Anda di halaman 1dari 6

Makalah

Konsep Umum Khitbah

Muhammad Ikhlas

Zaenuddin

Fakultas Syariah/Prodi Hukum Keluarga Islam

Institut KH. Abdul Chalim

2018
Rumusan Masalah
a. Mampu mengetahui hikmah khitbah
b. Mampu menganalisa/memahami khitbah menurut 4 mazhab
c. Menganalisa proses pelaksanaan khitbah di pulau Madura
A. Pengertian Khitbah
Khitbah adalah merupakan keinginan untuk menikah dengan sesorang
perempuan tertentu dan memberitahukan keinginan tersebut kepada perempuan
tersebut dan walinya1.
Secara bahasa peminang berasal dari kata “pinang atau meminang” yang
bersinonim melamar, biasa disebut dengan “khitbah”. Secara etimologi meminang
atau melamar artinya meminta wanita untuk dijadikan isteri (bagi dirinya sendiri
atau orang lain). Cara yang dilaksanakan disesuaikan dengan adat masyarakat
secara umum dan lamaran biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan
keadaan dirinya atau keluarganya yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman di antara kedua calon pasangan.

B. Hikmah Khitbah
Khitbah Sebagaimana pendahuluan pernikhan lainnya adalah sebuah cara
bagi masing-masing pihak (suami-istri) untuk saling mengenal di antara keduannya.
Karena khitbah tersebut merupakan jalan untuk mempelajari akhlak, tabiat dan
kecenderungan masing-masing dari keduannya2.
Memudahkan jalan perkenalan antara peminang dan yang dipinang beserta
kedua belah pihak. Dengan pinangan, maka kedua belah pihak akan saling menjajaki
kepribadian masing-masing dengan mencoba melakukan pengenalan secara
mendalam. Tentu saja pengenalan ini tetap berada dalam koridor syari’at, yaitu
memperhatikan batasan-batasan interaksi dengan lawan jenis yang belum terikat
oleh pernikahan. Demikian pula dapat bisa saling mengenal keluarga dari kedua
belah pihak agar bisa menjadi awal yang baik dalam mengikat hubungan
persaudaraan dengan pernikahan yang akan mereka lakukan.
Sebelum melaksanakan khitbah, mereka belum memiliki ikatan moral
apapun berkaitan dengan calon pasangan hidupnya. Masing-masing dari laki-laki
dan perempuan yang masih lajang hidup “bebas”, belum memiliki suatu beban
moral dan langkah pasti menuju pernikahan. Dengan adanya peminangan, mau
tidak mau kedua belah pihak akan merasa ada perasaan bertanggung jawab dalam
dirinya untuk segera menguatkan tekad dan keinginan menuju pernikahan. Berbagai
keraguan hendaknya harus sudah dihilangkan pada masa setelah peminangan.
Ibarat orang yang merasa bimbang untuk menempuh sebuah perjalanan tugas,

1
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (Kuala lumpur: Darul Fikir,Juni 2011, jilid 9), hlm.20-21.
2
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (Kuala lumpur: Darul Fikir,Juni 2011, jilid 9), hlm.21.
namun dengan mengawali langkah membeli tiket pesawat, ada dorongan dan
motivasi yang lebih kuat untuk berangkat.
C. Macam-Macam Khitbah
Ada kalanya khitbah dilakukan dengan mengungkapkan perasaan cinta
secara terang-terangan. Seperti perkataan seorang lelaki yang hendak mengkhitbah,
“saya ingin menikahi si Fulanah”. Ada kalanya juga khitbah dilakukan secara implisit
atau dengan sindirian dan indikasi. Cara tersebut dilakukan dengan langsung
berbicara dengan si perempuan seperti, “kamu sangat layak untuk dinikahi”, atau,
“orang yang mendaptakanmu pasti beruntung”. Atau, “saya sedang mencari
perempuan yang cocok sepertimu”, dan semisalnya.3

D. Syarat-Syarat Khitbah
Syarat-syarat peminangan (Khitbah) Meminang dimaksudkan untuk
mendapatkan atau memperoleh calon
istri yang ideal atau memenuhi syarat menurut syari’at Islam. Menurut
H.Mohammad Anwar untuk memiliki calon istri harus memenuhi 4 syarat,
ialah:
a. Kosong dari perkawinan atau iddah laki-laki lain.
b. Ditentukan wanitanya.
c. Tidak ada hubungan mahram antara calon suami dengan calon istrinya,
baik mahram senasab (keturunan) maupun mahram sesusuan dan tidak
ada hubungan kemertuaan atau bekasnya sebagaimana yang akan
diterangkan nanti.
d. Wanitanya beragama Islam atau kafir kitabi yang asli, bukan kafir
watsani (penyembah berhala atau atheis atau tidak beragama sama
sekali. Kecuali kalau wanita kafir itu diislamkan dahulu baru boleh dikawin.

Selain itu untuk syarat-syarat wanita yang boleh dipinang terdapat


pada pasal 12 Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih
perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah
raj’iyyah, haram dan dilarang untuk dipinang.
c. dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang orang
lain selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada
penolakan dari pihak wanita.

3
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (Kuala lumpur: Darul Fikir,Juni 2011, jilid 9), hlm.21.
d. Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang
putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang telah
meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.

E. Khitbah Perempuan Yang Telah Dikhitbah


Ulama telah berijima’ (bersepakat) akan keharaman khitbahnya orang
kedua setelah terjadinya khitbah orang pertama, jika khitbah pertama memang
telah dengan jelas diterima serta orang pertama tidak memberi izin dan tidak
membatalkan khitbahnya4.

‫خيِا ِاهاإِا ّا‬


‫لا‬ ‫ىاخ ْا‬
‫طبَا ِاةااأ َ ِا‬ ‫عالَ ِا‬ ‫لايَا ْا‬
‫خطاباا َا‬ ‫حِااأ َ ِا‬
‫خْاي ِاها َاو َا‬ ‫لايَبِيْحااأ َ َحداكا ْاما َا‬
‫عالَىاابَْاي ا‬ ‫َا‬
‫نايَااأ َْاذنَااالَها‬
‫اأ َ ْا‬
“janganlah salah seorang di antara kalian menjual barang yang telah dijual kepada
saudaranya. Dan janganlah salah seorang si antara kalian mengkhitbah (perempuan)
yang dikhitbah oleh saudaranya, kecuali dia mengizinkannya.” (HR Ahmad Muslim)

F. Landasan Hukum
a. Al-Qur’an (Al-Baqarah ayat 235)

Artinya: “Dan tidak berdosa bagi kamu meminang perempuan dengan kata
sindiran atau sembunyikan dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebutkannya kepada perempuan itu.”(QS. AlBaqarah:235)
b. Hadits
“jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhoi agama dan akhlaknya,
maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di
bumi dan kerusakan yang besar”.

G. Batasan-Batasan Yang Boleh Dilihat


Kebanyakan para ahli figih berpandangan bahwa seorang lelaki yang hendak
mengkhitbah boleh melihat perempuan yang hendak ia khitbah sebatas wajah dan
telapak tangan saja. 5 Konsep Imam Syafi’i dalam memandang, laki-laki tidak

4
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (Kuala lumpur: Darul Fikir,Juni 2011, jilid 9), hlm.21.
5
Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu (Kuala lumpur: Darul Fikir,Juni 2011, jilid 9), hlm.34.
diperbolehkan melihat perempuan selain muka dan kedua telapak tangan karena
selain kedua tersebut adalah aurat.

Anda mungkin juga menyukai