NAMA : HASBULLAH
NIM : 7772200032
Tahun 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah kelompok 4 (empat) ini dalam bidang studi Filsafat
Pendidikan yang bertemakan “ SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM
PERSPEKTIF SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA “.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna dan juga
masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik, gagasan dan saran selalu penyusun
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi penulis.
Atas segala perhatian dan dukungannya dari semua pihak, penulis mengucapkan banyak
terima kasih.
Penulis
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
A. Sejarah dan Budaya Sistem Pendidikan Nasional Indonesia..........................................3
B. Sistem Dan Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia.......................................................5
C. Kondisi Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia dewasa ini.......................................9
D. Kesenjangan antara keinginan dan realita didalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia...............................................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor keberhasilan suatu bangsa.
Beberapa indikasi dapat dilihat dari kemajuan dunia barat seperti Amerika dan Eropa yang
selalu menjadi panutan setiap berbicara masalah pendidikan. Hal ini diketahui dari
berbagai data yang telah memberikan informasi tentang keunggulan dibidang pendidikan
seperti model pembelajaran, hasil-hasil penelitian, produk-produk lulusan dan sebagainya.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya masih dikatakan sebagai
Negara berkembang sedang mencari bentuk tentang bagaimana cara dan upaya agar
menjadi negara maju terutama dibidang pendidikan. Dan sistem pendidikan di Indonesia
adalah mengacu pada Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan sistem pendidikan
yang akan membawa kemajuan dan perkembangan bangsa dan menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah hal ini sebagaimana visi dan misi Sistem Pendidikan Nasional yang
tertuang dalam UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS adalah sebagai berikut:
“Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.”
Sebenarnya Indonesia sudah mencanangkan pendidikan menjadi hak dari setiap warga
negaranya. Hal ini terlihat jelas dalam bunyi Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan
bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pada ayat (2) Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” Akan
tetapi faktanya seperti yang dijelaskan di atas tadi titik berat pembangunan phisik semata.
Berbagai pinjaman dari luar negeri selalu dimananfaatkan atau bahkan dihabiskan untuk
membangun sarana dan prasarana phisik saja. Namun demikian dalam perkembangan
dekade terakhir ini pemerintah menyadari arti pentingnya pendidikan, sehingga berusaha
memberikan perhatian lebih pada pembangunan di sektor tersebut. Hal ini ditandai dengan
adanya pengalokasian dana pendidikan yang dituangkan secara tegas dalam Pasal 31 ayat
(4) UUD 1945 yang berbunyi : “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.” Meskipun faktanya, sulit bagi pemerintah untuk menyeimbangkan
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan budaya sistem pendidikan nasional Indonesia?
2. Jelaskan sistem dan tujuan pendidikan nasional Indonesia?
3. Bagaimana kondisi sistem pendidikan nasional di Indonesia dewasa ini?
4. Mengapa tampak ada kesenjangan antara keinginan dan realita didalam sistem
Pendidikan nasional di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dan budaya Pendidikan nasional di Indonesia
2. Mengetahui dan memahami sistem dan tujuan Pendidikan nasional Indonesia
3. Mengetahui dan memahami kondisi sistem pendidikan nasional di Indonesia dewasa ini
4. Memahami dan memberikan solusi perbaikan terkait kesenjangan antara keinginan dan
realita didalam sistem Pendidikan nasional di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
penyelenggaraan sistem pendidikan pada negara tersebut. Sehingga sebuah sistem sosial
budaya tidak dapat terlepaskan dalam proses penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
Sejarah pendidikan Indonesia telah menjalani suatu sejarah pendidikan yang panjang
dengan berbagai pengaruh dari luar. Hal ini terlihat dari keadaan budaya nusantara yang
merupakan silang budaya, seperti pada zaman Sriwijaya pada abad ke-7 yang memperoleh
pengaruh dari kebudayaan Cina Hindu Budha. Selanjutnya kebudayaan Islam datang dan
menggantikan kebudayaan Hindu Budha dan seterusnya juga kebudayaan kolonoalisme
Belanda datang dengan berisikan kebudayaan barat serta Kristiani yang datang bersamaan
dengan era penjajahan Belanda.
