Oleh:
Hablul Matin Bintang Buana 2144030586
Gilang Haikal Ramadhan 2144030594
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS AL-FALAH ASSUNNIYYAH
KENCONG-JEMBER
2023
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan agar terselesaikannya tugas makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren merupakan Lembaga Pendidikan tradisional Islam di
Indonesia yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Pesantren awalnya
didirikan untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam, dan pesantren-
pesantren ini telah berperan dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Santri
dan kyai sosok yang paling sentral dalam tradisi Pesantren dan kehidupan
pesantren, dimana santri sebagai siswa dalam pesantren yang mencari ilmu
atau belajar kepada kyai atau ulama. Tradisi santri ini memiliki peran
penting dalam menjaga kesinambungan ajaran islam di Indonesia
Kyai sebagai pemimpin di pesantren bukan hanya bertugas mengajar
para santri di lingkup pesantren saja, akan tetapi juga memiliki peran dalam
Masyarakat sebagai pendakwah, dan juga sebagai sosok sentral Masyarakat.
Maka dari itu pesantren, dengan tradisi santrinya, telah lama menjadi tempat
untuk belajar dakwah, mengembangkan pengetahuan agama, dan
mempersiapkan generasi yang mampu menjadi duta-duta Islam
Pada masa pemerintah kolonial Belanda, banyak sekali peraturan-
peraturan yang diterapkan, yang pada intinya tidak lain adalah untuk
mengontrol atau mengawasi madrasah atau pesantren. Karena pemerintah
takut dari lembaga pendidikan tersebut akan muncul gerakan atau ideologi
perlawanan yang akan mengancam kelestarian penjajahan mereka di bumi
Indonesia ini. Dampak dari ketakutan yang berlebihan itu mencapai
puncaknya ketika banyak madrasah yang ditutup karena dianggap
melanggar ketentuan yang digariskan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Ketika Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka tahun
1945, madrasah kembali bermunculan dengan tetap menyandang identitas
sebagai lembaga pendidikan Islam. Pemerintah RI memiliki perhatian
terhadap madrasah atau pendidikan Islam umumnya, terbukti juga dengan
iii
dibentuknya Departemen Agama (Depag) pada 3 Januari tahun 1946. Dalam
bagian struktur organisasinya terdapat bagian pendidikan dengan tugas
pokoknya mengurus masalah pendidikan agama di sekolah umum dan
pendidikan agama di sekolah agama (madrasah dan pesantren), di samping
itu ditambah lagi dengan penyelenggaraan pendidikan guru untuk
pengajaran agama di sekolah umum, dan guru pengetahuan umum di
perguruan-perguruan agama.
Namun demikian, perhatian pemerintah tersebut tidak berlanjut. Hal
ini tampak ketika undang-undang pendidikan nasional pertama (UU No. 4
tahun 1950 jo UU No. 12 tahun 1954) diundangkan, masalah madrasah dan
pesantren tidak dimasukkan sama sekali, Oleh karena itu mulai muncul
sikap diskriminatif pemerintah terhadap madrasah dan pesantren.
Seharusnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama (Depag)
berusaha membuka akses madrasah ke pentas nasional, karena memang
salah satu tujuan dari pembentukan Departemen Agama adalah untuk
memperjuangkan politik pendidikan Islam. Tetapi terlepas apakah tujuan itu
tercapai atau tidak, banyak yang menganggap Departemen Agama telah
banyak berbuat untuk memajukan madrasah. Hal itu bisa dilihat dari
berbagai kebijakan yang dibuat oleh Departemen Agama.
Salah satu kebijakan Departemen Agama terhadap madrasah yang
cukup mendasar adalah dibuatnya Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3
Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri,
dan Menteri Agama tentang “Peningkatan Mutu pendidikan pada
Madrasah” pada tahun 1975. Tulisan ini membahas hal-hal tersebut dengan
mengetahui materi pokok dari SKB 3 Menteri tahun 1975, serta implikasi
dari SKB 3 Menteri tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatar belakangi lahirnya SKB Menteri terkait Pendidikan
Islam?
iv
2. Bagaimana Implikasi SKB Menteri terhadap perkembangan Pesantren
di Indonesia
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya SKB Menteri terkait
Pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui Implikasi SKB Menteri terhadap perkembangan
Pesantren di Indonesia
v
BAB II
PEMBAHASAN
1
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h. 360.
1
organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, karena kebijakan ini akan
menghilangkan wewenang Menteri Agama di bidang pendidikan. Respons
itu ditunjukan antara lain oleh MP3A2 yang berpendapat bahwa yang paling
tepat untuk diserahi tanggungjawab dalam penyelenggaran pendidikan
madrasah adalah Depag, sebab Menteri Agamalah yang lebih tahu
konstelasi pendidikan Islam, bukan Mendikbud atau menteri-menteri yang
lain.
Munculnya reaksi dari umat Islam ini disadari oleh pemerintah Orde
Baru, kemudian pemerintah mengambil kebijakan yang lebih operasional
dalam kaitan dengan madrasah, yaitu melakukan pembinaan mutu
pendidikan madrasah. Sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan
madrasah inilah, pada tanggal 24 Maret 1975 dikeluarkan kebijakan berupa
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang ditandatangani oleh
Menteri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Menteri Dalam Negeri (Jend.
