Anda di halaman 1dari 17

TALAK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah karya tulis ilmiah
Dosen pengampu: Mahmud Huda M.S.I

Disusun Oleh:
Muhammad Nur Cholis Al Mutawakil
NIM. 1222006

PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad perkawinan dalam hukum Islam adalah bukan perkara perdata semata,
melainkan ikatan suci (mitsaqan ghalidzan) yang terkait dengan keyakinan dan
keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam perkawinan.
Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan baik. Suatu perkawinan
dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan suami istri yang harmonis dalam
rangka membentuk dan membina keluarga yang sejahtera dan bahagia sepanjang
masa. Setiap sepasang suami istri selalu mendambakan agar ikatan lahir batin yang
dibuhul dengan akad perkawinan itu semakin kokoh terpateri sepanjang hayat
masih dikandung badan. Namun demikian kenyataan hidup membuktikan bahwa
memelihara kelestarian dan kesinambungan hidup bersama suami istri itu bukanlah
perkara yang mudah dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan
kehidupan yang harmonis antara suami istri itu tidak dapat diwujudkan. Faktor-
faktor psikologis, biologis, ekonomi, perbedaan kecenderungan, pandangan hidup,
dan sebagainya sering muncul dalam kehidupan rumah tangga bahkan dapat
menimbulkan krisis rumah tangga serta mengancam sendi-sendinya. Muculnya
pandangan hidup yang berbeda antara suami dan istri, timbulnya perselisihan
pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masing-
masingnya memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana
harmonis menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang
menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal yang harus ditampung dan
diselesaikan.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Talak ?
2. Apa saja rukun & syarat talak ?

3. Jelaskan macam-macam talak !

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian talak
2. Untuk mengetahui syarat-syarat talak
3. Untuk mengetahui berbagai macam jenis talak

3
PEMBAHASAN

1.Talak
Talak menurut bahasa artinya lepasnya ikatan dan pembebasan. Termasuk
diantara kalimat talak adalah kalimat naaqatun thaaliqun, maksudnya, dilepaskan
dengan tanpa kekangan. Juga kalimat asiirun muththaliqun, yang artinya terlepas
ikatannya dan terbebas darinya. Akan tetapi, tradisi mengkhususkan talak dengan
pengertian lepasnya ikatan secara maknawi bagi si perempuan. Dan dengan
pengertian bebas pada terlepasnya ikatan secara inderawi pada orang yang selain
perempuan.1

Term talak merupakan istilah serapan dari bahasa Arab, yaitu al-t}ala>q
"‫"الطالق‬, dengan penambahan huruf alif "‫ "ا‬de depan huruf lam "‫ "ل‬diambil dari kata

dasar "‫طَل َ ا̋ق َوطال ˝َقا‬ ‫" ط´لَ َق‬, secara bahasa berarti memberikan, lepas dari ikatannya,
– –
berpisah, atau bercerai.2 Al-Jazi>ri> dan al-Zuḥaili> menyebutkan makna talak secara
bahasa yakni memudarkan ikatan, melepas ikatan, atau memisahkan ikatan, baik
bersifat fisik seperti ikatan kuda dan ikatan tawanan, maupun bersifat maknawi
seperti ikatan pernikahan. Misalnya dengan sebutan, “t}ala>q al-naqah” atau
“na>qatun t}a>liqun”, artinya memudarkan ikatan unta dan melepaskannya, atau unta yang
terlepas.

Menurut syari’at pengertiannya adalah terlepasnya ikatan pernikahan atau


terlepasnya pernikahan dengan lafal talak dan yang sejenisnya. Atau mengangkat

1 Wahbah Az-Zuhaily, FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU Jilid 9, (Jakarta: Gemma Insani, 2011), hal. 311.
2 JumhuriZuhra, Konsep Talak Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (Analisis Waktu Dan Jumlah
Penjatuhan Talak), Media Syari’ah, Vol.20 No.1, 2018, hal. 98.