Secara garis besar pendidikan Indonesia masa lampau dilihat dari segi budaya dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok , antara lain adalah:
1. Pendidikan Tradisonal, yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara yang
dipengaruhi oleh agama-agama besar di dunia yang masuk ke Indonesia seperti, Hindu,
Budha, Islam dan Kristen.
2. Pendidikan Kolonial Barat, yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara oleh
pemerintah Kolonial Barat, terutama pemerintahan Kolonial Belanda.
3. Pendidikan Kolonial Jepang, yaitu penyelenggaraan pendidikan di Nusantara oleh
pemerintah militer Jepang dalam zaman Perang Dunia II.
Sistem pendidikan Indonesia pun harus diakui telah tumbuh dan berkembang dari
sistem pendidikan barat yang dibawa oleh para penguasa Kolonial Barat. Hal tersebut
dikarenakan penjajahan Kolonial Barat sangat lama (350 tahun) menjajah Indonesia.
Tetapi selain itu pendidikan Indonesia juga dipengaruhi kebudayaan Islam seperti kegiatan
menghafal pelajaran yang merupakan salah satu metode pendidikan Islam Klasik.
Namun pada saat penjajahan Belanda pendidikan untuk anak-anak Indonesia saat itu
tidak merata. Anak-anak Indonesia pada saat itu hanya mendapatkan pendidikan rendah
selanjutnya sedikit demi sedikit pendidikan anak Indonesia berkembang ke pendidikan
menengah sampai akhirnya mencapai pendidikan tinggi walaupun melalui jalan yang sulit.
Sedangkan pendidikan Indonesia secara nasional dan terbuka secara umum untuk
anak Indonesia dimulai sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tahun
1945. Setelah kemerdekaan Negara Indonesia pada tahun 1945 tersebut sampai saat ini
terdapat 2 Undang-Undang yang mengatur secara penuh tentang sistem pendidikan Negara
Indonesia yang disebut dengan sistem pendidikan nasional. Undang-Undang tersebut
adalah Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003.
Sedangkan sebelum tahun 1989 Undang Undang Pendidikan yang dipakai adalah Undang-
5
Undang Pendidikan yang mengatur beberapa segi dari pendidikan yang merupakan
pengembangan-pengembangan Undang-Undang pendidikan yang dibuat oleh para
Kolonial.
Namun dalam sejarahnya Negara Indonesia mempunyai beberapa Undang-Undang
yang mengatur tentang pendidikan secara nasional, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar Dasar Pendidikan dan Pengajaran
di sekolah;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan berlakunya Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran, untuk seluruh Pengajaran di Indonesia;
3. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi;
4. Undang-Undang Nomor 14 PRPS tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok Pokok Sistem Pendidikan
Nasional Pancasila.
Akan tetapi Undang-Undang di atas tidak termasuk dalam kategori Sistem Pendidikan
nasional dikarenakan dalam Undang-Undang tersebut tidak mengatur Sistem Pendidikan
di Indonesia secara menyeluruh. Seperti pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 dan
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1961 yang masing-masing berisi hanya untuk dasar-
dasar pendidikan dan perguruan tinggi. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 12 tahun
1954 hanya merupakan Undang-Undang tentang berlakunnya Undang-Undang Nomor 4
tahun 1950.
Pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 1965 meskipun sudah mengatur sistem
pendidikan nasional, namun bukan merupakan realitas dari kehendak UUD 1945 secara
murni, sebab pada waktu itu terjadi penyelewengan- penyelewengan terhadap pelaksanaan
UUD1945, berlakunya manifiesto Politik dengan melaksanakan UUD 1945 dengan
spesifikasi sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi terpimpin.
c.Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu. Peserta didik adalah salah satu komponen pendidikan yang penting karena
mereka adalah yang akan menerima pembelajaran dari pendidik dan juga akan
mengimplementasikan pengajaran-pengajaran tersebut.