TNI Purn. Amir Machmud).
SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi
memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan
kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem
2
Lihat Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa: Tinjauan Kebijakan Publik terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Ngali Aksara, 2010), h. 111
3
Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan Implikasinya
Terhadap Dunia Pendidikan Islam, Jurnal Ta’allum, Volume 01, Nomor 2, Nopember 2013 : 135..
2
pendidikan nasional yang integratif. Sejumlah diktum dari SKB 3 Menteri
ini memang memperkuat posisi madrasah, yaitu:
3
4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah dan madrasah mengenai
sistem kredit, bimbingan karier, ketuntasan belajar dan sistem
penilaian adalah sama.
5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan
dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur
bersama oleh ke dua departemen tersebut.4
1. Aspek Lembaga
2. Aspek Kurikulum
3. Aspek Siswa
4
https://bahrululummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-dan.html
diakses pada tanggal 02 November 2023 pukul 19:46
5
Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan Implikasinya
Terhadap Dunia Pendidikan Islam, Jurnal Ta’allum, Volume 01, Nomor 2, Nopember 2013 : 133-144.
4
Dalam SKB Tiga Menteri ditetapkan bahwa: 1) ijazah siswa madrasah
mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat dan 2)
Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat Lulusan
madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum.
4. Aspek Masyarakat
SKB 3 Menteri telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai
pemerintah terlalu jauh mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama
dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat pembaruan di kalangan umat
Islam. Tentunya semua ini karena madrasah adalah wujud real dari
partisipasi masyarakat yang peduli pada nasib pendidikan anak bangsanya.
Tren pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkan pada
peningkatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan menuntut para
pengelola madrasah agar mampu terlepas dari berbagai ketergantungan.
Dengan kembali pada khittah madrasah sebagai lembaga pendidikan
berbasis masyarakat, maka hanya tinggal satu tahap yakni memberdayakan
partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
SKB Tiga Menteri ini merupakan salah satu tonggak terpenting dalam
intergrasi madrasah ke dalam mainstream pendidikan nasional, dan
sekaligus peningkatan kualitas SDM yang belajar pada madrasah dan
lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya. Lebih jauh lagi, kebijakan Tiga
Menteri ini pada hakikatnya merupakan langkah awal bagi “reintegrasi”
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum dalam madrasah, yang pada
gilirannya juga mengimbas pada lembaga-lembaga pendidikan Islam
lainnya.6
6
d. Adanya civil effect terhadap ijazah madrasah
Dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 34 tahun 1972 dan
Inpres No. 15 tahun 1974 ternyata menimbulkan reaksi keras umat Islam.
SKB 3 Menteri ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pendidikan madrasah. SKB 3 Menteri itu telah direalisasikan dengan
dikeluarkannya kurikulum baru pada tahun 1976. Terlepas dari kenyataan
bahwa banyak sekali madrasah yang tidak mengikuti kurikulum tersebut dan
tetap berusaha mempertahankan status madrasah sebagai lembaga
pendidikan yang mengajarkan agama Islam sebagai pengajaran pokok, SKB
ini sering dipuji banyak memiliki nilai positif antara lain:
1. Madrasah telah sejajar kedudukannya dengan sekolah-sekolah umum.
2. Mengakhiri reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu
jauh mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan
umat Islam.
3. Upaya untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem pendidikan
nasional
Dengan demikian, lahirnya SKB 3 Menteri ini tampaknya telah
dijadikan sumber inspirasi. Peristiwa dan langkah pada periode itu bisa
dipandang sebagai momen strategis bagi eksistensi dan perkembangan
madrasah pada masa berikutnya. Madrasah tidak saja tetap eksis dan
dikelola oleh Departemen Agama, tetapi sekaligus diposisikan secara
mantap dan tegas seperti halnya sekolah dalam sistem Pendidikan Nasional.
Akan tetapi, Ini jelas beban yang sangat berat dipikul oleh madrasah.
Di satu sisi ia harus tetap mempertahankan mutu pendidikan agama yang
menjadi ciri khasnya, di sisi lain ia dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pendidikan umum secara baik dan berkualitas supaya
sejajar dengan sekolah-sekolah umum.
Melihat kondisi madrasah ini, pemerintah seharusnya tidak lagi
menomorduakan madrasah, melainkan memperlakukannya dan
memperhatikannya secara khusus dan “jeli” agar madrasah dan siswanya
dapat mengejar ketertinggalannya. Mungkin pemerintah selama ini
7
berasumsi: "tanpa dibantu pun madrasah sudah dapat hidup". Asumsi ini
memang tidak terlalu salah, akan tetapi tidak seharusnya menjadi alasan
untuk tidak membantunya.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Anin, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 dan
Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam, Jurnal Ta’allum,
Volume 01, Nomor 2, Nopember 2013.
Putra Daulay, Haidar dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintasan
Sejarah, Jakarta : Prenada Media Grup, 2016.
8
Usa, Muslih, (edt.), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta
Yogyakarta : Tiara Wacana, 1991.
https://bahrululummunir.blogspot.com/2011/05/skb-3-menteri-tahun-1975-
dan.html diakses pada tanggal 02 November 2023 pukul 19:46
https://www.academia.edu/35037071/Makalah_Madrasah_SKB_Tiga_Menteri
diakses pada tanggal 02 November 2023 pukul 19:58