Oleh:
RESNA RAHMADANI
NIM. 2286130029
Dengan menyebut nama Allah Swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Sejarah Sosial, Pemikiran, dan Kelembagaan Pendidikan
Islam tentang Pendidikan Islam di Indonesia Pasca Reformasi hingga Era
Disrupsi dan Merdeka Belajar.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan segala kekurangan dalam makalah ini saya menerima saran dan kritik
yang membangun dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini
kedepannya.
Akhir kata saya berharap semoga makalah Sejarah Sosial, Pemikiran, dan
Kelembagaan Pendidikan Islam tentang Pendidikan Islam di Indonesia Pasca
Reformasi hingga Era Disrupsi dan Merdeka Belajar dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca, masyarakat, khususnya saya sebagai penulis.
Resna Rahmadani
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aktivitas untuk mengembangkan
seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan
kata lain pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah namun juga
mencakup dalam lingkungan masyarakat, karena sejatinya pendidikan
adalah belajar dimana saja berada. Secara umum pendidikan dapat
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Oleh karena itu,
bagaimana pun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya
terjadi atau berlangsungnya suatu proses pendidikan. Melalui hal itu,
kerap kali dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat
manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia
melestarikan hidupnya. Dengan demikian perkembangan manusia akan
selaras dengan perkembangan dari pendidikan itu sendiri.
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari
perkembangan sejarah bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga
masa sekarang. Lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren,
Madrasah, Surau, dan semacamnya mempunyai andil besar terhadap
proses pemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah. Lembaga-lembaga
tersebut menjadi tempat dan simbol perlawanan terhadap penjajah.
Hingga masa kemerdekaan, orde lama, orde baru, era reformasi,
disrupsi hingga sekarang lembaga pendidikan Islam tetap memberikan
peran signifikan terhadap perkembangan bangsa, mencerdaskan
kehidupan ummat, dan memberikan dasar-dasar pendidikan moral-
keagamaan bagi kehidupan hidup berbangsa dan bernegara. Begitu besar
4
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Pendidikan Islam Pasca Reformasi?
2. Bagaimana Pendidikan Islam Era Disrupsi?
3. Bagaimana Pendidikan Islam Merdeka Belajar?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Islam Pasca Reformasi
2. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Islam Era Disrupsi
3. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Islam Merdeka Belajar
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PASCA REFORMASI HINGGA
ERA DISRUPSI DAN MERDEKA BELAJAR
1
Darmaningtiyas. (2004). Membongkar Ideologi Pendidikan, Jelajah Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Resolusi Press.
7
8
3 dan 4, terutama pasal 12 ayat 1 (a) yang berbunyi “setiap peserta didik
pada setiap lembaga/satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
agama yang seagama”. Karena itu, Majelis Nasional Pendidikan Katholik
(MNPK) dan Majelis Pendidikan Kristen (MPK) mengajukan keberatan
atas pasal tersebut dengan alasan bahwa pasal dan ayat tersebut
membelenggu gerakan kemandirian sekolah-sekolah swasta yang
realitanya sangat “plural”. Selain itu, mereka beranggapan bahwa undang-
undang tersebut terlalu menekankan pendidikan agama di sekolah
sekolah, sehingga keberadaan lembaga pendidikan kejuruan, etika dan
etos kerja dilupakan.
Terlepas dari pro-kontra tersebut, akhirnya UUSPN nomor 20 tahun
2003 disahkan pada tanggal 8 Juli 2003. Undang-undang ini dinilai bagi
penggerak pendidikan Islam sebagai titik awal kebangkitan pendidikan
Islam. Secara eksplisit, UU ini menyebutkan peran dan kedudukan
pendidikan Islam serta menjadikan posisi pendidikan agama (termasuk
pendidikan Islam) sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.
Hal ini menunjukkan adanya pengakuan bangsa terhadap sumbangan
besar pendidikan Islam (agama) dalam upaya mendidik dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Selanjutnya, sebagaimana amanat UUSPN nomor 20 Tahun 2003
Pasal 12 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 37 ayat (3) tentang perlunya
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, maka ditetapkanlah PP nomor 55 Tahun 2007
tentang pendidikan agama dan keagamaan yang berfungsi sebagai
panduan teknis dalam mengatur pelaksanaan pendidikan agama dan
keagamaan. Seperti dalam pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa “Pendidikan
agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk
sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan
9
2
Enggar, Y. (n.d.). Retrieved from https://edukasi.kompas.com/read/201
8/06/05/16092291/ini-aturan-mengenai-sistem-zonasi
3
Baharuddin. (2010). Pendidikan dan Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
12
4
Sulistyaningsih, W. (2008). Full Day School dan Optimalisasi Perkembangan Anak.
Yogyakarta: Paradigma Indonesia.
5
Baharuddin. (2010). Pendidikan dan Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
13
siswa dalam sistem full day school lebih banyak sehingga tidak hanya
teori, tetapi praktek mendapatkan proporsi waktu yang lebih. Sehingga
pendidikan tidak hanya teori mineed tetapi aplikasi ilmu”. Oleh karena itu,
agar semua terakomodir, maka kurikulum program full day school
didesain untuk menjangkau masing-masing bagian dari perkembangan
siswa.