4
ikatan pernikahan secara langsung atau ditangguhkan dengan lafal yang
dikhususkan. Terlepasnya ikatan perkawinan secara langsung berbentuk talak
baa’in. Ditangguhkan maksudnya setelah selesai masa iddah yang berbentuk talak
raj’i.

Adapun menurut terminologi/istilah, rumusan makna talak cenderung


diarahkan dan dikhusukan hanya pada makna pelepasan ikatan pernikahan,
perceraian antara suami dan isteri. Menurut al-Zuḥaili>, talak secara istilah berarti
melepas ikatan pernikahan dengan kata talak (cerai) atau yang sejenisnya. Definisi
yang serupa juga disebutkan oleh Sayyid Salim, menurutnya talak secara syari’at
adalah melepas ikatan pernikahan atau memutus hubungan pernikahan saat itu juga
atau dikemudian waktu dengan lafaz tertentu. Dari dua definisi tersebut memiliki
makna yang sama, yakni bahwa talak merupakan perceraian atau putusnya
perikatan pernikahan suami dan isteri yang terjadi sesaat setelah suami
mengucapkan lafaz talak, atau lafaz sejenisnya. Lafaz yang sejenisnya bermaksud
semua bentuk lafaz yang memberikan indikasi kuat bahwa ucapan suami tersebut
ditujukan untuk bercerai, misalnya dengan kata “saya ceraikan kamu”, “saya tidak
mau hidup berumah tangga lagi dengan kamu”, dan kalimat lain yang senada
dengan itu.

Sedangkan menurut Kitab Wahbah Az-Zuhaily, lafal yang dikhususkan adalah


yang jelas, seperti lafal talak. Juga sindiran, seperti lafal baa’in, haram, ithlaaq, dan
yang sejenisnya. Yang menempati posisi lafal adalah, tulisan dan isyarat yang dapat
difahami. Dan yang masuk ke dalam lafal talak adalah lafal khulu’. Perkataan
qadhi, “farraqtu (aku pisahkan)”, dalam pemisahan akibat kepergian suami atau
tertawannya suami. Atau akibat tidak ada infaq atau kesulitan hidup. Terkadang
dikeluarkan dengan lafal yang dikhususkan, fasakh, maka kalimat ini melepaskan
ikatan perkawinan dengan segera. Akan tetapi, dengan tanpa lafal talak dan yang
sejenisnya. Fasakh seperti pilihan untuk berpisah dari orang yang telah mencapai

5
usia baligh, seperti terjadi akibat tidak adanya kesetaraan, kurangnya mahar, dan
tindakan kemurtadan.

Tidak sah menarik kembali ucapan talak atau berpaling darinya, seperti halnya
semua jenis sumpah berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

‫ال َ́قي ̊لَ ´ولَة يف ال ´’طَال ̧ق‬

“Tidak ada Keraguan dalam talak.”

Hukum Talak
Dalam Islam dibenci talak yang tidak dibutuhkan, berdasarkan hadist
riwayat Ibnu Umar yang berbunyi,

‫ض حا ´َال ̧ل ىإ ل ه ال¸ ال ’́طَال ˚َق‬


َ َ‫َاب ́غ‬

“Perkara halal yang paling dibenci adalah talak”

Yang dimaksud dengan perkara halal adalah perkara yang perbuatannya


bukan sesuatu yang lazim, dan mencakup perkara mubah, sunnah, wajib,
makruh. Ibnu Abidin berkata, sesungguhnya dia dibenci dan tidak menfikan
kehalalannya. Sesungguhnya halal dengan makna ini mencakup makruh yang
merupakan sesuatu yang dibenci.

