PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu perceraian yang dibolehkan oleh syariat adalah dengan Talak,
khuluk dan fasakh. Sepintas terlihat bahwa permainan pihak suami terhadap istri atas
hak talak yang dimilikinya, sehingga syari’at khuluk tidak banyak dipahami dan
dipraktekkan dalam kehidupan keluarga muslim. Banyak kalangan menilai bahwa
syari’at telah memberikan porsi hak yang berlebihan kepada suami dalam ikatan
perkawinan. Sehingga kehidupan rumah tangga selalu saja di warnai oleh
hegomoni ,arogansi suami atas istri yang tidak seimbang dalam rumah tangga.
Penilain tersebut merupakan suatu penilaain yang tidak komprehensif di dalam
menafsirkan kandungan teks al-quran maupun hadis yang berkenaan tentang
perceraian. dan akan semakin biasa manakala ayat-ayat tentang perceraian di dekati
melalui perpektif HAM, kesetaraan gender, kebebasan , demokratisasi dll.
Tentu saja penilaian demikian akan memberikan citra buruk terhadap ajaran
Islam tentang perceraian, dan seolah-olah syari’at telah terlanjur memberikan porsi
yang tidak seimbang bagi istri, padahal syari’at telah meletakkan posisi suami istri
dalam bingkai keseimbangan dan keadilan dalam kehidupan rumah tangga . Bila
syari’at telah meletakkan hak talak ada di tangan suami , maka syari’at khuluk
diletakkan di tangan istri. Tentunya semua itu diatur dalam ketentuan hukum dan
perundang-undangan, agar masing-masing orang tidak begitu seenaknya
menggunakan hak yang telah diberikan kepadanya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian talak?
2. Apa saja macam-macam talak?
3. Bagaimana hukum talak dan dalil hukumnya?
4. Apa saja rukun dan syarat talak?
5. Bagaimana ungkapan cerai (sighat thalaq)?
6. Bagaimana cara perhitungan talak?
7. Apa saja akibat talak?
8. Apa pengertian fasakh?
9. Apa saja hal-hal yang menyebabkan fasakh?
10. Apa saja bebtuk-bentuk fasakh?
11. Apa akibat dari fasakh?
12. Apa perbedaan talak dan fasakh?
13. Bagaimana hasil penelitian dari talak?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pengertian talak
2. Untuk mengetahui macam-macam talak
3. Untuk mngetahui hukum talak dan dalil hukumnya
4. Untuk mngetahui rukun dan syarat talak
5. Untuk mengetahui ungkapan cerai (sighat thalaq)
6. Untuk mengetahui cara perhitungan talak
7. Untuk mengetahui akibat talak
8. Untuk mengetahui pengertian fasakh
9. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan fasakh
10. Untuk mengetahui bebtuk-bentuk fasakh
11. Untuk mengetahui akibat dari fasakh
12. Untuk mengetahui talak dan fasakh
13. Untuk mengetahui hasil penelitian dari talak
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TALAK
Menurut abu zakaria al-anshari,talak ialah: حل عقد النكاح بلفظ الطالق ونحوه
“ melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.”
1
Sayyid Sabiq. 2006. Fiqih Sunnah jilid.3. Jakarta: Pena Pundi Aksara, h.135
2
Dr.H.Abd.Rahman Ghazaly,M.A. 2006. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana, h.192
2. Mengadakan perpisahan secara jasmaniah ,sementara tetap dalam status sebagai
suami istri, merupakan penyiksaan lahir batin terutama bagi pihak istri
3. Melakukan perceraian dan masing masing pihak menjadi bebas dan leluasa untuk
merenungkan dan mempertimbangkan kenbali kehidupan rumah tangganya.
Mereka bebas untuk meneruskan perceraian dan bebas pula untuk rukun kembali.3
Jika ikatan antara suami istri sedemikian kuatnya maka tidak sepantasnya
apabila hubungan tersebut di rusak dan di sepelekan, setiap usaha untuk
menyepelekan hubungan pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci oleh Islam
karena ia merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.
Ibnu umar berkata bahwa rasulullah saw,bersabda:
أبغض الحالل الى اهلل الطالق { روه ابو: قال.عن ابن عمر ان رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم
B. MACAM-MACAM TALAK
a) Talak ditinjau dari waktu melakukan talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.
Dikatakan talak sunni jika memenuhi 4 (empat) syarat yaitu :
isteri yang ditalak sudah pernah digauli, bila belum pernah digauli
maka bukan termasuk talak sunni.
3
Drs.Beni Ahmad saebani. 2001. Fiqih munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia, h. 55-56
4
Op.cit, h.136
isteri dapat segera melakukan menunggu ‘iddah’ suci setelah ditalak
yaitu dalam keadaan suci dari haid
talak itu dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan,
dipertengahan maupun diakhir suci, kendati beberapa saat lalu datang
haid.
suami tidak pernah menggauli isteri selama masa suci di mana talak itu
dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika isteri dalam
keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak
sunni.
b. Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntutan sunnah dan tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat talak sunni.
Termasuk dalam talak bid’i adalah :
talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haid (menstruasi) baik
dipermulaan haid maupun dipertengahannya.
talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah
digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.
b) Talak ditinjau dari jelas tidaknya ucapan talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan
tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika diucapkan,
tidak mungkin ada pemahaman lagi. Contoh Talak Sharih yaitu:
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap isterinya dengan talak sharih maka
menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya sepanjang ucapan itu dinyatakan
dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.
c) Talak ditinjau dari kemungkinan ruju’ atau tidak dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap isterinya yang telah
digauli, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya. Setelah
terjadi talak raj’i, maka isteri wajib ber iddah, bila kemudian suami hendak
kembali kepada isteri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu dapat
dilakukan dengan jalan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut suami
tidak menyatakan rujuknya, maka talak tersebut berubah menjadi talak bain
dengan berakhir iddahnya.: kemudian jika sesudah berakhir iddahnya itu
suami ingin kembali kepada bekas isterinya, maka wajib dilakukan dengan
akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula. Talak raj’i hanya terjadi
dengan talak yang pertama dan kedua saja.
b. Talak Ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami
terhadap bekas isterinya. Untuk mengembalikan bekas isteri ke dalam ikatan
perkawinan harus melalui akad nikah baru lengkap dengan rukun dan syarat-
syaratnya. Adapun talak ba’in dibagu menjadi dua:
c. Talak dengan isyarat yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh
suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara dapat dipandang
sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan
maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama dengan ucapan bagi
yang dapat berbicara dalam menjatuhkan talak, sepanjang isyarat itu jelas dan
meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri perkawinan.
d. Talak dengan utusan yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada isteri
melalui perantaraan orang lain
Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu janji yang kuat.
