Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


“Islam Sebelum dan Sesudah Penjajahan”

Dosen Pengampu : Ahmad Parwis Siregar, M.Pd

Disusun oleh : Kelompok XIV

Dinda Syafira 0307193148


Siti Nur Aisah Solin 0307193139

PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu, Alhamdulillah puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan berkah,
rahmat, karunia serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Islam
Sebelum dan Sesudah Penjajahan. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Untuk itu
kami sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak dosen mata kuliah Sejarah
Penddiikan Islam yang telah memberikan bimbingannya.
Kami sangat mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun agar kami dapat
menyusunnya kembali lebih baik dari sebelumnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terima kasih.

Medan, November 2022

Kelompok XIV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan.............................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Islam Sebelum Kemerdekaan..............................................................................3
B. Islam Sesudah Kemerdekaan..............................................................................4
C. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah...............................................5
D. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar
Indonesia Merdeka......................................................................................................8
E. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik  Islam........10
BAB III...........................................................................................................................11
PENUTUP......................................................................................................................11
A. Kesimpulan.........................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang perkembangan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan,
tidak bisa lepas dari studi tentang peranan imperialis Belanda, Inggris maupun
Jepang yang ikut mempengaruhi perkembangan Islam dalam dimensi yang luas.
Islam di Indonesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Indonesia,
karena Islam paling banyak dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia.
Signifikansi yang begitu erat antara Islam dan Indonesia sebagai suatu daerah
teritorial, menyebabkan penjajahan lebih dari tiga abad oleh Belanda dan Jepang
gagal dalam upaya deislamisasi agar akidah Islam tercabut dari umat Islam.
Umat Islam Indonesia hidup dalam aneka ragam situasi dan kondisi dari
sejak Islam masuk ke Indonesia. Karena agama Islam merupakan agama yang
membuka alam pikiran manusia serta mengatur hubungan antara manusia
dengan sesamanya. Ajaran Islam dapatmengisi kekosongan hati dan dapat
memberikan harapan pada manusia untuk hidup rukun dan damai dengan
harapan gemilang serta dapat membimbing manusia kepada kehidupan bahagia
dunia akhirat.Agama Islam agama yang memberikan sikap kepribadian dan
mengajarkan norma-norma hidup, sehingga setiap penganut agama Islam
mempunyai kesadaran yang tinggi dan kepribadian kokoh yang sukar untuk
diubah.
Mengakarnya Islam di Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari sebuah
proses panjang program sosialisasi Islam yang dilakukan oleh para pemuka
Islam melalui aktifitas dakwah dan pendidikan. Dalam pada itu Islam di
Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan idiologi, budaya dan kekuatan
politik penguasa terutama penguasa Belanda dan Jepang. Hal ini memaksa Islam
harus tampil dalam berbagai bentuk gerakan. Seperti gerakan Islam melawan
kolonialisme, sebagai Islam politik, Islam sebagai kekuatan moral, cultural, dan
intelektual.Bentuk-bentuk gerakan di atas sebagai akibat dari upaya umat Islam
untuk menjadikan Islam sebagai agama yang dinamis melalui pola-pola
sosialisasi, akomodasi, dan modifikasi, sehingga Islam tersosialisasi dalam
berbagai bentuk kehidupan masyarakat Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana islam sebelum kemerdekaan?
2. Bagaimana islam sesudah kemerdekaan?
3. Bagaimana peranan umat islam dalam mengusir penjajah?
4. Bagaimana peran umat islam dalam mempersiapkan dan meletakkan dasar-
dasar Indonesia merdeka?
5. Bagaimana peran organisasi-organisasi islam dan parta-partai politik islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui islam sebelum kemerdekaan.
2. Mengetahui islam sesudah kemerdekaan.
3. Mendeskripsikan peran umat slam dalam mengusir penjajah.
4. Mendeskripsikan peran umat islam dalam mempersiapkan dan meletakkan
dasar-dasar Indonesia merdeka.
5. Mendeskripsikan peran organisasi-organisasi islam dan parta-partai politik
islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam Sebelum Kemerdekaan


