Anda di halaman 1dari 22

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG

Dosen Pengampu : Dr. Zaini Dahlan, M.Pd.I

Disusun oleh:

Kelompok V

Ahmad khairul (0309213097)

Anggi putri azzara (0309213036)

Anggi pratiwi harahap (0309213073)

Rizka julia putri (0309213078)

PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan yang Maha Esa atas Limpahan
rahmat dan karunia-Nya , sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh
dosen. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari
buku panduan yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Serta informasi dari media massa
yang berhubungan dengan materi.

Tidak lupa kami ucapkan Terima Kasih kepada dosen pengajar, atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Kami harap, dengan membaca makalah ini dapat
memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG

Penulis menyadari bahwa makalah ini memang masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang dimaksudkan untuk penyempurnaan
makalah ini.

Medan, 15 oktober 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………… ……..i

Daftar isi ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ......................... ........................................................................ 1


A. Latar Belakang……………………………………...…………………………….…..1
B. Rumusan Masalah…………………………………...…………………………….….2
C. Tujuan……………………………………………...………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN….....................................................................................................3

A. Pendidikan Pada Masa Penjajahan Kolonial Belanda...………………………………3

B. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Kolonial Belanda………………………………6

C. Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Islam..……………….10

D. Pendidikan Pada Masa Penjajahan Jepang…………………………..……….………14

E. Respon Umat Islam Konservatif dan Progresif………………………..……………..15

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................17

A. Kesimpulan……………………………………………………..…………………….17
B. Saran………………………………………………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................18

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak terlepas dari umat Islam, termasuk
dalam perjuangan mengusir penjajah. Umat Islam sebagai umat yang mayoritas dalam negeri
ini tentunya mempunyai tanggung jawab moral untuk menata dan membangun negeri ini.
Dalam bidang pendidikan para tokoh-tokoh Islam menetapkan fondasi pendidikan Islam yang
di masa penjajahan tidak terakomodir oleh pemerintah penjajah. Pendidikan Islam tidak
dimasukkan sebagai mata pelajaran terutama sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah
penjajah. Karena itu para tokoh Islam mendirikan sekolah dan menampung orang-orang
Islam untuk diberikan pendidikan Agama Islam. Sebelum Belanda datang ke Indonesia
dengan memperkenalkan sekolah-sekolah dan sistem modern sebagaimana berkembang di
Barat, Indonesia sudah mempunyai sistem pendidikan formal yaitu sistem pendidikan Islam.
Sistem pendidikan Islam selaku satu-satunya pendidikan formal yang ada pada masa itu
memiliki sistem dan pengelolaan tersendiri yang berbeda dengan sistem pendidikan yang
dibawa oleh Belanda

Pendidikan di Indonesia selama penjajahan Belanda dapat dikelompokkan kedalam


dua priode, yaitu periode VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dan priode pemerintah
Hindia Belanda (NederlandsIndie). Pada periode VOC, pendidikan di Indonesia didasarkan
pada prinsip bisnis yaitu berdasarkan untung rugi dalam hukum-hukum ekonomi. VOC tidak
segan-segan untuk berperang bila ada yang menghalagi tujuan mareka. Ini bisa perhatikan
dari hak aktroinya yang terdapat dalam suatu pasal yang berbunyi: “Badan ini harus berniaga
di Indonesia dan bila perlu boleh berperang. Dan harus memperhatikan agama Kristen
dengan mendirikan sekolah.

Pecahnya sistem pendidikan di Indonesia tentu tidak menguntungkan bagi


perkembangan masyarakat Indonesia. Di satu sisi diperlukan pemahaman untuk mengetahui
perkembangan dunia luar dengan metode dan teknologi yang dikembangkan oleh barat. Di
sisi lain juga dibutuhkan pemahaman keagamaan sebagaimana telah ditanamkan sebelum
VOC datang ke Indonesia. Untuk memadukan dua sistem ini kemudian muncul
madrasahmadrasah yang berkelas, memakai bangku dan meja yang dipelopori oleh para
pembaharuan di Indonesia. Setelah Belanda ditaklukkan oleh Jepang di Indonesia pada
tanggal 8 Maret 1942, maka Belanda angkat kaki dari Indonesia semenjak itu mulailah
penjajahan Jepang di Indonesia. Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia, bangsa Jepang
bercita-cita besar menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Sejak tahun 1940 Jepang berencana
untuk mendirikan kemakmuran bersama Asia Raya. Dalam rencana tersebur Jepang
menginginkan menjadi pusat suatu lingkungan yang berpengaruh atas daerah-daerah
mansyuria, daratan Cina, kepulauam Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand. Oleh karena itu
rencana “kemakmuran bersama Asia Raya” dianggap sebagai suatu keharusan. Dengan
semboyan “Asia untuk bangsa Asia” Jepang menguasai daerah yang berpenduduk lebih dari
400 juta jiwa yang antara lain menghasilkan 50% poduksi karet dan 70% timah dunia.
Indonesia yang kaya sumber bahan mentah merupakan sasaran yang perlu dibina dan