Oleh karena itu suami-istri wajib memelihara hubungannya tali pengikat itu,
dan tidak sepantasnya mereka berusaha merusak dan memutuskan tali pengikat
tersebut. Meskipun dalam hukum Islam suami diberi kewenangan menjatuhkan talak,
namun tidak dibenarkan suami menggunakan hak nya itu dengan gegabah dan sesuka
hati, apalagi hanya menurutkan hawa nafsunya.
Menjatuhkan talak tanpa alasan dan sebab yang dibenarkan adalah termasuk
perbuatan tercela, terkutuk dan dibenci oleh Allah.
Hadits ini menjadi dalil bahwa diantara jalan halal itu ada yang dimurkai Allah
jika tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Maka menjatuhkan talak itu sama
sekali tidak ada pahalanya dan tidak dapat dipandang sebagai perbuatan ibadah.
Hadits ini juga menjadi dalil bahwa suami wajib selalu menjauhkan diri dari
menjatuhkan talak selagi masih ada jalan untuk menghindarkannya. Suami hanya
dibenarkan menjatuhkan talak jika terpaksa, tidak ada jalan lain untuk
menghindarinya, dan talak itulah salah satunya jalan terciptanya kemaslahatan.
Istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan alasan yang
dibenarkan adalah perbuatan tercela, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
َأُّي ا ِإ َأٍة َأَلْت َز ا َطاَل ًقا ِم َغ ِر ْأٍس َف ا َعَل ا اِء ُة اْل َّنِة
ْن ْي َب َح َر ٌم ْيَه َر َح َج ْو َج َه َم ْم َر َس
Manakala istri menuntut cerai dari suaminya tanpa adanya suatu alasan, maka
haram baginya bau surga.5
5
Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, h. 211-213.
Tentang hukum talak ini para ahli fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang
paling benar diantara semua itu adalah yang mengatakan “terlarang”, kecuali karena
alasan yang benar. Mereka yang berpendapat begini adalah golongan Hanafi dan
Hambali. Alasannya yaitu:
َلَع ا ُك َّل َذَّو اٍق ِم َطاَل ٍق:قال رسو ل هلل صلى اهلل عليه وسلم
َن ُهلل
Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan
bercerai.” (Maksudnya: suka kawin dan bercerai).
Ini disebabkan karena carai itu kufur terhadap nikmat Allah. Sedangkan kawin
adalah satu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram. Jadi tidak halal bercerai,
kecuali karena ada darurat.
Syara’ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya suami-istri,
namun syara’ membenci terjadinya perbuatan ini dan tidak merestui dijatuhkannya
talak tanpa adanya sebab atau alasan. Adapun sebab-sebab dan alasan-alasan untuk
jatuhnya talak itu adakalanya menyebabkan kedudukan hukum talak menjadi wajib,
adakalanya menjadi haram, adakalanya menjadi mubah, dan adakalanya menjadi
sunnah. Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghaziy dalam kitabnya fat-hul Qorib
mengemukakan hukum talak dapat dibagi menjadi: Talak wajib, talak sunnah, talak
makruh, dan talak haram.
Talak wajib, yaitu talak yang dalam hal terjadi kasus syiqaq yakni talak yang
dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), apabila kedua hakam berpendapat bahwa
talak itulah satu-satunya jalan untuk mengakhiri persengketaan suami-istri. Demikian
pula dalam kasus ila’, yakni suami bersumpah tidak akan mencampuri istrinya dan
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, Penerjemah: Drs. Mohammad Thalib, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1980), cet.
Ke-14, h. 9-10.
telah berlalu masa empat bulan setelah sumpah tersebut si suami tidak mencabut
sumpahnya itu, berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-baqarah 226-227:
َو ِإْن َعَزُموْا الطالق َفِإ َّن اهلل.ّلَّلِذ يَن ُيْؤ ُلوَن ِم ن ّنَس اِئِه ْم َتَر ُّبُص َأْر َبَعِة َأْش ُه ٍر َفِإ ن َفآُءو َفِإ َّن اهلل َغُفوٌر َّر ِح يٌم
kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya) maka sesungguhnya Allah maha
pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk)
talak, maka sungguh Allah maha mendengar lagi maha tahu.
Dengan sumpah ini seorang istri menderita karena tidak disetubuhi dan tidak
pula diceraikan. Setelah empat bulan berselang sumpah suami dan tidak hendak
kembali kepada istrinya, maka wajiblah ia menjatuhkan talak-nya, agar dengan
demikian istri tidak terkatung-katung seperti orang digantung, sedangkan jika suami
berkehendak untuk kembali lagi, maka ia wajib membayar kafarat sumpah.
Talak juga menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami
tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya sebagai
suami, seperti suami tidak mampu lagi mendatangi istri. Dalam hal ini istri berhak
menuntut talakdari suaminya, dan suaminya wajib menuruti tuntutan istri.7
Imam Ahmad berkata: Tidak patut memegang istri seperti ini. Karena hal itu
dapat mengurangi keimanan suami, tidak membuat aman ranjangnya dari perbuatan
rusaknya. Dalam hal ini suami tidak salah untuk bertindak keras kepada istrinya, agar
ia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya untuk bercerai. Allah
SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 19:
)19 :َو َال َتْع ُضُلوُه َّن ِلَتْذ َه ُبوْا ِبَبْع ِض َم ا ءاَتْيُتُم وُه َّن ِإَّال َأن َيْأِتيَن ِبَف اِح َش ٍة ُّمَبّيَنٍة (النسا
7
Lihat Abd. Rahman Ghazaly, op.cit., h. 214-216.
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata.8
Maksud dari ayat tersebut adalah, bahwasannya seorang suami tidak boleh
menyusahkan istrinya dengan menghalanginya untuk mengawini laki-laki lain dengan
menahan mereka, padahal suami tersebut sudah tidak ada keinginan lain terhadap
mereka selain menyusahkan belaka karena hendak mengambil kembali sebagian apa
yang telah ia berikannya kepada istrinya berupa mahar, kecuali jika istri tersebut
melakukan pekerjaan keji yang nyata, dalam artian zina atau nusyuz, maka ketika itu
bolehlah seorang suami menyusahkan mereka hingga mereka melakukan khulu’ atau
menebus diri mereka.9
Ibn Qudamah berkata: Talak dalam salah satu dari keadaan diatas (yaitu tidak
taat kepada Allah dan kurang rasa malunya) barangkali wajib. Katanya pula: Talak
sunnah yaitu talak karena perpecahan antara suami-istri yang sudah berat dan bila istri
keluar rumah dengan meminta khulu’ karena ingin terlepas dari bahaya.10
Abd. Rahman Ghazaly menyatakan bahwa talak itu diharamkan jika dengan
talak itu kemudian suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya ataupun dengan
8
Lihat Sayyid Sabiq, op.cit., h.11.
