Anda di halaman 1dari 29

HUKUM THALAQ DAN IDDAH

Disusun Oleh:
Kelompok V

Afifah (0308223121)
Ely Sahara Harahap (0308222060)

Naena Suhailah (0308222050)

Dosen Pengampu: Dr. Zulfahmi Lubis M. Ag.

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI IV

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, saya panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah yang
berjudul “HUKUM THALAQ DAN IDDAH” ini tepat pada waktunya.
Disamping itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya selama pembuatan makalah ini berlangsungsehingga
terealisasikanlah makalah ini.
Saya menyadari bahwa tidak kesempurnaanya makalah ini, apabila ada
kesalahan dari pembaca atau apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah
ini guna perbaikan dalam pembuatan makalah saya yang selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan serta
memperluas pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 4 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….……ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………............iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN
A. TALAK (PERCERAIAN).........................................................................2
1. Pengertian Talak..................................................................................2
2. Dasar Hukum Talak.............................................................................3
3. Hukum Talak.......................................................................................4
4. Rukun Talak........................................................................................4
5. Masalah-Masalah dalam Talak...........................................................7
6. Macam-Macam Talak.........................................................................11
B. IDDAH.....................................................................................................15
1. Pengertian Iddah.................................................................................15
2. Hadits Terkait Iddah...........................................................................16
3. Hukum Iddah......................................................................................18
4. Macam-Macam Iddah.........................................................................18
5. Manfaat Iddah.....................................................................................20
6. Hikmah Disyariatkannya Iddah..........................................................24
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………..…….….25
B. SARAN…………………………………………………………..……..25
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…....26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Perkawinaan adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dengan


perempuandalam ikatan suami istri. Dalam perkawinan setiap orang ingin membentuk
keluarga bahagiadan utuh sampai akhir hayat tetapi, kadang ada suatu permasalahan
yang membuat pertengkaran bahkan menngambil jalan perceraian. Allah paling
membenci hal tersebut.
Talak ialah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan
lafazh yangtertentu, misalnya suami berkata kepada istrinya. Pada dasarnya talak
hukumnya boleh, tetapi sangat dibenci menurut pandangan syara’. Ucapan untuk
mentalak istri ada dua yaitu ucapan sharih, yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk
mentalak, dan ucapan yang kinayah yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya.
Sedangkan ‘iddah berasal dari kata yang berarti menghitung. Maksudnya,
perempuan menghitung hari-harinya dan masa bersihnya. Iddah dalam istilah agama
menjadi nama bagi masa lamanya perempuan (isteri) menunggu dan tidak boleh kawin
setelah kematian suaminya atau setelah pisah dari suaminya. Iddah menurut hukum
Islam adalah masa yang harus dilalui oleh seorang wanita karena perpisahan dengan
suaminya. Baik itu bercerai ataupun ditinggal mati suaminya.
Iddah disebut juga “ketentuan”. Maksudnya ialah, waktu menunggu bagi bekas
isteri yang telah dicerai oleh bekas suaminya, pada waktu itu bekas isteri tidak boleh
kawin dengan laki-laki lain. Hukum menunggu bagi bekas isteri yang telah dicerai oleh
suaminya atau suaminya meninggal dunia itu adalah wajib dan lama waktunya
ditetapkan oleh agama sesuai dengan keadaan bekas suami yang mencerai atu bekas
isteri yang dicerai.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TALAK (PERCERAIAN)
1. Pengertian Talak
Dalam konteks hukum Islam, perceraian diistilahkan ‘talak’ atau
‘furqah’. Adapaun arti dari talak adalah membuka ikatan dan membatalkan
perjanjian, sementara furqah artinya bercerai, yaitu lawan dari berkumpul.
Selanjutnya kedua kata ini dipakai oleh para ahli fiqih sebagai satu istilah yang
berarti perceraian antara suami istri.
Dengan demikian, talak adalah tindakan yang dilakukan suami terhadap
istri untuk bercerai, baik talak satu, dua dan tiga, talak ini hanya diucapkan dari
suami kepada istri maka sah perceraian tersebut. Sementara dalam perspektif
yuridis, perceraian adalah putusnya suatu ditentukan dengan putusan hakim
yang berwenang atas tuntutan salah seorang dari suami istri berdasarkan alasan-
alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Secara
normatif, talak dalam agama Islam merupakan perkara halal, namun sangat
dibenci oleh Allah, sebagimana dalam sebuah hadis:

‫ا بخض ا لحال ل ال هللا تها لى الطال ق‬


“Suatu yang halal namun paling dibenci oleh Allah Ta’ala adalah thalaq”
Hadis ini selain diriwayatkan oleh Abu Dawud, terdapat pula dalam
hadis Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Adi, Baihaqi dari Ibnu Umar. Mengenai
kualitas hadis ini, Ibnu Jauzi menyatakan bahwa hadis ini la yashihu, Al-Fallas
dan Al-Nasa’i menyatakan bahwa hadis ini adalah matruk al-hadis, sementara
menurut ulama yang lain hadis ini shahih alisnad.

2
2. Dasar Hukum Talak (Perceraian)
 Al-Quran
Adapun dalil tentang dibolehkannya talak dapat dilihat sebagai berikut:

‫الطال ق مر تان فامساك بمهروف او تسر يح باحسان‬


"Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik ..." (QS. Al-
Baqarah: 229).

‫يا يهاالنبي اذا طلقتم النسا ء فطلقوهو لهد تهن واحصوا الهدة‬
Artinya: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar)...." (QS. At-Talaq: 1)

 As Sunah
Dalam Sunnah banyak sekali hadisnya, diantaranya sabda nabi,
"Halal yang paling dimurkai Allah adalah talak.” Ibnu Umar
meriwayatkan bahwa ia menalak istrinya yang sedang menstruasi. Umar
bertanya kepada Rasulullah, beliau menjawab:

‫مره فليرا جهها ثم ليمسكما حتى تطهرثم تحيض ثم ان شاء امسك بهد و ان‬
‫شاء طلق قبل ان ءمس فتلك الهدة اتي امر هللا ان تطلق النساء‬
Artinya: “Perintahkan ia kembali kemudian biarkan wanita sampai
bersuci, menstruasi, bersuci kemudian jika berkehendak wanita itu ditahan
dan jika berkehendak ditalak sebelum dicampuri. Demikian itu iddah yang
diperintahkan Allah jika menalak wanita.” (HR. Muttafaq’Alaih).

 Ijma'
Dalam ijma', ulama sepakat bolehnya talak. Ungkapan tersebut
menunjukkan bolehnya talak sekalipun makruh. Akad nikah sebagaimana
disebutkan dilaksanakan untuk selamanya sampai akhir hayat.

3
3. Hukum Talak
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum talak. Talak hukumnya
makruh, jika tidak ada yang menyebabkannya, karena talak berarti kufur
terhadap nikmat Allah.
Talak hukumnya wajib, jika talak tersebut bertujuan untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi antara suami dan istri, jika masing-masing
melihat bahwa talak adalah satu- satunya jalan untuk menyelesaikan masalah.
Talak hukumnya haram, jika talak yang dilakukan bukan karena adanya
tuntunan yang dapat dibenarkan. Karena hal itu akan membawa mudharat bagi
sang suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan pada keduanya.
Talak hukumnya mubah, jika untuk menghindari bahaya yang
mengancam salah satu pihak, baik itu suami ataupun istrinya.
Talak hukumnya sunnah, jika dilakukan terhadap seorang istri yang
telah berbuat zhalim kepada hak-hak Allah yang harus diembannya, seperti
shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya, dimana berbagai cara telah ditempuh
oleh sang suami untuk menyadarkannya, akan tetapi istri tidak menghendaki
untuk perubahan itu.
Rasulullah bersabda: "Wanita yang baik seperti burung gagak yang
putih kedua sayap dan kedua kakinya". Hadits ini sindiran kelangkaan
wujudnya Al-A'shamm artinya putih kedua sayapnya atau kedua kakinya dan
atau salah satunya.(Dahlan, 2015)

4. Rukun Talak
a. Suami
Hak talak hanya dimilki oleh laki-laki karena ia lebih bisa mengendalikan
emosi, dan lebih sanggup memikul beban-beban kehidupan. Ulama sepakat
bahwa suami diperboleh-kan menceraikan istrinya dan talaknya diterima
apabila ia berakal, baligh, dan berdasarkan pilihan sendiri.