1
dimanfa’atkan sebaik-baiknya untuk kepentingan perang Jepang. Sehingga Jepang menyerbu
Indonesia, karena tanah air Indonesia merupakan sumber bahan-bahan mentah yang kaya
raya dan tenaga manusia yang banyak tersebut sangat besar artinya demi kelangsungan
perang pasifik, dan hal ini sesuai pula dengan cita-cita politik ekspansinya.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana sistem pembelajaran pada masa kolonial belanda
B. Bagaimana sistem pembelajaran pada masa penjajahan jepang
C. Metode apa saja yang digunakan pada masa kolonial belanda
D. Metode apa saja yang di gunakan pada masa penjajahan jepang

C. Tujuan
Alasan penulis memilih masalah Pendidikan islam pada masa belanda dan jepang
ialah agar kita mengetahui bagaimana sistem dan metode pembelajaran pada masa kolonial
belanda dan pada masa penjajahan jepang

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan Pada Masa Penjajahan Kolonial Belanda

Penaklukan bangsa Barat atas dunia Timur dengan jalan perdagangan, kemudian
dengan kekuatan militer. Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan
teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk
kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula di bidang pendidikan. Mereka
memperkenalkan sistem danmetode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang
dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika
mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan
pendidikan itu adalah westernisasi dari Kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan
Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajahan Barat di Indonesia
selama ± 3,5 Abad1.

Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika Jan
Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang bergelar
Sultan Abdurrahman Khlaifatullah Sayidin Panotogomo

Sejak dari zaman VOC (Belanda Swasta) kedatangan mereka di Indonesia sudah
bermotif ekonomi, politik dan agama. Dalam hak actroi VOC terdapat suatu pasal yang
berbunyi sebagia berikut : ”Badan ini harus berniaga di Indonesia dan bila perlu boleh
berperang. Dan harus memperhatikan perbaikan agama Kristen dengan mendirikan sekolah”.

Ketika Van den Boss menjadi Gubernur Jenderal di Jakarta pada tahun 1831,
keluarlah kebijaksanaan bahwa sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperlukan sebagai
sekolah pemerintah. Departemen yang mengurus pendidikan dan keagamaan dijadikan satu.
Dan di tiap daerah Kepresidenan didirikan satu sekolah agama Kristen.

Gubernur Jenderal Van den Capellen pada tahun 1819 M mengambil inisiatif
merencanakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar dapat membantu
pemerintah Belanda. Dalam surat edarannya kepada para Bupati tersebut sebagai berikut :

1
Ramayulis,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam Mulia, 2011

3
”Dianggap penting untuk secepat mungkin mengadakan peraturan pemerintah yang
menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar lebih
mudah untuk dapat menaati undang-undang dan hukum negara”

Setelah ambruknya VOC tahun 1816, pemerintah Belanda menggantikan kedudukan


VOC Status Hindia Belanda tahu 1801 dengan terang-terangan menyatakan ”bahwa tanah
jajahan harus memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada perdagangan dan
kepada kekayaan negeri Belanda.” Pada tahun 1842, Merkus, menteri jajahan memberikan
perintah agar Gubernur Jenderal berusaha dengan segenap tenaga pembesar keuntungan bagi
negerinya. Walaupun setiap gubernur jenderal pada penobatannya berjanji dengan khidmat
bahwa ia akan memajukan kesejahteraan Hindia Belanda dengan segenap usaha, ternyata
Hindia Belanda sebagai negeri yang direbut harus terus memberi keuntungan kepada negeri
Belanda sebagai tujuan pendudukan itu.2

Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi
pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola
secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M,
bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi,
sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi
mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan
gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan
(Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan
sebagai berikut:

1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam

2
Zuhairini, dkkSejarahPendidikan Islam, Jakarta: BumiAksara 2011

4
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga
yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam
ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.