9
Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahally, Tafsir Jalalain, Penerjemah:
Dani Hidayat, (Tasikmalaya: Pesantren Persatuan Islam 91, 2009)
10
Op.cit., hal. 12.
11
Lihat Abd. Rahman Ghazaly, loc.cit., h. 216.
wanita lain, suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu mengakibatkan
terjatuhnya suami kedalam perbuatan haram.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa talak diharamkan jika dengan talak itu
akan merugikan bagi suami dan istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang mau
dicapai dengan perbuatan talaknya itu. Maka diharamkannya talak itu seperti
haramnya merusak harta benda, karena demikian itu bertentangan dengan sabda
Rasulullah SAW:
ِض
اَل َض َرَر َو اَل َر اَر
Tidak boleh timbul madharat dan tidak boleh saling menimbulkan madharat.12
Dalam riwayat lain talak serupa hal yang dibenci sebagaimana sabda Nabi SAW:
)َم ا َأَح َّل اُهلل َش ْيًأ َأْبَغُض ِإَلْيِه ِم َن اْلَطاَل ُق (رواه أبوداود
Tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah, tetapi dibenci-Nya selain daripada talak.
Talak itu dibenci bila tidak ada suatu alasan yang benar, sekalipun Nabi SAW
mengatakannya halal. Karena ia merusak perkawinan yang mengandung kebaikan-
kebaikan yang dianjurkan oleh agama. Karena itu talak seperti ini dibenci.13
Talak itu mubah hukumnya ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena
jeleknya perilaku istri, bukanya sikap istri terhadap suami, atau suami menderita
madharat lantaran tingkah laku istri, atau suami tidak mencapai tujuan perkawinan
dari istri.14
Imam Haramain memberikan isyarat pada talak yang mubah, yaitu talak yang
dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang tidak dia sukai dan tidak mau menjual
murah terhadap dirinya dengan memberikan pembiayaan kepada istrinya tanpa
menikmati kesenangan.15
19
Lihat Abd. Rahman Ghazaly, op.cit., h. 203.
20
Loc.cit., h. 23-24
niat talak atau masih berada dalam pikiran dan angan-angan, tidak diucapkan,
tidak dipandang sebagai talak.
d. Qoshdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan
oleh ayng mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain. oleh karena itu
salah ucap yang tidak di maksud ubtuk talak tidak dipandang jatuh talak.21
21
Op.cit., h. 204.
22
Lihat Sayyid Sabiq, op.cit..,h. 27.
23
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammaz Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas (eds.), Fiqh
Munakahat, Khitbah, Nikah, dan Talak, Penerjemah:Dr.H. Abdul Majid Khon, M.Ag, (Jakarta: Amzah, 2009),
h. 264.
sesuatu lain selain talak itu sendiri. Sedangkan Talak kinayah adalah setiap kata
yang mirip talak dan lainnya atau talak yang mengandung sesuatu selain talak. 24
Talak sharih terjadi tanpa tanpa niat. Talak sharih itu menggunakan tiga lafal
yaitu: Cerai (thalaq), pisah (firaq),dan terlepas (sarah). Lafal pertama sudah
popular, baik secara bahasa maupun syara’. Lafal kedua dan ketiga terdapat dalam
Al-Qur’an dengan makna terpisah antara kedua pasang suami dan istri. Keduanya
diungkapkan secara jelas seperti lafal talak. Allah SWT berfirman: Maka menahan
dengan baik atau melepaskan dengan baik. (QS. Al-Baqarah (2): 229) dan
Tahanlah mereka dengan baik atau pisahlah dengan baik. (QS. Al-Baqarah (2):
231) dan firman-Nya: Dan jika mereka berpisah Allah mengkayakan mereka dari
keluasan-Nya. (QS. An-Nisa’ (4): 130).
Ayat kedua dan ketiga dengan jelas mengungkapkan talak menurut Imam Asy-
Syafi’i. Sedangkan oposisinya, berpendapat keduanya merupakan sindiran karena
tidak popular dengan arti talak. Contoh lafal talak seperti: Hai orang yang tertalak
( )يَا َطاِلُق, wanita tertalak ()ُمَطَّلَق ٌة, engkau seorang tertalak ( )َأْنِت َط اِلٌق, dan aku talak
Semua lafal diatas tegas dan jelas (sharih) wanita tertalak dengan lafal-lafal
tersebut, baik seorang suami berniat talak maupun tidak selama ia mengerti
maksud lafal tersebut dan sengaja melafalkannya. Baik ia bersungguh-sungguh
maupun bercanda, karena sabda Rasulullah SAW:
َثاَل ٌث ِج ُّد ُه َّن َو َهْز ُلُه َّن ِج ٌّد الِّنَك اُح َو الَّطاَل ُق َو الَّر ْجَعُة
Ada tiga perkara, kesungguhannya menjadi sungguh-sungguh dan
bercandanya pun dianggap sungguh-sungguh, yakni talak, nikah, dan rujuk.
Jika seseorang mengatakan salah satu lafal tersebut kemudian mengatakan aku
bermaksud yang lain, hanya saja lisanku terlanjur mengucapkannya, maka tidak
diterima perkataan orang tersebut karena menyalahi lahirnya. Hal itu urusan antara
dirinya dan Allah karena bisa saja diartikan seperti pengakuannya, tetapi
Rasulullah SAW bersabda: Aku menghukumi yang lahir dan Allah-lah yang
menguasai yang tersembunyi.
