Anda di halaman 1dari 15

PUTUSNYA PERNIKAHAN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih III

Dosen Pengampu:

Muh. Mahmud Fathoni M.Pd

Disusun oleh:

Ida Varidhotun Navida ( 202107501011309)

Nabilatul Afifah (202107501011255)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF MAGETAN

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesikan tugas penulisan makalah mata kuliah “FIQIH III”.
Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita
nantikan kelak. Penulisan makalah berjudul “PUTUSNYA PERNIKAHAN” dapat
diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan, terutama pada


bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan
makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Magetan, 15 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan .....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................2

A. Pengertian Putusnya Pernikahan .............................................................................2


B. Talak .......................................................................................................................2
C. Khulu’ .....................................................................................................................5
D. Fasakh .....................................................................................................................8

BAB III PENUTUP ............................................................................................................11

A. Kesimpulan .............................................................................................................11
B. Saran .......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perceraian merupakan suatu permasalahan yang mendapat kajian mendalam
pada fiqih khususnya pada fiqih munakahat. Dalam kajian tersebut permasalah
perceraian mendapat porsi yang cukup besar, sebabselain tentang tata cara perceraian
juga mengatur tentang akibat dari putusnya perkawinan tersebut. Akibat hukum yang
timbul dari perceraian merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suami
istri yang bersepakat untuk memutuskan ikatan mereka. Dalam makalah sederhana ini
akan dijelaskan secara singkattentang putusnya perkawinan menurut perspektif fiqih
dan hukum positifyang berlaku di beberapa negara Islam dan tentunya di Indonesia
sendiri.Akan nampak perbandingan tentang ketentuan perceraian tersebut oleh masing-
masing negara, baik negara yang memberlakukan syari’at Islam
maupun negara yang memberlakukan hukum Islam terkhusus kepada peraturan
perkawinan di negara tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu talak dan ada berapa macam talak?
2. Apa Hukum talak?
3. Apa saja rukun dan syarat talak, dan apa sighat talak?
4. Apa itu khulu’ dan apa hukumnya?
5. Bagaimana cara menjatuhkan khulu’
6. Apa itu Fasakh dan bagaimana cara menjatuhkan fasakah?
7. Apa saja bentuk bentuk dan akibat dari fasakh?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian talak berserta macamnya.
2. Untuk mengetahui hukum talak, beserta rukun, syarat dan sighatnya.
3. Untuk mengetahui apa itu khulu’ beserta hukumnya.
4. Untuk mengetahui cara menjatuhkan kkhulu’
5. Untuk mengetahui pengetian fasakh beserta cara menjatuhkannya.
6. Untuk mengetahui bentuk dan akibat dari fasakh.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusnya Pernihakan

Perceraian merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-
istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-
istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal serumah bersama, karena tidak ada ikatan yang resmi.

Secara etimologi perceraian berasal dari kata “cerai”. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia “cerai” merupakan kata kerja yang berarti pisah; putus hubungan sebagai suami
isteri; talak. Sedangkan perceraian berarti perpisahan; perihal bercerai (antara suami isteri);
perpecahan.

Menurut Subekti perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.

Perceraian dalam istilah fiqh juga sering disebut “furqah” yang artinya “bercerai”,
yaitu“lawan dari berkumpul.

B. Thalak

Menurut pengertian bahasa talak memiliki arti melepaskan ikatan dan membebaskan,
Adapun secara istilah talak memiliki pengertian memutuskan atau membatalkan ikatan
pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak ba’in) maupun
pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj’i) dengan menggunakan
lafad tertentu.

Hukum Talak

Hukum-hukum talak adalah sebagai berikut:

1. Wajib, talak menjadi wajib hukumnya ketika terjadi perselisihan antara suami istri,
sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu
supaya keduanya bercerai.
2. Sunnah, talak menjadi sunnah ketika suami sudah tidak sanggup lagi membayar dan
mencukupi kewajibannya (nafakahnya) atau si istri tidak menjaga diri dari
perbuatan-perbuatan maksiat.

2
3. Haram, talak dihukumi haram ketika seorang suami menceraikan istrinya dalam
keadaan haid, dan menjatuhkan talak sewaktu istri suci yang telah dicampurinya
dalam waktu suci itu.
4. Makruh, dalam selain keadaan selain semua yang disebutkan diatas. Berdasarkan
hadits sahih yang berbunyi “perbuatan halal yang dibenci oleh Allah adalah
talak”.