4
b. Istri
Yaitu orang yang berada di bawah perlindungan suami dan ia adalah obyek
yang akan mendapatkan talak.

c. Sighat Talak
Adalah lafal yang menyebabkan terputusnya hubungan pernikahan. Sighat
talak terbagi menjadi dua, yaitu mutlak dan muqayyad.
 Mutlak
Sighat mutlak adalah lafal talak yang diucapkan tanpa syarat apapun.
Sighat talak mutlak dibagi menjadi dua:

1) Sighat Sharih
Adalah lafal talak yang dapat dipahami maknanya saat
diucapkan, dan tanpa mengandung makna lain. Madzhab Maliki
dan Hanafi mengatakan bahwa lafal yang masuk dalam kategori
sebagai lafal sharih hanyalah kata-kata thalaq. Sedangkan
Madzhab Syafi'l dan Zhahiri mengatakan lafal Sharih ada tiga,
yaitu cerai (talak), pisah (firaq), dan terlepas (sarah). Jika
seseorang menggunakan salah satu lafal tersebut kemudian
mengatakan aku bermaksud yang lain, hanya saja lisanku terlanjur
mengucapkannya, maka tidak diterima perkataan orang tersebut
karena menyalahi lahirnya. hal itu urusan antara dirinya dan Allah
karena bisa saja diartikan sebagai pengakuannya, namun
Rasulullah bersabda: "Aku menghukumi yang lahir dan Allahlah
yang menguasai yang tersembunyi".

2) Sighat Kinayah
Adalah talak yang yang mangandung banyak makna,
sehingga bisa ditakwilkan dengan makna yang berbeda-beda.
Misalnya urusanmu di tanganmu, pergilah engkau,pulanglah
engkau kepada keluargamu, atau kata-kata sindiran lainnya. Jadi,

5
bahwa talak yang diucapkan suami dengan jelas terhadap istri,
maka talaknya menjadi sah, sedang talak yang diucapkan suami
dengan menggunakan bahasa kinayah jika diniatkan mentalak
maka talaknya dihukumi sah, namun jika tanpa maksud tujuan
mentalak merupakan ucapan sia-sia belaka (tidak menjadi sebab
terjadinya talak).

 Muqayyad
Kadang-kadang suami mengucapkan talak kepada istrinya
dengan embel-embel kata tertentu berupa syarat atau pengecualian.
Diantaranya:
1) Kehendak
Misalnya, seorang suami berkata, "Engkau saya talak jika
Allah berkehendak". Para ulama berbeda pendapat mengenai
hukum talak muqayyad jenis ini, Imam Malik bin Abbas
mengatakan tetap sah, sedangkan syarat dan pengecualian yang
diucapkan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap keabsahan
talak. Alasannya karena talak adalah perbuatan hari ini, dan tidak
berkaitan dengan perbuatan-perbuatan yang akan terjadi pada
masa yang akan datang. Imam Abu Hanifah dan imam Syafi'i
berpendapat bahwa jika seorang laki-laki mengaitkan kata talak
dengan kehendak Allah, maka talak itu tidak berlaku, sampai
syarat dan pengecualiannya itu berlaku. Alasannya karena talak
yang merupakan perbuatan hari ini, berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

2) Perbuatan di Masa Depan


Terdapat tiga klasifikasi, pertama berkait dengan
perbuatan yang mungkin atau tidak mungkin terjadi. Misalnya
suami berkata, "Jika Ahmad masuk ke rumah maka engkau akan
ditalak". Ulama bersepakat jika syarat ini terpenuhi maka talak

