Oleh :
PROGRAM PAI
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Talak dan
Jenis-Jenisnya tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Fiqh.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Talak
dan Jenis-Jenisnya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................3
A. Definisi Talak..............................................................................................................3
B. Hukum Talak...............................................................................................................3
C. Macam-Macam Talak..................................................................................................5
D. Rukun Talak................................................................................................................7
E. Syarat Talak...............................................................................................................10
F. Talak yang Tidak Sah................................................................................................10
BAB III................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................13
A. Kesimpulan................................................................................................................13
B. Saran..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dari syari’at Islam adalah tentang perkawinan, talak, cerai, dan
rujuk. Keempat hal ini sudah diatur dalam hukum Islam, baik dalam al-Qur’an
maupun dalam Hadits Rasulullah SAW. Perkawinan merupakan peristiwa
yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat
Islam yang melakukan perkawinan.
Selanjutnya tentang masalah talak, hal ini juga tidak jarang kita jumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Kita lihat di televisi banyak para artis yang
melaporkan istrinya ke KUA lantaran hal sepele, dan dengan mudahnya
mengucapkan kata talak. Padahal dalam al-Qur’an sudah jelas bahwa
perbuatan yang paling di benci Allah adalah talak. Dari sini jika kita
menengok kejadian-kejadian yang menimpa suami istri yang bercerai maka
patut kita bertanya ada apa di balik semua itu.
Kita ketahui bahwa tindak lanjut dari talak itu sendiri akan berakibat
perceraian. Dan hal itu akan menambah penderitaan dari kaum itu sendiri jika
melakukan sebuah perceraian. Tetapi hukum Islam disamping menentukan
hukum juga memberikan alternatif jalan keluar yang bisa ditempuh oleh
pasangan suami istri jika ingin mempertahankan hubungan pernikahan
mereka. Hal itu bisa di tempuh dengan melakukan rujuk dan menyesali
perbuatan yang telah di lakukan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
1. Mengetahui definisi talak.
2. Mengetahui hukum talak.
3. Mengetahui macam-macam, rukun, dan syarat-syarat talak.
4. Mengetahui talak yang tidak sah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Talak
B. Hukum Talak
3
"Sesungguhnya talak itu adalah ditangan yang menerima ikatan perjanjian
(yaitu suami)", adapun istri tidak ada hak baginya untuk mentalak bahkan
berdasarkan sabda Rasulullah SAW "Perempuan mana saja yang meminta
talak pada suami tidak dibenarkan yang membenarkan maka haram baginya
aroma syurga (H.R Abu Daud 1947, dan At-Tirmidzi).
“Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah Talak.” (HR. Abu
Dawud dan Ibnu Majah dan dianggap shohih oleh Imam Al-Hakim)
4
suami, dan lain sebagainya. Sehingga tujuan pernikahan yang diinginkan
tidak tercapai sama sekali.
4. Sunnah. Hukum talak akan menjadi sunnah apabila keadaan rumah tangga
sudah sulit dipertahankan, dan apabila dipertahankan akan lebih banyak
bahayanya, misalnya seorang istri tidak mau atau lalai dalam menjalankan
hak – hak Allah SWT, seperti sholat, puasa, dan lain sebagainya. Setelah
beberapa kali diperintahkan agar jangan melalaikan perintah Allah SWT,
namun seorang istri tetap tidak menghiraukannya, maka suami
disunnahkan untuk menceraikannya. Sebab, hal tersebut akan merugikan
kehidupan beragama mereka, yang merupakan inti dari kebahagiaan
sejati.
C. Macam-Macam Talak
Dilihat dari segi kondisi istri yang ditalak, maka talak terbagi menjadi 2
macam, yaitu :
1. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami pada istrinya dalam
keadaan suci dan tidak disetubuhi dalam masa suci itu.
2. Talak Bid’ah, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya
dalam keadaan menstruasi (haid) atau dalam keadaan suci tetapi telah
disetubuhi saat dijatuhkan talak.
Jumhur Ulama telah sepakat mengatakan, bahwa talak sunni adalah talak
yang dianggap halal. Sedangkan talak bid’ah hukumnya haram, namun sah
talaknya.
Dilihat dari boleh atau tidaknya suami merujuk atau kembali kepada
istrinya, maka talak dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Talak Roj’I, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya berupa
talak kesatu atau kedua kali atas inisiatif suami. Talak ini memberi hak
kepada suami untuk merujuk atau kembali kepada istrinya yang telah
ditalak dengan atau cukup mengatakan “Aku telah merujukmu kembali”
tanpa melalui akad nikah baru, jika istri dalam masa iddah, dan
5
disunnahkan pada saat rujuk tersebut menghadirkan dua orang saksi yang
adil. Jika masa iddahnya telah berakhir dan suami belum merujuknya,
maka dengan demikian telah terjadi talak ba’in terhadapnya.