Rukun Talak

1. Suami

Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain
suami tidak berhak menjatuhkannya.

2. Isteri

Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isteri sendiri.


Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan pada isteri orang lain.

3. Sighat Talak

Sighat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap istrinya yang
menjatuhkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah (sindiran), baik berupa
ucapan atau lisan, tulisan, dan isyarat.

Syarat Sah Talak

a. Syarat yang berkenaan dengan suami


1. Berakal

Suami yang menjatuhkan talak atau yang menceraikan isterinya harus dalam keadaan
yang sehat dan berakal, artinya seorang suami yang dalam keadaan hilang akal sperti gila,
mabuk, dan sebagainya tidak boleh (tidak sah) menjatuhkan talak.

2. Baligh

Tidak dipandang jatuh talak apabila yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa.

3. Atas kemauan sendiri

3
Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini adalah adanya kehendak pada diri suami
untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan paksaan orang lain.

b. Syarat yang berhubungan dengan istri


1. Isteri masih tetap dalam perlindungan suami
2. Kedudukan istri yang dicerai harus dalam pernikahan yang sah.

c. Syarat yang berhubungan dengan sighat


1. Sighat yang diucapkan oleh suami terhadap isteri menunjukkan talak, baik
secara jelas atau sindiran
2. Ucapan talak yang dilakukan oleh suami memang bertujuan untuk talak.

Macam-Macam Talak

Ditinjau dari Keadaan Isteri

1. Talak Sunni

Yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri dalam keadaan :

a. Suci dan saat itu ia belum dicampuri


b. Ketika hamil dan jelas kehamilannya.
2. Talak Bid’ah

Yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri, ketika isteri dalam keadaan :

a. Haid
b. Dalam keadaan suci yang pada saat itu ia sudah dicampuri oleh suami. Hukum
talak ini adalah haram.

Ditinjau dari segi boleh tidaknya rujuk

1. Talak Raj’i

Yaitu Talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya dimana istri boleh dirujuk
kembali sebelum masa iddahnya habis.

2. Talak Ba’in

4
Yaitu talak yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada istri. Talak
ba’in dibagi menjadi dua,

a. Ba’in Sughra, Yaitu talak yang menyebabkan isteri tidak boleh dirujuk, tetapi boleh
dinikahi kembali dengan akad nikah dan mas kawin yang baru.
b. Ba’in Kubro, Yaitu talak yang menghalangi suami rujuk dengan isterinya bahkan
dengan akad nikah baru, kecuali istrinya nikah dengan laki-laki lain, melakukan
hubungan suami isteri dengan suami barunya, dan bercerai dengan normal tanpa adanya
suruhan dari suami pertamanya.
C. KHULU’

Khulu’ adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri. Khulu’ disebut
juga dengan talak tebus, karena istri akan membayarkan sejumlah harta, yang jumlahnya telah
disepakati bersama, kepada suami.

Rukun Khulu’

1. Suami, yang baligh dan berakal


2. Istri, yang masih dalam ikatan yang sah
3. Ucapan yang menunjukkan Khulu’
4. Iwadh (bayaran/ tebusan)

Hukum Khulu’

Al-Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah Subhanahu wa


Ta’ala.

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim’
[Al-Baqarah : 229]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu
‘anhuma.

5
“Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
seraya berkata ; “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya.
Aku hanya takut kufur”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah
kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?”. Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan
kepadanya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya, dan Tsabit pun
menceraikannya” [HR Al-Bukhari]

Ketentuan Hukum Khulu’

1. Mubah

Isteri boleh-boleh saja untuk mengajukan Khulu' manakala ia merasa tidak nyaman
apabila tetap hidup bersama suaminya, baik karena sifat-sifat buruk suaminya, atau
dikhawatirkan tidak memberikan hak-haknya kembali atau karena ia takut ketaatan kepada
suaminya tidak menyebabkan berdiri dan terjaganya ketentuan-ketentuan Allah. Dalam
kondisi seperti ini, Khulu' bagi si isteri boleh dan sah-sah saja, sebagaimana firman Allah:

“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri
untuk menebus dirinya” [Al-Baqarah : 229]

Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Al-Khulu ini dengan
pernyataannya, bahwasanya Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan
penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah
satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini
bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena
jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika
keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya
Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau Talak Tiga)

Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu (gugat cerai) bagi wanita,


apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak
dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang
isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian.