6
berlaku dan sebaliknya. Kedua berkaitan dengan perbuatan yang
pasti terjadi. Misalnya suami berkata, "Jika matahari terbit maka
engkau akan ditalak". Imam malik mengatakan hukum talak
berlaku seketika itu, karena ia mengaitkan dengan sesuatu yang
pasti terjadi. Ketiga, berkaitan dengan perbuatan yang biasanya
terjadi, namun kadang-kadang juga tidak terjadi. Misalnya suami
berkata, "Jika engkau haid maka engkau akan ditalak". Imam
Syafi'i mempunyai dua pendapat, pertama talak tersebut langsung
berlaku karena hukumnya sama dengan sesuatu yang pasti terjadi.
Kedua bahwa talak tersebut baru berlaku jika syaratnya baru
terpenuhi.

3) Perbuatan atau Sesuatu yang Tidak Jelas


Para ulama sepakat bahwa seseorang mengaitkan talak
dengan sesuatu yang tidak jelas dan tidak diketahu keberadaannya
maka hukum talaknya sah. Mereka menganggap pelakunya
bermain-main dengan syarat yang ditetapkan. Contohnya suami
yang mengatakan, "Jika hari ini Allah menciptakan seekor ikan di
lautan terdalam dengan bentuk seperti ini maka engkau akan
ditalak'. Sedangkan jika dikaitkan dengan sesuatu yang tidak
jelas, namun bisa dibuktikan kenyataannya, maka hukum talak
bergantung pada syarat yang ada di dalamnya. Misalnya suami
berkata, "Jika anak yang lahir ini perempuan maka engkau akan
ditalak". Hukum talak sah jika yang lahir anak perempuan, dan
sebaliknya.

5. Masalah-Masalah dalam Talak


Lebih jelasnya ada beberapa masalah penting talak yang sering terjadi
di tengah-tengah masyarakat, yaitu sebagai berikut:

7
a. Talak Karena Dipaksa
Tidak sah talaknya orang yang dipaksa tanpa didasarkan kebenaran,
dengan alasan karena sabda Nabi:

‫رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه‬


Artinya: "Terangkat dari umatku kesalahan, lupa dan dipaksa."
Paksaan adalah ungkapan yang tidak benar seperti ungkapan kufur.
Sabda Nabi:

‫الطالق في إغالق‬
Artinya: "Tidak ada talak sah pada orang tertutup."

Maksud tertutup disni orang yang terpaksa, nama itu diberikan


karena orang yang terpaksa itu tertutup segala pintu, tidak dapat keluar
melainkan harus talak. Adapun jika pemaksaan itu didasarkan kepada
kebenaran seperti kondisi keharusan talak yang dipakaan oleh hakim,
hukumnya sah karena paksaan ini dibenarkan.
Tsabit Al-A'raj berkat: "Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar
dan Ibnu Zubair tentang talaknya orang yang terpaksa," mereka menjawab,
"Tidak apa- apa"

b. Talak Orang yang Mabuk


Jumhur ulama mengatakan bahwa talak yang diucapkan oleh orang
mabuk hukumnya sah, dan kedua pasangan tersebut harus dipisahkan.
Alasannya, mabuk yang dialaminya adalah perbuatan dan keinginannya
sendiri.

c. Talak Orang yang Sedang Marah


Orang yang sedang marah sampai akalnya tidak berfungsi,
kemudian ia menjatuhkan talak terhadap sang istri, maka talaknya tidak
sah dan tidak menyebabkan perceraian diantara keduanya. Biasanya orang
yang sedang marah besar tidak menyadari apa yang diucapkan karena ia

8
sudah dikuasai emosi dan nafsu. Namun jika marahnya terkendali sehingga
akal seseorang yang mengalaminya masih berfugsi dengan baik, maka
talaknya sah dan keduanya harus dipisahkan.

d. Talak yang Diucapkan tanpa Niat (Kesengajaan)


