Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FASAKH

Disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Fikih Munakkahat

Dosen Pengampu:

Bapak Ali Firdaus

Disusun oleh:

Fajar Iswandi (2017520012)

Rika Wahyu Baharudin (2017520040)

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TA 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

Fasakh tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas [dosen/guru] pada [bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata

kuliah]. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang

Fasakh bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada [bapak/ibu] [nama guru/dosen],

selaku [guru/dosen] [bidang studi/mata kuliah] [nama bidang studi/mata kuliah]

yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan

wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah

ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan

demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang Selatan, 03 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3. Tujuan........................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

2.1. Pengertian Fasakh......................................................................................3

2.2. Dasar Hukum Fasakh.................................................................................6

2.3. Sebab–sebab Terjadinya Fasakh................................................................7

2.4. Pelaksanaa Fasakh....................................................................................12

2.5. Akibat Hukum Fasakh.............................................................................14

2.6. Hikmah Fasakh........................................................................................16

BAB III...................................................................................................................17

3.1. Kesimpulan..............................................................................................17

3.2. Saran.........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pernikahan merupakan suatu tujuan awal untuk membangun

rumah tangga. Setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan dan

berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan

itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan

yang telah digariskan agama.

Setiap suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus

dipenuhi satu sama lain, agar tidak terjadinya kehancuran dalam rumah

tangga. Perkara hak dan kewajiban ini, sungguh banyak menimbulkan

masalah ditengah-tengah rumah tangga, antara lain disebabkan:

a.Suami tidak sanggup memberi nafkah lahir kepada istrinya, dalam

pembelanjaan untuk kehidupan sehari-hari. Ada istri yang tidak

pengertian dan tidak tabah menghadapinya yang akhirnya

menimbulkan pertengkaran.

b. Suami mempunyai suatu penyakit yang tidak sanggup bergaul dengan

istrinya secara normal, suami itu impoten. Dalam hal ini istri tidak

senang dengan keadaan suaminya seperti itu.

Kedua masalah ini merupakan sebagian kewajiban suami

zhahir dan bathin yang tidak sanggup diberikan kepada istrinya. Peristiwa-

peristiwa ini menimbulkan pengaduan-pengaduan istri kepada pengadilan

agama untuk menyelesaikan perkaranya. Tegasnya tidak jarang pula yang

1
meminta supaya perkawinannya diputuskan lewat jalan fasakh.

Fasakh merupakan salah satu macam perceraian yang dibolehkan dalam

syariat islam, tetapi apakah boleh atau tidak menurut hukum islam hakim

memutuskan perkawinannya yang disebabkan alasan seperti diatas tadi

dengan jalan fasakh?

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam makalah ini yaitu:

a. Apa yang dimaksud dengan fasakh?

b. Bagaimana sebab terjadinya fasakh?

c. Bagaimana pelaksanaan fasakh?

d. Apa akibat hukum fasakh?

e. Apa saja hikmah fasakh?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan

makalah ini yaitu:

a. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan fasakh.

b. Dapat menegtahui sebab-sebab terjadinya fasakh.

c. Dapat mengetahui kapan pelaksanaan fasakh.

d. Dapat memahami akibat hukum fasakh.

e. Dapat mengetahui hikmah fasakh.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fasakh

Fasakh berasal dari bahasa arab dari akar kata fa-sa-kha yang

secara etimologi berarti membatalkan1 atau juga fasakh berarti mencabut

atau menghapuskan2 atau membatalkan akad nikah dan melepaskan

hubungan yang terjalin antara suami isteri3. Manakala, menurut kamus besar

Bahasa Indonesia fasakh adalah hak pembatalan ikatan pernikahan oleh

pengadilan agama berdasarkan dakwaan (tuntutan) istri atau suami yg dapat

dibenarkan oleh pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah

terlanjur menyalahi hukum pernikahan4.

Fasakh menurut bahasa ialah seperti yang dikemukakan oleh

Al-Abu Luwis Ma’lufi:

‫الفسخ هو نقض االمر او العقض‬

“Fasakh adalah perusakan pekerjaan atau akad”

Menurut istilah syar’i Fasakh berarti:

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana,

2006), h. 190
2
Kamal Muchtar, Asas – Asas Hukum Islam Tentang Perkahwinan, (Jakarta :
Bulan Bintang, 1993), h. 212.
3
Sayyid Sabiq, op cit, h. 627.
4
http://mickeydza90.blogspot.com/2011/09/fasakh.html

3
‫فسخ العقد نقضه وحل ربيطة التي تربط بين الزوجين‬

“Fasakh akad (perkawinan ) adalah membatalkan akad perkawinan dan

memutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami istri”.

Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud memfasakh

akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara

suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat

ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang

kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fasakh adalah hak

pembatalan ikatan pernikahan oleh pengadilan agama berdasarkan dakwaan

(tuntutan) istri atau suami yg dapat dibenarkan oleh pengadilan agama, atau

karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.

Dalam pengertian lain Fasakh berarti mencabut atau

menghapus. Maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya

hal-hal yang dianggap berat oleh keduanya sehingga mereka tidak sanggup

untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya.

Dalam pokok dari hukum fasakh adalah seorang atau kedua suami istri

merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia tidak

memperoleh hak-hak yang ditentukan oleh syara’.

Dari tinjauan syari’at dan hikmahnya dapatlah kita cabut bahwa

fasakh itu adalah peluang atau jalan dan kesempatan bagi istri untuk

memperoleh perceraian dari suaminya dengan jalan hukum. Dengan jalan

4
demikian istri itu dapat memperoleh kebebasan untuk merubah

penghidupannya dan memikirkan penderitaannya sendiri. Jadi fasakh itu

bagi kaum wanita boleh dianggap sebagai imbalan yang ada ditangan laki-

laki. Dan dengan demikian barulah syari’at islam benar-benar menciptakan

keadilan dan persamaan.

Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhi syarat-syarat ketika

berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan

membatalkan kelangsungan perkawinan.

2. Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah

Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri

merupakan saudara sepupu atau saudara sesusuan pihak suami.

Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh

selain ayahnya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan

perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan

khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal

ini disebut fasakh baligh.

3. Fasakh yang datang setelah akad

Bila salah seorang suami istri murtad dan tidak mau

kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karna kemurtadan

yang terjadi belakangan. Jika suami yang tadinya masuk islam, tetapi

istri masih tetap dalam kekafiran yaitu tetap menjadi musyrik, maka

akadnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka

5
akadnya tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli

kitab dari semulanya dipandang sah.

2.2. Dasar Hukum Fasakh

Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh,

tidak disuruh dan tidak pula di larang 5. Dasar pokok dari hukum fasakh

ialahseorang atau kedua suami isteri merasa dirugikan oleh pihak yang lain

dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang telah

ditentukan oleh syarak sebagai seorang suami atau sebagai seoarng isteri.

Akibatnya salah seorang atau kedua suami isteri tidak sanggup lagi

melanjutkan perkawinannya atau kalaupun perkawinan itu dilanjutkan juga

keadaan kehidupan rumah tangga diduga akan bertambah buruk, pihak yang

dirugikan bertambah buruk keadaannya, sedang Allah tidak menginginkan

terjadinya keadaan yang demikian6.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah: 231 yang

artinya “ Maka peliharalah (rujukilah) mereka isteri-isteri dengan cara yang

ma’ruf (baik), atau ceraikanlah mereka isteri-isteri dengan cara yang ma’ruf

pula janganlah kamu pelihara (rujuki) mereka untuk memberi kemudharatan

karena dengan demikian bararti kamu menganiaya mereka”.

Dan sabda Rasulullah SAW:

‫والضرارا ضرر ال‬

5
Amir Syarifuudin, op. cit, h. 244
6
Kamal Muchtar, op. cit, h. 212

6
“ Tidak boleh ada kemudharatan dan tidak boleh saling

menimbulkan Kemudharatan”

Manakala Kaidah Fiqh Islam:

‫يزال الضرر‬

“ Kemudharatan itu wajib dihilangkan”

Berdasarkan Firman Allah, Al Hadits dan kaedah tersebut

diatas para fuqaha menetapkan bahwa jika dalam kehidupan suami isteri

terjadi keadaan sifat atau sikap yang menimbulkan kemudharatan pada salah

satu pihak, maka pihak yang menderita mudharat dapat mengambil prakarsa

untuk memutuskan perkawinan, kemudian hakim menfasakhkan perkawinan

atau dasar pengaduan pihak yang menderita tersebut7.