2. Proses Pendidikan
Proses pendidikan adalah kegiatan komponen pendidikan oleh pendidik yang terarah
mencapai tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan mengarah pada kedua hal,
yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaan (Priatna, 2018).
Komponen-komponen yang saling berkesinambungan dalam proses pendidikan adalah
a.Pendidik dan Tenaga kependidikan
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Tenaga Kependidikan adalah Tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Pendidik tidak hanya bertanggung jawab dalam memberikan materi
pengajaran tetapi membentuk kepribadian peserta didik. Hal itu masih sangat jarang
karena kebanyakan pendidik masih tak acuh kepada peserta didik dan hanya
beranggapan “bahwa yang penting sudah mengajar”
b. Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lester D. Crow
dan Alice Crow melakukan penelitian tentang hasil studi terhadap anak yang
menyarankan hubungan salah satu komponen pendidikan yaitu kurikulum dan anak
didik adalah sebagai berikut:
Kurikulum disesuaikan dengan perkembangan anak
Isi kurikulum mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat
digunakan anak dalam pengalamannya sekarang dan berguna untuk menghadapi
kebutuhan pada masa yang akan datang
8
Anak didorong untuk belajar sendiri dan tidak hanya menerima pasif dari guru
Materi harus mengikuti minat keinginan anak sesuai dengan perkembangan dan
bukan menurut keputusan orang dewasa tentang minat mereka
c.Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana dalam pendidikan adalah segala macam peralatan yang
digunakan pendidik dan peserta didik dalam memudahkan penyampaian materi
pelajaran. Masalah utama dalam sarana dan prasarana adalah pengadaannya yang
tidak merata sehingga tidak semua peserta didik dapat dengan mudah menerima
penyampaian materi dengan sama di Indonesia.
d. Administrasi
Administrasi pendiikan adalah kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber,
penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga
pendidikan. Kegiatan administrasi pembiayaan meliputi penyusunan anggaran,
pembukuan, dan pemeriksaan.
e.Anggaran
Anggaran adalah biaya yang dipersiapkan dengan suatu rencana terperinci. Anggaran
adalah rencana yang disusun secara terorganisasikan untuk menerima dan
mengeluarkan dana dalam suatu periode tertentu.
telah menjadi komunitas atau kelompok tersendiri yang lepas dari masyarakatnya.
Lembaga-lembaga itu hanya mementingkan status formal seperti ijazah dan gelar.
Sistem pendidikan berorientasi pada kepentingan dan bukan untuk kepentingan anak
didik, pasar dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat dengan dalih bahwa strategi
pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa
bangsa dan negeri ini cepat sejajar dengan bangsa dan Negara lain yang lebih maju
(Ginanjar, 2012).
Mata pelajaran yang harus diikuti oleh siswa selain dirasakan terlalu padat juga
tidak berkesinambungan, tidak konsisten, juga tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan
anak didik dan bahkan tidak cocok dengan kebutuhan pasar. Sulitnya mencari pekerjaan
seringkali disebabkan bukan karena tidak ada pekerjaan atau sempitnya kesempatan
berusaha, tetapi disebabkan karena tidak adanya kecocokan antara kemampuan yang
diperoleh melalui sekolah dengan tuntutan atau syarat kerja.
2. Materi Ajar
Kurikulum dan materi ajar terkesan fragmentaris atau terpecah-pecah, kurang
berkelanjutan dan kurang konsisten. Pilihan dan penentuan serta level materi ajar
ditentukan pemerintah pusat, sedangkan sekolah dan satuan-satuan penyelenggaraan
pendidikan dibawahnya cukup sebagai pelaksana teknis di lapangan.
