Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“GAMBARAN PENDIDIKAN di INDONESIA” ini sebagai hasil dari study
literature kami guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Pembelajaran yang
diampu oleh yang terhormat Bapak Septian Ragil Anandita, M.Pd.
Kemudian makalah ini juga kami tujukan untuk segenap pembaca guna
sebagai tambahan literature dalam memahami gambaran pendidikan di Indonesia.
Kami akhiri kata pengantar ini dengan permohonan akan luasnya samudra
maaf kepada segenap pembaca bila masih diketemukan banyak kesalahan dalam
penyusunan makalah ini baik dari segi kepnulisan maupun materi. Oleh sebab itu,
kami dengan kerendahan hati memohon kritik dan saran membangun makalah ini
guna perubahan yang lebih baik kedepannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak adanya manusia di muka bumi ini dengan peradabannya maka
sejak itu pula pada hakikatnya telah ada kegiatan pendidikan dan
pengajaran. Berbeda dengan masa sekarang di mana pendidikan dan
pengajaran itu diselenggarakan di sekolah maka pada masa lampau kegiatan
di laksanakan di dalam kelompok-kelompok masyarakat, yang dewasa ini
disebut dngan istilah pendidikan informal. 1
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan
kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama
perkembangan hidup dan kehidupan manusia bahkan keduanya pada
hakekatnya adalah prosesyang satu. Sehingga pendidikan itu mutlak
sifatnya dalam kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan, sebab
seluruh proses hidup dan perkembangan manusia itu adalah proses
pendidikan “life is education and education is life”. Pendidikan berproses
dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maju mundurnya suatu negara ditentukan oleh maju mundurnya
pendidikan di negara tersebut.
Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa
dan negara, maka seluruh negara-negara di dunia menangani secara
langsung masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan
kependidikan. Sehingga masing-masing negara itu menentukan sendiri
dasar dan tujuan pendidikan si negaranya. Di Indonesia sendiri pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945. 2 Berikutya di Indonesia sendiri segala hal yang berkaitan dengan
dunia pendidikan diatur dalam undang-undang republik Indonesia nomor 20
tahun 2003 tenteng sistem pendidikan nasional.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana konsep pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana problematika pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan
Berdasar pada rumusan masalah diatas makalah ini bertujuan untuk
menjelaskan :
1. Latar belakang pendidikan di Indonesia
2. Konsep pendidikan di Indonesia
3. Problematika pendidikan di Indonesia
4. Kebijakan pendidikan di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h. 4.
4
Drs. Moch. Ishom Achmadi ZE, Kaifa Nurabbi Abnaa’ana, Yogyakarta: SJ. Press, 2009, h. 57
3
Pada mulanya masyarakat tradisional tidak membutuhkan sekolah
akan tetapi lambat laun seiring perkembangan zaman maka kemudian
masyarakat merasa perlu mendirikan sekolah di luar keluarga dan
masyarakat itu sendiri. Berikut beberapa faktor yang mendorong berdirinya
lembaga pendidikan:
4
lebih berpengetahuan, lebih berpengalaman, dan dibutuhkan pula
bermacam-macam keterampilan. Karena itu sekolah bertambah dan
terbentuknya berbagai jenis sekolah sesuai dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat itu. Masyarakat kurang puas dengan hanya
pendidikan rendah saja maka timbullah sekolah yang memberikan
pendidikan yang lebih tinggi, sekolah menengah, sekolah tinggi. dan
seterusnya.
4. Pertambahan penduduk menjadi faktor yang besar pula pengaruh
nya. Pertambahan penduduk di desa-desa telah mendorong orang
banyak pergi ke kota sehingga timbul masalah urbanisasi dan
pengangguran. Salah satu usaha yang harus dikerjakan adalah
memperluas kesempatan belajar bagi para siswa agar generasi yang
baru itu dapat diselamatkan dari kebodohan, kemiskinan, dan
pengangguran. Sekolah adalah tempat yang vital untuk maksud
maksud tersebut.
5. Para ahli pendidikan tidak tinggal diam, mereka mengadakan
serangkaian penelitian dan percobaan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran. Karena itu lambat laun sistem dan metode pendidikan
bertambah lama bertambah maju. Sejak lama hal ini telah dilakukan,
maksudnya tidak lain agar pendidikan para siswa dapat berlangsung
lebih efektif. Senantiasa diusahakan agar pendidikan di sekolah
sejalan dengan hasrat dan kebutuhan masyarakat setempat.
