Anda di halaman 1dari 13

KEBIJAKAN PENDIDIKAN TENTANG SKB 3 MENTERI TAHUN 1975

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia

Dosen Pengampu:
Wiwin Rif’atul Fauziyati, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Rizaludin Ahlan (201200383)
2. Razulia Fatiha Wulandari (201200375)
3. Ria Agustina B. M (201200376)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa sejak awal diterapkannya sistem
madrasah di Indonesia pada sekitar awal abad ke-20, madrasah telah
menampilkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Identitas itu
tetap dipertahankan meskipun harus menghadapi berbagai tantangan dan
kendala yang tidak kecil, terutama pada masa penjajahan. Pada masa itu,
banyak sekali peraturan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial
Belanda yang pada keinginannya tidak lain adalah untuk mengontrol atau
mengawasi madrasah. Karena pemerintah takut dan lembaga pendidikan
tersebut akan muncul gerakan atau ideologi perlawanan yang akan
mengancam kelestartan pengganan mereka di bumi indonesia ini dan
dampak dan ketakutan yang berlebihan itu mencapai puncaknya banyak
madrasah yang ditutup karena dianggap melanggar ketentuan yang
digariskan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pemerintah RI tidak kalah perhatiannya terhadap madrasah atau
pendidikan Islam umumnya, terbukti juga dengan dibentuknya Departemen
Agama (Depag) pada 3 Januari tahun 1946 Dan salah satu kebijakan
Departemen Agama terhadap madrasah yang cukup mendasar adalah
dibuatnya Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Menten Dalam Negeri, dan Menteri Agama
tentang "Peningkatan Mutu pendidikan pada Madrasah pada tahun 1975,
Maka dari itu, dalam makalah ini akan membahas tentang SKB 3 Menteri
dengan batasan masalah meliputi tahimya, implikasi dan efektifitas dari
SKB 3 Menteri ini.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dikeluarkannya SKB 3 Menteri ?
2. Apa saja isi SKB 3 Menteri ?
3. Bagaimana implikasi SKB 3 Menteri ?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui sejarah dikeluarkannya SKB 3 Menteri
2. Mengetahui isi dari SKB 3 Menteri.
3. Mengetahui impikasi dari SKB 3 Menteri

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnys SKB 3 Menteri Tahun 1975


Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pertama yang
dikeluarkan pemerintah setelah kemerdekaan, yakni Undang-Undang No.4
tahun 1950, sebelum secara spesifik memberikan ketentuan khusus dalam
hal pengaturan terhadap lembaga pendidikan Islam. Meskipun demikian,
undang-undang ini telah memberikan pengakuan terhadap kedudukan
sekolah agama (madrasah).

Sebelum ditetapkannya undang-undang tersebut, menteri agama


telah mengeluarkan ketentuan yang memberikan pengakuan terhadap
madrasah sebagai salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam, yakni
Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946. Peraturan ini membagi tingkat
madrasah menjadi dua tingkatan yakni madrasah tingkat rendah yang lama
belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dengan usia anak didik antara 6 sampai
15 tahun dan madrasah tingkat lanjut dengan lama pendidikan sekurang-
kurangnya 3 tahun dengan usia anak didik sekurang-kurangnya 11 tahun ke
atas.1

Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946 kemudian


disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No.7 tahun 1952 yang
berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia peraturan ini membagi
jenjang madrasah menjadi 3 tingkatan yaitu MI dengan masa belajar 3
tahun, MTs dengan masa belajar 3 tahun, dan MA dengan masa belajar 3
tahun. Selain dengan mengeluarkan peraturan mengenai pendidikan di

1
Nur Hayati Djamas, Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2009), 179.

3
madrasah juga dilakukan penegrian madrasah yang semula dikelola
pemerintah di daerah Aceh, Lampung, dan Surakarta. Penegrian madrasah
mulai dihentikan pada tahun 1970 berdasarkan Keputusan Menteri Agama
No.213 tahun 1970. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan
pendidikan di madrasah mengalami kemajuan yang diwujudkan dengan
bertambahnya jumlah madrasah negeri di seluruh Indonesia.

Selain perkembangan kuantitatif seperti itu, madrasah juga


mengalami perubahan bentuk yang mana awalnya pendidikan madrasah
memusatkan pada transisi pengetahuan keagamaan, kemudian perubahan
eksistensi sebagai sekolah umum yang berciri keagamaan dan dengan
sendirinya harus melaksanakan kurikulum sekolah umum. Namun
masyarakat tetap memerlukan lembaga pendidikan yang memberikan
secara khusus pengetahuan keislaman. Untuk merespon kebutuhan
masyarakat tersebut, Departemen Agama membentuk Madrasah Aliyah
Program Khusus (MAPK) yang mengkhususkan pada kurikulum
pengetahuan agama guna mempersiapkan para ahli di bidang agama.

Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk


memperkuat keberadaannya, namun di awal-awal tahun 1970-an, justru
kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari
bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang
ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa
Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 1972 tentang "Tanggung Jawab
Fungsional Pendidikan dan Latihan". Selanjutnya Keppres ini dipertegas
oleh Inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dengan
Keppres dan Inpres ini, penyelenggaraan Pendidikan umum dan kejuruan
sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab Mendikbud. Secara implisit
ketentuan ini mengharuskan diserahkannya penyelengaraan pendidikan

4
madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional kepada
Depdikbud2

Kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan umat Islam ini


menimbulkan respons dan kegelisahan tokoh-tokoh Islam dan organisasi-
organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, karena kebijakan ini akan
menghilangkan wewenang Menteri Agama di bidang pendidikan. Respons
itu ditunjukan antara lain oleh MP3A yang berpendapat bahwa yang paling
tepat untuk diserahi tanggung jawab dalam penyelenggaran pendidikan
madrasah adalah Depag, sebab Menteri Agamalah yang lebih tahu
konstelasi pendidikan Islam, bukan Mendikbud atau menteri-menteri yang
lain.

Melihat reaksi kalangan Islam yang menolak keputusan presiden


tersebut akhirnya dilaksanakan sidang kabinet terbatas yang dilaksanakan
dengan "SKB 3 Menteri" tahun 1975 tentang "Peningkatan Mutu
Pendidikan Madrasah".3

Melihat fenomena lahirnya SKB 3 Menteri diatas sesungguhnya


menarik untuk dikaji bahwa kebijakan yang berupa SKB ini merupakan
pada tanggal 26 November 1974. Berdasarkan petunjuk presiden tersebut
akhirnya dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Mentri pada tanggal 24
Maret 1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan
Mentri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Macmud) yang dikenal

2
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 360

3
Op. Cit. hlm 180-188.

5
"keputusan politik" atau "solusi politik" pemerintah dalam
menyikapi penyelenggaran pendidikan madrasah. Terlepas bahwa SKB 3
Menteri ini dapat juga dianggap sebagai tonggak sejarah modernisasi
madrasah. Dengan lahirnya SKB ini pula dikotomi dua macam pendidikan
agama dan umum melahirkan dualisme pendidikan di Indonesia semakin
kuat.4

Inti dari SKB tersebut adalah agar secara lintas departemental


dilakukan usaha bersama untuk meningkatan mutu pendidikan pada
madrasah sehingga tingkat kualitas pengetahuan umum siswa madrasah bisa
mencapai tingkat yang sama dengan tingkat mata pelajaran umum siswa
sekolah umum yang sederajat5.

B. Isi SKB 3 Menteri


Adanya respon keras masyarakat Muslim ini dirasakan
pemerintahan Orde Baru. terkait dengan Kepres 34/1972 dan Inpres
15/1974, pemerintahan Orde Baru mengambil sebuah langkah kebijakan
mengenai madrasah. Pemerintah dalam upaya peningkatan mutu madrasahp
pada tanggal 24 Maret 1975 mengeluarkan kebijakan melalui Surat
Keputusan Bersama (SKB), yang ditandatangani oleh 3 Menteri, yakni
Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam
Negeri. SKB ini tercantum dalam kebijakan nomor: 6 tahun 1975, Nomer:
037/U/1975, DAN Nomor: 36 Tahun 1975 tentang Peningkatan Mutu
Pendidikan Pada Madrasah. Dalam SKB 3 Menteri ini yang
menandatangani ada 3 orang menteri, antara lain: Dr. H. A. Mukti Ali
(Menteri Agama), Dr. Sjarif Thajeb ( Menteri Pendidikan dan Kebudayaan),

4
Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca Skb 3 Menteri Tahun 1975 dan
Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam (Jurnal Taallum Vol 1 No. 2. 2013. Hlm 136.