2.3. Sebab–sebab Terjadinya Fasakh

Dalam hal ini dapat diuraikan alasan-alasan yang dapat

diajukan salah satu pihak suami maupun istri dalam menuntut fasakh kepada

hakim. Diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh terhadap

suami maupun istri yaitu:

1. Cacad atau penyakit

Yang di maksud dengan cacad ialah cacad jasmani dan

cacad rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat dihilangkan tapi

dalam waktu yang lama. Macam-macam penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya fasakh dintaranya:

a. Karena ada balak (belang kulit)

7
Djamaan Nur, op cit, h. 170

7
b. Karena gila

c. Karena penyakit kusta

d. Karena adanya penyakit menular (AIDS, SARS, Sipilis, TBC,

dll)

e. Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang

menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)

f. Karena ’Anah (Zakar laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’).

Misalnya cacad atau penyakit pada seorang suami sebagaimana

dijelaskan oleh Al-Kaasaani Al-Hanafi bahwa:

‫اختيار المراة نفسها لعيب الجب والعنة والخصاء والخنوثة‬

‫والتاخيذ بتفريق القاض‬

“Pilihan istri tentang dirinya (istri mempunyai hak pilih antara

tetap bersama suaminya atau bercerai) adalah karena cacad

(suami), yaitu potong kemaluan, impoten, dikebiri, banci

(khunsa) dan pengambilan (keputusan) dengan perceraian

hakim”.

Istri mempunyai hak pilihan karena suaminya cacad atau

berpenyakit ini adalah berdasarkan kepada:

 karena cacad atau penyakit suami itu mengakibatkan si istri

terhalang untuk mendapatkan haknya (bersetubuh)

8
 karena suami yang cacad atau berpenyakit itu berarti

menganiaya dan mengakibatkan penderitaan atau

menimbulkan kemudhorotan pada diri istri.

ِ ِ ِ
ُ ‫ضَر ًارا مُتْس ُك‬ ‫ك َٰذ َي ْف َع ْل َو َمن لَِّت ْعتَ ُدوا‬
‫وه َّن َواَل‬ َ ‫َن ْف َسهُ ظَلَ َم َف َق ْد ل‬

“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi

kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya

mereka. Barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia

Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri”.

Para ahli fikih berbeda pendapat tentang menjadikan cacad

sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, Imam Ibnu

Hazm berpendapat tidak membolehkan cacad sebagai

alasan untuk memfasakh perkawinan, sedang kebanyakan

ahli fikih membolehkan untuk menjadikan cacad sebagai

alasan untuk bercerai, tetapi mereka berbeda pendapat

tentang macam-macam cacad yang dapat dijadikan alasan

itu.

Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab

menetapkan empat macam penyakit yang dapat dijadikan

alasan untuk memfasakh perkawinan, yaitu lemah syahwat,

gila, penyakit menular dan penyakit sopak. Demikian pula

halnya Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Maliki

9
menyebutkan pula beberapa macam cacad itu yang dapat

dijadikan alasan untuk fasakh.

2. Suami tidak sanggup memberi nafkah

Pernikahan antara sumi dan istri menimbulkan hak-hak

dan kewajiban-kewajiban dari pihak yang satu terhadap pihak yang

lain. Diantara kewajiban itu termasuk kewajiban suami memberi

nafkah terhadap istrinya. Suami yang berkewajiban memberi nafkah

itu adakalanya dia seorang yang mampu dan adakalanya dia seorang

yang tidak mampu. Dalam hal suami yang tidak mampu memberi

nafkah ini, Ibnu Ahmad Addardiri menerangkan bahwa:

‫ان لم تعلم الزوجة‬ ‫ولها اي للزوجة الفسخ ان عجز زوجها عن نفقة‬

‫حال العقد فقره‬

“Istri mempunyai hak fasakh jika suami tidak mampu

memberi nafkah…jika istri tidak mengetahui ketika akad tentang

kemiskinan suaminya itu”.

Dalam hal ini sudah nyata suami tidak menunaikan sebagian

kewajibannya terhadap istrinya, pada waktu istri tidak rela dan tidak

sabar menghadapinya, maka pihak istri boleh mengajukan gugatan

untuk minta fasakh terhadap suaminya kepengadilan.

3. Suami melakukan kekejaman

10
Apabila terjadi suami melakukan kekejaman atau

penganiayaan kepada istrinya, sudah jelas bahwa tujuan perkawinan

mereka tidak tercapai, dan rumah tangganya tidak akan aman sehingga

hilanglah rasa kasih mengasihi, hormat-menghormati, seperti yang

dianjurkan Allah SWT. Dalam arti kata mereka tidak sanggup

menegakan hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kehidupan

suami istri.