Masa penjajahan pada dasarnya adalah masa deislamisasi umat oleh kekuasaan
pemerintahan. Pada awalnya penjajah mengenalkan agama mereka (Kristen) melalui
pejabat Belanda, lalu pada orang Cina yang sengaja diimpor oleh Belanda ke Jawa
mendukung mereka membangun loji dan kekuasaan mereka seperti di Batavia dan
lainnya. Kemudian pada para priyai dan penduduk secara umum. Mereka mendirikan
gereja, sekolah dan tempat hiburan untuk sosialisasi agama Kristen. Pada saat yang
sama penjajah juga mengharuskan kesultanan yang berada di bawah kendali mereka
untuk tidak lagi membawa misi dakwah Islam dalam proses pemerintahannya dan
membatasi fungsi kekuasaan hanya untuk pengelolaan urusan ekonomi dan politik.
Dengan kenyataan yang dialami umat Islam seperti itu, maka para aktifis Islam yang
sudah ditinggalkan oleh sultan mereka, yang hanya sibuk mengurus kekayaan dan
kekuasaan yang semakin diperlemah oleh penjajah mengambili inisiatif untuk
mendirikan pondokpondok pesantren pada beberapa tempat khususnya di pulau Jawa.
Selanjutnya situasi umatIslam pada akhir abad pertengahan, baik secara sosio-politik
maupun secara keagamaan (sosio-religius), telah mengalami kemunduran. Secara
politis hampir seluruh wilayah yang dikuasai umat Islam, satu persatu jatuh ke tangan
kaum kolonialis dan imperialis Barat. Mesir misalnya sebagai pusat pengkajian dan
perkembangan ilmu pengetahuan keislaman jatuh ketangan kolonial Perancis,
kemudian ke tangan kolonial Inggris.
Masa peralihan kekuasaan Jepang (1942- 1945) memberikan kepada Islam tempat
langsung dalam politik kemerdekaan dan Islam tetap berada di pusat politik Indonesia
selama setengah abad yang lalu. Namun demikian, dalam hal konstitusi formal,
kedudukan Islam selalu berada di pinggiran ketimbang di pusat. Menurut John L.
Ekssposito, dalam dekade-dekade sebelum perang dunia ke II, dan selama pendudukan
Jepang, peran Islam dalam politik dalam negeri melemah, pertama akibat tantangan
nasionalisme sekular dan penindasan Belanda;kedua akibat kecurigaan Jepang atas
loyalitas politik muslim.
Menurut Ira L. Lapidus, pendudukan Jepang yang dimulai pada tahun 1942-1945

3
memberikan dukungan yang sangat besar kepada kaum muslim. Jepang
menghancurkan kelompok aristokrasi lama dan secara cepat membawa pergerakan
muslim ke dalam penguasaan mereka. Meskipun mereka membubarkan beberapa
partai politik, namun mereka membiarkan organisasi kemasyarakatan seperti
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama mengelola pendididikan Muslim setingkat SMP.
Mereka juga membentuk Milisi Muslim dengan lambang bulan sabit dan matahari
terbit yang melambangkan perjuanagn jihad bersama Jepang dalam menghadapi
kekuatan Barat. Sejumlah kursus pelatihan tertentu yang diperuntukkan bagi kyai dan
intelektual didirikan. Pada tahun 1943 Jepang mendirikan Masyumi untuk menyatukan
dan mengkoordinir seluruh pergerakan muslimin.
B. Islam Sesudah Kemerdekaan
Sejarah kehidupan Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan kultural, tetapi
Islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi Islam. Sebagai
kekuatan moral dan budaya, Islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan
politik secara riil. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, Islam telah diberi
tempat tertentu dalam konfigurasi yang paradoks, terutama dalam dunia politik.
Sedangkan Orde Baru, tampaknya Islam diakui sebatas sebagai landasan moral bagi
pembangunan bangsa dan Negara. Pendiskriminasian Islam tersebut memang sudah
diawali pada saat wajah (ideologi) Indonesia akan ditentukan sehingga muncullah
berbagai gerakangerakan dan pertentangan-pertentang Islam anti pemerintah akibat
kekecewaan terhadap pembentukan Negara Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Setelah Kemerdekaan Indonesia tercapai, mulailah terjadi konflik tentang
perbedaan dan persaingan untuk memperoleh kemerdekaan. Beberapa konflik yang
terjadi pada waktu itu umumnya merupakan gerakan belum membahayakan dan
bermunculan partaipartai antara lain:
1. Pertentangan diantara partai-partai (1950-1955)
Pertarungan pada fase ini lebih tajam lagi ditandai dengan perpecahan diantara
partai karena ketidakpuasan dan perbedaan pemahaman. Yaitu sejumlah
anggota Masyumi yang dipimpin Wondoami Seno dan Aruzi Kartawinata
memisahkan diri dengan mendirikan partai Serikat Islam Indonesia (PSII) yang
lama agar dapat duduk dalam kabinet, pecahnya Partai Masyumi yang sosialis
agama dengan kelompok konservatif, pada bulan April 1952 Nahdhatul Ulama

