Anda di halaman 1dari 11

AYAT-AYAT TENTANG PERTUNANGAN

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Hukum Keluarga 2


Dosen Pengampu: Dra. Hj. Umi Hasunah. M.T

Oleh:
Moh. Habib Badawi (1217008)
Ristuati Dwi Lailiyah (1217006)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2020
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Pernikahan dalalm Islam dilaksanakan atas dasar suka sama suka dan
atas dasar kerelaan, bukan paksaan. Prinsip pernikahan dalam islam
adalah untuk selama hidup, bukan untuk sementara. Untuk mencapai
prinsip tersebut islam mengatur adanya khitbah/pinang-meminang
sebelum pelaksanaan nikah. Dalam masa pertunangan, kedua belah pihak
dapat saling kenal-mengenal atau saling menjajaki. Diharapkan
keputusan yang diambil setelah peminangan itu adalah keputusan yang
tepat.
Dalam pandangan islam, pernikahan itu bukan hanya urusan perdata
semata, bukan pula sekadar urusan keluarga dan masalah budaya,Akad
nikah berbeda dengan transaksi-transaksi lain karena mempunyai
pengaruh penting dan sakral. Tema pernikahan menyangkut kehidupan
manusia dan hubungan kebersamaan antara jenis laki-laki dan
perempuan.Dari sisi ini pernikahan tergolong transaksi paling agung
memperkuat hubungan antar sesama manusia dan paling kritis
keadaanya.Karena pernikahan adalah sarana terpercaya dalam
memelihara kontinuitas keturunan dan hubungan, menjadi sebab
terjalaninnya ketenengan, cinta dan kasih sayang.
Oleh karena itu, syariat Islam menghendaki pelaksanaan pranikah
(peminangan) untuk menyingkap kecintaan kedua pasang manusia yang
akan mengadakan transaksi nikah, agar dapat membangun keluarga
didasarkan pada kecintaaan yang mendalam. Dari keluaga inilah muncul
masyarakat yang baik yang dapat melaksakan syariat Allah dan sendi-
sendi ajaran agama islam yang lurus. Menurut tradisi ahli syara’,
pendahuluan transaksi ini disebut khitbah. Oleh karena itu, dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai “Khitbah”.
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian khitbah ( pinangan)?
b. Apa saja ayat-ayat dan tafsir tentang khitbah (pinangan)?
c. Apa saja hadis tentang khitbah (pinangan)?
d. Bagaimana asbabun nuzul turunnya ayat-ayat tentang khitbah
(pinangan)?
3. Tujuan Penulisan
a. Agar mengetahui pengertian khitbah
b. Agar mengetahui ayat-ayat dan tafsir tentang khitbah
c. Agar mengetahui hadis dan tafsir tentang khitbah
d. Agar mengetahui asbabun nuzul turunnya ayat-ayat tentang khitbah.
B. Pembahasan
1. Pengertian khitbah
Kata pinangan berasal dari kata “pinang, meminang”(kata kerja).
Meminang sinonimnya adalah melamar,yang dalam bahasa arab disebut
dengan khitbah ( ‫ ) الخطب)))ة‬yang secara sederhana diartikan dengan
penyampaian kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan.1
Pengertian Khitbah menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqhus
Sunnah, memberikan definisi meminang sebagai berikut.
‫طلبها للزواج بالوسيلة المعروفة بين الناس‬
“Meminang artinya seorang laki-laki meminta kepada seorang
perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah berlaku
ditengah-tengah masyarakat.”2
Atau dapat pula diartiakan, seorang laki-laki menampakan
kecintaanya untuk menikahi seorang wanita yang halal dinikahinya
secara syara’. Adapun pelaksanaanya beragam, adakalanya peminang itu
sendiri yag meminta langsung kepada yang bersangkutan, atau melalui
keluarga, atau melalui utusan seseorang yang dapat dipercaya untuk
meminta orang yang dikehendaki.3
Peminangan itu disyariatkan dalam suatu perkawinan yang waktu
pelaksanaanya diadakan sebelum berlangsungnya akad nikah. Keadaan
ini pun sudah membudaya di tengah masyarakat dan dilaksanakan sesuai
dengan tradisi masyarakat setempat. Diantaranya pihak laki-laki yang
mengajukan pinangan kepada pihak perempuan, dan adakalanya pihak
perempuan mengajukan pinangan terhadap pihak laki-laki.4
Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan yang
disyariatkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu

1 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 73.