Pada tahun 1882 M pemerintah belanda membentuk badan khusus yang bertugugas
mengawasi kehidupan bergama dan pendidikan islam yang disebut Priesterraden.

Maka pada tahun 1901 M muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS yakni
politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik ini adalah Van
Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan Trilogi Van Deventer. Secara umum
isi dari politik ETIS ini ada tiga macam yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan
penduduk) dan Irigasi (pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau
pendidikan3.

Pada tahun 1905 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang isinya bahwa orang
yang memberikan pengajaran (baca pengajian) harus minta izin lebih dahulu. Pada tahun
1925 M pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih ketat lagi terhadap pendidikan agama
islam yaitu bahwa tidak semua orang (kiyai) boleh memberikan pelajaran mengaji.

Pada tahun 1932 M keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan menutup
madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tak disukai
oleh pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Luar (Wilde School Ordonantie) peraturan
ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalisme-islamisme pada tahun 1928
M,berupa semua pemuda. Selain dari pada itu untuk lingkungan kehidupan agama kristen
diindonesia yang selalu menghadapi reaksi dari rakyat, dan untuk menjaga dan menghalangi
masuknya pelajaran agama disekolah umum yang kebanyakan muridnya beragama islam,
maka pemerintah mengeluarkan peraturan yang disebut netral agama. yakni bahwa
pemerintah bersikap tidak memihak kepada salah satu agama sehingga sekolah pemerintah
tidak mengajarkan agama. dan pemerintah melindungi tempat peribadatan agama ( Indiche
Staat Regeling pasal 173-174)

3
http://nieez-azza.blogspot.com/2012/05/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html, di unduh hari senin 23
september 2013 pkl. 21:00.

5
Maka dengan demikian dengan tempo yang tidak lama pendidikan islam akan menjadi
lumpuh atau porak poranda. akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah
keadaan yang sebaliknya. masyarakat islam diindonesia pada zaman itu laksana air hujan atau
air bah yang sulit dibendung.

Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak
diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi
jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar
bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi
pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.

Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada zaman kolonial belanda
tidak mendapat rintangan, hal ini ditandai dengan bermunculanya lembaga-lembaga
pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar walaupun terlihat abiturie(lulusan)nya
tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau kesadaran dari pihak islam telah timbul
untuk tidak bekerja pada belanda yang telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan
seperti ini sayang masih berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang
berperan dalam pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan
politik islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak4.

B. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Kolonial Belanda

Pada masa kolonial Belanda pendidikan Islam di sebut juga dengan bumiputera,
karena yang memasuki pendidikan islam seluruhnya orang pribumi indonesia.

Pendidikan islam pada masa penjajahan Belanda ada tiga macam,yaitu:

1) Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam


2) Sistem pendidikan surau (langgar)
3) Sistem pendidikan pesantren

4
[1]Zuhairini, dkkSejarahPendidikan Islam, Jakarta ;BumiAksara 2011 Hal.146

6
1. Sistem pendidikan peralihan Hindu Islam

Sistem ini merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem
pendidikan Hindu dengan Islam. Pada garis besarnya, pendidikan dilaksanakan dengan
menggunakan dua sistem, Yakni: (1) sistem Keraton;dan (2) sistem Pertapa. Sistem
pendidikan keraton ini dilaksanakan dengan cara, guru mendatangi murid-muridnya. yang
menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton.
Sebaliknya, sistem pertapa, para murid mendatangi guru ke tempat pertapaanya. adapun
murid-muridnya tidak lagi terbatas pada golongan bangsawan dan kalangan keraton, tetapi
juga termasuk rakyat jelata.

2. Sistem Pendidikan Surau

Surau merupakan istilah yang banyak digunakan di asia tenggara, seperti Sumatera
Selatan, Semenanjung Malaya, Patani (Thailand). Namun yang paling banyak dipergunakan
di Minangkabau. Secara bahasa kata surau berarti “tempat” atau “tempat penyembahan”.
Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil yang dibangun untuk menyambah
arwah nenek moyang. Beberapa ahli mengatakan bahwa surau berasal dari India yang
merupakan tempat yang digunakan sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan Hindu-Budha.

Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam dimulai


oleh Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya
melalui lembaga pendidikan surau. disurau ini anak laki-laki umumnya tinggal, sehingga
memudahkan Syeikh menyampaikan pengajarannya.