Masih mengenai materi ajar, dalam kaitannya dengan agama, ilmu dan agama
diajarkan secara terpisah yang disajikan secara fragmentaris, seperti halnya materi-
materi ajar untuk ilmu-ilmu umum. Terdapat dikotomi diantara keduanya, tidak terdapat
hubungan yang fungsional yang terjalin dalam kesatuan yang integral diantara agama
dan ilmu pengetahuan. Akibatnya materi ajar lepas dari nilai agama dan hanya mampu
mengembangkan kecerdasan akal (intellectual quotient) dan tidak menyentuh
pengembangan kecerdasan emosi (emotional quotient) dan kecerdasan spiritual
(spiritual quotient), dan ketiga-tiganya (IQ, EQ, SQ) dalam zaman modern
ini diharapkan bersumber dari dan berkembang dalam RQ (religious quotient).
3. Pendekatan dan Metodologi Pembelajaran
Sistem Pendidikan Nasional masih berpegang pada paradigma lama bahwa ilmu
diperoleh dengan jalan diberikan atau diajarkan oleh orang lebih pandai atau guru
kepada murid. Pola guru tahu-murid tidak tahu-guru memberi-murid menerima-guru
aktif-murid pasif, masih terus dipraktekkan. Tidak ada kritik atau koreksi terhadap
pendapat guru, yang ada adalah minta penjelasan kemudian menerima dan
mengikutinya.
11
Paradigma itu jelas kehilangan tempat dalam konteks modern dimana ilmu itu
dicari. Polanya sudah berubah menjadi: guru memotivasi, mendorong, memfasilitasi,
menemani murid mencari bersama menemukan ilmu. Murid sendiri yang mencari ilmu
dan memutuskannya. Kecuali itu paradigma era reformasi ini, ilmu tidak dalam posisi
dimiliki, tetapi dalam proses menjadi, di mana pencari ilmu terus menerus dalam proses
menjadikan dirinya ilmuan atau cendekiawan yang tidak kunjung berhenti. Dalam era
global, sekolah boleh selesai, tetapi belajar tidak pernah selesai. Bobot ilmu tidak
terletak pada hasil akhir atau final product, tetapi pada proses metodologi atau cara
mencarinya. Dengan kata lain, metode pembelajaran baru titik tekannya pada meneliti
dan bukan menerima barang jadi.
Satu-satunya pertanyaan yang selalu muncul dari peserta didik, orang tua, dan
masyarakat, adalah bagaimana belajar yang baik, mendapatkan nilai yang tinggi, cepat
lulus, dan mencapai tingkat belajar tertinggi: doktor dan gelar akademik tertinggi pula,
professor. Tidak ada yang salah dengan arah model pembelajaran yang mengutamakan
liability yaitu kerja keras, penuh tanggung jawab, jujur, dan disiplin serta lurus seperti
tersebut di atas.
4. Sumber Daya Manusia
(Kristiawan, 2015; Wijaya et al., 2016) Sumber daya manusia dilaksanakan di
bawah otoritas kekuasaan dan kekuatan administarsi birokrasi. Guru diberlakukan
sebagai pegawai dan tidak sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Perlakuan sebagai
pegawai mengutamakan kesetiaan, kejujuran, kedisiplinan, dan produksi kerja.
Sedangkan perlakuan sebagai pendidik atau pengajar, selain mementingkan kejujuran
(moral, kedisiplinan dan pengabdian), juga sangat mementingkan kreativitas, inovasi
dan dedikasi. Guru diharapkan mampu mengembangkan budaya belajar yang baik pada
siswanya.
Dewasa ini dirasakan bahwa guru, baik secara kuantitas maupun kualitas, kurang
memadai. Dirasakan adanya kekurangan dalam keragaman dan kompetensi pedagogik.
Banyak guru, terutama untuk sekolah di daerah terpencil yang salah kamar, yaitu tidak
sesuai antara ilmu yang dipelajari dengan mata pelajaran yang diajarkan. Banyak tenaga
atau pegawai kantor, pegawai instansi non pendoidikan yang terpaksa direkrut menjadi
guru, sehingga dewasa ini banyak guru yang tidak ahli atau rendah dalam mutu.
5. Dana
Dana merupakan salah satu syarat yang ikut menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan bermutu. Selama ini mutu pendidikan nasional rendah
12
dikeluhkan karena dana yang tidak memadai. Benarkah pernyataan ini? Benarkah jika
dana telah dipenuhi maka dengan sendirinya pendidikan bermutu akan tercapai?