Jumhur (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) menyebutkan,


sesungguhnya talak adalah perkara yang boleh, dan selayaknya tidak dilakukan,
karena dia mengandung pemutusan rasa dekat, kecuali karena ada sebab. Dan
masuk kedalam keempat hukum yang terdiri dari haram, makruh, wajib, dan
sunnah. Dan pada asalnya dia adalah khilaful awla.

a) Haram
Talak menjadi haram jika si suami mengetahui bahwa, jika dia menalak
istrinya maka dia akan terjatuh kedalam perbuatan zina akibat

6
ketergantungannya kepada istrinya. Atau akibat ketidakmampuannya untuk
menikah dengan wanita yang selain dia.
Juga diharamkan talak bid’i, yaitu talak yang dilakukan pada masa haid,
dan yang sejenisnya, seperti nifas, dan masa suci setelah dia pergauli.

b) Makruh
Dia menjadi makruh, sebagaimana jika dia memiliki keinginan untuk
kawin atau dia mengharapkan keturunan dari perkawinan. Dan keberadaan
istri tidak memutuskannya dari ibadah yang wajib. Dia merasa takut
terhadap perbuatan zina, jika dia bercerai dengan istrinya.

c) Wajib
Talak menjadi wajib, sebagaimana jika dia mengetahui bahwa
keberadaan istri membuatnya jatuh kedalam perbuatan yang diharamkan,
yang terdiri dari nafkah dan perkara lainnya. Dan cerainya orang yang
melakukan sumpah iilaa’ adalah wajib, setelah menunggu masa empat
bulan sejak dia ucapkan sumpah jika dia tidak memenuhinya, atau dia tidak
menggauli istrinya.

d) Sunnah
Talak menjadi sunnah, jika si istri memiliki mulut yang pedas yang
ditakutkan akan membuatnya jatuh kedalam perbuatan yang haram jika dia
terus berada bersamanya. Secara umum talak menjadi sunnah akibat
kelalaian istri untuk memenuhi hak-hak Allah yang wajib, seperti shalat dan
perkara lain yang sejenisnya. Dan si suami tidak mungkin memaksa istrinya
untuk melaksanakan hak-hak tersebut.

Hikmah Talak

Hikmah disyariatkannya talak tampak dari dalil secara ma’qul (logika),


yaitu akibat adanya kebutuhan terhadap pelepasan dari perbedaan akhlak. Dan

7
datangnya rasa benci yang pasti muncul akibat tidak dilaksanakannya ketetapan
Allah Swt.

Sesungguhnya talak adalah obat yang mujarab, serta jalan keluar


terakhir dan penghabisan bagi sesuatu yang sulit untuk dipecahkan oleh suami
istri, dan orang-orang yang baik serta kedua hakam. Akibat adanya perbedaan
akhlah tidak bersatunya tabi'at, serta kompleksitas perjalanan kehidupan yang
menyatukan antara suami dan istri. Akibat salah satu suami istri tertimpa
penyakit yang tidak bisa ditanggung. Atau akibat kemandulan yang tidak ada
obatnya, yang menyebabkan hilangnya rasa cinta dan sayang sehingga
melahirkan rasa benci dan jengkel. Maka, talak adalah jalan keluar yang
memberi
kan pertolongan untuk keluar dari kerusakan dan keburukan yang datang.

2.Rukun & Syarat Talak


Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai penetapan rukun talak.
Menurut ulama Hanafiyyah, rukun talak itu adalah sebagaimana yang dikemukakan
oleh al-Kasani sebagai berikut:

‫فركن الطالق هو اللفظ الذي جعل داللة على معىن الطالق لغة وهو التخلية واإلرسال ورفع القيد‬

‫الصريح وقطع الوصلة وحنوه ىف الكناية أو شرعا وهو إزالة حل احمللية ىف النوعني أو ما يقوم مقام اللفظ‬

"Rukun talak adalah lafal yang menjadi penunjukan terhadap makna talak, baik
secara etimologi yaitu al-takhliyyah (meninggalkan atau membiarkan), al-irsal
(mengutus) dan raf al-Qayyid (mengangkat ikatan) dalam kategori lafal-lafal
lainnya pada lafal kinayah, atau secara syara' yang menghilangkan halalnya
(bersenang-senang) dengan isteri dalam kedua bentuknya (raj'i dan ba'in), atau
apapun yang menempati posisi lafal."

8
Berdasarkan keterangan di atas dapat dipahami bahwa rukun talak itu dalam
pandangan ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu shighah atau lafal yang
menunjukkan pengertian talak, baik secara etimologi, syar'i maupun apa saja yang
menempati posisi lafal-lafal tersebut.