4. Suami meninggalkan tempat kediaman bersama

Apabila suami pergi dari tempat kediaman bersama, tidak

diketahui kemana perginya, dan tidak diketahui hidup atau matinya,

dalam hal ini istri boleh mengadukan halnya kepada hakim. Ini diatur

dalam peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf B yaitu:

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-

turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang shah atau karena hal

lain diluar kemampuannya.

Undang-undang ini tidak menjelaskan bagaimana kalau

suami meninggalkan belanja untuk istrinya, yang dijelaskan asal si

suami meninggalkan istrinya tanpa izin dan tanpa alasan yang shah

atau karna hal lain diluar kemampuannya. Si istri sudah berhak minta

cerai, dan salah satu perceraian adalah bentuk fasakh.

5. Suami dihukum penjara

Diantara hak yang iberikan kepada istri untuk diminta

cerai adalah apabila suami menjalani hukum penjara. Dalam hal ini

11
peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9 tahun 1975 pasal 19

huruf C berbunyi: salah satu pihak mendapat dukungan yang lebih

berat setelah perkawinan berlangsung. Pasal ini menerangkan bahwa

hukuman penjara dapat dijadikan alasan untuk meminta cerai.

Suami dihukum penjara dapat dijadikan alasan untuk

minta fasakh ini, sebagian ulama mengemukakan alasannya: menurut

malik dan ahmad menceraikan (pernikahan) karna suami dihukum

penjara adalah sebab suami dihukum itu menimbulkan penderitaan

bagi istri, karna terpisahnya antara suami dan istri.

2.4. Pelaksanaan Fasakh

Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas,

dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan

putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara

kandung, saudara susuan, dan sebagainya.

Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka

pelaksanaannya adalah:

1. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang

hakim telah pula memaksa dia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah

diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi

nikah di pengadilan agama supaya yang berwenang dapat

menyelesaikannya sebagaimana mestinya, sebagaimana dijelaskan

dalam suatu riwayat berikut:

12
“Dari Umar R.A. bahwa ia pernah mengirim surat kepada pembesar-

pembesar tentara tentang laki-laki yang telah jauh dari istri-istri

mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka, agar

mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika mereka

telah menceraikannya hendaklah mereka kirim semua nafkah yang

telah mereka tahan.”

2. Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga

hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis,

sedangkan sisuami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si

hakim memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan

di muka hakim setelah diizinkan olehnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda tentang laki-laki

yang tidak memperoleh apa yang akan dinafkahkannya kepada

istrinya, bolehlah keduanya bercerai. (HR. Darul Quthni dan

Baihaqi ).”

Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi

hukum islam (KHI) sebagai berikut:

a. Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan

pembatalan pernikahan apabila pernikahan dilangsungkan di

bawah ancaman yang melanggar hukum.

b. Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan

pembatalan pernikahan apabila pada waktu berlangsungnya

13
pernikahan penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau

istri.

c. Apabila ancaman telah berhenti, atau bersalah sanka itu

menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu enam bulan

setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isti, dan tidak

mengajukan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan

maka haknya gugur.

Adapun yang mengajukan permohonan pembatalan pernikahan adalah:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah

dari suami atau istri.

b. Suami atau istri.

c. Pejabat yang berwewenang mengawasi pelaksanaan pernikahan

menurut undang-undang.

d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat

dalam rukun dan syarat pernikahan menurut hukum islam dan

perundang-undangan.

Selanjutnya dalam kompilasi hukum islam juga dijelaskan hal-hal

sebagai berikut:

a. Permohonan pembatalan pernikahan dapat diajukan kepada

pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau

istri atau tempat pernikahan dilangsungkan.

14
b. Batalnya suatu pernikahan dimulai setelah putusan Pengadilan

Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku

sejak saat berlangsungnya pernikahan.

2.5. Akibat Hukum Fasakh

Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang

diakibatkan olehkan oleh talaq. Sebab talaq ada talaq ba’in dan talaq raj’i.

Talaq raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika sedang talaq

ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal

yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak

terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.

Selain itu, pisahnya suami istri yang diakibatkan talaq dapat

mengurangi bilangan talaq itu sendiri. Jika suami menalaq istrinya dengan

talaq raj’i, kemudian kembali pada masa iddahnya atau akad lagi setelah

habis masa iddahnya dengan akad baru, maka perbuatannya terhitung satu

talaq, yang ia masih ada dua kali kesempatan dua talaq lagi. Sedangkan

pisahnya suami istri karena fasakh, hal ini tidak berarti mengurangi bilangan

talaq, meskipun terjadinya fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua

suami istri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap

mempunyai kesempatan tiga kali talaq.