Jumhur ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkannya adalah
sah, dan keduanya harus dipisahkan. Sesuai dengan sabda Rasulullah Saw,
"Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius
yaitu nikah, talak, dan rujuk."(HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Pendapat selanjutnya menurut Muhammad Baqir, Ja'far Shadiq, serta salah
satu pendapat Imam Ahmad dan Imam Malik bin Anas menegaskan bahwa
talak yang diucapkan tanpa adanya unsur kesengajaan maka hukmunya
tidak sah, dan keduanya tetap dalam ikatan pernikahan. Pendapat ini
berdasarkan QS. Al-Baqarah: 227 dan Sabda Rasulullah bahwa, "Amalan
itu tergantung niat." (HR. Muslim)

e. Talak Orang yang Terkejut


Talak orang yang latah, sehingga ia mudah mengucapkan sesuatu
tanpa sadar dan terjadi secara spontan. Maka talak yang diucapkannya
adalah tidak sah, dan keduanya tetap berada dalam ikatan pernikahan.

f. Talak Anak Kecil


Imam Malik berpendapat bahwa talak yang diucapkan oleh anak
kecil tidak berlaku sampai ia mencapai usia baligh. (Sudarto, 2021)

g. Talak Bergurau
Kebanyakan ahli fiqih sependapat bahwa talak yang diucapkan
dengan bergurau atau main-main dianggap jatuh talaknya, sama seperti
nikah yang dilakukan dengan bergurau juga sah hukumnya.

9
h. Talak dengan Tulisan
Para ulama memberikan dua syarat utama keabsahan talak dengan
tulisan. Pertama harus jelas dan dapat dibaca. Kedua mengandung tujuan
yang jelas. Misalnya menulis, "Wahai Siti, engkau saya talak". Hal seperti
itu maka talaknya sah.

i. Talak dengan Isyarat


Metode ini hanya berlaku bagi orang yang bisu dan tidak dapat
menulis. Kedudukan talak dengan menggunakan bahasa isyarat bagi orang
yang bisu adalah sama dengan melafalkannya bagi orang yang mampu
berbicara. Namun jika ia mempunyai kemampuan menulis maka ia harus
mendahulukan menulis, karena hal itu lebih mudah dipahami dan
dimengerti oleh orang lain. Bagi orang yang dapat berbicara tapi
menggunakan isyarat ketika menalak, maka ada dua pendapat. Pertama
talaknya tidak sah karena isyarat yang diterima dan menempati ucapan bagi
haknya orang bisu diposisikan karena darurat, sedangkan disini tidak ada
darurat. Kedua, isyarat orang yang dapat berbicara dikategorikan talak
sindiran (kinayah) karena secara global memberi pemahaman talak.

j. Talak dengan Utusan


Banyak perbedaan mengenai boleh tidaknya seorang suami
mewakilkan talak. Jumhur ulama mengatakan mengatakan bahwa seorang
suami boleh mewakilkan talak kepada orang lain yang dipercayainya,
sebagaiman ia bisa melakukannya sendiri. Mahdzab Zhahiri mengatakan
bahwa seorang suami tidak boleh mewakilkan talak kepada orang lain. Jika
ia melakukannya maka talaknya tidak sah. (Abdul Fatah, Abd Ahmadi,
1994)

10
6. Macam-Macam Talak
a. Ditinjau dari bentuk ucapan talak dan lafalnya, talak terbagi menjadi dua,
yaitu talak dengan terang- terangan atau bahasa jelas (sharih) dan talak
dengan sindiran (kinayah).
b. Ditinjau dari segi syariatnya, talak terbagi menjadi talak sunni dan bid'iy.
c. Ditinjau dari segi waktu terjadinya, terbagi menjadi talak munjizah dan
talak mu'allaq.
d. Ditinjau dari segi pengaruhnya dalam mengakhiri ikatan suami istri, talak
terbagi menjadi talak raj'i dan ba'in.
e. Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
 Talak Raj'i
Yaitu talak dimana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk kembali istrinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-
lafal tertentu, dan istri sudah benar-benar digauli. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Talak ayat 1.
Allah Swt memperbolehkan talak hanya sampai dua kali agar
laki-laki tidak leluasa menceraikan istrinya apabila terjadi
perselisihan. Bila tidak dibatasi mungkin sekali laki-laki sebentar-
sebenar menceraikan istrinya hanya karena ada perselisihan sekecil
apapun. Setelah aturan ini diturunkan Allah Swt, maka laki-laki sadar
bahwa perceraian itu tidak boleh dipermainan begitu saja. Paling
banyak talak hanya diperbolehkan dua kali seumur hidup, atau selama
pergaulan suami istri. Bila perceraian sudah sampai tiga kali, berarti
telah melampui batas dan ketika itu tertutuplah pintu untuk kembali.
Aturan talak tersebut juga menyebabkan wanita insaf dan sadar bahwa
perceraian dengan suaminya itu adalah suatu aib atas dirinya dalam
pandangan masyarakat.