Sedangkan menurut ulama Malikiyah, rukun talak itu ada empat, yaitu:
1. Orang yang berkompeten melakukannya. Maksudnya, orang yang menjatuhkan
talak itu adalah suami atau wakilnya (kuasa hukumnya) ataupun wali, jika ia
masih kecil.
2. Dilakukan secara sengaja. Maksudnya, orang yang menjatuhkan talak itu
sengaja membacakan lafal-lafal yang termasuk kategori lafal shrih atau lafal
kinayah yang jelas.
3. Isteri yang dihalalkan. Maksudnya talak yang dijatuhkan itu mesti terhadap isteri
yang telah dimiliki melalui suatu pernikahan yang sah.
4. Adanya lafal, baik bersifat sharih ataupun termasuk kategori lafal kinayah.3

Adapun menurut ulama Syafi'iyyah dan Hanabillah, rukun talak itu adal lima,
yaitu:
1. Orang yang menjatuhkan talak. Orang yang menjatuhkan talak itu hendaklah
seorang mukallaf. Oleh karena itu, talak anak kecil yang belum baligh dan talak
orang gila tidak mempunyai kekuatan hukum.
2. Lafal talak. Mengenai rukun yang kedua ini, para ulama Syafi'iyyah
membaginya kepada tiga macam, yaitu:
a) Lafal yang diucapkan secara sharih dan kinayah. Di antara yang
termasuk lafal sharih adalah al-sarrah, al-firaq, al-thalaq dan setiap kata
yang terambil dari lafal al-thalaq tersebut. Sedangkan lafal kinayah
adalah setiap lafal yang memiliki beberapa pengertian, seperti seorang

3
Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Damaskus, Dâr al-Fikr, 1989), cet. Ke-3, Juz 7, h.
361-362

9
suami berkata kepada isterinya : idzhabi (pergilah kamu) atau ukhruji
(keluarlah kamu) dan lafal-lafal lain seperti itu, sementara suami itu
meniatkan menjatuhkan talaknya.
b) Apabila lafal talak itu tidak diucapkan, baik secara sharih maupun
kinayah, boleh saja melalui isyarat yang dipahami bermakna talak,
namun menurut kesepakatan ulama dikalangan Syafi'iyyah, isyarat
tersebut baru dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hokum apabila
dilakukan oleh orang bisu.
c) Talak itu juga sudah dianggap memenuhi rukun kedua ini, apabila suami
tersebut menyerahkan (al-fawidh) kepada isterinya untuk menjatuhkan
talaknya. Misalanya seorang suami berkata kepada isterinya: Thalliqi
nafsak (talaklah dirimu), lalu apabila isterinya itu
menjawab: Thallaqtu (aku talakkan), maka talak isterinya itu telah jatuh.
Sebab dalam kasus seperti itu, isteri berkedudukan
sebagai tamlik (wakil) dalam menjatuhkan talak.
3. Dilakukan secara sengaja. Maksudnya, lafal talak itu sengaja diucapkan. Ulama
Syafi'iyyah mengemukakan bahwa ada lima bentuk yang dikeragui cacatnya
kesengajaan, yaitu:
a) Salah ucapan. Misalnya, seorang suami yang isterinya bernama Thariq,
lalu ia memanggilnya dengan ucapan: Ya Thaliq (wahai yang ditalak).
Kemudian suami tersebut mengatakan bahwa lidahnya terpeleset (salah
ucapan) maka talaknya tidak sah. Jadi apabila seorang suami tersalah
ucapannya sehingga kata yang keluar itu adalah kata talak atau lafal-
lafal yang secara sharih bermakna talak, maka talaknya dianggap tidak
sah.
b) Ketidak tahuan. Apabila seorang suami mengatakan: "Hai wanita yang
ditalak" kepada seorang wanita yang disangkanya isteri orang lain
namun ternyata wanita itu adalah isterinya sendiri, maka menurut
pendapat Jumhur ulama Syafi'iyyah talaknya sah. Namun apabila orang