Lafal talak sindiran yaitu suatu kalimat yang mempunyai arti cerai atau yang
lain. kalimatnya banyak dan tidak terhitung, tetapi berikut ini disebutkan beberapa
24
Lihat Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy, op.cit.,h. 63.
contoh saja bukan berarti menjumlah hitungan. Ungkapan kata yang tidak berarti
talak, tidak menyerupainya, dan tidak menunjukkan cerai seperti perkataan seorang
kepada istrinya, misalnya: duduklah, engkau cantik, semoga Allah memberkahi
engkau, dan sebagainya. Dengan menggunakan kata-kata tersebut, tidak terjadi
talak sekalipun berniat talak, kaerena kata-kata tersebut tidak ada kemungkinan
didalamnya makna talak. Andaikan dijatuhkan talak hanya sekedar niat belaka. 25
Adapun cerai dengan kata-kata sindiran tidak dianggap sah kecuali dengan
adanya niat, sekalipun yang mengucapkan tadi berkata dengan lafal yang jelas,
tetapi maksudnya bukan untuk mentalak tetapi hanya dimaksudkan telah jatuh
talak. 26
Berikut ini beberapa contoh talak sindiran, misalnya: engkau bebas, engkau
terputus, engkau terpisah, melanggarlah, bebaskan rahimmu, pulanglah kerumah
orang tuamu, talimu terhadap aku keanehanmu, jauhkan aku, pergilah, dan lain-
lain.
Lafal i’taq (pemerdekaan) sindiran pada talak. Demikian juga sebaliknya, kata
thalaq sindiran bagi pemerdekaan. Jika seseorang berkata kepada istrinya: “Aku
memerdekakan engkau atau engkau merdeka” dan berniat talak maka terjadilah
talak. Demikian juga jika seseorang berkata kepada hambanya: “Engkau saya
talak” dengan berniat talak terjadilah pemerdekaan, dai ia merdeka.27
2. Talak dengan Isyarat
Talak dengan isyarat tidak terlepas dari dua hal, yaitu:
a. Isyarat bagi Orang Bisu
Isyarat bagi orang yang bisu merupakan alat komunikasi dan
menjelaskan makssud hatinya kepada orang lain. karena itu isyarat seperti ini
dipandang nilainya sama dengan kata-kata yang diucapkan dalam
menjatuhkan talak. Jika ia memberikan isyarat yang menunjukkan pada
maksudnya yaitu menghentikan hubungan pasangan suami-istri dan semua
orang paham, maka talak itu sharih. Jika isyarat itu tidak dapat dipahami
melainkan orang-orang yang cerdas saja, ada dua pendapat, adakalanya sharih
dan adakalanya kinayah.
25
Op.cit., h. 264-265
26
Lihat Sayyid Sabiq, op.cit..,h. 28.
27
Lihat Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammaz Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op.cit., h. 268
Sebagian ahli fiqih mensyaratkan bahwa isyarat orang bisu itu
dibolehkan apabila ia tidak dapat menulis dan tidak mengetahui tulisan. Jika ia
mengetahui dan mampu menulis, tidak boleh menggunakan isyarat, sebab
tulisan lebih jelas maksudnya daripada isyarat. Dan isyarat tidak boleh
digunakan kecuali kalau benar-benar ia sudah tidak mampu berbuat lain.
b. Isyarat bagi Orang yang dapat Berbicara
Ulama’ berbeda pendapat tentang isyarat orang yang dapat berbicara:
Pertama: Isyarat talak bagi orang yang dapat berbicara tidak sah talaknya,
karena isyarat yang diterima dan menempati ucapan bagi haknya orang bisu
diposisiksn karena darurat, sedangkan disini tidak ada darurat. perpindahan
orang yang dapat berbicara dari ucapan ke isyarat dipahami tidak bertujuan
talak dan jika bertujuan maka hal tersebut sangat langka bermaksud memberi
pengalaman.
Kedua: Isyarat orang yang dapat berbicara dikategorikan talak sindiran, karena
secara global memberi pemahaman talak.
3. Talak dengan Tulisan/Surat
Talak dapat terjadi dengan tulisan walaupun penulis mampu berkata-kata.
Sebagaimana suami boleh menalaq istri dengan lafal atau ucapan, ia juga boleh
menalaq dengan tulisan.
Fuqaha’ mensyaratkan bahwa tulisan itu hendaknya harus jelas dan
terlukis. Maksudnya jelas adalah jelas tulisannya sehingga terbaca ketika ditulis
dilembaran kertas dan sesamanya. Maksud terlukis adalah tertulis ke alamat istri.
Misalnya suami menulis surst kepada istrinya: “Hai Fulanah engkau tercerai”. Jika
tulisan itu tidak dialamatkan kepada istri maka tidak tercerai kecuali dengan niat.
Misalnya suami menulis diatas kertas:”Engkau tercerai atau istriku tercerai”.
Maka yang seperti ini dianggap tidak sah talaknya, kecuali dengan niat. Sebab
boleh jadi tulisan seperti ini ditulis dengan tidak sengaja dimaksudkan untuk
mentalak, tetapi sekedar berlatih mengindahkan tulisan misalnya.28
4. Talak dengan Mengirimkan Seorang Utusan
Talak dianggap sah dengan mengirim seorang utusan untuk
menyampaikan kepada istrinya yang berada ditempat lain, bahwa ia telah ditalak.
28
Ibid.,h. 271-272.
Dalam hal ini utusan tadi bertindak selaku orang yang mentalak. Karena itu sah-
lah talaknya.29
5. Talak Bebas dan Bergantung
Shighat talak adakalanya bebas tidak terikat (munjizah), adakalanya
bergantung (mu’allaq),dan adakalanya disandarkan pada masa yang akan datang.
Shighat talak yang bebas adalah Shighat yang tidak bergantung pada syarat dan
tidak disandarkan pada waktu yang kan datang. Ia dimaksudkan oleh yang
mengucapkannya terjadinya talak sekaligus, seperti ucapan suami:”Engkau
tertalak”. Hukum talak ini menjatuhkan talak seketika, kapan saja diucapkan oleh
ahlinya dan pada tempatnya.
Shighat talak bergantung adalah apa yang dijadikan suami untuk mencapai
talak digantungkan pada syarat suatu sifat. Seperti ucapan seorang suami kepada
istri:”Jika engkau pergi ke teather maka engkau tertalak”. Disyaratkan sah-nya
talak bergantung dan terjadinya talak pada tiga perkara:
1. Hendaklah digantungkan pada sesuatu yang belum ada dan mungkin ada
setelah itu. jika digantungkan pada sesuatu yang telah ada pada saat
mengucapkan shighat, ia masuk pada talak bebas, sekalipun bentuknya
bergantung. Misalnya “Jika siang terbit engkau tercerai” diucapkan pada siang
hari yang sudah terbit.
2. Shighat talak diucapkan pada wanita yang menjadi sasaran cerai masih dalam
tanggungannya.
3. Wanita dalam tanggungannya pada saat tercapainya sifat yang digantungi.
29
Op.cit., h. 33.