11
 Talak Ba'in
Talak Ba'in adalah talak yang memisahkan sama sekali
hubungan suami istri. Talak ba'in ini terbagi menjadi dua bagian:
1) Talak Ba'in Shughra
Ialah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas
suaminya, namun tidak menghilangkan hak nikah baru kepada
istri bekas istrinya itu. Talak ini juga dapat diartikan talak yang
dijatuhkan seorang suami kapada istrinya, yaitu talak satu atau
dua, kemudian ia tidak rujuk kepadanya sampai masa iddahnya
habis. Jenis talak ba'in shughra, yaitu:
 Talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum terjadi
dukhul (setubuh).
 Khulu'.

Hukum Talak Ba'in Shughra


 Hilangnya ikatan nikah antara suami dan istri.
 Hilangnya hak bergaul bagi suami istri termasuk berkhalwat
(menyendiri berdua-duan).
 Masing-masing tidak saling mewarisi manakala meninggal.
 Bekas istri, dalam masa iddah berhak di rumah bekas
suaminya dengan berpisah tempat tidur dan mendapat
nafkah.
 Rujuk dengan akad dan mahar yang baru.

2) Talak Ba'in Kubra


lalah talak yang dijatuhkan seorang suami kepada istri
sebanyak tiga kali. sebagian ulama berpendapat yang termasuk
talak bain kubra adalah segala macam yang mengandung unsur-
unsur sumpah seperti ila, zihar, dan li'an.

12
Hukum Talak Bain Kubra
 Sama dengan hukum talak bain shughra bagian pertama,
kedua dan keempat.
 Suami haram kawin lagi dengan istrinya, kecuali bila istri
telah kawin dengan laki- laki lain.

f. Ditinjau dari masa dijatuhkannya, talak dibagi menjadi dua:


1) Talak Sunni
Merupakan talak yang terjadi sesuai dengan ketentuan agama,
yaitu seorang suami mentalak istrinya yang telah dicampurinya
dengan sekali talak di masa bersih dan belum ia sentuh kembali di
masa bersihnya. (Berdasarkan QS. Al Baqarah: 229)

Syarat Talak Sunni


 Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli, bila talak dijatuhkan
pada istri yang belum pernah dikumpuli, tidak termasuk talak sunni.
 Istri dapat segera melakukan idah suci setelah ditalak, yaitu istri
dalam keadaan suci dari haid.
 Talak itu dijatuhkan karena istri dalam keadaan suci itu suami tidak
pernah mengumpulinya.