5
Amin Haedari, Spektrum Baru Pendidikan Madrasah (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI, 2010), 74-75.

6
dan H. Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri) pada tanggal 24 Maret
1975.
Secara umum SKB 3 Menteri terdiri dari 7 bab dan 8 Pasal. Dari
tujuh bab menjelaskan tentang:
1. Bab 1, Ketentuan Umum, memuat 1 pasal dan 2 ayat,
2. Bab 2, Tujuan peningkatan, memuat 1 pasal dan 1 ayat,
3. Bab 3, Bidang-bidang peningkatan pendidikan, memuat 1 pasal 3
ayat.
4. Bab 4, pembinaan memuat 1 pasal 3 ayat.
5. Bab 5, bantuan pemerintah, memuat 1 pasal 2 ayat.
6. Bab 6, pembiayaan, memuat 1 pasal dan 1 ayat.
7. Bab 7, ketentuan Penutup, memuat 2 pasal 2 ayat. Bab 1, mengatur
tentang ketentuan umum.
Di Pasal 1 ayat (1) yang disebut madrasah dalam SKB 3 Menteri ini
adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam
sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurang 30 % di
samping mata pelajaran umum, (2) Madrasah meliputi tiga tingkatan yakni
: Masrasah Ibtidaiyah, setingkat SD, Madrsasah Tsanawiyah, sederajat
dengan SMP, dan Madrasah Aliyah, sederajat dengan SMA.
Bab 2, menjelaskan tentang Tujuan peningkatan, maksud dan tujuan
peningkatan mutu pendidikan madrasah adalah supaya tingkatan mata
pelajaran umum dari madrasah mencapai tingkatan yang setara dengan mata
pelajaran umum di sekolah umum yang sederajat, yang bertujuan adanya
persamaan nilai ijazah madrasah dengan lembaga yang sederajat.
Sementara, pada Bab 3, terkait bidang-bidang peningkatan pendidikan.
Yang ditegaskan pada Pasal 3 ayat 1 bahwa peningkatan mutu pendidikan
pada madrasah meliputi bidang-bidang :Kurikulum, buku pelajaran, alat
pendidikan dan sarana pendidikan pada umumnya dan pengajar.
Pada Bab 4 (Pasal 4) sebagai berikut: (a) pengelolahan Madrasah
dilakukan oleh Menteri Agama, (b) Pembinaan mata pelajaran Agama pada
madrasah dilakukan oleh Menteri Agama, dan (c) pembinaan dan

7
pengawasan mutu pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, bersama-sama menteri Agama serta Menteri
Dalam Negeri. Kemudian yang mengatur terkait bantuan pemerintah
dijelaskan pada Bab 5 (Pasal 5), bahwa (a) dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan pada madrasah pemerintah memberikan bantuan: di
bidang peengajaran umum ,berupa buku-buku mata pelajaran pokok dan
alat-alat pendidikan lainnya; di bidang pengajar, berupa penataran dan
perbantuan pengajar; di bidang sarana fisik, berupa pembangunan gedung
sekolah; (b) pelaksanaan bantuan yang dimaksud dalam ayat (1) di atas,
diatur bersama oleh Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan serta Menteri Dalam Negeri. Untuk masalah yang terkait
dengan pembiayaanya dijelaskan pada Bab 6 (Pasal 6), ditetapkan bahwa
pengeluaran untuk pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Surat
Keputusan Bersama ini dibebankan kepada anggaran Departemen Agama,
sedangkan yang berupa bantuan, sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 di
atas dibebankan kepada anggaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dan/atau Anggaran Departemen Dalam Negeri.
Selanjutnya masing-masing menteri segera menindaklanjuti SKB 3
Menteri ini. Menteri Agama Dr. H. A. Mukti Ali menindaklanjuti dengan
menggeluarkan keputusan Menteri Agama Nomor 70 ahn 1976 tentang
Persamaan/Derajat Madrasah dengan Sekolah Umum tertanggal 15
Desember 1976 dan keputusan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1977
tentang Persamaan Ijazah Madrasah Swasta dengan Ijazah Madrasah Negeri
tertanggal 26 Januari 1977. Kemudian munculnya kurikulum 1984, upaya
untuk menyempurnakan kurikulum 1975 (SKB), para pengelola madrasah
cukup senang dikarenakan munculnya keputusan bersama antara Menteri
Agama dan Menteri P dan K No. 0299/U/1984 (Dikbud); 045/1984 (Depag)
tahun 1984 tentang pengakuan pembakuan kurikulum sekolah umum dan
kurikulum madrasah yang berisikan kebolehan atau izin terhadap lulusan
madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah umum yang lebih tinggi.
Ini menunjukkan pengakuan yang resmi dari pemerintah terhadap

