dampak Imperialisme dan Kolonialisme terhadap Bangsa
Indonesia. Tersedia di: https://www.ruangguru.com/blog/imperialisme-dan-
kolonialisme. [23 Februari 2021]
Lestari, Widi Indah, Maskun, Syaiful M. (2013). Jurnal PESAGI: Kebijakan
Pemerintah HIndia Belanda Mengenai Pendidikan Bagi Kaum Bangsawan Di
Indonesia Tahun 1900-1920. 1(2). Tersedia di: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/.
[20 Februari 2021]
Moh. Habib Asyhad. (2017). Herman Willem Daendels si Tangan Besi yang Penuh
Kontroversi tapi Tetap Saja Diabadikan Namanya. Tersedia di:
https://intisari.grid.id/. [23 Februari 2021]
Moh. Habib Asyhad. (2017). Herman Willem Daendels si Tangan Besi yang Penuh
Kontroversi tapi Tetap Saja Diabadikan Namanya. Tersedia di:
https://intisari.grid.id/. [23 Februari 2021]
Muhammad Khairil. (2021). Politik Etis. Tersedia di:
https://www.quipper.com/id/blog/mapel/sejarah/politik-etis-sejarah-kelas-
11/. [24 Februari 2021]
Muhammad Khairil. (2021). Politik Etis. Tersedia di:
https://www.quipper.com/id/blog/mapel/sejarah/politik-etis-sejarah-kelas-
11/ . [24 Februari 2021]

50
51

Prabowo, Gama. (2020). Kebijakan Daendels di Indonesia. Tersedia di:


https://www.kompas.com. [23 Februari 2021]
Prabowo, Gama. (2020). Kebijakan Daendels di Indonesia. Tersedia di:
https://www.kompas.com. [23 Februari 2021]
Robandi, Babang dkk. (2021). Landasan Pendidikan. UPI Press: Bandung.
Rohman Miftahur, Hairudin. (2018). Jurnal Pendidikan Islam: Konsep Tujuan
Pendidikan Perspektif Nilai-Nilai Sosial Kultural. Vol 9
Seno Aji. (2018). Sejarah Kelas 10 Teori Masuknya Islam Ke Nusantara. Diakses
melalui laman https://blog.ruangguru.com/4-teori-masuknya-Islam-ke-
nusantara. [20 Februari 2021]
Siregar, Erwin. (2016). Jurnal Education and development STKIP Tapanuli
Selatan: Kebijakan Pemerintah HIndia Belanda Terhadap Pendidikan Kaum
Bangsawan Di Indonesia. 3(1), 22-25. Tersedia di:
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/. [20 Februari 2021]
Swastiwi, Irene. (2019). Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa di
Indonesia. Tersedia di: https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-11-
perkembangan-kolonialisme-dan-imperialisme-eropa-di-indonesia . [23
Februari 2021]
Swastiwi, Irene. (2019). Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Eropa di
Indonesia. Tersedia di: https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-11-
perkembangan-kolonialisme-dan-imperialisme-eropa-di-indonesia. [23
Februari 2021]
Swastiwi, Irene. (2020). Aufklärung, Masa Pencerahan di Eropa. Tersedia di:
https://www.ruangguru.com/blog/aufkl%C3%A4rung-masa-pencerahan-di-
eropa . [23 Februari 2021]
Swastiwi, Irene. (2020). Aufklärung, Masa Pencerahan di Eropa. Tersedia di:
https://www.ruangguru.com/blog/aufkl%C3%A4rung-masa-pencerahan-di-
eropa. [23 Februari 2021]
Tim Penyusun Mata Kuliah Landasan Pendidikan. (2017). Landasan Pendidikan.
Bandung: UPI PRESS

Anda mungkin juga menyukai