Dalam lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi formal, sebagaimana yang
dijumpai pada lembaga pendidikan modern. aturan yang ada didalamnya sangat dipengaruhi
oleh hubungan antar individu yang terlibat. Secara kasat mata dapat dilihat dilembaga
pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan yang telah disepakati
bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasihat. Lembaga surau lebih
merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi kultural dari hanya sekedar
mendapatkan ilmu pengetahuan saja. jadi, nampak jelas fungsi learning societi disurau sangat
menonjol.

Sistem pendikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid
dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya, proses belajarnya tidak kaku sama muridnya
(Urang Siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada kelompok mana yang ia

7
kehendaki. dalam proses pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan tulis, yang
ada hanya kitab kuning merupakan sumber utamnya dalam pembelajaran.

Metode utama dalam proses pembalajaran di surau dengan memakai metode


ceramah, membaca dan menghafal. materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada urang
siak dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran. Syeikh
membacakan materi pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan mencatat
beberapa catatan penting disisi kitab yang dibahasnya atau dengan menggunakan buku
khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem seperti ini terkenal dengan istilah halaqoh5.

3. Sistem Pendidikan Pesantren

a. Asal usul Pesantren

Secara garis besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang mengutamakan tentang
pandanganya tentang asal usul pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam.

Pertama pesantren adalah institusi pendidikan Islam, yang memang berasal dari tradisi
Islam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir dari pola kehidupan tasawwuf, yang
kemudian berkembang diwilayah Islam, seperti Timur Tengah dan Afrika utara yang dikenal
dengan sebutan zawiyat.

Kedua, pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-Budha yang sudah mengalami
proses islamisasi. mereka melihat adanya hubungan antara perkataan pesantren dengan kata
Shastri dari bahasa sanskerta. Pesantern adalah lembaag pendidikan tertua di indonesia.
Pesantren sudah menjadi milik umat Islam setelah melalui proses Islamisasi dalam sejarah
perkembangannya. KH Saifuddin Zuhri mengatakan bahwa pesantren adalah pesantren.
Disana diajarkan norma-norma yang tidak mungkin dijumpai di tempat-tempat lain. Disana
bukan sekedar dipelajari berbagai ilmu, dan bukan pula sekedar melakukan ibadah saja,
tetapi disana diajarkan nilai-nilai yang paling mutlak harus dimiliki seseorang dalam
mengarungi kehidupan.

5
Ibid Hal. 147

8
b. Metode yang digunakan

· Metode sorogan, atau layanan individual

Yaitu bentuk belajar mengajar dimana Kiyai hanya menghadapi seorang santri yang masih
dalam tingkatan dasar atau sekelompok kecil santri yang masih dalam tingkatan dasar. Tata
caranya adalah seorang santri menyodorkan sebuah kitab di hadapan kiyai, kemudian kiyai
membacakan beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri mengulangi bacaan sampai santri
benar-benar membaca dengan baik. bagi santri yang telah menguasai materi lama, maka ia
boleh menguasai meteri baru lagi.

· Metode wetonan dan bandongan, atau layanan kolektif

Ialah metode mengajar Dengan sistem ceramah. Kiyai membaaca kitab di hadapan kelompok
santri tingkat lanjutan dalam jumlah besar pada waktu tertentu seperti sesudah shalat
berjamaah Subuh atau Isya. di daerah Jawa Barat metode ini lebih dikenal dengan istilah
Bendongan. Dalam metode ini Kiyai biasanya membacakan, menerjemahkan, lalu
menjelaskan kalimat-kalimat yang sulit dari suatu kitab dan para santri menyimak baacaan
Kiyai sambil membuat catatan penjelasan di penggir kitabnya. Di daerah Jawa metode ini
disebut (halaqoh) yakni murid mengelilingi guru yang membahas kitab

· Metode Musyawarah

Adalah belajar dalam bentuk seminar (diskusi) untuk membahas setiap masalah yang
berhubungan dengan materi pembelajaran-pelajaran santri ditingkat tinggi. metode ini
menekankan keaktifan pada pihak santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji
sendiri buku yang telah ditentukan kiyainya. Kiyai harus menyerahkan dan memberi
bimbingan seperlunya6.