2) Talak Bid'i
Adalah talak yang dijatuhkan pada waktu dan jumlah yang
tidak tepat. Talak bid'i merupakan talak yang dilakukan bukan
menurut petunjuk syariah, baik mengenai waktunya maupun cara- cara
menjatuhkannya.
Dari segi waktu ialah talak terhadap istri yang sudah dicampuri
pada waktu ia bersih atau terhadap istri yang sedang haid. Dari segi
jumlah talak ialah tiga talak yang dijatuhkan sekaligus. Ulama sepakat
bahwa talak bid'i, dari segi jumlah talak ialah tiga sekaligus, mereka
juga sepakat bahwa talak bid'i itu haram berdosa.
13
Syarat Talak Bid'i
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri tersebut
haid.
 Jumhur ulama mengatakan bahwa talak tersebut sah dan ia harus
dirujuk kepada istrinya.
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri dalam
keadaan suci, tetapi sudah pernah dikumpuli suaminya ketika dia
dalam keadaan suci tersebut. Firman Allah Swt. Dalam surat At-
Talak: 1 berkenaan dengan hal di atas yang artinya: "Wahai Nabi
apabila kamu menceraikan istri-istri, maka ceraikanlah dalam
keadaaan iddah."
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri dengan talak tiga dalam satu
ucapan
 Imam Malik mengatakan bahwa jika seorang suami mentalak
istrinya sebanyak tiga kali dalam satu waktu maka itu tidak sesuai
dengan Sunnah.
 Talak ditinjau dari segi waktu terjadinya: Talak Munjaz dan Talak
Mu'allaq.
 Talak munjaz
Talak munjaz adalah talak yang diberlakukan terhadap istri
tanpa adanya penangguhan. Misalnya seorang suami
mengatakan kepada istrinya: "kamu telah dicerai." Maka istri
telah ditalak dengan apa yang telah diucapkan oleh suaminya.
 Talak Mu'allaq
Sedangkan talak mu'allaq adalah talak yang digantungkan
oleh suami dengan suatu perbuatan yang akan dilakukan oleh
istrinya pada masa mendatang. Seperti suami mengatakan
kepada istrinya:"Jika kamu berangkat kerja, berarti kamu
telah ditalak." Maka talak tersebut berlaku sah dengan
keberangkatan istrinya untuk kerja. (Azhar, 1999)

14
B. IDDAH
1. Pengertian Iddah
Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ada (bilangan dan ihshaak
(perhitungan). Iddah dalam buku Tinjauan Fiqhi Keluarga Muslim ialah
seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh masa
suci.
Menurut istilah, kata iddah ialah Sebutan atau nama bagi suatu masa di
mana seorang wanita menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati
oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran
bayinya, atau berakhirnya beberapa quru", atau berakhirnya beberapa bulan
yang sudah ditentukan.
Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti menghitung, menduga,
mengira. Menurut istilah, ulama-ulama memberikan pengertian sebagai
berikut:
 Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj mendi finisikan iddah
dengan "Iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan
untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal
suaminya.
 Drs. Abdul Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah
dengan "Masa yang tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan
diketahui kebersihan rahimnya sesudah bercerai."
 Prof. Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah ini dengan
"suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah
kematian suaminya atau bercerai darinya."
 Sayyid Sabiq memberikan pengertian dengan "masa lamanya bagi
perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian
suaminya."

Selain pengertian tersebut diatas, banyak lagi pengertian-pengertian lain


yang diberikan para ulama, namun pada prinsipnya pengertian tersebut hampir
bersamaan maksudnya yaitu diterjemahkan dengan masa tunggu bagi seorang

15
perempuan untuk bisa rujuk lagi dengan bekas suaminya atau batasan untuk
boleh kawin lagi.

2. Hadits Terkait Iddah


a. Iddah Wanita Hamil

‫ءن المسورين مخرمة رضي هللا ءنه‬


Artinya: Dari Miswar putera Makhramah: "Bahwasanya Subai'ah
Aslamiyah ra melahirkan setelah suaminya meninggal dunia beberapa
malam, kemudian ia menghadap Rasulullah dan minta izin untuk kawin,
maka Rasulullah mengizinkannya, kemudian ia kawin." (Hadits
diriwayatkan oleh Imam Bukhari).

b. Iddah Wanita yang Meminta Cerai (Khulu')