5
bernegara. Maju mundurnya suatu negara ditentukan oleh maju mundurnya
pendidikan di negara tersebut.
5
Drs. Moch. Ishom Achmadi ZE, Kaifa Nurabbi Abnaa’ana, Yogyakarta: SJ. Press, 2009, h. 52
6
Sekretariat Jendral MPR RI, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Jakarta: 2020,
h. 3.
6
Indonesia yang merintis berdirinya Perguruan Taman Siswa tersebut
mengemukakan bahwa Pendidikan merupakan wahana pengembangan
kemanusiaan secara ituh san penuh. Pendidikan juga menjadi kunci bagi
seseorang dan suatu bangsa untuk menggapai kemerdekaa secara polotis.
Maka pendidikan harus menjadi bagian sentral dan dasar perjuangan dalam
segala ranah kehidupan anak manusia. 7 Hal tersebutlah yang menjadi
dorongan beliau untuk merintis sekoalah untuk pribumi yang dinamakan
dengan Perguruan Taman Siswa.
7
Bartolomeus Samho, SS, M. Pd, Oscar Yasunari, SS, MM, Konsep Pendidikan Ki Hajar
Dwantara dan Tantangan-tantangan Implementasinya di Indonesia Dewasa Ini, Bandung:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2010, h. 22.
7
semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri Handayani,
artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun,
menopang dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak anak
didiknya
8
Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, 1999, Pendidikan Kebudayaan Dan Masyarakat Madani Indonesia, PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal. 132
8
mengerti dan memahami yang terbaik bagi dirinya dan lingkungan
sosialnya.
9
H.A.R Tilaar, Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional Menyongsong.1990, Jakarta ; Balai
Pustaka , Hal. 59
9
empat model kepemimpinan, masing-masing adalah orde lama, orde baru,
orde reformasi dan orde sekarang yag banyak pengamat atau pemerhati
menyebutnya sebagai era transisi menuju demokrasi. Sedikit atau banyak,
tentunya setiap orde memberikan konstribusi dan membantu menentukan
corak pendidikan saat ini.10
Kalau ditilik lebih dalam aspek politik pendidikan. Pendidikan
diorientasikan sebagai alat untuk kepentingan tertentu, seperti kepentingan
ideologi dan kepentingan politik untuk mempertahankan status quo.
Misalkan pada masa orde baru pendidikan cenderung dijadikan sebagai alat
kekuasaan sehingga menghilangkan esensi dari pendidikan yang
sebenarnya. Bahkan pendidikan dijadikan sebagai alat indoktrinasi kepada
masyarakat. Sistem pendidikan pada masa orde baru, pelaksanaan
pendidikan secara langsung dikendalikan oleh sistem birokrasi dengan mata
rantai yang sangat panjang dari tingkat pusat sampai ke daerah bahkan
sampai tingkat satuan pendidikan. Kepemimpinan seperti ini tentunya
berdampak pada dunia pendidikan, di mana pedoman dan dasar bertindak
pendidik tidak lagi mengacu pada profesionalitas melainkan instruksi dari
atasan. Kondisi seperti mengakibatkan keberpihakan pada atasan dan
menghilangkan hak-hak dan kewenangan profesional. Alhasil pendidikan
memproduk manusia-manusia penurut, tidak berani mengambil Keputusan
tidak ada kemandirian karena lebih banyak terpaksa dan kepura-puraan.
Dewasa ini pendidikan nasional merupakan subordinasi dari
kekuatan-kekuatan politik praktis. Hal ini berarti pendidikan telah
dimasukkan di dalam kancah perebutan kekuasaan oleh partaipartai politik.