10
'ajam (non arab) mengucapkan lafal talak, sementara ia tidak memahami
maksudnya maka talak itu tidak sah.
c) Bersenda gurau. Talak yang dijatuhkan dalam keadaan bersenda gurau
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sebagaimana ketentuan
yang berlaku pada seluruh bentuk akad lainnya
d) Adanya unsur paksaan. Adanya unsur keterpaksaan dapat menghalangi
ke absahan seluruh bentuk tasharruf kecuali mengislamkan kafir
harbidan murtad.
e) Hilang akal pikiran disebabkan gila dan minum obat. Gilanya seseorang
dapat menghalangi keabsahan dari seluruh bentuk tasharuf.

4. Wanita yang dihalalkan atau isteri. Apabila seorang suami menyandarkan talak
itu kepada bagian dari tubuh isternya, misalnya ia menyandarkan kepada
anggota tubuh tertentu seperti tangan, kepala, limpa atau hati, maka talaknya
sah. Namun apabila suami tersebut menyandarkan kepada fadhalat tubuhnya
seperti air liur, air susu atau air mani, maka talaknya tidak sah.
5. Menguasai isteri tersebut. Apabila seorang suami berkata keada seorang wanita
yang bukan isterinya: Anti thalliq (kamu wanita yang ditalak), maka talaknya
tidak sah, namun apabila suami tersebut berkata kepada isterinya atau isterinya
itu masih berada dalam masa 'iddah talak raj'iy, maka talaknyabaru dianggap
sah. Bahkan menurut ulama Syafi'iyyah, apabila seorang suami berkata kepada
wanita yang bukan isterinya: In nakahtuki fa anti thalliq (jika aku menikahimu
maka kamu adalah wanita yang ditalak), maka nikahnya juga tidak sah. Jadi
menurut mereka, ucapan yang dikaitkan dengan syaratpun juga tidak sah, sebab
ketika ia mengucapkannya, wanita tersebut tidak berada dlam kekuasaannya.4

4
Muhammad bin Muhammad Abi Hamid al-Ghazaliy, al-Wajiz fi Fiqħ Madzhab al-Imâm al-Syâfi'iy,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hal. 286-289.

11
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam menetapkan rukun talak terjadi
perbedaan pendapat dikalangan ulama. Menurut ulama Hanafiyyah, rukun talak itu
hanya satu, yaitu lafal yang menunjukkan makna talak, baik secara etimologi dalam
kategori sharih atau kinayah, atau secara syar', atau tafwidh (menyerahkan kepada
isteri untuk menjatuhkan talaknya). Menurut ulama Malikiyyah ada empat, yaitu
orang yang berkompeten menjatuhkan talak, ada kesengajaan menjatuhka talak,
wanita yang dihalalkan dan adanya lafal, baik sharih maupun kinayah. Sedangka
menurut ulama Syafi'iyyah dan Hanabillah rukun talak tersebut ada lima, yaitu
orang yang menjatuhkan talak, adanya lafal talak, adanya kesengajaan menjatuhkan
talak, adanya wanita yang dihalalkan dan menguasai isteri tersebut.
6. Apabila diperhatikan secara seksama, sebenarnya rukun talak yang
dikemukakan oleh ulama Syafi'iyyah dan Hanabillah iturelatif sama
substansinya dengan formulasi rukun talak yang dikemukakan oleh ulama
Malikiyyah, dimana formulasi menguasai isteri yang dikemukakan oleh ulama
Syafi'iyyah dan Hanabillah telah tercakup kedalam rumusan adanya wanita
yang dihalalkan yang dikemukakan ulama Malikiyyah. Oleh karena itulah,
dalam sebagian literature persoalan ini diklasifikasikan kepada pendapat
Hanafiyyah dan non Hanafiyyah.