2 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Kuwait: Darul Bayan, 1971), 20.
3 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwaz, Fiqh Munakahat,
(Jakarta: Amzah, 2011), 8.
4 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),
33.
memasuki perkawinan didasari kerelaan yang didapatkan dari penelitian,
pengetahuan, serta kesadaran masing-masing pihak.5
2. Ayat-Ayat Dan Tafsir Tentang Khitbah
a. Ayat pertama surah al-baqarah ayat 235.
‫َو اَل ُج َن ا َح َع َل ْي ُك ْم ِف ي َم ا َع َّر ْض ُت ْم ِب ِه ِم ْن ِخ ْط َب ِة ال ِّن َس ا ِء َأ ْو َأ ْك َن ْنُت ْم ِف ي‬
‫َأ ْنُف ِس ُك ْم ۚ َع ِل َم ال َّل ُه َأ َّنُك ْم َس َت ْذ ُك ُر وَن ُه َّن َو َٰل ِك ْن اَل ُتَو ا ِع ُدو ُهَّن ِس ًّر ا ِإ اَّل َأ ْن‬
ۚ‫َت ُقو ُل وا َق ْو اًل َم ْع ُر و ًف اۚ َو اَل َتْع ِز ُم وا ُع ْق َد َة ال ِّن َك ا ِح َح َّت ٰى َي ْب ُل َغ ا ْل ِك َت اُب َأ َج َل ُه‬
‫َو ا ْع َل ُم وا َأ َّن ال َّل َه َي ْع َل ُم َم ا ِف ي َأ ْنُفِس ُك ْم َف اْح َذ ُر و ُهۚ َو ا ْع َل ُم وا َأ َّن ال َّل َه َغ ُف وٌر‬
‫َح ِل ي ٌم‬
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu6
dengan sindiran7 atau kamu Menyembunyikan dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, tetapi
janganlah kamu mengadakan perjanjian dengan mereka secara
rahasia, melainkan sekadar mengucapkan kata-kata yang baik.8 Dan
janganlah kamu pastikan akan mengakadkan nikah, sebelum yang
tertulis habis waktunya. Dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui
apa yang ada di dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.” (QS.Al-Baqarah: 235).9
b. Penjelasan dari kitab tafsir
1) Ahmad Mustafa Al-Faraghi Tafsir Al-Maraghi jilid II , 332.
a) Tafsir Surah Al-Baqarah ayat: 235
Tidak ada kesempitan serta tidak dosa bagi seseorang
yang memberi sindiran atau isyarat kepada seorang
perempuan yang sedang manjalani masa iddah dengan

5 Tihami, Sohari Sahrani , Fiqh Munakahat :Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), 24.
6 Yang suaminya telah meninggal dan dalam ‘iddah.
7 Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam ‘iddah karena meninggal
suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita yang dalam ‘iddah talak raji’i tidak boleh
dipinang walaupun dengan sindirian.
8 Perkataan sindiran yang baik
9 Yayasan Bina’Muahhidin, Al-Quran dan Terjemah, (Suolilo Surabaya: Sukses Publishing), 39.
maksud ingin mengawininya. Dalam ayat ini Allah menuntun
setiap muslim supaya dapat menahan luapan syahwatnya.
Jika ia menginginkan wanita yang sedang menjalani iddah, ia
boleh meminangnya secara tidak terang-terangan , yakni
dengan kata-kata sindiran yang baik.
Ini merupakan hukum bagi wanita-wanita yang dalam
iddah, baik karena kematian suami atau perceraian talak
ketiga dalam kehidupan, yaitu diharamkan bagi selain suami
yang telah mentalak tiga untuk menyatakan secara jelas
keinginannya untuk meminangnya, itulah yang dimaksudkan
dalam ayat, [ ‫“ ]َو لِك ن َّال ُتَو اِع ُدوُهَّن ِس ًّر ا‬dalam pada itu
janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia”.
Adapun sindiran Allah Ta’ala telah meniadakan dosa
padanya. Perbedaan antara kedua hal itu adalah bahwa
pengakuan yang jelas tidaklah mengandung makna kecuali
pernikahan, oleh karena itu diharamkan, karena
dikhawatirkan wanita itu mempercepat dan membuat
kebohongan tentang selesainya masa iddahnya karena
dorongan keinginan menikah. Disini terdapat indikasi tentang
dilarangnya sarana-sarana (yang mengantarkan) kepada hal
yang diharamkan, dan menunaikan hak untuk suami pertama
adalah dengan tidak mengadakan perjanjian dengan selain
dirinya selama masa iddahnya.
Ta’aridh(sindiran) ialah perkataan pada wanita” Aku
ingin kawin dan aku ingin wanita yang sifatnya seperti ini”.
Atau kalimat “ semoga Allah menjodohkan aku dengan
wanita yang baik dan salehah.10
Demikian pula terhadap wanita yang ditalak tiga, yakni
boleh melamarnya dengan menggunakan sindiran. Adapun