4
(NU) keluar dari Masyumi sebagai partai politik yang dasarnya perebutan
jabatan kementrian agama di kabinet dan bulan April 1955 PKI membuat
persetujuan dengan PSII sebagai pencegahan pandangan masyarakat bahwa
PKI anti agama (BJ. Boland, 1985: 46).
2. Pertentangan Ideologi
Pertentangan ideologi ini menyebabkan terbentuknya dua blok yaitu tentang
perumusan dasar Negara antara Negara yang berdasarkan Pancasila dan Islam.
Jika dilihat keadaan umat Islam pada saat itu masih sangat terpuruk karena
persatuan mereka terpecah sehingga cita-cita untuk mendirikan Negara Islam
sebagai tujuan utama terkendala akibat pergolakan politik yang tidak dapat
dibendung lagi oleh tokohtokoh Islam. Namun kenyataannya sekalipun partai-
partai Islam berbeda paham, tetapi pada saat menghadapi partai-partai anti Islam
mereka bersama membentuk front demi tercapainya tujuan utama yaitu Negara
Islam.

C. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.

Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa
Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai,
Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat Islam Indonesia sudah
memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh
bendera Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah
bersabda :” Allah telah menundukkan pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula
warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan putih “. Begitu
juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia
kecuali ketika ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan
menjadi bahasa jurnalistik.

Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air
dan membasmi kezaliman adalah faktor terpenting dalam membangkitkan semangat
melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh pergerakan, termasuk
yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam.
Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara [Suwardi Suryaningrat] tadinya berasal dari
Sarekat Islam [SI]; Soekarno sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah

5
nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M Kartosuwiryo yang kelak
dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang
hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang
dalam  perjalanan menuju Islam yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya,
ia sedang beralih dari kegelapan [jahiliyah] kepada cahaya terang [Islam] atau minaz-
zulumati ilannur [habis gelap terbitlah terang]. Patimura seorang pahlawan yang diklaim
sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang
Thomas Mattulessy hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada
adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang muslim yang memimpin
perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII
menurut fakta sejarah adalah seorang muslim.

Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para
penjajah berusaha menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang
mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja dengan cara-cara yang berbeda dengan
ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan dianut oleh
mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan
yang mulia bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para da’i Islam
sangat paham dan menyadari akan kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain,
tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar menyampaikan.

1. Penjajahan Portugis

Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan


semboyan Gold (tambang emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel
(penyebaran agama Nasrani). Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha
dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan
dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan
modal restu sakti dari Paus Alexander VI  dalam suatu dokumen bersejarah yang
terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi, bahwa kekuasaan di
dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah
barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik
Portugis.

6
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud
Khatulistiwa yang penuh dengan rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama
mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai
tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan
nusantara yang saat itu banyak para pedagang muslim dari Arab. Demikian pula
para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin sangat erat.
Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan
sekaligus tujuannya ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi
penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal
pedagang muslim Arab.

Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh
kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis
meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat
minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara,
sehingga dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan
serangan Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim
terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa
terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras.
Kalau orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan
Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad Perang Salib.