2. Talak Ba’in, yaitu talak yang tidak memberikan hak kepada suami untuk
merujuk atau kembali kepada istrinya kecuali melalui akad nikah baru.
Talak Ba’in dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Talak Ba’in Sughro. Misalnya talak pertama atau kedua yang didahului
oleh tebusan (iwadl) dari pihak istri, atau talak terhadap istri yang
belum pernah dikumpuli. Suami yang menjatuhkan talak ba’in sughro
tidak boleh merujuk atau kembali kepada istrinya kecuali dengan akad
nikah yang baru.
b. Talak Ba’in Kubro, yaitu talak yang ketiga kali. Talak ini
menyebabkan suami tidak boleh merujuk istrinya, kecuali istri yang
ditalak telah menikan dengan laki – laki lain setelah keduanya
berhubungan intim kemudian bercerai dengan talak ba’in kubro dan
telah habis masa iddahnya.
1. Talak Munjaz dan Mu’allaq. Talak Munjaz yaitu talak yang diberlakukan
kepada istri tanpa adanya penangguhan. Misalnya seorang suami
6
mengatakan kepada istrinya “Kamu telah dicerai”. Maka istri telah ditekan
dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Sedangkan talak Mu’allaq
adalah talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu perbuatan yang
akan dilakukan oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti suami
mengatakan kepada istrinya “Jika kamu berangkat kerja, berarti kamu
telah ditalak”. Maka talak tersebut berlaku sah dengan keberangkatan
istrinya untuk kerja.
2. Talak Takhyir dan Tamlik. Talak Takhyir adalah dua pilihan yang
diajukan oleh suami kepada istrinya, yaitu melanjutkan rumah tangga atau
bercerai. Jika si istri memilih bercerai, maka berarti ia telah ditalak.
Sedangkan talak Tamlik adalah talak dimana seorang suami mengatakan
kepada istrinya “Aku serahkan urusanmu kepadamu” atau “ Urusanmu
berada ditanganmu sendiri”. Jika dengan ucapan itu istrinya mengatakan
“Berarti aku telah ditalak”, maka berarti ia telah ditalak satu Raj’i. Imam
Malik dan sebagian ulama lainnya berpendapat, bahwa apabila istri yang
telah diserahi tersebut menjawab “Aku memilih talak tiga”, maka ia telah
ditalak Ba’in oleh suaminya. Dengan talak tiga ini, maka si suami tidak
boleh rujuk atau kembali kepada istrinya, kecuali setelah mantan istrinya
dinikahi oleh laki-laki lain.
3. Talak Wakalah dan Kitabah, yaitu jika seorang suami mewakilkan kepada
seseorang untuk mentalak istrinya atau dengan menuliskan surat kepada
istrinya yang memberitahukan perihal perceraiannya, lalu istrinya
menerima hal itu, maka ia telah ditalak.
4. Talak Haram, yaitu apabila suami mentalak istrinya dalam satu kalimat
atau mentalak dalam tiga kalimat, akan tetapi dalam satu majelis. Seperti
jika suami mengatakan kepada istrinya “kamu ditalak tiga”. Atau
mengatakan “Kamu aku talak, talak dan talak”. Menurut Ijma’ Ulama,
talak seperti ini diharamkan. Dalil yang melandasinya adalah Hadist
Rasulullah SAW mengenai seorang laki – laki yang mentalak tiga istrinya
dalam satu kalimat. Lalu beliau berdiri dan marah seraya mengatakan
“Apakah Kitab Allah hendak dipermainkan, sedang aku masih berada di
7
tengah – tengah kalian?” Hingga ada seseorang berdiri seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, izinkan aku membunuhnya” (HR. Nasa’i)
D. Rukun Talak
1. Suami. Hak talak hanya dimiliki oleh laki-laki karena ia lebih bisa
mengendalikan emosi, dan lebih sanggup memikul beban-beban
kehidupan. Sehingga, seorang laki-laki tidak tergesa-gesa ketika harus
menjatuhkan talak kepada istrinya. Ia lebih bisa mendahulukan akal
daripada perasaan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
ِ ق لِ َم ْن ٲَ َخ َذ بِااس
َّاق ُ ٳِنَّ َما الطَّاَل
“Talak itu hanyalah bagi yang mempunyai kekuatan (suami).” (HR. Ibnu
Majah dan Daruquthni)
2. Istri. Istri dikenai hukum talaq bila berada dalam empat keadaan. Pertama,
benar-benar ada hubungan pernikahan diantara keduanya (suami
istri). Kedua, seorang istri masih berada dalam masa iddah talak roj’i atau
ba’in sughra. Ketiga, seorang istri berada dalam masa iddah perceraian
yang diakui oleh syari’at. Keempat, seorang istri berada dalam masa iddah
fasakh yang diakui oleh syari’at.
3. Sighat Talaq, yaitu lafal yang menyebabkan terputusnya hubungan
pernikahan, baik secara jelas (sharih) maupun sindiran (kinayah) dengan
syarat harus disertai dengan adanya niat. Namun demikian, tidak cukup
hanya dengan niat saja, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW :
ت بِ ِه ٲَ ْنفُ َسهَا َمالَ ْم يَتَ َكلَّ ُموا ٲَوْ يَ ْع َملُوابِ ِه
ْ َٳِ َّن هللَ تَ َجا َو َزلُِئا َّمتِي َما َح َّدث
“Sesungguhnya Allah memberikan ampunan bagi umatku apa – apa yang
terdetik di dalam hati mereka, selama mereka ucapkan atau kerjakan.”
(Muttafaqun ‘Alaih)
Secara umum, sighat talak terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Mutlak. Sighat mutlak adalah lafal yang telah diucapkan tanpa syarat
apapun. Sighat Mutlak dibagi menjadi dua, yatitu sharih (jelas) dan
kinayah (sindiran). Mutlak sharih adalah lafal talak yang dapat
dipahami maknanya saat diucapkan, dan tanpa mengandung makna
lain. Lafadz sharih tidak membutuhkan niat. Hanya saja lebih utama
8
jika disertai dengan kata “istri”. Misalnya, seorang laki-laki
mengatakan, “Istriku saya talak”.
Mutlak kinayah adalah lafal talak yang mengandung banyak makna,
sehingga bisa ditakwilkan dengan makna yang berbeda-beda. Lafadz
talak yang tergolong kinayah terbagi menjadi dua, yaitu
kinayah Zhahirah dan Muhtamilah. Kinayah zhahirah adalah sindiran
yang jelas. Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya
“Beriddahlah”. Maka, kata-kata tersebut termasuk dalam kategori
kinayah zhahirah, yaitu sindiran yang hampir bisa dipastikan
maksudnya adalah talak. Sedangkan kinayah muhtamilah adalah
sindiran yang mengandung banyak makna (multi tafsir). Misalnya,
seorang laki-laki mengatakan kepada istrinya, “Saya melepaskanmu”.
Imam Malik mengatakan bahwa kinayah muhtamilah itu tergantung
kepada niat. Jika seseorang meniatkan talak, maka keduanya harus
dipisahkan. Sedangkan jika tidak meniatkan talak maka keduanya
masih sah sebagai suami istri.
Jumhur ulama mengatakan bahwa kinayah muhtamilah yang
diucapkannya itu sama sekali tidak menyebabkan talak.
b. Muqayyad. Kadang-kadang seorang laki-laki mengucapkan lafal talak
kepada istrinya dengan embel-embel kata tertentu berupa syarat atau
pengecualian.
Berapa hal yang biasanya dijadikan sebagai syarat dan pengecualian
dalam talak, yaitu :
1) Kehendak. Salah satu syarat atau pengecualian yang disandingkan
dengan lafal talak adalah kehendak, baik kehendak Allah maupun
kehendak Manusia. Misalnya, seorang laki-laki berkata kepada
istrinya, “Engkau saya talak, jika Allah berkehendak”.
2) Perbuatan di Masa Depan. Biasanya, ketika seseorang mengaitkan
lafal talak dengan perbuatan yang akan terjadi di masa depan maka
ia tidak bisa dilepaskan dari tiga perkara. Pertama, perbuatan yang
mungkin atau tidak mungkin terjadi. Misalnya, seorang laki-laki
9
berkata kepada istrinya, “Jika Umar masuk kerumah, maka engkau
akan ditalak”.
Syarat ini mungkin terjadi dan mungkin juga tidak akan terjadi.
Kedua, perbuatan yang pasti terjadi. Misalnya, seorang suami
mengatakan kepada istrinya, “ Jika matahari terbit maka engkau
akan ditalak”. Ketiga, perbuatan yang biasanya terjadi. Misalnya,
seorang suami mengatakan kepada istrinya, “ Jika engkau haid
maka engkau akan ditalak”.
E. Syarat Talak
10
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum talak yang diucapkan oleh
seorang suami yang dipaksa melakukannya adalah tidak sah, dan tidak
mengakibatkan terjadinya perceraian. Madzhab Syafi’i termasuk dalam
kelompok ini, hanya saja mereka membedakan antara ada atau tidaknya
niat didalamnya. Talak yang dipaksa dan dilandasi oleh niat maka
hukumnya sah. Sebaliknya, jika talak yang dipaksa tersebut tidak
mengandung unsur niat maka talaknya tidak sah.
2. Talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk. Para ulama berbeda
pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk.
Jumhur ulama mengatakan bahwa talak yang diucapkan oleh orang yang
mabuk hukumnya sah. Alasannya, mabuk yang dialaminya adalah
perbuatan dan keinginan sendiri.
Imam asy-Syaukani Rahimakumullah mengatakan, “orang yang mabuk
dan tidak bisa menggunakan akalnya maka talaknya tidak sah, karena tidak
adanya ‘illat yang menyebabkan sahnya talak. Syariat telah menentukan
hukum talak bagi orang yang mabuk. Sehingga, akal kita tidak boleh
melangkahinya dengan mengatakan bahwa hukum talak orang tersebut
adalah sah.”
3. Talak yang diucapkan oleh orang yang sedang marah. Berdasarkan
penelitian yang mendalam, ada tiga jenis atau tingkatan kemarahan :
a. Orang yang sedang marah sampai akalnya tidak berfungsi, kemudian
ia menjatuhkan talak kepada istrinya, maka talaknya tidak sah dan
tidak menyebabkan perceraian diantara keduanya. Biasanya, orang
yang sedang marah besar tidak menyadari apa yang diucapkan, karena
ia sudah dikuasai emosi dan nafsu.
b. Kedua, marah yang terkendali sehingga akal seseorang yang
mengalaminya masih berfungsi dengan baik. Para ulama sepakat
bahwa orang yang mengucapkan talak dalam keadaan marah seperti
ini, hukumnya sah dan keduanya harus dipisahkan.
c. Ketiga, marah yang berada di antara keduanya, yaitu antara berlebih-
lebihan dan terkendali. Para ulama sepakat bahwa orang yang
11
menjatuhkan talak dalam keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan
kedua pasangan harus dipisahkan.
4. Talak yang diucapkan tanpa niat (kesengajaan). Para ulama berbeda
pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh seseorang tanpa
sadar atau unsur kesengajaan. Jumhur ulama berpendapat bahwa talak
yang diucapkannya adalah sah, dan keduanya harus dipisahkan. Hal
tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius,
yaitu nikah, talak, dan rujuk”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).
Sedangkan menurut Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, serta salah satu
pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik bin Anas menegaskan bahwa
talak yang diucapkan tanpa adanya unsur kesengajaan maka hukumnya
tidak sah, dan keduanya tetap berada dalam ikatan tali pernikahan. Oleh
karena itu, talak yang tidak mengandung unsur kesengajaan hanyalah
permainan yang tidak terkena sanksi hukum. Pendapat ini Didasarkan pada
Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang
pentingnya Azam (keinginan/niat). Berikut:
َ َوٳِ ْن َع َز ُموْ ااطَّ ٰل
ق فَٳ ِ َّن هللاَ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم
“Dan, jika mereka berazam (berketetapan hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-
Baqarah [2]: 227)
Termasuk dalam kategori ini adalah talak yang dijatuhkan oleh seseorang
yang lupa atau lalai. Rasulullah SAW juga bersabda, “Amalan itu
tergantung pada niat”.
5. Talak yang diucapkan oleh orang yang terkejut. Dalam kehidupan sehari –
hari kita sering menjumpai orang yang latah. Sehingga, ia mudah
mengatakan ucapan sesuatu tanpa sadar, dan terjadi secara spontan. Dalam
keadaan seperti ini, talak yang diucapkannya adalah tidak sah, dan
keduanya tetap berada dalam ikatan pernikahan.
6. Talak yang diucapkan oleh anak kecil. Imam Malik berpendapat talak
yang diucapkan oleh anak kecil tidak berlaku sampai ia mencapai usia
12
baligh. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa talak yang diucapkan
anak kecil tidak berlaku sampai umurnya mencapai dua belas tahun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
Menyarankan agar dapat memahami dan mengerti betapa baiknya
mempelajari tentang permasalahan talaq (perceraian) dalam hidup ini, sebab
barangkali disuatu saat kita berada dalam permasalahan tersebut. Serta
menyarankan agar saling membina dan membimbing antar keluarga
agar terjalin hubungan yang harmonis untuk menghindari diri dan keluarga
dari perceraian.
DAFTAR PUSTAKA
https://ahlussunnahkendari.com/ahkamut-thalaq-hukum-hukum-thalaq/ (diakses
tanggal 25 November 2022)
Kamal, Syaikh Abu Malik. 2010. Shahi Fiqih Sunnah. Saudi Arabia:Al Maktabah
At Taufiqiyah
14