8
kesetaraan dan kemampuan ilmiah antara madrasah dan sekolah umum di
Indonesia. Walaupun pelaksanaan SKB tersebut masih mengalami
hambatan dan kekurangan namun inti dan jiwa SKB tersebut merupakan
perjuangan dari Depag dan Dikbud.
Hakikat dari SKB 2 menteri ini ialah :
1. Kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah terdiri program
inti dan program khusus.
2. Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah
umum dan madrasah secara kualitatif sama.
3. Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal
kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi
sekolah/madrasah tingkat menengah atas,.
4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah
mengenai sistem kredit, bimbingan karir, ketuntasan belajar, dan
sistem penilaian adalah sama,
5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana
pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum, akan
diatur bersama oleh kedua Departemen yang bersangkutan. 6
C. Implikasi SKB 3 Menteri
1. Aspek Lembaga
Madrasah yang dianggap sebagai lembaga pendidikan
tradisional, telah berubah dan membuka peluang bagi kemungkinan
siswa-siswa Madrasah memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern.
Lebih dari itu Madrasah juga telah mendapat pengakuan yang lebih
mantap bahwa Madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan
internasional yang pengelolaannya di bawah naungan Kementerian
agama. Dan secara tidak langsung hal itu telah memperkuat dan
memperkokoh posisi Kemenag dalam struktur pemerintahan, karena
telah ada legitimasi politik pengelolaan madrasah.
2. Aspek kurikulum

6
Sudarsono. Kebijakan Pendidikan Islam Di Madrasah. STAI Denpasar Bali.

9
Karena diakui sejajar dengan sekolah umum maka komposisi
kurikulum Madrasah harus sama dengan sekolah. Efeknya adalah
bertambahnya beban yang harus dipikul oleh madrasah. Di satu pihak ia
harus memperbaiki mutu pendidikan umum setara dengan standar yang
berlaku di sekolah, di lain pihak bagaimanapun juga Madrasah harus
menjaga agar mutu pendidikan agamanya tetap baik.
3. Aspek siswa
Dalam SKB tiga menteri bahwa: 1. Ijazah siswa Madrasah
mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umumnya setingkat dan 2.
Siswa Madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat
lulusan Madrasah dapat menlanjutkan ke sekolah umum.
4. Aspek masyarakat
SKB 3 menteri telah mengakhiri reaksi keras umat Islam yang
menilai pemerintah terlalu jauh mengintervensi kependidikan Islam yang
telah lama dipraktikkan umat Islam atas dasar semangat pembaruan di
kalangan umat Islam. Tentunya semua ini karena Madrasah adalah wujud
real dari partisipasi masyarakat yang peduli pada nasib pendidikan anak
bangsanya. Tren pengelolaan pendidikan yang semakin menitikberatkan
pada peningkatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya akan
menuntut para pengelola Madrasah agar mampu terlepas dari berbagai
ketergantungan. Dengan kembali pada kitah madrasah sebagai lembaga
pendidikan berbasis masyarakat, maka hanya tinggal satu tahap yakni
memberdayakan partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien.7

7
Anin Nurhayati, Fenomena Madrasah Pasca SKB 3 Menteri Tahun 1975 Dan
Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam, (Jurnal Ta’alum, 01(02), Nopember 2013), 141-
142

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :

Pada tanggal 26 November 1974 berdasarkan petunjuk presiden tersebut


akhirnya dikeluarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri pada tanggal 24 Maret
1975, antara lain Mentri Agama (Prof. Dr. Mukti Ali), Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan Mentri Dalam Negeri
(Jend. TNI Purn. Amir Macmud). Hakikat dari SKB 2 menteri ini ialah :

1. Kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah terdiri program inti


dan program khusus.
2. Program inti dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum
dan madrasah secara kualitatif sama.
3. Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal
kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi bagi
sekolah/madrasah tingkat menengah atas,
4. .Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah
mengenai sistem kredit, bimbingan karir, ketuntasan belajar, dan sistem
penilaian adalah sama,
5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana pendidikan
dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum, akan diatur bersama
oleh kedua Departemen yang bersangkutan

Implikasi dari SKB 3 Menteri ini mencakup aspek lembaga,


kurikulum, siswa dan masyarakat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djamas , Nur Hayati. 2009. Dinamika Pendidikan Indonesia Pascakemerdekaan .


Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal.179.
Haedari ,Amin.2010. Spektrum Baru Pendidikan Madrasah . Jakarta: Badan
Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Hal.74-75.
Nizar ,Samsul.2007. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana.hal. 360
Nurhayati ,Anin. 2013. Fenomena Madrasah Pasca Skb 3 Menteri Tahun 1975 dan
Implikasinya Terhadap Dunia Pendidikan Islam . Jurnal Taallum Vol 1 No.
2. Hlm 136
Sudarsono. Kebijakan Pendidikan Islam Di Madrasah. STAI Denpasar Bali.

12

Anda mungkin juga menyukai