Pendidikan bukan lagi untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya,
tetapi untuk membangun kekuatan dari partai politik praktis tertentu untuk
kepentingan golongan atau pun kelompoknya sendiri.11 Yang lebih tragis
ketika diberlakukannya otonomi daerah yang diiringi dengan otonomi
10
Musthofa Rembangy, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi. 2008, Yokyakarta ; Teras, Hal. 20
11
H.A.R Tilaar. Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. 2006, Jakarta : Rineka Cipta,
Hal. 14
10
pendidikan, banyak kepala daerah yang mengedepankan sisi subjektivitas
dari pada objektivitas dalam menempatkan orang-orang yang profesional di
bidang pendidikan. Hal ini berarti dimensi kepemimpinan di daerah juga
mempengaruhi pendidikan di tingkat daerah.
Kebijakan otonomi daerah, bagaimanapun akan membawa implikasi
yang sangat besar dalam berbagai tatanan pemerintah, baik pusat dan
daerah, tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Dalam kebijakan
desentralisasi pendidikan, pemindahan Kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah bukanlah hal yang terpenting, yang penting
adalah mendorong terjadinya proses otonomi baik pada pemerintah daerah
agar memiliki kemampuan untuk mengelola dan menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu dan adil. Maka dalam hal ini, perlu pengaturan
perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah, dan masing-masing
mempunyai komitmen tinggi untuk mewujudkannya.
Sebab berhasil atau tidaknya pelaksanaan otonomi daerah paling
tidak ditentukan tiga hal, yaitu:
a. adanya political will dan political commitment dari pemerintah pusat
untuk memberdayakan daerah
b. adanya iktikad baik dari pemerintah dalam membantu keuangan daerah
c. adanya perubahan perilaku elit lokal untuk dapat membangun daerah.
Tuntutan perubahan ini pada prinsipnya untuk membangun komitmen
bersama, termasuk adanya kemauan perubahan perilaku para elit lokal.
Hal ini menjadi sangat penting sebab banyak yang mengkhawatirkan
bahwa otonomi daerah yang memberikan kewenangan dan kekuasaan
sangat pada daerah tidak akan mengubah apa-apa.
11
bermuatan jawaban terhadap tantangan global. Tetapi yang menjadi
permasalahan adalah ketika kurikulum tersebut tidak diimbangi oleh porsi
muatan humanisme. Pergantian kurikulum ini juga sebenarnya justru
menambah beban tersendiri bagi orang tua dalam hal pembiayaan
pendidikan. Karena otomatis jika pergantian kurikulum akan cenderung
ganti buku, dan dengan sendirinya pengeluaran terhadap buku anak akan
meningkat.
12
Suparlan, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dari Konsepsi Sampai Dengan Impementasi.
2004,Yokyakarta : Hidayat Publishing, Hal. 148
12
aspirasi masyarakat kian meninggi dan kompetitif tertuju pada lembaga
pendidikan, dengan suatu harapan kehadiran pendidikan mampu mengatasi
serta mengantisipasi berbagai problematika dan transformasi kehidupan
yang semakin global. Sementara bagian lain, institusi pendidikan sendiri
bergulat dalam menghadapi berbagai problem baik itu menyangkut sistem,
konsepsi, mekanisme, maupun strategi implementasi. Transformasi sosial
yang amat cepat telah terjadi pada abad 21.
a. Kesenjangan Pendidikan
Pendidikan di Indonesia menunjukkan kualitas yang rendah.
Asumsinya hal ini terjadi karena pemerintah kurang serius memperhatikan
bidang pendidikan. Sementara kemajuan bangsa salah satunya yang
terpenting adalah pendidikan, karena pendidikan merupakan modal dasar
untuk kemajuan suatu bangsa.
13
Kesenjangan dalam pendidikan di Indonesia masih terjadi di
berbagai hal seperti: sarana prasarana dan sumber daya tenaga pendidik
a. Sarana Prasarana
Terdapat kesenjangan cukup besar terkait kualitas pendidikan antara
sekolah yang di kota dan daerah terpencil. Pada umumnya sekolah yang
berada di perkotaan lebih baik daripada sekolah di pedesaan Sering kita
lihat secara langsung maupun lewat pemberitaan di media televisi dan
surat kabar kondisi sekolah di pedesaan dan daerah terpencil yang
sangat tidak layak. Misalnya kondisi bangunan yang rapuh bahkan
sudah mau roboh ditambah atap yang bocor sehingga kegiatan proses
belajar mengajar sering terkandala. Persoalan sarana dan prasarana
merupakan persoalan krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem
pendidikan di Indonesia, dan juga merupakan salah satu syarat atau
unsur yang sangat penting.