Ahli fiqh golongan Hanafi membuat rumusan umum untuk

membedakan pengertian pisahnya suami istri. Sebab talaq dan sebab fasakh

mereka berkata karena, ”Pisahnya suami istri karena suami, dan sama sekali

tidak ada pengaruh istri disebut talaq”. Dan setiap perpisahan suami istri

15
karena istri, bukan karena suami dan sama sekali tidak ada pengaruh istri

disebut talaq. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena

suami, atau karena suami tetap dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.

Mengenai masalah fasakh, terdapat perbedaan pendapat

dikalangan ulama. Imam Syafi’i berkata ” harus menungu selama tiga hari ”.

Sedang Imam Maliki mengatakan, ”harus menunggu selama satu bulan”.

Dan Imam Hambali mengaakan, ”harus menunggu selama satu tahun.

Semua itu maksudnya adalah selama masa tersebut laki-laki boleh

mengambil keputusan akan bercerai atau memberikan nafkah bila istri tidak

rela lagi kalau si istri mau menunggu, dan ia rela rela dengan ada belanja

dari suaminya, maka tidak perlu difasakhkan sebab nafkah itu adalah hakya.

Bunyi lafadz itu umpamanya: Aku fasakhkan nikahnya dari

suamimu yang bernama:......bin...... pada hari ini. Kalau fasakh itu dilakukan

oleh istri sendiri dimuka hakim, maka ia berkata: ”Aku fasakhkan nikahku

dari suamiku yng bernama:.....bin..... pada hari ini.” Kalau suami hendak

kembali kepadanya maka harus menikah lagi dengan akad yang baru.

Sedang iddahnya sebagai iddah talaq biasa.

2.6. Hikmah Fasakh

Hikmah fasakh diantara lain sebagai beikut ini:

1. Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.

2. Menunjukkan keadilan Allah kepada hambanya. Jika suami diberikan

talak, isteri diberikan fasakh.

16
3. Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup

baru.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari berbagai pengertian diatas, Fasakh dapat diartikan batal,

putus, dalam suatu ikatan pernikahan antara suami dan istri. Batalnya

pernikahan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari keduanya, dari

suami maupun istri.

Hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya pernikahan,

diantaranya yaitu:

1. Adanya cacad atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti

AIDS, SARS, TBC, Sipilis, gila dll.

2. Bila sisuami tidak mampu menafkahi isterinya.

3. Bila sisuami di penjara.

4. Bila sisuami pergi dari rumah selama bertahun-tahun.

5. Bila sisuami atau isteri berzina.

17
6. Bila sisuami tidak mampu melaksanakan kewajibannya dalam

bersetubuh (impoten).

7. Bila salah seorang dari suami istri masuk Islam.

8. Bila salah seorang dari suami isteri Murtad (keluar agama Islam).

Apabila terbukti bahwa suami istri terbukti masih saudara

kandung, maka pelaksanaan fasakh dapat sebagai berikut:

1. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang

hakim telah memaksa untuk hal itu.

2. Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga

hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis,

sedangkan sisuami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si

hakim memfasakhkan nikahnya.

Yang diakibatkan oleh Fasakh itu berbeda dengan yang

diakibatkan oleh Talaq . pada fasakh jika ada syarat-syarat yang tidak

terpenuhi , maka ia mengakhiri pernikahan pada saat itu juga. Sedangkan

pad Talaq Raj’i tidak mengakhiri ikatan pernikahan pada saat itu. Dan pada

Talaq Ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Hikmah Fasakh yaitu

diantaranya :

1. Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.

2. Menunjukkan keadilan Allah kepada hambanya. Jika suami diberikan

talak, isteri diberikan fasakh.

3. Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup

baru.

18
3.2. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat

banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki

makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang

membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqh Munakahat. Pustaka Setia. Bandung 1999

Firdaweri. Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan. 1989. Jakarta: CV

Pedoman Ilmu Jaya.

Ghazaly, Abdur Ranman. Fiqh Munakahat. 2003. Bogr: Kencana

Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum tentang Perkawinan. 1974 Jakarta: Bulan

Bintang.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. 1987. Bandung: Al Ma’arif.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kencana, Jakarta

2006

Thaha, Nashruddin. Pedoman Perkawinan Umat Islam. 1960. Jakarta: Bulan

Bintang.

http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=fasakh

http://mickeydza90.blogspot.com/2011/09/fasakh.html

http://tayibah.com/eIslam/fasakh.html

19
20

Anda mungkin juga menyukai