Kedua talak bergantung diatas menyebabkan terjadinya talak, menurut
mayoritas ulama’ jika tercapai apa yang digantunginya.
F. PERHITUNGAN TALAK
Seorang suami apabila sudah mengumpuli istrinya maka ia berhak tiga kali
talak. Para ulama’ sepakat suami dilarang mentalak istrinya tiga kali berturut-turut
dalam masa satu kali suci. Alasan mereka ialah jika suami menjatuhkan talak tiga
kali berarti menutup pintu untuk kembali dan bertemu lagi disaat ia menyesali
perbuatannya, dan juga menyalahi ketentuan agama, karena dijadikannya talak
berkali-kali adalah untuk memberikan kesempatan kembali diwaktu menyesali
perbuatannya, karena orang yang menjatuhkan cerai tiga kali berarti telah merugikan
wanita dikarenakan telah menjadikan wanita dengan talaknya itu sebagai orang yang
tidak sah untuk diri (laki-laki)nya. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
أخبرنا رسوالهلل عن َرُج ٍل َطَّلَق ِإْم َر َأُتُه:روى النسائ من حديث محمود بن لبيد قال
ِهلل ِك ِل ٍت
َح َّتى َقاَم, َأُيْلَعُب ِب َتاِب ا وَانَا َبْيَن َاْظُه ِر ُك ْم:فقال, َفَق اَم َغْض َباَن,َثاَل َث َتْط ْيَق ا َج ِم ْيًعا
30
Lihat Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammaz Azzam dan Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op.cit., h. 274-
276
menginginkan apa yang tidak dikehendaki oleh Allah. Allah menghendaki seseorang
mentalak satu kali saja, kemudian jika ia mau, dapat kembali kepada istrinya. Lalu
mentalaknya lagi jika ia menghendaki, kemudian jika ia menghendaki, kemudian ia
tidak boleh kembali merujuknya lagi setelah itu.
Selain itu menjatuhkan talak tiga kali sekaligus menyalahi firman Allah:
) 230 :َفِإ ْن َطَلَق َه ا َفَال َتِح ُّل َلُه ِم ْن َبْع ُد َح َّتى َتْنِكَح َز ْو ًج ا َغْيَر ُه (البقره
Dan jika ia mentalak istri, maka tidak halal baginya sesudah itu sehingga (bekas
istri) kawin dengan laki-laki lain.
)237:َو ِإن َطَّلْق ُتُم وُه َّن ِم ن َقْبِل َأن َتَم ُّس وُه َّن َو َقْد َفَر ْض ُتْم َلُه َّن َفِر يَض ًة (البقره
Dan jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum mencampuri mereka, padahal
kamu sudah menetapkan mahar
Dzahir daripada ayat diatas menerangkan bolehnya menjatuhkan sekali talak,
dua kali dan tiga kali. Karena dalam ayat ini tidak membedakan antara
menjatuhkan talak sekali atau dua kali atau tiga kali.
2. Ayat yang membolehkan talak dua kali atau tiga kali dengan sekaligus atau
secara terpisah
الطالق َم َّر َتاِن َفِإ ْم َس اٌك ِبَم ْع ُر وٍف َأْو َتْس ِر يٌح بإحسان
Talak itu dua kali. Karena itu peganglah baik-baik atau ceraikanlah dengan
baik-baik.
Selain ayat-ayat diatas diterangkan pula dalam beberapa riwayat hadits dibawah
ini:
يا رسول اهلل َظَلْم ُتَه ا ِإْن: قال, َلَّم ا اَل َعَن َأُخ ْو َبِنْى َعْج اَل َن ِإْم َر َأُتُه: قال,عن سهل بن سعد
ُثَّم َأَر اَد َاْن, َأَنُه َطَّلَق ِإْم َر َأَتُه َتْطِلْيَقًة َو ِه َي َح اِئٌض, َح َّد َثَنا َعْبُد اِهلل ْبِن ُعَمَر: َعِن اْلَح َس ِن َقاَل
ِل ِع ِب ِب ِل
ُيْت َعَه ا َتْط َق ْيِن ُأْخ َر َيْيِن ْنَد الُقْر َأْيِن َفَبَلَغ َذا َك رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم فقال َيا ْابَن
َم ا َه اَكَذ ا َاَم َر َك اهلل تعالى! ِإَّنَك َقْدَاْخ َطْأَت اْلُّس ّنَة َو الُّس َّنُة َاْن َتْسَتْق ِبَل اْلُطْه َر َفُتَطِّلَق, ُعَمَر
ِا ِه ِن ٍء ِل
َذا َي: ثم قال. َفَر اَج ْع ُتَه ا, َفَأَم َر ى رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم: وقال. ُك ِّل ُقْر
َاَك اَن َيِح ُّل, َأَر َأْيَت َلْو َطَّلْق ُتَه ا َثاَل ًثا: فقلُت يا رسوَل اهلل, َطُه َر ْت َفَطِّلْق ِع ْنَد َذاِلَك َاْو َاْم ِس ْك
) (رواه الدارقطنى. َك اَنْت َتِبْيُن ِم ْنَك (َو َتُك ْو ُن َم ْعِص َيًة... َال:ِلي َاْن ُاَر اِج َعَه ا؟ قال
Dari Al-Hasan, berkata: Abdullah bin Umar bercerita kepada kami, bahwa ia
mentalak istrinya diwaktu haid dengan sekali talak. Kemudian ia ingin
menyusulnya dengan dua kali talak lain ketika dua masa haid kemudiannya.
Maka sampailah kejadian itu kepada Rasulullah, kemudian beliau
bersabda:Wahai Ibnu Umar! Tidaklah begitu Allah memerintahkan. Engkau
sesungguhnya telah menyalahi sunnah. Karena sunnah menetapkan pada waktu
suci tetapi engkau menjatuhkan talak setiap waktu haid”. Dan ia Ibnu Umar
berkata:” Maka Rasulullah memerintahkan saya (untuk merujuk). Lalu sayapun
merujuk. “Kemudian ia berkata:”Apabila ia dalam keadaan suci bolehlah kamu
talak atau kamu pegang terus. “Lalu saya (Ibnu Umar) berkata: “Wahai
Rasulullah! Bagaimana pendapat tuan kalau saya talak tiga kali? Adakah halal
bagiku merujuknya lagi?” Lalu Nabi bersabda:” Tidak. Karena kau telah
mentalak ba’in kepadanya (dan berarti berbuat terlarang).”