2. Penjajahan Belanda

Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten


dibawah pimpinan Cornelis de Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen
menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi
Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli
perdagangan dan menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah
Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan
agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslim semasa penjajahan
Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera),
pengerukan kekayaan alam sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia
dalam keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka

7
wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama
dan santri di berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana:
bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan
melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi
lillah. Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah
almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952) mengungkapkan dalam salah satu
ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : “Jika tidak
karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak
akan sehebat seperti apa yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai
kemerdekaannya”.

3. Penjajahan Jepang

Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10


januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik Papan, Pontianak, Makasar,
Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret
1942. Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti
oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah “Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut
buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun yang
pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke
negerinya. Bangsa Indonesia dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan
yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan tang, dimasukkan
kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang
(Geisha).

Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim


dirinya sebagai saudara tua Bangsa Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon
Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka juga
paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada
tanggal 13 Juli 1942 mereka mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam A’la
Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda (September
1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak
tokoh-tokoh Islam tidak mau kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan

8
melakukan gerakan bawah tanah misalnya dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan
Amir Syarifuddin.

D. Peranan Umat Islam dalam Mempersiapkan dan Meletakkan Dasar-dasar


Indonesia Merdeka.

Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak disangsikan lagi peran


kaum muslimin terutama para ulama. Mereka berkiprah dalam BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret
1945. Lebih jelas lagi ketika Badan ini membentuk panitia kecil yang bertugas
merumuskan tujuan dan maksud didirikannya negara Indonesia. Panitia terdiri dari 9
orang yang semuanya adalah muslim atau para ulama kecuali satu orang beragama
Kristen. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs.Moh.Hatta, Mr.Moh.Yamin, Mr.Ahmad
Subardjo, Abdul Kahar Mujakir, Wahid Hsyim, H.Agus Salim, Abi Kusno
Tjokrosuyono dan A.A. Maramis (Kristen).

Meski dalam persidangan-persidangan merumuskan dasar negara Indonesia terjadi


banyak pertentangan antar [mengutip istilah Endang Saefudin Ansori dalam bukunya
Piagam Jakarta] kelompok nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler.
Kelompok Nasionalis Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim,
KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar
negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan Soekarno
menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari agama. Namun
Akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok sehingga melahirkan sebuah
rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan     perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

9
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi bagian dari
Mukaddimah UUD 45. Jadi dengan demikian Republik Indonesia yang lahir tanggal 17
Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Meskipun keesokan harinya 18
Agustus 1945 tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu dihilangkan diganti dengan kalimat
“Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama.
Muh. Hatta dan Kibagus Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan”
Yang Maha Esa” tersebut tidak lain adalah tauhid.

Saat proklamasi pun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945 itu bertepatan
dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi dilakukan juga atas desakan-desakan
para ulama kepada Bung Karno. Tadinya Bung Karno tidak berani. Saat itu Bung Karno
keliling menemui para ulama misalnya para ulama di Cianjur Selatan, Abdul Mukti dari
Muhammadiyah, termasuk Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar Indonesia
segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

Demikian penting peran ulama di mata Bung Karno. Setelah Indonesia


diproklamasikan, Bung karno masih terus berkeliling terutama minta dukungan para
ulama dan rakyat Aceh. Di bawah pimpinan ulama-ulama Aceh seperti Daud Beureuh,
Teuku Nyak Arief, Mr. Muhammad Hasan, M.Nur El Ibrahimy, Ali Hasyimi dan lain-
lain, rakyat Aceh segera menyambut dengan gegap gempita. Dukungan mereka bukan
hanya lisan tapi juga berbentuk sumbangan materi, yaitu berupa uang 130.000 Straits
Dollar dan emas seberat 20 kg untuk pembelian pesawat terbang.