(Tamam, 2018).
Penyelenggaraan pendidikan bermutu memang membutuhkan dana. Tanpa adanya
dana yang cukup berimplikasi pada rendahnya pengelolaan pendidikan. Namun dana
bukan satu-satunya unsur yang menentukan keberhasilan usaha penyelenggaraan
pendidikan. Hasil akan tergantung pada tiga faktor kunci lainnya, yaitu: sistem,
keahlian, dan moral penyelenggara. (W. P, 2013).
Masalah yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam memperoleh dan
menggunakan anggaran pendidikan nasional ialah banyak instansi atau departemen
pemerintah yang terlibat, lengkap dengan kewenangan dan otoritasnya masing-masing.
Instansi itu adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Keuangan dan Departemen lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan pendidikan, yang sesungguhnya bagian dari kegiatan pendidkan nasional.
Dalam mengajukan anggaran penyelenggaraan pendidikan ke BAPPENAS dan
anggaran rutin pendidikan ke Kementerian Keuangan tidak ada koordinasi atau
kerjasama dengan departemen-departemen tersebut.
Badan penelitian dan pengembangan Kementerian Pendidikan dan Nasional
mengidentifikasikan ada sejumlah masalah yang dihadapi sistem pendidikan nasional,
antara lain:
a. Orientasi dana dari pemerintah pusat dihitung persekolah dan bukan dihitung
permurid yang benar-benar aktif hadir mengikuti belajar (jumlah resmi murid yang
terdaftar pada awal penerimaan).
b. Pemerintah daerah kurang dilibatkan dalam mencari dana.
c. Sistem pendanaan tidak transparan.
d. Sistem pendistribusian buku-buku pelajaran melalui bantuan dana menjadi tidak
efektif dan tidak efisien.
e. Sampai saat ini dana pendidikan Indonesia berada jauh di bawah standar dana
pendidikan secara internasional.
f. Secara keseluruhan efek dari dana yang rendah lengkap dengan sistemnya yang tidak
transparan, dan tidak efektif menjadikan pendidikan tidak mampu memberikan
hasil yang cepat dan memadai.
13
6. Academic Atmosphere
Seperti dikemukakan di atas, unit pendidikan, sekolah-sekolah, dan perguruan tinggi
tidak diselenggarakan di bawah otoritas akademik, tetapi dilaksanakan di bawah otoritas
kekuasaan birokrasi atau perkantoran. Oleh karenanya atmosfir akademik di kampus-
kampus pada umumnya banyak yang kurang mendorong kegairahan belajar-mengajar.
Tidak ada ruang khusus diskusi, seminar, ruang kerja dosen dan guru-guru yang relative
privacy, tidak memiliki laboratorium untuk melakukan berbagai eksperimen baik di
dalam maupun diluar ruangan (Kristiawan, 2015).
7. Evaluasi Diri dan Akreditasi
Evaluasi diri dilakukan oleh penyelenggara sendiri dan akreditasi dilakukan oleh
pihak luar, baik oleh pemerintah, pasar, dan pengguna jasa pendidikan atau stakeholder
lainnya. Kedua evaluasi tersebut kurang membudaya di lingkungan penyelenggara
pendidikan, sehingga peserta didik tidak mengetahui sekolah seperti apa tempat mereka
belajar. Pasar dan pengguna jasa pendidikan juga tidak mengetahui lulusan dari sekolah
seperti apa yang mereka butuhkan dan sebagainya. Kenyataannya, hingga saat ini dalam
Sistem Pendidikan Nasional hanya ada satu Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) (Yeni Nuraeni, 2010).
pendidikan, dan sarana pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan adalah merupakan
bagian dari tanggung jawab masyarakat.
Di samping itu, (Rahman, 2017) pelaksanaan pendidikan hendaknya dilangsungkan secara
demokratis dimana setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar
dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).
Hal ini merupakan ciri dari sistem demokrasi pendidikan yang diharapkan.
Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah yang dapat
memenuhi sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity dan consistency serta dapat
memenuhi kebutuhan peserta didik, pasar, dan pengembangan IPTEK. Karakteristik itu
dapat diketahui karena terjadi kemanunggalan yang fungsional dalam bidang studi bukan
secara dikotomi, dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya.
Karena itu seyogyanya materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilai- nilai
agama, dan berkembang melalui metodologi pembelajaran yang tepat.
Ketiga, pendekatan dan metodologi pembelajaran. Pendekatan dan metodologi
pembelajaran menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, dan dinamisator murid
dalam mencari dan menemukan ilmu. Murid sendiri yang mencari ilmu dan
memutuskannya.
Keempat, sumber daya manusia dalam pendidikan yang meliputi guru, karyawan, dan
siswa. Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga kependidikan) hendaknya
profesional agar mampu mengembangkan kreativitas, inovasi dan dedikasi baik sebagai
pendidik ataupun tenaga kependidikan. Di samping itu guru dapat mengembangkan
metodologi belajar dan bukan hanya produk belajar. Dengan adanya guru dan tenaga
kependidikan professional dalam sistem pendidikan diharapkan akan mampu
mengembangkan kualitas pendidikan yang mampu berasaing dengan Negara lain dalam
percaturan pendidikan serta mampu memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah.
Kelima, dana dan Lingkungan Sekolah. Dana yang diperlukan hendaknya mencukupi
atau memadai kebutuhan pendidikan yang diperlukan, dan dalam penggunaannya jelas
atau transparan, sehingga akan efektif dan efisien (Tamam, 2018). Apalagi adanya sistem
otonomi daerah hendaknya dana digunakan denga sebaik-baiknya, dimana dalam
pengelolaannya secara otonom hanya berlaku dalam hal memperoleh, mengelola, dan
mengembangkan serta menjalin kerjasama dengan berbagai agencies baik dalam
negeri dan luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang ada tetapi dalam
membelanjakan dan untuk membiayai program-program pendidikan unit kerja dana
harus selalu in one yaitu bersama-sama dalam sistem kebijaksanaan sekolah atau
15
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, penulis memiliki beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1. Sejarah Pendidikan Indonesia telah menjalani suatu sejarah Pendidikan yang
panjang dengan berbagai pengaruh dari luar, antara lain seperti budaya tradisional
yang syarat dengan pengaruh agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Islam dan
Kristen, Penjajah Belanda dan Jepang dan juga Kebudayaan Islam.
2. Sebuah sistem Pendidikan sangatlah diperlukan karena hal inilah yang nantinya
akan mengatur jalannya Pendidikan disebuah negara dan akan menjadi pedoman
untuk jalannya proses pendidikan dan tujuan dari Pendidikan sesuai dengan UU
No.20 tahun 2003 pasal 3 yaitu bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3. Sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini tampak ada kesenjangan antara
kenginan dan realita. Secara makro dapat dilihat dalam aspek pengelolaan, peran
pemerintah dan masyarakat, kurikulum atau materi ajar, pendekatan dan
metodologi pembelajaran, sumber daya manusia, lingkungan kampus atau sekolah,
dana, dan akreditasi.
4. Kesenjangan dalam sistem pendidikan tersebut disebabkan karena faktor politik,
ekonomi, sosial budaya dan sebagainya yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan dan perkembangan zaman.
B. Saran
Kesenjangan antara keinginan dan realita didalam sistem Pendidikan nasional di
Indonesia disebabkan karena beberapa hal diatas yang mana Penyelenggara
Pendidikan kurang memahami keinginan stake holder (pengguna jasa pendidikan).
Hal ini harus diperbaiki dari segala sektor dengan melibatkan Pemerintah dan
masyarakat dari input dalam Sistem Pendidikan, proses dan evaluasi pelaksanaan,
lingkungan pada sistem Pendidikan, sampai dengan output yang dicita-citakan dalam
dunia pendidikan nasional.
16
DAFTAR PUSTAKA
iii