Demikianlah pendapat Jumhur Tabi’in dan sebagian besar sahabat serta para
imam empat madzhab.
3. Adapun yang berpendapat hanya dihitung sekali talak, mereka beralasan dengan
dalil-dalil dibawah ini:
Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwasanya Abu ash-Shahba’ berkata kepada
Ibn ‘Abbas, “Tahukah kamu bahwa yang tiga itu dulu dijadikan satu talak saja
pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan permulaan masa ‘Umar.? Ia
menjawab, “Ya.” Di dalam lafazh yang lain, “dikembalikan kepada satu
talak.?”,ia mejawab, “Ya.”
Ini merupakan nash yang shahih dan sangat jelas sekali, tidak bisa ditakwil-
takwil atau pun dirubah.
G. AKIBAT TALAK
1. Akibat Talak Raj’i
Talak raj’i tidak melarang mantan suami berkumpul dengan mantan
istrinya, sebab akad perkawinannya tidak hilang dan tidak menghilangkan hak
(pemilikan), serta tidak mempengaruhi hubungannya yang halal kecuali
persetubuhan).
Sekalipun tidak mengakibatkan perpisahan, talak ini tidak menimbulkan
akibat-akibat hukum selanjutnya selama masih dalam masa iddah istrinya.
Segala akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis masa iddah dan jika tidak
ada ruju’. Apabila masa iddah telah habis maka tidak boleh ruju’ dan berarti
perempuan itu telah tertalak ba’in. Jika masih ada dalam masa iddah maka talak
raj’i yang berarti tidak melarang suami berkumpul dengan istrinya kecuali
bersenggama. Jika ia menggauli istrinya berarti ia telah ruju’.
Istri yang menjalani iddah raj’iyyah, jika ia taat atau baik terhadap
suaminya, maka ia berhak memperoleh tempat tinggal, pakaian dan uang belanja
dari mantan suaminya. Tetapi jika ia durhaka maka tidak berhak mendapatkan
apa-apa. Rasulullah SAW:
)ِإَّن الَّنَفَقُة َو الُّس ْك نَى ِلْلَمْر َأِة ِإَذا َك اَن ِلَجْو ِج َه ا َعَلْيَه ا الُّر ْجَعُة (رواه احمد والنسأئ
Perempuan yang berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal (rumah) dari
mantan suaminya adalah apabila mantan suaminya itu berhak merujuk
kepadanya. (HR. Ahmdad dan An-Nasa’i).
Beliau juga bersabda:
)ِإَّن الَّنَفَقُة َو الُّس ْك نَى ِلَمْن َتْم ِلُك الُّر ْجَعَة (روهى الدارقطنى والنسائ
nafkah dan tempat tinggal bagi wanita yang memiliki (kesempatan untuk) diruju’.
(HR.At-Daruquthni dan Nasa’i).
Bila salah seorang meninggal dalam masa ‘iddah, yang lain menjadi ahli
warisnya, dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya selama masa
‘iddah.
Ruju’ adalah salah satu hak suami dalam masa ‘iddah. Oleh karena itu ia
31
Lihat Sayyid Sabiq, op.cit..,h. 49-57.
tidak berhak membatalkannya sekalipun suami misalnya berkata: “tidak ada ruju’
bagiku.” Namun sebenarnya ia tetap mempunyai hak rujuk. Sebab dalam firman
Allah disebutkan:
)3:َو ِاَذا َبَلْغَن َأَج َلُه َّن َفَاْم ِس ُك ْو ُه َّن َأْو َفاِر ُقْو ُه َّن ِبَم ْع ُر ْو ٍف َو َأْش َه ُد ْو اَذَو ْي ِم ْنُك ْم (الطالق
Apabila mereka telah mendekati akhir masa iddahnya, maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan
dua orang saksi yang adil diantara kamu
Disini Allah SWT tidak membedakan antara ruju’ talak dengan
menghadirkan saksi. Karena itu tidak boleh memisahkan antara satu dengan yang
lainnya, seperti menalaq tanpa dua orang saksi laki-laki yang adl atau ruju’ tanpa
adanya orang yang adil sebagai saksi perbuatan seperti ini melanggar hukum
Allah. Nabi Muhammad SAW bersabda:
َعْن ِع ْم َر اَن اْبِن ُح َصْيٍن َاَّنُه ُس ِئَل َعِن الَّر ُج ِل ُيَطِّلُق ِإْم َر َأَتُه ُثَّم َيَق ُع ِبَه ا َو َلْم ُيْش ِه ْد َعَلى
َطَلْق َت ِلَغْيِر ُس َّنٍة َأْش ِه ْد َعَلى َطَالِقَه ا َو اَل َعَلى َر ْجَعِتَه ا َو اَل َتُعْد: َطاَل ِقَه ا َو اَل َعَلى َر ْجَعِتَه ا َفَق اَل
()رواه أبو داود و إبن ماجه والبيهقى والطبران
Dari Imran bin Hussain, sesungguhnya ia pernah ditanya tentang orang yang
menalaq istrinya, kemudian disenggamainya, padahal tidak ada saksi ketika
menalaqnya dan ketika merujuknya. Maka jawabannya, “ Engkau menalaq tidak
menurut sunnah, dan merujuk tidak menurut sunnah. Hadirkanlah saksi untuk
menalaq dan merujuknya dan jangan engkau mengulangi perbuatan itu.
2. Akibat Talak Ba’in Sughra
Talak ba’in sughra ialah memutuskan hubungan perkawinan antara suami
dan istri sertelah kata talak diucapkan. Karena ikatan perkawinan telah putus,
maka istrinya kembali menjadi orang lain bagi suaminya. Oleh karena itu ia tidak
boleh bersenang-senang dengan perempuan tersebut apalagi sampai
menyetubuhinya.
Apabila ia baru menalaqnya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa dua
kali talak setelah ruju’ dan jika sudah dua kali talak, maka ia hanya berhak atas
satu kali talak setelah ruju’.
3. Akibat Talak Ba’in Kubra
Hukum talak ba’in kubra sama dengan talak ba’in sughra, yaitu
memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri. Tetapi talak ba’in
kubra tidak menghalalkan bekas suami merujuk kembali bekas istri, kecuali
sesudah ia menikah dengan laki-laki lain dan telah bercerai setelah dikumpulinya
(telah bersenggama), tanpa ada niat nikah tahlil. Allah SWT berfirman:
)230 :َفِإ ن َطَّلَق َه اَفَال َتِح ُّل َلُه ِم ن َبْع ُد حتى َتْنِكَحَزْو ًج ا َغْيَر ُه (البقره
Kemudian jika ia menceraikannya lagi maka wanita itu tidak halal lagi baginya
setelah itu hingga dia kawin dengan suami yang lain.