10 Terjemah singkat Ibnu Katsier Jilid I, 467


wanita yang ditalak raj’i (yang masih dapat kembali keapda
suaminya) tidak boleh dipinang sebelum selesai iddahnya,
walaupun dengan sindiran.
Demikian pula Allah memberikan kemurahan kepada
kalian mengungkapkan perasaan yang terpendam, dalam hati
kalian terhadap diri mereka. Allah memahami bahwa kalian
tidak akan membendung perasaan semacam ini, sebab cepat
atau lambat kalia pasti akan mengatakannya. Untuk itulah
Allah berfirman:
‫َع ِلَم ُهَّللا َأَّنُك ْم َس َتْذ ُك ُر وَنُهَّن‬
“Allah mengetahui apa yang kalian simpan didalam hati
kalian, dan kalian merasa berat menyimpannya untuk tidak
mengatakannya.”
Oleh karena itu, ia memberi kemurahan kepada kalian
untuk mengungkapkannya, tetapi tidak dengan cara terang-
terangan. Dan janganlah kalian menyimpang dari garis-garis
kemurahan yang telah Allah berikan kepada kalian dalam
masalah ini.11
Para ulama sepakat, bahwa tidak sah nikah (akad) yang
dilakukan dimasa iddah , hingga selesai masa iddahnya.tetapi
para ulama berselisih pendapat mengenai wanita yang
dinikahi hingga ia disetubuhi, apakah suami istri itu harus
dipisahkan. Kemudian apakah boleh kembali mengawininya
atau tidak.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa setelah keduanya
dipisahkan, maka si suami boleh meminang dan
mengawininya setelah selesai iddahnya. Sedangkan Imam
Malik berpendapat, sesudah keduannya dipisahkan tetap
haram buat selamanya. Sebab, ia telah melanggar dengan
masa yang ditentukan Allah, sehingga ia dihukum dengan hal