c. Kurikulum Pesantren

Menurut Karel A Steenbrink semenjak akhir abad ke-19 pengamatan terhadap kurikulum
pesantren sudah dilakukan misalnya oleh LWC Van Den Berg (1886) seorang pakar
pendidikan dari Belanda. berdasarkan wawancaranya dengan para kiyai, dia mengkomplikasi
suatu daftar kitab-kitab kuning yang masa itu dipakai dipesantren-pesantren Jawa dan
umunya Madura. kitab-kitab tersebut sampai sekarang pada umumnya masih dipakai sebagai

6
Ibid Hal.148

9
buku pegangan dipesantren. Daftar tersebut meliputikitab-kitab fikih, baik fikih secara umum
maupun fiikih ibadah, tata bahasa arab, ushuludin, tasawwuf dan tafsir.

Dari hasil penelitian Van De Berg tersebut, karel A. Steenbrink menyimpulkan antara lain
kitab-kitab yang dipakai dipesantren masa itu hampir semuanya berasal dari zaman
pertengahan dunia Islam. pendekatan terhadap al-Quran dan tidak terjadi secara langsung
melainkan hanya melalui seleksi yang sudah dilakukan kitab-kitab lain khususnya kitab fikih.
Disamping itu, sekalipun yang masuk ke jawa adalah Islam yang berbau sufi, namun
kedudukan tasawuf menempati kedudukan yang lemah sekali dalam daftar buku tersebut.
kesimpulan yang lebih utama adalah bahwa studi fikih dan tata bahasa arab merupakan profil
pesantren pada akhir abad ke-19 tersebut.

Pada umumnya pendidikan di pesantren mengutamakan pelajaran fikih. Namun


sekalipun mengutamakan pelajaran fikih mata pelajaran lainya tidak di abaikan sama sekali.
Dalm hal ini mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu alat, pembinaan iman, dan
akhlak sangat diperlukan. pengajaran bahasa arab adalah ilmu bantu untuk pemahaman kitab-
kitab agama. Pengajaran bahasa arab tersebut terdiri dari beberapa cabang dan tingkatan
sebagai dasar bagi santri untuk melakukan pengajian kitab. dengan begitu, santri harus
memiliki pengetahuan bahasa arab terlebih dahulu sebelum pengajian kitab yang sebenarnya
dilaksanakan. Pengajian kitab yang dimaksudkan itu adalah pengajian fikih dari tingkat dasar
sampai tingkat tinggi. Kitab-kitab fikih tersebut ditulis dalam bahasa arab7

C. Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Islam

Selama tiga setengah abad Belanda menjajah wilayah Nusantara, berbagai macam
kebijakan dan pendekatan telah dilakukan oleh Belanda dalam wilayah jajahannya, yang
umumnya kebijakan mereka merugikan masyarakat secara umum. Menjelang dan awal abad
XX ada beberapa kebijakan Belanda di Indonesia yang secara signifikan berpengaruh
terhadap pendidikan. Setidaknya ada dua kebijakan Belanda yaitu: (1) Politik Etis, dan (2)
Ordonansi (peraturan pemerintah) Guru/Sekolah Liar8.

7
Ibid Hal.149
8
Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam Jakarta, Kalam Mulia,2011 Hal 253-256

10
a) Politik Etis

Diberlakukan tahun 1901, politik balas budi, sehingga adanya kebijakan politik
Belanda kepada Indonesia sebagai jajahannya, dengan kata lain politik ini adalah sistem
yang diberlakukan Belanda untuk membangun negara jajahannya. Cikal bakal politik
Etis berdasarkan pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Ratu Belanda Wilhelmina
menjelang akhir tahun 1901, diantara pokok-pokok pikirannya; de nieuwe koers de
koloniale politiek (arah baru yang akan ditempuh oleh politik penjajahan).

Secara konsep politik Etis sangat baik karena adanya keberpihakan kepada kaum
pribumi. Namun dalam pelaksanaannya kolonial Belanda bekerjasama dengan kaum
liberal (pemegang saham), tetap mengeksplotir daerah jajahannya untuk kepentingan
ekonominya. Dalam menjalankan politik Etis Belanda menerapkan trilogy program,
yaitu meliputi : edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan) dan transmigrasi (pemindahan
penduduk dari daerah padat ke daerah perkebunan jawa). Disamping trilogi program
tersebut, penjajah Belanda menerapkan prinsip assosiasi, asimilasi, dan unifikasi.