Perempuan yang menjalani iddah talak ba’in, jika tidak hamil ia hanya
berhak memperoleh tempat tinggal (rumah), tidak lain. tetapi jika ia hamil ia juga
berhak mendapat nafkah. Dalam Al-Qur’an di tegaskan:
َأْس ِكُنوُه َّن ِم ْيُث َك ْنُت ِم ْج ِد ُك اَل ُتَض اُّر وُه َّن ِلُتَض ِّيُق وا َعَلْيِه َّن ۚ ِإْن ُكَّن ُأواَل ِت
َو ْن َح َس ْم ْن ُو ْم َو
َحْم ٍل َفَأْنِف ُقوا َعَلْيِه َّن َح َّتٰى َيَض ْع َن َحْم َلُه َّن
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan
(hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang
hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin,
Perempuan yang menjalani iddah wafat (karena ditinggal mati oleh
suaminya), ia tidak berhak sama sekali nafkah dan tempat tinggal dari mantan
suaminya, karena ia dan anak (yang dikandungnya) adalah pewaris yang berhak
mendapat harta pusaka dari almarhum suaminya itu. Rasulullah SAW bersabda:
)َلْيَس ِلْلَح اِم ِل الُم َتَو َّقى َعْنَه ا َز ْو ُج َه ا َنَفَقٌة (رواه الدار قطنى
Perempuan hamil yang ditinggal mati suaminya tidak berhak memperoleh
nafkah.
Perempuan yang di talak suaminya sebelum dikumpuli (qobla dukhul), ia
tidak memiliki iddah, tetapi berhak memperoleh mut’ah atau pemberian. Hal ini
ditegaskan oleh Allah SWT:
ِم ِم ِت ِذ
َيا َأُّيَه ا اَّل يَن آَم ُنوا ِإَذا َنَك ْحُتُم اْلُم ْؤ َنا ُثَّم َطَّلْق ُتُم وُه َّن ْن َقْبِل َأْن َتَم ُّس وُه َّن َفَم ا َلُك ْم
َعَلْيِه َّن ِم ْن ِع َّد ٍة َتْعَتُّدوَنَه ا ۖ َفَم ِّتُعوُه َّن َو َس ِّر ُح وُه َّن َس َر اًح ا َج ِم ياًل
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan
yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka ´iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut´ah dan lepaskanlah mereka itu
dengan cara yang sebaik-baiknya.
Selanjutnya, baik mantan suami atau istri harus memperhatikan
kesejahteraan anak. Jika anak itu masih dalam kandungan, maka ibunya harus
menjaganya baik-baik, demikian juga ketika anak menyusu kepada ibunya,
sekalipun bisa juga perempuan lain yang menyusui anak tersebut jika misalnya
ibunya enggan atau repot. Sampai anak itu bisa berdiri sendiri, maka tanggung
jawab nafkah tetap menjadi kewajiban bapaknya. Dalam Al-Qur’an disebutkan:
َو ِإْن ُكَّن ُأواَل ِت َحْم ٍل َفَأْنِف ُقوا َعَلْيِه َّن َح َّتٰى َيَض ْع َن َحْم َلُه َّن ۚ َفِإ ْن َأْر َض ْع َن َلُك ْم َفآُتوُه َّن
ُأُج وَر ُه َّن ۖ َو ْأَتِم ُر وا َبْيَنُك ْم ِبَم ْع ُر وٍف ۖ َو ِإْن َتَعاَسْر ُتْم َفَس ُتْر ِض ُع َلُه ُأْخ َر ٰى
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik;
dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya.
Jika anak tersebut sudah mengerti maka ia dipersilahkan memilih apakan
mau mengikuti ibunya atau bapaknya.
H. PENGERTIAN FASAKH
Menurut bahasa kata "fasakh" berasal dari bahasa Arab فسخا- يفسخ- فسخyang
berarti batal atau rusak32 Sedang menurut istilah dapat diartikan sebagai berikut :
Menurut DR. Ahmad al Ghundur Fasakh adalah batal akad (pernikahan)
dan hilangnya keadaan yang menguatkan kepadanya33. Menurut Sayyid Sabiq
Memfasakh adalah membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara
suami-isteri.34, Menurut Ensiklopedi Islam fasakh ialah pemutusan hubungan
pernikahan oleh hakim atas permintaan suami atau isteri atau keduanya akibat
timbulnya hal-hal yang dirasa berat oleh masing-masing atau salah satu pihak suami-
isteri secara wajar dan tidak dapat mencapai tujuan dari sebuah pernikahan yang di
inginkan oleh suami dan istri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan jikalau pengertian fasakh nikah adalah
suatu bentuk perceraian yang diputuskan oleh hakim karena dianggap pernikahan itu
memberatkan salah satu pihak baik istri atau laki laki atau bahkan kedua belah pihak.
J. BENTUK-BENTUK FASAKH
Bentuk-bentuk fasakh yang terjadi dengan sendirinya di antaranya sebagai
berikut :
1) Fasakh terjadi karena rusaknya akad pernikahan yang diketahui setelah
pernikahan berlangsung, seperti pernikahan tanpa saksi dan mengawini
mahram.
2) Fasakh terjadi karena isteri dimerdekakan dari status budak. Sedangkan
suaminya tetap berstatus budak.
3) Fasakh terjadi karena pernikahan yang dilakukan adalah nikah mut'ah.
4) Fasakh terjadi karena mengawini wanita dalam masa iddah.
Adapun fasakh yang memerlukan campur tangan hakim antara lain
sebagai berikut :
1) Fasakh disebabkan isteri merasa tidak kafaah dengan suaminya.
2) Fasakh disebabkan mahar isteri tidak dibayar penuh sesuai dengan yang
dijanjikan.
3) Fasakh akibat salah seorang suami/isteri menderita penyakit gila.
4) Fasakh terjadi karena isteri yang musyrik tidak mau masuk Islam setelah
suaminya masuk Islam, sedangkan wanita tersebut menuntut perceraian
dari suaminya.
5) Fasakh disebabkan salah seorang suami/isteri murtad dan menjadi
musyrik/musyrikah.
6) Fasakh terjadi karena li'an.
7) Fasakh disebabkan adanya cacat baik pada suami maupun pada isteri.