Banyaknya sarana pendidikan yang rusak dan tidak layak ini
merupakan salah salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan. Dari
1,3 juta ruang kelas, 769 ribu dalam kondisi layak pakai (59%), 299 ribu
rusak berat (23%) dan 242 ribu rusak ringan (18%). Pada taun 2012
sudah 22 ribu ruang kelas yang diperbaiki. 13 Proyek perbaikan sekolah
ini tidak akan pernah selesai. Sekolah yang sekarang masuk dalam
kategori ringan akan naik menjadi rusak sedang, lalu rusak berat jika
tidak ditangani tentunya akan menjadi rusak berat.
Kerusakan sarana pendidikan yang begitu parah ditambah dengan
prasarana pendidikan yang tidak menunjang proses pembelajaran yang
kondusif merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan kerusakan sarana
prasarana dalam jumlah yang banyak maka proses pendidikan tidak
dapat berlangsung secara efektif.
13
Bambang Triatmodjo, Menuju Kejayaan Indonesia. 2013, Yokyakarta, Beta Offset, Hal. 141
14
Umumnya sekolah-sekolah yang ada di pedesaan dan daerah
terpencil masih terkendala dengan sarana dan prasarana pendidikan,
seperti ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium. Kalua pun
mendapatkan bantuan seperti rehab ruangan kelas, tapi itu pun tidak
seluruhnya. Prosesnya hanya bagian tertentu saja seperti atap dan
pengecatan.
Kesenjangan yang lain juga pada jumlah dan ketersediaan buku
yang,. Ketersediaan buku di daerah perkotaan dan dan daerah terpencil
serta perbatasan terjadi kesenjangan baik dari segi jumlah ketersediaan
dan kualitas buku. Sementara ketersediaan buku merupakan penunjang
pendidikan yang sangat penting karena hal ini akan menunjang
keberhasilan proses pendidikan.
Masalah sarana dan prasarana keterkaitannya tentunya dengan
anggaran pendidikan. Menyangkut anggaran pendidikan merupakan
saah satu faktor yang cukup memberikan pengaruh terhadap mutu dan
kesesuaian pendidikan adalah anggaran pendidikan yang memadai.
Anggaran pendidikan ini akan menyangkut besarnya anggaran dan
alokasi anggaran.
Pembenahan pendidikan dalam hal pemerataan sangat penting untuk
mewujudkan kualitas pendidikan di semua daerah. Hal dapat
diwujudkan salah satunya apabila didukung oleh dana yang cukup dan
pengelolaan yang baik. Tentunya kita berharap banyak pada
pemberlakuan otonomi pendidikan sebagai salah satu kebijakan
pendidikan nasional dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah.
Otonomi pendidikan diharapkan menghasilkan sistem pendidikan yang
lebih mandiri, terbuka, demokratis dan maju masih jauh dari tercapai. 14
b. Tenaga Pendidik
14
Ahmad Fedyani, catatan Reflektif Antropologi Sosial Budaya. 2011, Jakarta: All Rihgts
Reserved, Hal. 40
15
Kuantitas dan kualitas guru saat ini, juga merupakan hal yang
dilematis. Secara objektif jumlah guru saat ini memang kurang
memadai, namun hal ini tidak dapat dipukul rata begitu saja Tetapi
harus diakui bahwa jumah guru yang sedikit salah satu indikator
kesenjangan dalam masalah pemerataan guru.
Jumlah guru yang kurang memadai ini banyak terjadi di daerah
pedesaan, terpencil dan perbatasan, jumlah guru hanya ada sekitar
3-4 orang. Sementara itu, di daerah perkotaan yang sarana dan
prasarananya memada terjadi penumpukan guru. Bahkan dalam satu
SD dijumpai 11- 14 orang guru, termasuk diantaranya kepala
sekolah. 15 Oleh karena itu, sampai saat ini sekolah yang maju di
perkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya, sementara
sekolah yang kekurangan guru di pedesaan/daerah terpencil semakin
terisolosi dan semakin terpuruk.