Tetapi betapapun kekhawatiran yang timbul, agaknya kepentingan dan pertimbangan


politik lebih mereka utamakan. karena itu pelaksanaan politik Etis secara murni, sedikit
banyaknya memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut kelanjutan
politik kolonialis mereka. diantara pertimbangan itu adalah pertama, memilih sistem
pendidikan yang dapat memenuhi tuntunan moral politik Etis, tapi juga dapat
mendukung kepentingan politik penjajahannya. kedua, berusaha memenuhi
bertanggung jawab untuk mendidik dan mencerdaskan rakyat yang mayoritas muslim
dan disamping itu juga berusaha meredam kekuatan yang mungkin timbul dari
pengaruh fanatisme keagamaan mereka9.

Meskipun sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah belum dapat mencukupi


kebutuhan pendidikan untuk masyarakat, tapi sekolah-sekolah itu ikut membawa
perubahan dalam bidang pendidikan di Indonesia. sekolah-sekolah sistem barat
(Belanda) tersebut mendorong timbulnya pemikiran baru bagi pengelola pendidikan
Islam di tanah air. Sistem pendidikan pondok pesantren mulai mendapat sorotan karena
dinilai kolot, serta sudah tidak mampu memenuhi tuntunan dan kebutuhan zaman.

9
Ibid Hal 268

11
Sebaliknya, para penyelenggara pondok pesantren merasa, bahwa sikap menutup diri
terhadap dunia luar, erat kaitannya dengan usaha mempertahankan kemurnian agama
dari unsur pengaruh budaya barat yang modern.

Sebaliknya, adapula yang berpendirian, bahwa kaum muslimin harus berusaha


menemukan sumber kekuatan barat dan memilikinya. Usaha ini dilakukan dangan cara
mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi barat untuk memperkuat masyarakat
Iislam. kedua pendapat tersebut, menurut Edward Montimer merupakan kunci
pemikiran pemuka-pemuka Islam ketika itu. Kalangan pembaru ini selanjutnya
berpendapat, bahwa faktor yang menyebabkan keterbelakangannya umat islam terletak
pada kelemahan sistem pendidikan islam yang ada. Untuk itu mereka mengadakan
pembaruan dibidang pendidikan dengan menyelanggarakan sistem madarasah, sebagai
hasil integrasi antara sistem pendidikan barat dengan sistem pesantren.

Di Indonesia usaha dan gerakan pembaru itu dalam bidang pendidikan dimulai pada
pertengahan abad ke-20, seperti yang dilakukan oleh kaum muda di Minangkabau,
Jami’at Khair, Muhammadiyyah, al Irsyad, Persyarikatan Ulama,Persis dan lain-lainya.
Sebagai dampak sampingan dari pembaruan itu pendidikan Islam di Indonesia
mengalami perubahan dalam berbagai aspek seperti, sistem, kelembagaan, administrasi,
penyelenggara, maupun tamatan institusi pendidikan itu sendiri. perubahan tersebut,
tampaknya memberi kesan, bahwa pembaruan pendidikan Islam di Indonesia yang
berorientasi pada modernisasi, menunjukan dirinya sebagai bentuk respon terhadap
sekolah-sekolah pemerintah Belanda yang netral agama.

b) Ordonansi Guru/Sekolah Liar

Sehubungan dengan berdirinya madrasah dan sekolah agama yang diselenggarakan


oleh kalangan Islam pembaru, agaknya kekhawatiran pemerintah tersebut cukup
beralasan. Semula memang pemerintah membiarkan kehidupan islam pada batas-batas
tertentu, sepanjang tidak menggangu kehadiran Belanda, sambil mengembangkan
sistem persekolahan pada pengetahuan dan keterampilan duniawi, yaitu pendidikan
umum; sebagai pencerminan dari sikap pemerintah Belanda untuk tidak mencampuri
lebih jauh masalah Islam.

12
Tetapi setelah melihat perkembangan lebih lanjut, seperti peningkatan jumlah
madrasah dan sekolah-sekolah swasta sebagai institusi pendidikan diluar sistem
persekolahan pemerintah, kalangan pemerintah semakin hati-hati terhadap sikap netral
mereka selama ini. Masalah Islam yang menjadi sumber kekhawatiran pemerintah
tersebut agaknya tidak terbatas adanya institiusi pendidikannya saja. Lebih jauh dari itu,
mereka memandang kemungkinan infiltrasi pengaruh Islam tersebut di sekolah-sekolah
swasta lainnya.