6
Astuti Dwiningrum, Desentralisasi Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pendidikan:
Suatu Kajian Teoritis Dan Empirik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm 99
15
agama Islam sejak lama sudah diadakan secara nonformal seperti forum
pengajian, majelis taklim dan pesantren-pesantren sampai saat ini.7
Pendidikan Islam juga tengah ditimpa beragam masalah. Pendidikan Islam
tidak bisa lepas dari pendidikan nasional karena pendidikan Islam
merupakan bagian dari pendidikan nasional, jika pendidikan nasional
dianggap telah gagal dalam mendidik, yang disebabkan karena berbagai
persoalan dan kasus yang terus berlarut-larut. Pendidikan Islam pun
demikian. Berbagai macam kegagalan dapat disebabkan karena saat ini,
pendidikan Islam sedang mengalami masalah baik dari dalam maupun dari
luar instansi pendidikan Islam.8
Ma’arif mengatakan pendidikan Islam saat ini, dalam keadaan yang
benar-benar memprihatinkan dan mengenaskan.9 Pendidikan Islam jauh
tertinggal dari pendidikan Barat. Pendidikan Islam tidak sanggup kembali
pada zaman keemasan yang mampu menjadi pusat peradaban Islam, baik
bidang budaya, seni atau pendidikan. Yang berlangsung saat ini justru
kebalikannya, pendidikan Islam saat ini mengikuti dan berkiblat pada
Barat.
Menjadi hal yang miris dan memalukan padahal konsep pendidikan
al-Qur’an sangat luas. Keberadaan pesantren, yang memainkan peran
penting dalam pengembangan masyarakat kurang maksimal. Saat ini,
antusiasme masyarakat untuk memasukan putra-putrinya ke pesantren
salaf telah menurun drastis, padahal dulu pesantren salaf sangat diminati
karena dirasa dapat membentuk budaya bangsa dan moral baik. Kecuali
pesantren modern yang mampu beradaptasi dengan perkembangan global.
7
Ahmad Arifin, Politik Pendidikan Islam Menelusuri Ideologi Dan Aktualisasi
Pendidikan Islam Di Tengah Arus Globalisasi (Yogyakarta: Teras, 2010) hlm 105
8
Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan
Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011) hlm. 76.
9
Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
hlm. 19
16
10
Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan
Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2011) hlm 23
11
Neil Selwyn, Discourses of Digital ‘Disruption’ in Education: A Critical Analysis.”
Fifth International Roundtable on Discourse Analysis, City University, Hong Kong, 2013. Hlm.
23–25.
12
Abdul Khobir, “Pendidikan Agama Islam Di Era Globalisasi,” Edukasia Islamika 7,
no. 1 (2009). Hlm 115-132
17
13
Hari Wibawanto, Generasi Z Dan Pembelajaran Di Pendidikan Tinggi. Simposium
Nasional Pendidikan Tinggi, ITB, Bandung. 2016.
14
Abdul Amin, Implentasi Pendekatan Integratif Interkonektif Dalam Kajian
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm 117
18
15
Syahid, A. A. (2006). Gembira bersekolah: memaknai fun learning di sekolah dasar.
Current Research in Education: Conference Series Journal , 2.
21
16
Syamsul Arifin dan Moh Muslim, Tantangan Implementasi Kebijakan Merdeka
Belajar, Kampus Merdeka‘ pada Perguruan Tinggi Islam Swasta di Indonesia, Jurnal Pendidikan
Islam Al-Ilmi 3, no. 1 (Juni 2020): 4.
17
Siti Mustaghfiroh, Konsep Merdeka Belajar Perspektif Aliran Progresivisme John
Dewey,‖ Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran 3, no. 1 (Maret 2020): 142.
18
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI, Panduan Merdeka Belajar
Kampus Merdeka.
23
19
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
20
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI, Panduan Merdeka Belajar
Kampus Merdeka.
24
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan agama Islam memiliki peran sentral dalam menanggulangi
dan mencegah terjadinya kemerosotan moral pada remaja. Perubahan
pendekatan pengajaran dan konsep pendidikan harus diubah agar sejalan
dengan perkembangan zaman. Konsep pengajaran agama harus digeser
yaitu dengan memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang. Tiga
aspek sistem pembelajaran yang dapat dikembangkan yakni media
pembelajaran, materi pembelajaran dan tenaga pendidik. Media dan
materi pembelajaran dapat menggunakan teknologi seperti pembelajaran
berbasis media dan online, sedangkan tenaga pendidik perlu
meningkatkan kualitasnya terkait pemahaman akan teknologi.
Konsep “Merdeka Belajar” merupakan usaha untuk mewujudkan
kemerdekaan dalam berpikir. Adanya kebijakan ini memberikan harapan
besar bagi lembaga pendidikan untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan mutu pendidikan di lembaganya. Pendidikan Agama
Islam sebagai rangkaian mata pelajaran Islam disampaikan baik secara
formal di sekolah ataupun informal dan formal di rumah dan masyarakat
dengan materi yang diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi harus merespons kebijakan “Merdeka Belajar” ini
dengan melatih peserta didik dibawa pengawasan guru Pendidikan Agama
Islam untuk senantiasa berpikir kritis (critical thingking) hingga
diharapkan peserta didik bisa memiliki pemikiran yang lebih matang,
lebih bijak, lebih cermat dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam itu sendiri.
iv
v
B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan
yang perlu penulis perbaiki. Hal ini karena minimnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sebagai bahan evaluasi ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA