Anda di halaman 1dari 11

FIQIH MUNAKAHAT LANJUTAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Fiqih Munakahat Lanjutan
Semester: IV (empat) Tahun Ajaran 2022/2023
Dosen Pengampuh: Mochammad Abdul Basir, Lc., M.H

Disusun Oleh:

RITA MULYANI
21.2.22.012

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH


JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SANGATTA
KUTAI TIMUR
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Fiqih Munakahat Lanjutan.
Dengan materi ini, saya harap teman-teman mampu memahami makna yang akan
disampaikan dalam makalah ini. Saya pun sadar, makalah ini masih banyak
kekurangan dalam penyusunan maupun penyampaian.
Saya harap dengan adanya makalah ini, dapat memberi informasi yang berguna
dan menambah ilmu pengetahuan saya dan teman-teman semua.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................5
A. Pengertian Ta’lik Talak...............................................................5
B. Kasus Ta’lik Talak......................................................................7
BAB III PENUTUP.................................................................................10
A. Kesimpulan..................................................................................10
B. Saran ...........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 38 menyebutkan bahwa
putusnya perkawinan karena ada tiga faktor yaitu, karena kematian, karena
perceraian dan karena putusan pengadilan. Pada dasarnya, ikatan perkawinan
itu ditujukan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga
suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi. Namun terkadang
terjadi sesuatu hal yang dapat menyebabkan putusnya ikatan perkawinan.
Dalam masa sekarang di mana bentuk kehidupan sosial dan masyarakat yang
semakin tumbuh berkembang, tidak menutup kemungkinan terjadinya ikatan
perkawinan yang hanya didasarkan atas kepentingan tertentu, seperti untuk
memperoleh status, jabatan, kepentingan ekonomi dan lain sebagainya.
Sehingga ikatan perkawinan bukan lagi menjadi suatu ikatan yang sakral
melainkan hanya tangga untuk mencapai tujuan tertentu. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor bertambahnya angka perceraian di Indonesia.
Pada umumnya perkawinan putus lewat perceraian dengan memakai
lembaga ta’liq talak, walaupun tidak sedikit yang putus karena putusan
pengadilan, seperti gugat cerai dengan alasan pelanggaran ta’liq talak. Di
Indonesia, ta’liq talak sudah ada sejak dahulu, hal ini dibuktikan bahwa
hampir seluruh perkawinan di Indonesia yang dilaksanakan menurut agama
Islam selalu diikuti pengucapan shigat ta’liq oleh suami. Walaupun
shigatnya harus dengan suka rela, namun di negara kita menjadi seolah-olah
sudah kewajiban yang harus dilakukan oleh suami. Shigat ta’liq dirumuskan
sedemikian rupa dengan maksud agar sang istri memperoleh perlakuan yang
tidak sewenang-wenang oleh suaminya, sehingga akibatnya jika istri
diperlakukan sewenang-wenang oleh suaminya dan dengan keadaan itu, istri
tidak ridha, maka ia dapat mengajukan gugatan perceraian kepada
Pengadilan Agama dengan alasan pelanggaran ta’liq talak tadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Ta’liq Talak?
2. Bagaimana contoh kasus Ta’liq Talak?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ta’liq Talak


Ta'liq talak adalah talak yang jatuhnya disandarkan pada suatu masa
yang akan datang atau talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan
ucapan yang pelaksanaannya digantungkan kepada sesuatu yang terjadi
kemudian
Kedudukan taklik talak dalam sebuah perkawinan adalah sebuah janji
yang harus dipenuhi oleh suami. Jika selama pernikahan suami memenuhi
syarat yang ada dalam sighat taklik talak atau melanggar perjanjian
tersebut, maka istri bisa melakukan gugatan cerai ke pengadilan.
Ta'liq talak dilakukan dengan mengaitkan shigat ta 'liq talak dengan kata
yang menunjukkan syarat atau yang semakna dengan itu, seperti bilamana
dan sebagainya. Satu contoh: "Jika kamu pergi ke tempat itu, maka engkau
tertalak". Berikut merupakan Syarat sahnya suatu ta'liq talak, diantaranya:
1. Perkaranya belum ada dan syarat yang digantungkan kepada talak
tidak memiliki bahaya kepada keberadaannya, maksudnya mungkin
terjadi dikemudian jika perkaranya telah nyata ada ketika diucapkan
kata-kata talak.
2. Ketika lahirnya akad talak, istri dapat dijatuhi talak atau istri masih
berada dalam kekuasaan dan ikatan perkawinan suaminya.
3. Suami yang menalak adalah suami yang sah dari istri yang akan
ditalak.
4. Dalam mengucapkan perkataan talak tersebut suami bermaksud dan
berniat untuk menjatuhkan talak kepada istrinya.
Dalam sighat taklik talak terdapat 2 syarat, yaitu syarat alternatif dan
kumulatif. Untuk syarat alternatif harus dilanggar suami sedangkan syarat
kumulatif dilakukan oleh istri.
Syarat alternatif tersebut merupakan poin 1 sampai 4 yang ada dalam janji
yang diucapkan suami. Jika suami melakukan salah satu dari keempat hal
tersebut, maka suami sudah melanggarnya
Sedangkan istri perlu memenuhi syarat kumulatif, yaitu:
1. Istri yang tidak ridho dengan tindakan suami
2. Istri mengajukan gugatan cerai pada pengadilan agama
3. Gugatan yang diajukannya diterima
4. Istri menyerahkan uang iwadh

5
Jika keempat syarat tersebut sudah dipenuhi, Istri dapat mengajukan gugatan
cerai dan diterima oleh hakim.
Ta’lik talak dalam KHI disebutkan dalam Pasal 46 ayat (3)
bahwa perjanjian ta’lik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan
pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan
maka tidak akan bisa dicabut kembali. Sejalan dengan isi sighat ta’lik talak
tersebut, maka ta’lik talak dalam Perundang-undangan Perkawinan
Indonesia pun masuk pada pasal perjanjian perkawinan. Dasar hukumnya
ada dalam Pasal 45 KHI yang menyatakan bahwa calon mempelai bisa
mengadakan perjanjian perkawinan dengan bentuk:
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Artinya, taklik talak tersebut diperbolehkan dan juga boleh untuk menambah
isi perjanjian kawin lainnya asalnya isinya tidak bertentangan dengan hukum
Islam.

Beberapa permasalahan disekitar Ta’liq Talak


1. Kekuatan Berlakunya Ta’liq Talak
Ta’liq Talak dalam berbagai kitab fiqh dibahas sedemikian mendetail,
termasuk tentang kekuatan berlakunya Ta’liq Talak yang telah diucapkan
pleh suami. Salah satu yang mempengaruhi kekuatan berlakunya Ta’lik
Talak adalah lafaz yang digunakan dalam sighat Ta’liq.
Menurut kitab Qawanin al-Syar’iyah, jika Ta’lik Talak itu menggunakan
kata “jika” atau “apabila” atau “manakala” dan yang semacamnya, maka
sighat Ta’liq itu berlaku sekaligus, artinya jika telah terjadi perceraian, baik
karena Talak Raj’I maupun lainnya, maka kekuatan Ta’lik Talak yang
diucapkan suami gugur adanya.
Lain halnya jika menggunakan kata “sewaktu-waktu”, dan ini yang
dipakai dalam Permenag No. 2 Tahun 1990. Artinya jika sebelum terwujud
syarat Ta’lik kemudian suami menjatuhkan Talak Raj’i dan kemudian suami
merujuknya dalam masa iddah, maka Ta’lik Talak yang diucapkan suami
tetapmempunyai kekuatan hukum, sehingga sewaktu-waktu terwujud syarat
Ta’lik, maka istri dapat menggunakan sebagai alasan pelanggaran Ta’lik
Talak. Namun bila terjadi Talak Ba’in atau kawin lagi, setelah lepasnya
Talak Raj’i, Ta’liq Talak yang diucapkan suami tidak lagi mempunyai
kekuatan hukum, sehingga jika suami istri itu menghendaki berlakunya
perjanjian Ta’lik Talak, maka harus diulang.
2. Bila Suami atau Istri Tidak Mengetahui Isi Sighat Ta’liq Talak
Jika suami tidak mengetahui isi atau maksud sighat Ta’liq Talak yang
diucapkannya, maka hal itu harus dianggap tidak ada. Itulah sebabnya

6
sehingga dalam surat nikah pada masa sebekum kemerdekaan sampai
dengan tahun 1950, selalu ada catatan-catatan bagi mereka yang kurang
paham dengan bahasa Indonesia, oleh PPN harus menjelaskannya dalam
bahasa daerah yang dipahami oleh para pihak sampai mereka paham, dan
dimintalah untuk mengucapkan Ta’lik itu dalam bahasa daerah yang
dipahami. Namun pada tahun 1950 tidak ada lagi catatan demikian, sehingga
ada kemungkinan jika PPN tidak menjelaskan isi sighat Ta’lik, suami atau
istri tidak dapat mengetahuinya. Jika terjadi kondisi demikian, maka
perjanjian itu dianggap tidak ada dan batal demi hukum. Hal ini merujuk
kepada Qaidah Fiqhiyyah yang menyatakan bahwa yang dianggap ada
dalam perjanjian adalah maksud pengertiannya, bukan berdasarkan ucapan
dan bentuk kata-katanya.
3. Mengucapkan Sighat Ta’liq Talak Karena Terpaksa
Jika suami mengucapkan Ta’lik Talak karena dipaksa atau ada pemaksaan,
maka Talak suami ttidak jatuh, karena hal demikian berarti bukan kehendak
bebas yang berarti pula bahwa taklif (pembebanan) harus dianggap tidak ada
pula. Dalam keadaan seperti itu, maka para ulama sepakat bahwa jika suami
berakal, baligh dan berkehendak bebas, maka talaknya dipandang sah dan
sebaliknya jika terjadi, hal itu dipandang sebagai perbuatan sia-sia. Dalam
praktek, jika terjadi hal demikian (Ta’lik Talak yang mengandung unsur
paksaan), maka hakim harus menolak gugatan istri, karena tidak memenuhi
syarat Ta’lik, atau tidak terjadi pelanggaran sighat Ta’lik.
Satu-satunya pendapat yang menganggap sah atas Ta’lik Talak yang
mengandung unsur paksaan adalah Imam Abu Hanifah, walaupun pendapat
ini menyalahi pendapat jumhur.
4. Tidak Menandatangani Sighat Ta’liq
Secara Yuridis dalam Permenag No. 2 Tahun 1990 dikatakan bahwa untuk
sahnya perjanjian Ta’lik Talak, maka suami harus menandatangani sighat
Ta’lik yang diucapkannya sesudah akad nikah.

Sumber: https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/syarat-dan-ketentuan-talak-ta-liq-DBtqp

B. Kasus Ta’liq Talak


Dalam hukum Indonesia yang menjadi sasaran ta’liq talak adalah suami
Seperti contoh, saya membaca sighat ta’liq atas isteri saya itu sebagai
berikut:
1. Meninggalkan istri saya tersebut selama dua tahun berturut-turut.
2. Atau saya tidak memberikan haknya yaitu nafkah wajib kepadanya
selama tiga bulan berturut-turut.
3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu.

7
4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu selama
enam bulan.
Kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan hal tersebut kepada
Pengadilan Agama, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh
pengadilan tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp. 10.000,-
(sepulh ribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah
talak satu saya kepada istri saya itu.
Sesudah akad nikah, saya: ....bin... berjanji dengan sesungguh hati
bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan akan
saya pergauli istri saya yang bernama ...binti ....dengan baik (mu‘asyarah bil
ma‘ruf) menurut ajaran syariat agama Islam.
Selanjutnya saya mengucapkan shighat ta’lik atas istri saya itu sebagai
berikut: sewaktu-waktu saya (1) meninggalkan istri saya tersebut dua tahun
berturut-turut, (2) atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga
bulan lamanya; (3) atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu; (4) atau
saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya.
Kemudian istri saya tidak ridha dan mengadukan halnya kepada Pengadilan
Agama dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan
tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar uang sebesar Rp. 10.000,-
(sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah
talak saya satu kepadanya. Kepada pengadilan tersebut saya kuasakan
untuk menerima uang pengganti itu dan kemudian menyerahkannya kepada
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Cq. Direktorat Urusan
Agama Islam dan Pembinaaan Syariah untuk keperluan ibadah sosial.

Perbedaan Taklik Talak Dalam Fiqih Kitab Kuning dan Fiqih Indonesia

Dikutip dari Drs. H. Nur Mujib, MH., Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan dalam artikel berjudul “Ketika Suami Melanggar Taklik Talak”, ada
beberapa perbedaan taklik talak dalam fiqih kitab kuning dan fiqih Indonesia
sebagai berikut:

1. Perbedaan dari syarat talak

Berdasarkan kajian fiqih kitab kuning, syarat taklik talak hanyalah satu
yaitu syarat secara mutlak. Contohnya suami berkata pada istrinya “jika
kamu keluar rumah sekarang, maka kamu tertalak”.

8
Sedangkan dalam fiqih Indonesia terdapat syarat alternatif dan kumulatif.
Syarat kumulatif tersebut adalah istri mengajukan gugatan cerai pada
pengadilan agama.

2. Perbedaan dari jenis talak

Jika dalam fiqih kitab kuning, taklik talak ini termasuk dalam jenis talak
raj’i dikarenakan diucapkan oleh suami. Selain itu, talak ini juga termasuk
talak satu atau dua.

Sedangkan dalam fiqih Indonesia, cerai yang terjadi karena suami yang
melanggar termasuk dalam talak ba’in sugra atau cerai gugat. Walaupun
yang jatuh adalah talak suami. Hal ini dikarenakan talak suami tersebut
harus istri yang mengajukan gugatan cerai karena melanggar sighat taklik
talak.

3. Perbedaan dari iwadh

Dalam fiqih kitab kuning, sebenarnya tidak ada pembayaran iwadh oleh
istri dikarenakan suami yang melanggar. Jika diharuskan membayar iwadh,
maka bukan cerai taklik talak, melainkan talak tebus.

Akan tetapi dalam fiqih Indonesia, pembayaran iwadh istri pada suami
termasuk dalam syarat kumulatif pelanggaran taklik talak. Jika istri tidak
membayarkan iwadh sejumlah Rp 10.000, maka talak suami tidak akan
jatuh.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ta’lik Talak merupakan kalimat yang diucapkan setelah akad nikah.
Sighat Ta’lik Talak muncul dengan tujuan untuk melindungi istri dari
kesewenang-wenangan suami. Seorang istri dilindungi dengan
perjanjian khusus dimana jika sang suami melanggar perjanjian tersebut,
sang istri berhak mengajukan gugatan perceraian. Ta’lik talak dalam
KHI disebutkan dalam Pasal 46 ayat (3) bahwa perjanjian ta’lik talak
bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini saya berharap para pembaca tidak merasa
puas. Karena makalah ini saya sadari masih banyak kekurangan. Saya
harap pembaca dapat mencari referensi lain untuk menambah
pengetahuan dalam materi Ta’lik Talak ini.
Adapun kekurangan dalam makalah saya ini, saya harap teman-teman
dapat memeberikan arahan dan saran yang baik dan mendukung.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bukhari, M. M. (2017). Ta'lik Talak. repository.ar-raniry.ac.id.

Drs. H. NUR MUJIB, M. (2018, october 04). Retrieved from https://www.pa-


jakartaselatan.go.id/artikel/260-ketika-suami-melanggar-taklik-talak-
ketentuan-pasal-KHI

Noer Sida, S. M. (2022, Juli 28). seputar taklik talak. Retrieved from Justika.

11

Anda mungkin juga menyukai