Adanya latar belakang tersebut pula barangkali, yang mendorong pemerintah Belanda
merubah sikapnya dalam menghadapi kemungkinan buruk yang bakal timbul dari
peningkatan jumlah madrasah dan sekolah-sekolah agama.Sebagai tindakan
pencagahan, langkah itu dilakukan melalui pengawasan terhadap sekolah-sekolah liar.
sejak adanya perunahan sikap tersebut, dalam rangka pengawasan dikeluarkan
ordonansi tanggal 28 Maret 1923 Lembaran Negara no 136 dan 260. aslinya berupa
pembatasan kebebasan mengajar bagi guru-guru sekolah swasta.Sistem ini tidak
memberi keuntungan bagi perkembangan institusi pendidikan Islam. Bahkan dalam
ordonansi yang dikeluarkan tahun 1932, dinyatakan bahwa semua sekolah yang tidak di
bangun pemerintah atau tidak memperoleh subsidi dari pemerintah, diharuskan minta
izin terlebih dahulu, sebelum sekolah itu didirikan10.

Dengan kebijakan ini pemerintah kolonial Belanda mendapat reaksi yang luar biasa
dari kalangan umat Islam terlebih di Minangkabau. Hal ini karena umat Islam
Minangkabau melihat adanya “sesuatu” yang akan merugikan Agama Islam jika
kebijakan ini dilaksanakan. Atas reaksi yang sedemikian besar, akhirnya pemerintahan
Belanda melalui Gubernur Jendralnya memberi jawaban bahwa ordonansi guru di
Minangkabau belum ada niat kapan untuk dilaksanakan. Lambat laun eksistensi
orodonansi guru tidak lagi ada urgensinya, dan akhirnya kebijakan ini di batalkan dan
hilang dari peredaran. walaupun sebelum keputusan ini di buat sesungguhnya Belanda
telah berusaha membujuk rayu beberapa tokoh Islam Minangkabau untuk mendukung
pelaksanaan ordonansi ini, namum mereka tidak berhasil11

10
Ibid Hal 272-273
11
Ibid Hal 274

13
D. Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Jepang

Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia,


semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai dengan sisitem pendidikan yang
berorientasi kepada kepentingan perang, adapun karakteristik sistem pendidikan
Jepang adalah sebagai berikut:
1) Dihapusnya “dualisme pendidikan”
2) Berubahnya tujuan pendidikan
3) Proses pembelajaran diganti kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan
pendidikan
4) Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang
5) Pendidikan pada masa jepang sangat memprihatinkan
6) Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sikap penjajah jepang
terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak
pendidikan lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan kolonial belanda.

Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan islam untuk berkembang,


diantaranya:
1) Mendirikan madrasah
2) Pendidikan agama di sekolah
3) Perguruan tinggi Islam Jepang selalu mengulang-ulang menyampaikan
maksudnya menghormati dan menghargai Islam.

Di depan ulama, Letnan Jendral Imamura (pejabat militer Jepang tertinggi di


jawa) menyampaikan pidato yang isinya bahwa pihak Jepang bertujuan untuk
melindungi dan menghormati islam. Untuk mendekati umat Islam, mereka menempuh
beberapa kebijakan. Ada satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan yang
diterapkan Jepang yakni penerapan sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan
kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban
mengikuti latihan dasar kemiliteran dan harus mampu menghapal lagu kebangsaan
Jepang. Kondisi ini tidak terlepas dari target pemerintah Jepang melalui pendidikan,
Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan
konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya yang diimpi-impikan Jepang, serta
adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia

14
terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno (Kaisar) yang dipercayai sebagai
keturunan dewa matahari (Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar
dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei.
Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan
Jepang (kimigayo)12.