Posisi guru sangat vital dalam pendidikan. Dari segi kuantitas
dan pemerataan guru mengalami persoalan yang dilematis, ada
sekolah yang kelebihan guru tetapi ada juga sekolah yang
kekurangan guru. Salah satu faktor i kesenjangan pemerataan guru
di Indonesia karena kondisi geografis negara kita yang sangat luas.
Kesenjangan pemerataan tenaga pendidik ini merupakan
pekerjaan yang harus terselesaikan supaya pemerataan guru ini
dapat terwujud. Berbagai upaya sudah dilakukan seperti
penambahan guru melalui rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS), guru kontrak dan memberikan tunjangan khusus bagi guru
yang tinggal di daerah terpencil. Upayaupaya yang dilakukan
pemerintah ini tentunya tidak langsung menyelesaikan masalah.
Belum lagi berbicara mengenai kualitas guru. Seorang guru yang
memiliki posisi strategi dalam usaha tercapainya kualitas
pendidikan yang semakin baik amat dituntut kemampuan
15
Sam M. Chan, Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. 2011, Jakarta : Rajawali Press, Hal.
58
16
profesionalnya. Skill dan profesionalitas senantiasa harus
ditingkatkan, terutama dalam menyiapkan sumber daya manusia
yang mampu menghadapi persaingan global.
Oleh karena itu, pemerintah harus membuat terobosan dalam
membangun pendidikan. Artinya harus ada pemerataan dan kualitas
guru di Indonesia. Barangkali hal ini dapat diatasi dengan adanya
undang-undang otonomi daerah. Di samping itu, pemerintah baik
pusat dan daerah harus membuat program yang bisa merangsang lagi
guru-guru yang mau mengabdi di daerah terutama di daerah
terpencil. Misalnya, ada semacam tunjangan khusus bagi guru yang
mau mengabdikan diri bagi daerah/desa yang masuk kategori
terpencil sehingga ada semacam ukuran cost dan benefid bagi guru
dari sudut rasional dan tuntutan sosial.
Mengenai kualitas guru, seharusnya juga menjadi prioritas yang
diutamakan dalam rangka menyiapkan guru yang kompeten,
memiliki skill/kemampuan yang tinggi. Pemerintah diharapkan
mengalokasikan dana bagi peningkatan kualitas guru, karena tidak
bisa dipungkiri bahwa guru merupakan ujung tombak bagi
keberhasilan pendidikan. Hal ini sejalan dengan apa yang tertuang
dalam undangundang guru dan dosen Bab V Pasal 10 yang berbunyi:
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. 16
Masalah kompetensi guru adalah masalah serius, untuk itu perlu
dilakukan pembinaan secara baik, selain itu juga tentunya guru terus
belajar untuk mengembangkan wawasan dan intelektualitas yang
pada gilirannya bisa membangun kreativitas guru.
16
Abd Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber etika. 2011, Yokyakarta; Graha Guru,
Hal. 99
17
D. Kebijakan Pendidikan di Indonesia
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari
Bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini,
kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan
pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan
hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Monahan dalam Syafaruddin,
2008:75).
Abidin (2006:17) menjelaskan kebijakan adalah keputusan
pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota
masyarakat.Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan
formal organisasi, yang bersifat mengikat, yang mengatur prilaku dengan
tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan akan
menjadi rujukan utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat
dalam berprilaku (Dunn,1999). Kebijakan pada umumnya bersifat problem
solving dan proaktif. Berbeda dengan Hukum (Law) dan Peraturan
(Regulation), kebijakan lebih adaptif dan interpratatif, meskipun kebijakan
juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh”. Kebijakan juga
diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa menghilangkan ciri lokal yang
spesifik. Kebijakan harus memberi peluang diinterpretasikan sesuai kondisi
spesifik yang ada.
Masih banyak kesalahan pemahaman maupun kesalahan konsepsi
tentang kebijakan. Beberapa orang menyebut policy dalam sebutan
kebijaksanaan, yang maknanya sangat berbeda dengan kebijakan. Istilah
kebijaksanaan adalah kearifan yang dimiliki oleh seseorang, sedangkan
kebijakan adalah aturan tertulis hasil keputusan formal organisasi. Contoh
kebijakan adalah :
a. Undang-Undang
b. Peraturan Pemerintah
c. Keppres
18
d. Kepmen
e. Perda
f. Keputusan Bupati,
g. Keputusan Direktur.
