Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSIF

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah …………

Dosen pengampu : Ibu Woro

Oleh :
Siti Sopiah, S.Pd

INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH


FAKULTAS TARBIYAH PIAUD
PONDOK PESANTREN SURYALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala
Rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dan sholawat serta salam akan selau tercurahkan kepada junjungan kaum
muslimin yakni Nabi Muhammad SAW. Walau jauh dari kata sempurna tetapi
kami sangat berharap makalah dengan judul “Pendidikan Inklusi” ini dapat
dibaca dan bermanfaat untuk khalayak umum. Makalah ini kami susun guna
memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Peradilan Indonesia.
Makalah ini mungkin banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna, sehingga kritik dan saran dari pembaca sungguh kami sebagai
penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini. Kami sebagai penulis
sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk khalayak umum dan
khususnya bagi pembaca.

Tasikmalaya, Mei 2023

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan Pendidikan Inklusif............................................................... 4
B. Pengertian Pendidikan Inklusif............................................................. 5
Klasifikasi ABK ................................................................................... 7
C. Karakteristik Pendidikan Inklusif.......................................................... 9
D. Tujuan Pendidikan Inklusif...................................................................11
E. Kurikulum Sekolah Pendidikan Inklusif...............................................14
F. Model Pelayanan Inklusif......................................................................15
G. Peran Bimbingan Konseling..................................................................16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................21
B. Saran......................................................................................................22

DAFTARPUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini diperkirakan sepuluh persen dari populasi anak di dunia adalah anak
berkebutuhan khusus (Dampingi anak, n.d.). Jumlah anak berkebutuhan
khusus di Indonesia pun terus meningkat, meskipun tidak dapat dipastikan.
Dinas Pendidikan Luar Biasa Kementerian Pendidikan Nasional mencatat
terdapat 324.000 orang ABK di Indonesia (Pendidikan anak, 3 Maret 2010).
Prevalensinya yang tinggi serta kesadaran masyarakat yang semakin
meningkat mengenai isu ini membuat ABK semakin mendapatkan perhatian.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat
istilah anak luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus
masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai anak
berkemampuan unggul atau yang berprestasi yang luar biasa. Padahal
pengertian anak luar biasa juga mengacu pada pengertian yaitu anak yang
menglami kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru dalam menafsirkan pengertian anak yang
luar biasa, faktor penyebab sehingga anak menjadi anak luar biasa dan
karakteristik dari masing-masing jenis anak yang mengalami keluarbisaan.
Dalam dunia pendidikan luar biasa seorang anak diartikan sebagai anak luar
biasa jika anak ersebut membutuhkan perhatian khusus dan layanan
pendidikan yang bersifat khusus oleh guru pendidik atau pembimbing khusus
yang berlatar belakang disiplin ilu pendidikan luar biasa atau disiplin ilmu
lainnya yang relevan dan memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar,
mendidik, membimbing dan melatih anak luar biasa.4, dalam Mangunsong,
2010).
Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan baru-baru ini
pemerintah menciptakan terobosan baru melalui sekolah inklusif. Pengertian
tentang pendidikan inklusif sendiri belum banyak disosialisasikan di Indonesia

4
apalagi tentang bentuk pelaksanaan dan sistem pendidikan tersebut, karena
merupakan suatu hal baru. Konsep sekolah inklusif ini yaitu anak-anak dari
kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat mengikuti kelas biasa,
namun disisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan
kebutuhan dan kapasitas mereka.
Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini kami akan menjelaskan secara
lebih holistik mengenai pengertian anak ABK, pengertian, tujuan dan manfaat
pendidikan inklusi dan perkembangan serta implementasinya di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ABK?
2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif bagi ABK?
3. Bagaimana tujuan dan manfaat pendidikan inklisif?
4. Bagaimana perkembangan ABK di Indonesia?
5. Bagaimana implementasi pendidikan iklusif di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian ABK.
2. Untuk mengetahui pendidikan Inklusif bagi ABK.
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat pendidikan Inklusif.
4. Untuk mengetahui perkembangan ABK di Indonesia.
5. Untuk mengetahui implementasi Inklusif di Indonesia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Pendidikan Inklusif


1. Landasan filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Bhineka Tunggal Ika
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan
lambang Negara Burung Garuda yang berarti Bhinneka Tunggal
Ika. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan,
tradisi dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap
menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
b. Pandangan Agama (Khususnya Islam)
Antara lain ditegaskan bahwa:
1) Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi
(inklusif) dan bahwa kemuliaan manusia di sisi Allah adalah
ketaqwaannya. Hal tersebut dinyatakan dalam Al Qur’an
2) Allah pernah menegur Nabi Muhammad SAW karena beliau
bermuka masam dan berpaling dari orang buta. Al Qur’an
menceritakan kisah tersebut sebagai berikut:
3) Allah tidak melihat bentuk (fisik) seorang muslim, namun
Allah melihat hati dan perbuatannya. Hal ini dinyatakan dalam
salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
c. Pandangan Universal
Hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan,
dan hak pekerjaan.