11 Tafsir Al-Maraghi jlid II, 333


yang berlawanan dengan keinginannya, sama dengan
pembunuh ang tidak bisa menerima waris dari si terbunuh.
Karena itu, Allah menutup ayat ini dengan peringata “Dan
ketahuilah, bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada
didalam hati kalian, Maka takutlah kepada-Nya.
Tetapi disamping itu Allah Maha Pengampun bagi
hamba-Nya yang bertaubat setelah terlanjur berbuat
pelanggaran dan Allah itu sabar, tidak keburu menyiksa
orang yang berbuat pelanggaran bukan siksa Nya
ditangguhkan kalau-kalau dia meminta ampun.12
3. Hadis Tentang Khitbah
Pertama dengan memahami isyarat atau yang tersirat pada suatu
hadis Nabi SAW:
‫ اَل َيْخ ُطُب َأَح ُد ُك ْم َع َلى‬:‫ َق اَل َر ُس ُلْو ُل أِهلل ص__لعم‬: ‫ ُهللا َع ْن ُه َق اَل‬.‫ض‬.‫َع ْن أْبِن ُع َم ر ر‬
)‫ِخ ْط َبِة َأِخ ْيِه َح َّتى َيْتُرَك اْلَخ اِط ُب َقْبَلُه َأْو َيأَذ َن َلُه (متفق عليه واللفظ للبخرى‬
“Dari Ibnu Umar r.a., ia berkata : bersabda Rasulullah saw : ‘Jangan
salah seorang kamu meminang pinangan saudaranya, sehingga peminang
sebelumnya (saudaranya itu) mengurungkan peminangannya atau
membolehkannya (untuk dipinang).” HR. Bukhari dan Muslim dan
lafadz Bukhari.
Hadits di atas membolehkan seorang laki-laki meminang pihak
seorang perempuan. Dari hadits di atas juga dapat dipahami terjadinya
beberapa kemungkinan penafsiran dalam proses pinang meminang.
Kemungkinan pertama ialah pinangan itu tidak diterima oleh pihak yang
dipinang, sehingga berakhirlah proses pinangan itu. Kemungkinan kedua
ialah pinangan itu diterima, kemudian langsung dilaksanakan akad nikah.
Kemungkinan ketiga ialah pinangan itu diterima, tetapi akad
dilaksanakan kemudian hari, mungkin dalam waktu yang dekat dan
mungkin pula dalam waktu yang lama. Kemungkinan ketiga ini ada
persamaannya dengan pelaksanaan pertunangan yang berlaku pada
12 Tafsir Ibnu Katsier jilid I, 469
hukum adat, yaitu semacam perjanjian untuk melaksanakan akad nikah di
kemudian hari setelah pinangan diterima. Terjadinya kemungkinan ketiga
ini dimungkinkan dalam memahami hadits di atas. Dengan arti bahwa
hadits di atas dapat dijadikan satu dalil dalam menetapkan hukum
pertunangan.
4. Asbabun Nuzul Turunnya Ayat-Ayat Tentang Khitbah
Al-khazin berkata dalam tafsirnya: ayat kedua diturunkan tentang
seorang laki-laki anshar yang menikahi seorang perempuan Bani Hanifah
dengan tidak menyebutkan maharnya, lalu diceraikannya sebelum
dicampuri. Begitulah, lalu turun ayat ketiga, sesudah itu lalu Rasulullah
SAW bersabda kepada laki-laki tersebut: “ berilah dia mut’ah sekalipun
dengan kopiahmu.13
Adapun Kandungan hukum yang ada pada surah Al-Baqarah ayat:
235, yaitu:
a) Perempuan yang boleh dipinang dengan terang-terangan maupun
sendirian yaitu perempuan single dan bukan dalam masa iddah.
b) Perempuan yang tidak boleh dipinang baik dengan terang-terangan
maupun sendirian yaitu perempuan yang masih mempunyai suami.
c) Perempuan yang boleh dipinang secara sendirian tidak boleh dengan
terang-terangan yaitu perempuan yang ditinggal mati suami dan
perempuan yang ditalak tiga.

C. Kesimpulan
Khitbah atau meminang artinya seorang laki-laki meminta kepada seorang
perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah berlaku
ditengah-tengah masyarakat. Diantara hal yang disepakati mayoritas ulama
fiqh, syariat, dan perundang-undangan bahwa tujuan pokok khitbah adalah
13 Lihat tafsir al-khazin, juz 1, mahasinut ta’wil oleh qasimi 2: 619
berjanji akan menikah, sebelum akad nikah. Khitbah tidak mempunyai hak
dan pengaruh seperti akad nikah. Dan karakteristik khitbah hanya semata
berjanji akan nikah.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Syarifuddin. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: antara fiqh
munakahat dan Undang-Undang perkawinan. Jakarta: Kencana.
As-Subki, Ali Yusuf. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta : Amzah.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwaz. 2009.
Fiqh Munakahat. Jakarta: Sinar Grafika.
Ghozali, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Mukhtar, Kamal. 1974. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta:
Bulan Bintang.
Nur, Djamaan. 1993. Fiqih Munakahat, Semarang: Toha Putra.
Sabiq, Sayyid. 1971. Fiqhus Sunnah. Kuwait: Darul Bayan.
Tihami dan Sohari Sahrani. 2009. Fikih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers.
Tutik, hamidah. 2011. Fiqh Perempuan. Malang: Maliki Pers.
Uaidah, Syaikh Kamil Muhammad. 1990. Fiqh Wanita. Jakarta: Pustaka Al
Khautsar.

Anda mungkin juga menyukai