2. Diharamkan Khulu’, hal ini karena dua keadaan

6
a. Dari Sisi Suami

Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya,


atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri
membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan
tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti
asalnya jika Al-Khulu tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman.

“Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali


sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata” [An-Nisa : 19]

Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan


tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar isteri tersebut
membayar terbusan dengan Al-Khulu, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas”

b. Dari Sisi Isteri

Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan
tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut.
Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini dilarang,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka
haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]

c. Sunnah

Sunnah wanita minta cerai, apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak
Allah, maka sang isteri disunnahkan khulu’.

d. Wajib

Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya


terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.
Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat
menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang
wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi
berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya

7
murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang
wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus
menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang
memiliki keyakinan dan perbuatan kufur .

Cara Menjatuhkan Khulu’

Secara umum khulu dapat dilakukan denghan tiga cara: pertama menggunakan kata
khulu’, kedua menggunakan kata cerai (thalak), dan ketiga dengan kiasan yang di sertaio
dengan niat.

Dalam qaul qodim imam syafi’I berpendapat bahwa khulu yang dilakukan denghan
menggunakan kata-kata kiasan mengakibatkan fasakh perkawinan. Yaitu perkawinan itu batal
dengan sendirinya. Dan akad pernikahan tidak berlaku. Sedangkan dalam qaul jadid beliau
berpendapat bahwa khulu yang dilakukan dengan menggunakan kata kiasan tidak
mengakibatkan fasakh perkawinan karena kata-kata kinayah dalam talak tidak memerlukan
niat begitu pula khulu.

D. FASAKH

Menurut bahasa kata “fasakh” berasal dari bahasa arab yang berarti batal atau rusak.
Sedangkan menurut istilah dapat diartikan sebagai berikut:

Menurut DR.Ahmad al Ghundur Fasakh adalah batal akad (pernikahan) dan hilangnya
keadaan yang menguatkan kepadanya. Menurut Syyid Sabiq Menasakh adalah
membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami-istri. Menurut Ensiklopedi
Islam fasakh ialah pemutusan hubungan pernikhan oleh hakim atas permintaan suami atau
isteri atau keduanya akibat timbulmya hal-hal yang dirasa berat oleh masing-masing atau salah
satu pihak suami-isteri secara wajar dan tidak dapat mencapai tujuan dari sebuah pernikahan
yang di inginkan oleh suami dan istri.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan jikalau pengertian fasakh nikah adalah suatu
bentuk perceraian yang diputuskan oleh hakim karena dianggap pernikahan itu memberatkan
salah satu pihak baik istri atau laki-laki atau bahkan kedua belah pihak.

8
Yang Menyebabkan Fasakh

Fasakh adakalanya disebabkan terjadinya kerusakan atau cacat pada akad nikah itu
sendiri dan adakalnya disebabkan hal-hal yang datang kemudian yang menyebabkan akad
nikah tersebut tidak dapat dilanjutkan.

1. Fasakh yang disebabkan rusaknya atau terdapatnya cacat dalam akad nikah, antara lain
sebagai berikut :
a. Setelah pernikahan berlangsung, di kemudian hari diketahui bahwa suami isteri
adalah saudara sekandung, seayah seibu atau saudara sepersusuan.
b. Apabila ayah atau kakek menikahkan anak laki-laki atau perempuan dibawah umur
dengan orang yang juga di bawah umur dengan orang yang juga dibawah umur.
Maka setelah kedua anak ini dewasa mereka berhak untuk memilih melanjutkan
pernikahan tersebut atau menghentikan pernikahan itu. Apabila anak itu
menghentikan pernikahan tersebut, maka dinamakan fasakh.
2. Fasakh yang disebabkan ada penghalang (mani’ al-huruf) setelah berlangsungnya
pernikahan misalnya antara lain sebagai berikut :
a. Salah seorang di antara suami isteri itu murtad
b. Apabila pasangan suami isteri tersebut dulunya menganut agama non islam.
Kemudian isterinya memeluk agama islam maka dengan sendirinya akad
pernikahan itu batal. Apabila suaminya yang masuk islam sedangkan wanita
tersebut kitabiyah maka pernikahan tersebut tidak batal.