6
2. Landasan Yuridis
Landasan Yuris internasional penerapan pendidikan inklusi adalah
Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan
sedunia. Deklarasi ini adalah penegasan kembali atas deklarasi lanjutan
yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang
kesempatan yang sama bagi individu penyandang cacat memperoleh
pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan yang ada.
Secara yuridis pendidikan inklusif dilaksanakan berdasarkan atas:
a. UUD 1945
b. UU Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat
c. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
d. UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
e. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
f. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan
g. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal
20 Januari 2003 Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan
dan mengembangkan di setiap Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya
4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
70 tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang
Memiliki

3. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis, seperti yang dijelaskan pada pasal 3 UU No.
20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik penyandang
cacat dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan

7
berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak
awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah luar
biasa. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama
teman sebayanya.

4. Landasan Empiris
Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan
inklusif yaitu:
1) Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (Declaration of Human Rights)
2) Konvensi Hak Anak 1989 (Convention of The Rights of Children)
3) Konferensi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua 1990 (World
Conference on Education for All)
4) Resolusi PBB nomor 48/96 Tahun 1993 Tentang Persamaan
Kesempatan Bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the
equalization of opportunitites for person with dissabilities)
5) Pernyataan Salamanca Tentang Pendidikan Inklusi 1994
(Salamanca Statement on Inclusive Education)
6) Komitmen Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua 2000 (The
Dakar Commitment on Education for All)
7) Deklarasi Bandung 2004 dengan komitmen “Indonesia Menuju
Pendidikan Inklusif”

B. Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan bagi anak-
anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak-anak lainnya yang
disatukan dengan tanpa mempertimbangkan keterbatasan masing-masing
(Garnida, 2015, hlm. 48). Artinya, kelas reguler akan menampung anak-anak
yang berkebutuhan khusus tanpa terkecuali.
Sementara itu, Ilahi (2013, hlm. 24) menyatakan bahwa pendidikan inklusif
didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menampung semua anak yang
berkebutuhan khusus ataupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan
menulis. Semua anak tanpa terkecuali dapat dengan mudah memperoleh

8
pendidikan yang sesuai. Mengapa pendidikan inklusif dilakukan? tujuannya
agar para penyandang kesulitan membaca dan menulis mampu mengatasi
kelemahannya dan mampu bermasyarakat dengan baik.
Selanjutnya, Staub dan Peck (dalam Efendi, 2013, hlm. 25) mengemukakan
bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan ringan,
sedang dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa
kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan dan terbuka bagi anak
berkelainan, apa pun kelainannya.

C. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


Menurut Syamsul (2010) Anak berkebutuhan khusus atau ABK dapat
diklasifikasikan menjadi :
1. Memiliki kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran,
2. deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental,
3. kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan ucapan,
4. ketidakmampuan belajar, termasuk masalah belajar serius karena kelainan
fisik,
5. perilaku menyimpang atau gangguan emosional,
6. cacat fisik dan kesehatan.
Berkaitan dengan klasifikasi ABK, Garnida (2015) menyebutkan adanya beberapa
kelompok ketunaan yang meliputi:
1. tunanetra,
2. tunarungu/dan atau tunawicara,
3. tunagrahita,
4. tunadaksa,
5. tunalaras,
6. anak gangguan belajar spesifik,
7. anak lamban belajar (slow learner),
8. seorang anak cerdas istimewa dan bakat istimewa (CIBI), dan
9. anak autis (Autisme).
Selain itu, berdasarkan penyebabnya, ABK dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu gangguan temporer dan permanen. Gangguan permanen berasal dari

9
bawaan lahir atau genetik, sedangkan gangguan temporer terjadi akibat
lingkungan, seperti bencana alam, kecelakaan, dsb.

D. Karakteristik Pendidikan Inklusif


Karakteristik dalam pendidikan inklusif tergabung dalam beberapa hal
seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar,
sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut ini.
1. Hubungan
Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada
di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum.
Pendamping kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu
lainnya.
2. Kemampuan
Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang
berbeda serta orang tua sebagai pendamping.
3. Pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok
di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama
sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.
4. Materi belajar
Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh
pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih
menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran
menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa.
5. Sumber
Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh
meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat
ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.
6. Evaluasi
Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu
tertentu dikumpulkan dan dinilai (Marthan, 2007, hlm. 152).

10
E. Tujuan Pendidikan Inklusi
Secara umum, tujuan pendidikan inklusi masih berpatokan pada UU No. 20
tahun 2003 mengenai Sisdiknas, pasal 1 ayat 1, yakni pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara Oleh karena itu, tujuan utama dari
pendidikan inklusi adalah untuk memenuhi hak asasi manusia atas
pendidikan. Anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama
dengan anak biasa.
Sementara itu menurut Tarmansyah (2007, hlm. 112-113) tujuan praktis
yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusi dapat dibagi menjadi tujuan
langsung oleh peserta didik, guru, orang tua, dan masyarakat yang akan
dipaparkan di bawah ini.
1) Tujuan Peserta Didik
Tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti kegiatan
belajar dalam inklusif antara lain adalah sebagai berikut.
1. Berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri
sendiri atas prestasi yang diperolehnya.
2. Siswa dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan
menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Peserta didik mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-
temannya, guru, sekolah dan masyarakat.
4. Peserta didik dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan
mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut.

2) Tujuan Guru
Tujuan yang ingin dicapai oleh guru atau pendidik dalam pelaksanaan
pendidikan inklusif di antaranya adalah sebagai berikut.

11
1. Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar
dengan setting inklusi.
2. Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang
memiliki latar belakang beragam.
3. Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan
kepada semua anak.
4. Bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam
situasi beragam.
5. Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta
mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan
anak di lingkungan sekolah dan masyarakat.

1) Tujuan Orang Tua


Tujuan yang akan dicapai oleh orang tua pada pendidikan inklusif antara
lain adalah sebagai berikut.
1. Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara
mendidik dan membimbing anaknya lebih baik di rumah, dengan
menggunakan teknik yang digunakan guru di sekolah.
2. Secara pribadi orang tua akan terlibat, dan akan merasakan
keberadaannya menjadi lebih penting dalam membantu anak untuk
belajar.
3. Orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar
dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada
anaknya.

2) Tujuan Masyarakat
Tujuan yang diharapkan dapat dapat tercapai oleh masyarakat umum
dalam pelaksanaan pendidikan inklusif antara lain adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak
anak mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
2. Semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi
sumber daya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa

12
masyarakat akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan
hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat.

F. Kurikulum Sekolah Inklusif


Secara umum kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi adalah
kurikulum anak regular yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan
kemampuan awal dan karakteristik siswa. Menurut Direktorat PLB
(Tarmansyah, 2007, hl. 168) modifikasi kurikulum untuk pendidikan
inklusif dapat dilakukan melalui modifikasi alokasi waktu, modifikasi
isi/materi, modifikasi proses belajar mengajar, modifikasi sarana dan
prasarana, modifikasi lingkungan untuk belajar, dan modifikasi
pengelolaan kelas.
Kurikulum pendidikan inklusif hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan
anak. Lebih lanjut, Tarmansyah (2007, hlm. 154) menjelaskan bahwa
kurikulum dalam sekolah inklusi harus dimodifikasi agar sesuai dengan
kebutuhan kedua anak, baik anak berkebutuhan khusus maupun anak
biasa, dan modifikasi yang dimaksud meliputi:
1. Modifikasi mengenai pemahaman bahwa teori model itu selalu merupakan
representasi yang disederhanakan dari realitas yang kompleks,
2. Modifikasi kedua adalah mengenai aspek kurikulum yang secara khusus
difokuskan dalam pembelajaran yang akan dibahas lebih banyak dalam
praktek pembelajaran.

G. Model Layanan Pendidikan Inklusif


1. Kelas Terapy (Omisi)

Kelas terapy (Omisi), ABK belajar di kelas


terapy dalam penanganan khusus. Peserta didik ditangani dengan
kurikulum total membuat sendiri. Karena secara kemampuan ABK

13
belum mampu di masukkan dalam kelas reguler baik secara sosialisasi
dan akademik, ABK belum ada pengakuan di kelas reguler akan tetapi
berada di kelas terapi dengan peanganan sesuai dengan kebutuhan dari
hambatannya.

2. Kelas Pendampingan

Kelas pendampingan (Substitusi), ABK


belajar dengan anak normal di kelas reguler dalam kelompok khusus
yang disesuaikan dengan jenis ketunaannya. Namun pada waktu
tertentu ABK di tarik ke ruang pusat sumber dan GPK menjelaskan
ulang dari materi reguler yang belum ABK faham.