Setiap kebijakan yang dicontohkan disini adalah bersifat mengikat
dan wajib dilaksanakan oleh objek kebijakan. Contoh ini juga memberi
pengetahuan pada kita bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro,
dan mikro.
Ali Imron dalam bukunya Analisis Kebijakan Pendidikan
menjelaskan bahwa kebijakan pendidikan adalah salah satu kebijakan
Negara. Carter V Good (1959) memberikan pengertian kebijakan
pendidikan (educational policy)sebagai suatu pertimbangan yang
didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian atas faktor-faktor yang
bersifat situasional, pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk
mengopersikanpendidikan yang bersifat melembaga. Pertimbangan tersebut
merupakanperencanaan yang dijadikan sebagai pedoman untuk
mengambil keputusan,agar tujuan yang bersifat melembaga bisa tercapai.
Kebijakan pendidikansangat erat hubungannya dengan kebijakan yang ada
dalam lingkupkebijakan publik, misalnya kebijakan ekonomi, politik, luar
negeri,keagamaan dan lain-lain. Konsekuensinya kebijakan pendidikan di
Indonesiatidak bisa berdiri sendiri. Ketika ada perubahan kebijakan
publikmaka kebijakan pendidikan bisa berubah. Ketika kebijakan politik
dalam danluar negeri, kebijakan pendidikan biasanya akan mengikuti
alurkebijakan yang lebih luas. Bahkan pergantian menteri dapat
pulamengganti kebijakan yang telah mapan pada jamannya. Bukan halyang
aneh, ganti menteri berganti kebijakan. Masih ingat dibenak kitaada
pelajaran PSPB yang secara prinsipil tidak jauh berbeda dengan IPS sejarah
dan lucunya materi itu pun di pelajari di PMP (sekarangPKN/PPKN).17
2. Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia
19
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:18
17 Abdurrahman. 1987. Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah. Jakarta :Media Sarana
Press
18 Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Jogjakarta. Gajah Mada University
Press
19 Aulia Alfirzan,dkk.2021.Kebijakan Pendidikan, Implementasi Kebijakan Pendidikan. Padang:
Islam
20
a. Memiliki tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan harus memiliki
tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan
yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
b. Memenuhi aspek legal-formal. Kebijakan pendidikan tentunya akan
diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus
dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku
untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi
syarat konstitusional sesuai dengan hierarki konstitusi yang berlaku di
sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di
wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan
pendidikan yang legitimat.
c. Memiliki konsep operasional kebijakan pendidikan sebagai sebuah
panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat
operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi
pendukung pengambilan keputusan.
d. Dibuat oleh yang berwenang kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh
para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga
tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di
luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga
pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan
pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
e. Dapat dievaluasi kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari
keadaan yang sesungguhnya untuk ditindak lanjuti. Jika baik, maka
dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung
kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan
memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi secara mudah
dan efektif.
f. Memiliki sistematika kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah
sistem juga, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
21
menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu
pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang
tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis,
diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktor yang
hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus
diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak
menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara
eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan
lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan
pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya, serta daya saing
produk yang berbasis sumber daya lokal.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengingat sangat pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa
dan negara, maka seluruh negara-negara di dunia menangani secara
langsung masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan
kependidikan. Sehingga masing-masing negara itu menentukan sendiri
dasar dan tujuan pendidikan si negaranya. Di Indonesia sendiri pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
metode pendidikan yang cocok dengan karakter dan budaya orang
Indonesia tidak memakai syarat paksaan. Orang Indonesia adalah termasuk
ke dalam bangsa timur.
Kita tentunya berharap banyak terhadap pemimpin yang baru ini
dapat melakukan transformasi pendidikan sehingga problematika di bidang
pendidikan dapat terselesaikan paling tidak ada perubahan ke arah yang
lebih baik untuk kemajuan bangsa ini.
kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan
berlaku untuk seluruh anggota masyarakat.
B. Saran
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami butuh kritik dan saran untuk membangun
makalah ini agar lebih sempurna dan lebih baik kedepanya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Chan, Sam M., Sam, Tuti T. 2011 Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah Jakarta: Rajawali Press
Getteng, Abd Rahman. 2011. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Yokyakarta:
Graha Guru
24