Bentuk-Bentuk Fasakh

Bentuk-bentuk fasakh yang terjadi dengan sendirinya di antaranya sebagai berikut:

1. Fasakh terjadi karena rusaknya akad pernikahan yang diketahui setelah


pernikahan berlangsung, seperti pernikahan tanpa saksi dan menikahi mahram
2. Fasakh terjadi karena isteri dimerdekakan dari status budak. Sedangkan
suaminya tetap berstatus budak.
3. Fasakh terjadi karena pernikahan yang dilakukan adalah nikah mut’ah.
4. Fasakh terjadi karena menikahi wanita dalam masa iddah.

Adapun fasakh yang memerlukan campur tangan hakim adalah sebagai berikut:

9
1. Fasakh disebabkan isteri merasa tidak kafaah dengan suaminya.
2. Fasakh disebabkan mahar isteri tidak dibayar penuh sesuai dengan yang
dijanjikan.
3. Fasakh akibat salah seorang suami isteri menderita penyakit gila.
4. Fasakh terjadi karena isteri yang musrik tidak mau masuk islam setelah
suaminya masuk islam, sedangkan wanita tersebut menuntut perceraian dari
suaminya.
5. Fasakh disebabkan salah seorang suami/isteri murtad dan menjadi
musyrik/musyrikah.
6. Fasakh terjadi karena li’an
7. Faskah disebabkan adanya cacat baik pada suami maupun pada isteri.
8. Menurut jumhur ulama, hakim juga harus campur tangan dalam fasakh yang
disebabkan suami tidak mampu memberi nafkah, baik pangan, sandang,
maupun papan.
9. Fasakh karena suami dipenjara.

Akibat Fasakh

Fasakh yang semula dapat membatalkan akad, maka di sini timbul beberapa
ketentuan hukum, misalnya : tidak ada kewajiban mahar, haram kawin untuk selama-
lamanya, bila fasakh itu terjadi dengan mahar, disarming itu tidak mesti menunggu
keputusan hakim. Namun dalam kasus-kasus lain biasanya lebih banyak harus
diputuskan oleh hakim. Disini juga, perceraian tidak dihubungkan dengan masa iddah.
Akan tetapi, pada fasakh karena sebab yang datang setelah akad, maka jika itu dari isteri
sebelum ditentukan mahar, maka mahar itu gugur seluruhnya. Akan tetapi, jika fasakh
itu dari suami ia wajib membayar setengah dari mahar itu. Disini perceraian itu sifatnya
sementara dan dihubungkan dengan masa iddah.

Adapun masa iddahnya berlaku seperti iddah talak. Disamping itu, baik bentuk
fasakh yang pertama atau kedua, meyebabkan perceraian, umumnya terjadi pada saat
itu juga. Ketentuan hukum yang lain ialah bahwa perceraian denga jalan fasakh tidak
mengurangi jumlah talak. Dan mantan isteri tidak boleh dirujuk oleh mantan suami.
Jika suami mau mengambil isterinya itu kembali, ia harus nikah lagi.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Talak menurut pengertian bahasa talak memiliki arti melepaskan ikatan dan membebaskan,
Adapun secara istilah talak memiliki pengertian memutuskan atau membatalkan ikatan
pernikahan, baik pemutusan itu terjadi pada masa kini (jika talak itu berupa talak ba’in) maupun
pada masa mendatang, yakni setelah iddah (jika talak berupa talak raj’i) dengan menggunakan
lafad tertentu.

Khulu’ adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri. Khulu’ disebut juga
dengan talak tebus, karena istri akan membayarkan sejumlah harta, yang jumlahnya telah
disepakati bersama, kepada suami.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan jikalau pengertian fasakh nikah adalah suatu bentuk
perceraian yang diputuskan oleh hakim karena dianggap pernikahan itu memberatkan salah
satu pihak baik istri atau laki-laki atau bahkan kedua belah pihak.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami susun dengan judul “Thalaq, khulu' dan fasakh.
Dalam Penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penyusunan, maupun pada materi. Mengingatakan kemampuan yang kami miliki, untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang.

Semoga Makalah ini memberikan manfaat dan faedah untuk dunia ilmu dan

pengembangannya. Terutama bagi penyusun dan semua pihak yang membacanya, baik dalam
lingkup lembaga pendidikan maupun selainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sa’id Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka Dariul Haq,
Jakarta; 2003

Rahmat Hakim Hokum Perkawinan Islam, Pustaka Setia, Bandung; 2000

Abdurrahman Ghazali, Fiqih Munakhat, Kencana, Jakarta: 2006

Jalih Mubarok, Modifikasi Hokum Islam, Rajawali Pres, Jakarta: 2002

12

Anda mungkin juga menyukai