Syarat talak
Menurut ulama dari kalangan Hanafiyyah, syarat-syarat talak yang mesti
dipenuhi tersebut diklasifikasikan kepada tiga kategori, yaitu ada yang terdapat pada
suami, terdapat pada isteri dan ada terdapat pada rukun halal atau lafal itu sendiri.
1. Syarat-syarat yang terdapat pada suami
Adapun syarat-syarat yang terdapat pada suami itu adalah:
a) Suami mesti orang yang berakal
b) Suami itu tidak dungu, bingung, pitam ataupun sedang tidur.
c) Suami itu telah Baligh.

12
d) Suami itu mesti meniatkan untuk menjatuhkan talak, jika ia menjatuhkan
talak melalui lafal kinayah.
Sebenarnya untuk persyaratan ini seluruh ulama mensyaratkannya, namun
terjadi perbedaan pendapat yang cukup prinsipi antara ulama Syafi'iyyah dan ulama
Hanafiyyah tentang penetapan lafal-lafal yang termasuk kategori kinayah tersebut.
Menurut ulama Syafi'iyyah . lafal "al-sarrah" dan "alfiraq" termasuk kategori
lafal sharih selain lafal "al-thalaq" itu sendiri sehingga apabila dua lafal diatas
diucapkan oleh seorang suami kepada isterinya maka talaknya sah tanpa
memerlukan niat. Alasan mereka adalah karena tiga lafal tersebut al-thalaq, al-
sarrah, dan alfiraq, disebutkan dalam Al-Quran dan oleh karenanya diakui oleh
syara'.
Sedangkan menurut ulama hanafiyyah lafal "al-sarrah" dan "'al-Firaq" tidak
termasuk lafal sharih. Menurut mereka, lafal sharih itu hanya satu, yaitu "al-
Thalaq". Oleh karena kedua lafal tersebut merupakan lafal kinayah menurut ulama
Hanafiyyah, maka apabila diucapkan oleh seorang suami kepada isterinya, mesti
ada niat dari suaminya untuk keabsahan talak tersebut, alas an mereka adalah
karena kedua lafal tersebut, meskipun digunakan oleh syar'i dalam Al-Quran,
dipakaikan juga kepada kata lain, selain untuk melepaskan ikatan perkawinan.

2. Syarat-syarat yang terdapat pada wanita adalah bahwa wanita tersebut


adalah miliknya atau masih berada dalam masa 'iddah talak. Oleh karena itu,
apabila seorang laki-laki menjatuhkan talak kepada wanita yang bukan
isterinya atau tidak berada dalam masa 'iddah maka talaknya tidak sah.
3. Syarat-syarat yang terdapat pada rukun itu sendiri, yaitu lafal yang
menunjukkan makna talak.
3.Macam-Macam Talak
Talak terbagi menjadi beberapa pembagian dengan ungkapan yang bermacam-
macam:

13
1. Dari segi ucapan terbagi menjadi talak terang-terangan dan talak sindiran.
a) Talak terang-terangan adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada
istrinya dengan lafal atau ucapan yang jelas. Contohnya, seperti kalimat
“Saya ceraikan kamu”. Meskipun talak ini diucapkan tanpa adanya niat atau
dalam kondisi bercanda, namun suami tetap dianggap telah menjatuhkan talak
pada istrinya.
b) Talak sindiran adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan kata-kata yang
nggak langsung, tapi sebenarnya mengandung makna perceraian. Kata talak ini
bisa jatuh jika disertai niat. Contohnya, seorang suami yang mengatakan pada
istrinya “Pulanglah kamu ke rumah orangtuamu”. Jika kalimat tersebut
bermakna sindiran dengan disertai niat untuk menceraikan istrinya, maka
jatuhlah talak. Tapi jika nggak ada niat, maka nggak jatuh talak.
2. Dari segi talak raj'i dan yang lainnya dari segi secara terang-terangan dan
sindiran terbagi kepada talak raj'i dan baa'in
a) Talak raj'i adalah si suami setelah talak meiniliki hak untuk mengembalikan
istri yang dia ceraikan kepada ikatan suami istri dengan tanpa
membutuhkan akad baru, selama si istri masih berada pada masa iddah,
meskipun si istri tidak merasa rela.
b) Talak ba’in adalah Si suami tidak memiliki hak untuk merujuk istrinya yang
telah dia talak kecuali dengan akad baru.
3. Dari segi kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan sunah terbagi kepada talak
sunni dan talak bid'i.
a) Talak sunni adalah talak yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam kondisi
suci dari haid dan belum disetubuhi. Jika sang istri sedang dalam masa haid,
maka harus menunggu sampai istrinya suci dan dalam masa suci tersebut
mereka nggak melakukan hubungan suami istri.