E. Respon Umat Islam Konservatif dan Progresif

Setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda diusir dari wilayah Indonesia oleh
Jepang pada bulan Maret 1942 tanpa perlawanan yang berarti, maka Jepang mulai
menunjukan eksistensinya. Sehari setelah mendarat di Indonesia Pemerintah Jepang melarang
segala bentuk organisasi dan partai yang ada. PSII, Muhammadiah, dan NU meski dengan
enggan harus mematuhi kebijakan tersebut. Pemerintah Jepang mempunyai tiga kebijakan
besar terhadap umat Islam Indonesia. Nipponisasi, mobilisasi, dan membentuk organisasi-
organisasi baru.
Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang tersebut mendapat respon yang baik dari para
tokoh-tokoh Islam dan para Pemimpin organisasi Islam. Para pemimpin Islam memilih
bekerjasama dengan Pemerintah Jepang disertai mengkonsolidasikan kekuatan rakyat dan
menunggu sampai Pemerintah Jepang lemah. Penelitian Reaksi Organisasi Islam Terhadap
Kebijakan Politik Jepang di Indonesia (1942-1945) adalah penelitian kepustakaan (library
research) yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan yaitu metode sejarah dan
menggunakan pendekatan sosio-politik. Penelitian ini bermaksud mengkaji kebijakan-
kebijakan pemerintah Jepang dan reaksi organisasi-organisasi Islam terhadap kebijakan
pemerintah Jepang.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: pertama mengambarkan keadaan masyarakat
Indonesia sebelum kedatangan Jepang. Kedua mengungkap bagaimana sikap Organisasi-
organisasi Islam Indonesia terhadap pemerintah Jepang. Ketiga mengambarkan aksi dan
reaksi Organisasi-organisasi Islam Indonesia terhadap Pemerintah Jepang. Keempat
mengungkapkan mengapa kebijakan Pemerintah Jepang terhadap Organisasi Islam di
Indonesia terlihat kooperatif. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa
pertumbuhan kehidupan sosial politik masyarakat Indonesia tidak merata. Mayoritas
masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Pemerintah kolonial Hindia

12
https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html di akses pada 15
oktober 2022 pukul 15.05 WIB

15
Belanda menuntut hasil pertanian yang memenuhi kebutuhan pasar dunia. Hal itu menambah
beban masyarakat Indonesia yang bergantung pada penghasilan dari bertani. Kebijakan
pemerintah Jepang nipponisasi, mobilisasi massa, dan membentuk organisasi baru semuanya
berjalan dengan lancar.
Namun pada akhirnya organisasi bentukan pemerintah Jepang tidak bertahan lama.
Organisasi-organisasi Islam seperti Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Muhammadiyah,
dan Nahdlatul Ulama (NU) menerima sebagian besar kebijakan Pemerintah Jepang, hanya
kebijakan seikerei yang mendapatkan penolakan dari beberapa ulama dan pemimpin pondok
pesantren. Kebijakan pemerintah Jepang terhadap organisasi Islam di Indonesia terlihat
kooperatif. Hal itu terjadi karena pemerintah ingin mencari dukungan dari masyarakat
Indonesia yang sebagian besar memeluk agama Islam13.

13
http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16263/ di akses pada 15 oktober 2022 pada pukul 15.40 WIB

16
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai pendidikan islam pada zaman penjajahan kolonial
Belanda, ada beberapa karakteristik yang dapat kita ketahui, yakni;
Pada masa penjajahan kolonial Belanda, bidang pendidikan di Indonesia harus berada
dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan
pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah
berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari
sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan
(Kristen Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam
adapun karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah sebagai berikut:
1) Dihapusnya “dualisme pendidikan”
2) Berubahnya tujuan pendidikan
3) Proses pembelajaran diganti kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan
pendidikan
4) Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang
5) Pendidikan pada masa jepang sangat memprihatinkan
6) Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Sikap penjajah jepang terhadap
pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan lebih bebas
ketimbang pada zaman pemerintahan kolonial belanda.

B. SARAN
1. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang masa Pendidikan islam pada masa penjajahan belanda
dan jepang agar mendapat informasi yang lebih akurat.
2. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di
dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ramayulis,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Kalam Mulia, 2011

Zuhairini, dkkSejarahPendidikan Islam, Jakarta: BumiAksara 2011

http://nieez-azza.blogspot.com/2012/05/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html, di unduh
hari senin 23 september 2013 pkl. 21:00.

[1]Zuhairini, dkkSejarahPendidikan Islam, Jakarta ;BumiAksara 2011 Hal.146

[2]Ibid Hal. 147

[3]Ibid Hal.148

[4]Ibid Hal.149

[5]Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam Jakarta, Kalam Mulia,2011 Hal 253-256

[6]Ibid Hal 268

[7]Ibid Hal 272-273

[8]Ibid Hal 274

https://makalahnih.blogspot.com/2014/09/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.htmldi akses
pada 15 oktober 2022 pukul 15.05 WIB

http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/16263/ di akses pada 15 oktober 2022 pada pukul 15.40


WIB

18
19

Anda mungkin juga menyukai