E. Peranan Organisasi-organisasi Islam dan Partai-partai Politik  Islam

Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia,


Umat Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna
yang berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan,
ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu
memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu
penjajahan. Tercatat  dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah lahir
para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan mengusir
penjajah, maupun pada masa pembangunan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan Islam di Indonesia sebelum kemerdekaan secara garis besar
dapat dibagi dalam dua periode yaitu perkembangan Islam sebelum masa
kolonialisme Barat dan Jepang serta perkembangan Islam pada masa kolonialisme
Barat dan Jepang. Mengenai awal masuknya Islam ke Indonesia belum diketahui
dengan pasti. Yang jelas bahwa Islamisasi di Nusantara telah berlangsung sejak
abad-abad pertama hijriah lewat jalur perdagangan dan selanjutnya Islam
berkembang melalui beberapa jalur seperti jalur perkawinan, tasawuf politik dan
lain-lain. Dalam proses Islamisasi terjadi interaksi antara budaya lokal sehingga
corak Islam dibeberapa tempat berjalan sesuai dengan tradisi dan budaya setempat
tanpa mengurangi nilai Islam yang sesungguhnya.
Pada masa kolonialisame Barat khususnya Belanda, Islam menghadapi
tantangan yang luar biasa. Karena Belanda disamping datang untuk berdagang,
mereka juga menjalankan misi Kristenisasi. Namun dengan motivasi keimanan
Islam, Belanda menghadapi perlawanan dari umat Islam selama berabad-abad dan
akhirnya Belanda mengangkat kaki dari bumi Nusantara tanpa berhasil
mengkristenkan bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia yang cenderung
mengakomodasi umat Islam, melapangkan jalan bagi bangkitnya kembali semangat
pergerakan-pergerakan Islam dan nasionalis baik pergerakan politik ataupun
pergerakan kemasyarakatan. Lewat para tokoh pergerakan inilah ide tentang dasar
negara terbentuk dan akhirnya Indonesia berhasil memproklamirkan
kemedekaannya dengan dasar Pancasila walaupun keinginan untuk menjadikan
Islam sebagai dasar Negara tidak tercapai.
Peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami keguncangan
di mana perseteruan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam dan kelompok
lainnya masing-masing berpegang teguh pada misi mereka untuk menjadikan negara
Indonesia menjadi Negara Islam Negara Pancasila. Dengan timbulnya masalah ini,
maka timbullah pergerakan-pergerakan, partai-partai dan pemberontakan yang
dilakukan oleh kelompok Islam. Hal tersebut dilakukan oleh Islam karena mereka

11
kecewa dengan hasil keputusan presiden yang menjadikan dasar Negara Indonesia
sebagai Negara Pancasila.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami sadar bahwa dalam
pengambilan sub bahasa dalam makalah ini masih banyak kekukarangan, apabila
terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun dalam pemaparan, kami mohon
ma'af yang sebesar-besarnya. Kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan
pastilah milik manusia karena itu, tidak lupa kritik dan saran kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

12
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium
Baru. Jakarta: Logos.

Boland B.j. 1985. Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1970. Jakarta: Grafiti Pers.

Dijk, C Van. 1983. Darul Islam, Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Grafiti Pers.

Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial ummat Islam. Cet. II; Jakarta: PT. Raja grafindo
Persada.

Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Anda Utama.

Susanto, A. 2009. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Cet. I; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Wirjosukarto, Amir Hamzah. 1985. Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam.


Jember: Muria Offset.

Ambary, Hasan Muarif. Menemukan Peradaban, Jejak Arkeologis dan Historis Islam
Indonesia, Cet. I, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1998.

Amsyary, Fuad. Islam Kaafah Tantangan Sosial dan Aplikasinya di Indonesia. Cet. I,
Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Azra,Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Cet. I, Bandung:


Mizan, 2002.

Esposito, John L. Ensiklopedia Oxpord Dunia Islam Modern, Edisi terjemahan


Indonesia. Cet. II, Bandung: Mizan, 2002.

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet. IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001.

Hasymy,A. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Cet. III, Bandung:
alMa’arif, 1993.

Hidayat, Kamaruddin dan Ahmad Gaus Af. Menjadi Indonesia, 13 Abad Eksistensi
Islam di Bumi Nusantara. Cet. I, Jakarta: Mizan, 2006.

13

Anda mungkin juga menyukai