14
b) Talak bid’i adalah yang dijatuhkan suami saat istrinya dalam keadaan haid,
atau dalam kondisi suci tapi sebelumnya mereka telah melakukan hubungan
suami istri.
4. Dari segi tanjiz, ta'liq, dan idhafah terbagi kepada munjiz (langsung), dita'liq,
dan disandarkan kepada masa depan.5
a) Talak munjiz adalah Talak yang jatuh pada saat diucapkan waktu itu juga.
Ungkapan yang berlaku selama suami yang dianggap sah telah menjatuhkan
talak pada istri sahnya. Misalkan seorang suami berucap, "Engkau telah
ditalak," atau "Engkau telah tertalak."
b) Talak ta’liq atau mu’allaq adalah talak berdasar waktu selanjutnya mu'allaq
atau talak yang bersyarat. Talak yang bergantung pada suatu perkara di
masa mendatang. Misalkan suami berkata, "Jika engkau masuk lagi ke
rumah si Fulan, maka engkau tertalak."

5 Wahbah Az-Zuhaily, Jilid 9, FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU, (Jakarta: Gemma Insani, 2011), hal. 373.

15
PENUTUP

Talak menurut bahasa artinya lepasnya ikatan dan pembebasan. Termasuk


diantara kalimat talak adalah kalimat naaqatun thaaliqun, maksudnya, dilepaskan
dengan tanpa kekangan. Juga kalimat asiirun muththaliqun, yang artinya terlepas
ikatannya dan terbebas darinya.
Yang dimaksud dengan perkara halal adalah perkara yang perbuatannya bukan
sesuatu yang lazim, dan mencakup perkara mubah, sunnah, wajib, makruh. Jumhur
(mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) menyebutkan, sesungguhnya talak adalah
perkara yang boleh, dan selayaknya tidak dilakukan, karena dia mengandung
pemutusan rasa dekat, kecuali karena ada sebab. Hikmah disyariatkannya talak
tampak dari dalil secara ma’qul (logika), yaitu akibat adanya kebutuhan terhadap
pelepasan dari perbedaan akhlak.
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai penetapan rukun talak.
Rukun talak menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu shighah atau lafal yang
menunjukkan pengertian talak. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, rukun talak
itu ada empat. Adapun menurut ulama Syafi'iyyah dan Hanabillah, rukun talak itu
adal lima.
Talak terbagi menjadi beberapa pembagian dengan ungkapan yang bermacam-
macam:
a. Dari segi ucapan terbagi menjadi talak terang-terangan dan talak sindiran
b. Dari segi talak raj'i dan yang lainnya dari segi secara terang-terangan dan
sindiran terbagi kepada talak raj'i dan baa'in
c. Dari segi kesesuaian dan ketidaksesuaian dengan sunah terbagi kepada talak
sunni dan talak bid'i.
d. Dari segi tanjiz, ta'liq, dan idhafah terbagi kepada munjiz (langsung),
dita'liq, dan disandarkan kepada masa depan

16
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaily, Wahbah. 2011. FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU Jilid 9. Jakarta, Gemma
Insani
Zuhra, Jumhuri. 2018. Konsep Talak Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (Analisis
Waktu Dan Jumlah Penjatuhan Talak). Media Syari’ah, Vol.20 No.1
Al-Zuhaily, Wahbah. 1989. al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh Juz 7. Damaskus: Dâr al-
Fikr
Al- Ghazaliy, Muhammad bin Muhammad Abi Hamid. 1994. al-Wajiz fi Fiqħ
Madzhab al-Imâm al-Syâfi'iy. Beirut: Dar al-Fikr

17

Anda mungkin juga menyukai