8) Menurut jumhur ulama, hakim juga harus campur tangan dalam fasakh
yang disebabkan suami tidak mampu memberi nafkah, baik pangan,
sandang, maupun papan.
9) Fasakh karena suami dipenjara.
K. AKIBAT FASAKH
Fasakh yang semula dapat membatalkan akad, maka di sini timbul beberapa
ketentuan hukum, misalnya : tidak ada kewajiban mahar, haram kawin untuk
selama-lamanya, bila fasakh itu terjadi dengan mahram, disamping itu tidak mesti
menunggu keputusan hakim. Namun dalam kasus- kasus lain biasanya lebih banyak
harus diputuskan oleh hakim. Disini juga, perceraian tidak dihubungkan dengan
masa iddah. Akan tetapi, pada fasakh karena sebab yang datang setelah akad, maka
jika itu dari isteri sebelum ditentukan mahar, maka mahar itu gugur seluruhnya.
Akan tetapi, jika fasakh itu dari suami maka ia wajib membayar setengah dari
mahar itu. Disini perceraian itu sifatnya sementara dan dihubungkan dengan
masa iddah.
Adapun masa iddahnya berlaku seperti iddah talak35. Disamping itu, baik
bentuk fasakh yang pertama atau kedua, menyebabkan perceraian, umumnya terjadi
pada saat itu juga. Ketentuan hukum yang lain ialah bahwa perceraian
Dengan jalan fasakh tidak mengurangi jumlah ţalaq. Dan bekas isteri tidak
boleh dirujuk oleh bekas suaminya. Jika si suami mau mengambil isterinya itu
kembali, ia harus nikah lagi.
No TALAK FASAKH
35
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995, cet. ke-1, hlm. 316
.
1. Talak ialah pembubaran ikatan Fasakh bererti memutuskan pernikahan
perkawinan dengan lafal talak . tanpa menjatuhkan talak,
Karena ingin membatasi peluru talak agar tidak salah digunakan oleh laki-
laki dan si wanita supaya dapat pengalaman baru dengan menikah dengan orang lain
yang di kumpuli lalu cerai dan bisa kembali menikah dengan suami nya yang
pertama. Cara yang dilakukan ini tidak boleh sekedar rekayasa sebagiaman dalam
nikah muhallil (Rahmat hakim,2000:1620).36
36
Drs.Beni Ahmad Saebani,M.SI.2001.Fiqih Munakahat 2 . Bandung:CV.Pustaka setia.hal:75
ه وابنZZ رواه ابن ماج.تكرهواعليهZZيان ومااسZZاء والنسZZتي الخطZZع عن أمZZ رف:الZZ ق.روي ان رسول هللا صلعم
حبان والدارقظى والطبراني والحاكم.
Artinya:
Diriwayatkan dari nabi muhammad saw bersabda, “umatku terbebas dariakibat
hukum karena perbuatan yang keliru(khilaf) karena lupa dan bagi mereka yang di
paksa untuk berbuat sesuatu” (HR.Ibnu majah,ibnu hiban daruquthni,Thabrani, Dan
hakim)
Talak yang dijatuhkan suami karena terpaksa atau dipaksa hukumnya tidak
sah, sebagaimana pendapat imam malik,imam syafi’i,imam ahmad,imam abu dawud
dan para fuqaha pada umumnya.
Dengan demikian ,thalaq yang dijatuhkan karena ia dipaksa menurut
kesepakatan ulama mazhab hal itu tidak sah, terkecuali mazhab imam Hanafi yang
menyatakan bahwa hal sedemikian rupa dianggap sah.
3. Apakah di zaman Rasulullah ada kejadian fasakh?
Ada, dalam hadist rasulullah saw disebutkan bahwa rasulullah saw menikahi
seorang wanita dari bani ghifar, tatkala ia masuk kepada nabi beliau melihat di
sebelah rusuknya ada warna putih (sopak),kemudian nabi menolaknya dan
mengembalikan wanita itu kepada keluarganya.
4. Dalam talak bain sughra dan bain kubra setelah cerai apakah harus ada
muhallil?
Dalam talak bain sughra tidak ada muhallilnya dan bain kubra wajib ada
muhallil. Karena Talak Ba’in Sughra yaitu talak bain yang menghilangkan
kepemilikan bekas suami terhadap isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas
suami untuk menikahkan kembali dengan bekas isterinya tersebut.
Talak Bain Kubra yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami
terhadap bekas isteri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin
kembali dengan bekas isterinya, kecuali setelah bekas isteri itu kawin lagi dengan
lelaki lain, telah berkumpul dengan suami kedua serta telah bercerai secara wajar dan
telah selesai menjalankan iddahnya.
Jadi dalam bain sugra tidak wajib ada muhallil karena dalam talak ini tidak
menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap istri.
5. Apakah fasakh membutuhkan hakamain?
Dalam fasakh tidak membutuhkan hakamain karena hakamai adalah juru
damai, yang man dalam kasus fasak ini tidak perlu adanya hakamain. Dalam masa
perkawinan mungkin terdapat sesuatu pada suami atau istri yang menyebabkan tidak
mungkin melanjutkan hubungan perkawinan baik karena diketahuinya bahwa salah
satu di antara rukun dan syarat tidak terpenuhi atau terjadi sesuatu kemudian hari,
maka perkawinan dihentikan, baik oleh hakim atau dihentikan dengan
sendirinya.Dalam hukum perdata disebut juga dengan “pembatalan perkawinan”.
]229 : َفِإْم َس اٌك ِبَم ْعُر وٍف َأْو َتْس ِر يٌح ِبِإْح َس اٍن [البقرة
“Maka peganglah dengan baik atau lepaskan dengan baik.” Al-Baqarah: 229.
Memegang tanpa nafkah bukan memegang yang baik, maka melepasnya adalah
keharusan.
َو اْبَد ْأ ِبَم ْن َتُعوُل َتُقوُل اْلَم ْر َأُة ِإَّم ا َأْن ُتْطِع َم ِني َو ِإَّم ا َأْن ُتَطِّلَقِني
‘’Mulailah (memberi nafkah) kepada orang yang menjadi tanggunganmu, (kalau
tidak) maka istrimu akan mengatakan, nafkahilah aku atau ceraikan aku.’’
(HR.Bukhori 4936).
Bila suami tidak mau menafkahi padahal dia sanggup menafkahi atau tidak
mau berusaha padahal dia sanggup berusaha, tetapi bila suami sudah berusaha sebatas
kesanggupannya dan Allah belum memberinya jalan, maka hendaknya istri bersabar.
PENUTUP
A. KESIMPULAN