Kegiatan life skill dalam pembuatan keset untuk melatih konsentrasi


dan motorik halus.

Kegiatan bina diri dalam melipat baju untuk melatih mandiri dan
melatih kerapian dalam melaksanakan kegiatan.

14
3. Kelas Inklusif (Duplikasi/ Modifikasi)

Kelas inklusif (duplikasi dan modifikasi), ABK Tidak banyak


perubahan pada kurikulum di kelas inklusif ini, karena semua di
sesuaikan dengan kondisi peserta didiknya. Mampu dalam
pembelajaran peserta didik akan menggunakan kurikulum duplikasi,
tapi jika ada sebagian pembelajaran tidak mampu maka akan di buatkan
kurikulum modifikasi.

H. Peran Bimbingan Konseling


Peran bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
di sekolah adalah sebagai berikut :

1. Mampu mengubah suasana belajar yang menyenangkan disesuaikan


dengan kebutuhan dan hambatan ABK.
2. Memotivasi ABK untuk percaya diri terhadap pembelajaran yang
sudah di sesuikan kurikulum dan kelasnya
3. mengidentifikasi siswa berkebutuhan khusus melalui alat tes maup
un non tes,
4. menyusun program pendidikan khusus/inklusif,
5. pelaksanaan layanan BK terhadap siswa berkebutuhan khusus bera
gam disesuaikan dengan jenisnya, temporer atau permanen. .

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sering mengalami banyak
kendala dalam pelaksanaannya baik di sekolah maupun di dalam kelas. Hal ini
disebabkan, belum pahamnya guru reguler dalam menangani ABK, GPK yang
perlu belajar banyak dalam menangani Abk, mengingat GPK belum ada yang
berlatar belakang spikolog atau PLB, kesulitannya ABK mengikuti kelas
reguler dikarenakan belum pahamnya materi pembelajaran di kelas reguler
sehingga mempengaruhi percaya diri ABK.
Strategi penanganan ABK dengan menciptakan Model Layanan Pendidikan
Inklusif yang disesuaikan dengan kebutuhan ABK dan kemampuannya.
Kurikulum yang dirancang dari masing model kelas pada masing-masing
layanan yang berguna sebagai pedoman ketercapaian guru terhadap tujuan
yang telah ditentukan lewat proses belajar mengajar. Adapun jenis kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum tersendiri sesuai kebutuhan ABK (Omisi,
Substitusi, Modifikasi dan Duplikasi) yang harus disesuaikan pada program
pembelajaran, dikarenakan pada anak berkebutuhan khusus memiliki hambatan
yang cukup variatif.
Dalam penerapan Model Layanan Pendidikan Inklusif telah mampu
meningkatkan layanan semakin baik. Proses pengembangan kurikulum yang di
sesaikan kelas dan model layanannya, sangatlah berguna membantu peserta
didik dalam mengembangkan potensi dan mengatasi hambatan belajar yang
dialami siswa semaksimal mungkin dalam latarinklusi.Pembelajaran inklusif
menekankan pada siswa, agar memiliki kesempatan yang sama dengan siswa
non inklusif.

B. Saran
Karya model layanan pendidikan inklusif ini di rancang untuk mengefektifkan
pelaksanaan dalam pelayanan siwa ABK yang disesuaikan dengan kelas dan
kurukulum yang sesuai dengan kebutuhan dan akademiknya. Dengan harapan

16
penanganan ABK semakin bisa fokus dan pelan tapi pasti untuk
mengefektifkan pembelajaran Life skill lebih fokus lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Efendi, Mohammad. (2013). Pengantar psikopedagogik anak berkelainan.


Jakarta: Bumi Aksara.
2. Garnida, Dadang. (2015). Pengantar pendidikan inklusif. Bandung: Refika
Aditama.
3. Ilahi, M.T. (2013). Pendidikan inklusif: konsep dan aplikasi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
4. Johnsen, Berit, H., Skjorten, Miriam.D. (2003) Pendidikan kebutuhan
khusus: sebuah pengantar. Bandung: Program Pendidikan Pascasarjana
UPI.
5. Marthan, Lay Kekeh. (2007). Manajemen pendidikan Inklusi. Jakarta:
DIRJEN DIKTI.
6. Syamsul, Bahri Thalib. (2010). Psikologi pendidikan berbasis analisis
empiris aplikatif. Jakarta: Kencana.
7. Tarmansyah. (2007). Inklusi pendidikan untuk semua. Jakarta: Depdiknas.

18

Anda mungkin juga menyukai