‫ني عبادة بن الوليد بن عبادة بن الصامت عن ربيع بنت حدث معوذ قال‬
‫قلت لها حدثني حديثك قالت اختلعت من زوجي ثم جنت عثمان فسالته ماذا‬
‫على من العدة فقال العدة عليك اآلن تكون حديثة عهد به فتمكني حتى‬
‫ فى‬.‫م‬.‫تحيضى حيضة قال وانا متبع مغالية في ذلك قضاء رسول هللا ص‬
‫مريم ال كانت تحت ثابت بن قيس بن شماش فاختلعت منه‬
Artinya: Menceritakan kepadaku Ubadah Ibnu Walid Ibnu Shamit bertanya
pada Rubayyi binti Mu'awidz: "Ceritakan kisahmu padaku". Ia berkata:
"Aku telah meminta cerai dari suamiku". Kemudian aku datang pada
Usman dan aku bertanya padanya: "Berapa hari masa iddahku"
Jawabnya: "Tidak ada iddah Saw telah memutuskan masalah Barwa' binti
Wasya, sebagaimana yang putuskan. Ia adalah seorang wanita kaum
kami." Karena itu Ibnu Mas'ud menjadi senang."

16
c. Iddah Atas Wanita yang Ditinggal Mati Suaminya

‫عن زينب بنت ام سلمة قالت ام حبيبة سمعت رسول هللا صلى يه وسلم‬
‫يقول ال يحل المرأة تؤمن باهلل واليوم اآلخر هللا عـــل تحد على ميت فوق‬
‫وعشرا‬ ‫ثالثة أيام اال على زوج اربعة اشهر‬
Artinya: Dari Zainab binti Ummu Salamah dari Ummu Habibah ra.
Berkata: "Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:" tidak dihalalkan
bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
berkabung atas orang yang mati lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian
suaminya, maka masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari."

d. Iddah Atas Wanita yang Ditinggal Mati Suaminya Sebelum Terjadi


Senggama

‫عن عبراهيم عن علقمة عن ابن مسعود انه سئل عن رجل تزوج امرأة‬
‫ولم يفرض لها صداقا ولم يدخل بها حتى مات قال ابن مسعود لها مثل‬
‫صداق نسائها ال وكس وال شطط وعليها العدة ولها الميرات فقام معقل بن‬
‫سنان االشجعي فقال قضى فينــــا رأة منا مثل رسول هللا ص م فى بروع‬
‫بنت واشق ام ما قضيت ففرح ابن مسعود رضي هللا عنه‬
Artinya: Dari Ibrahim dari Alqamah berkata: "Ketika Ibnu Mas'ud ditanya
tentang seseorang yang menikahi wanita, kemudian ia mati sebelum
memberikan mas kawin pada istrinya dan juga belum bersenggama
dengannya. Jawab Ibnu Mas'ud: Istrinya tetap berhak mendapatkan
maskawin, tidak boleh kurang atau lebih, dan atasnya berlaku iddah serta
ia berhak mendapat warisan". Maka berdirilah Ma'qil ibnu Sinan Al
Asyja'i dan berkata: "Rasulullah saw telah memutuskan masalah Barwa'
binti Wasya, sebagaimana yang putuskan. Ia adalah seorang wanita kaum
kami." Karena itu Ibnu Mas'ud menjadi senang."

17
3. Hukum Iddah
Para ulama sepakat atas wajibnya iddah bagi seorang perempuan yang
telah bercerai dengan suaminya. Mereka mendasarkan dengan firman Allah
pada surah Al Baqarah ayat 228

‫والمطلقت بارنست با نفيهن تفتة قروه وال عجل من أن يكلمن َما َخلَقَ ه‬
‫َّللاُ فِي‬
ِ ‫أَ ْر َح‬
‫ام ِه هن ِإن‬
Terjemahnya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat, dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi
Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Rasulullah juga pernah bersabda
kepada Fatimah bin Qais Artinya: "Beriddahlah kamu di rumah Ummi
Kaltsum."
Sunnah, sebagaimana dalam shahih Muslim dari Fatimah binti Qais
bahwa Rasulullah SAW bersabda kepadanya yang artinya: "hendaklah engkau
beriddah di rumah putra pamanmu Ibnu Ummi maktum".
ljma, Umat islam sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah SAW
sampai sekarang.

4. Macam-Macam Iddah
a) Iddah karena cerai mati.
Iddah perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, yaitu ada dua
keadaan, yaitu: Jika perempuan tersebut hamil, maka masa iddahnya
sampai melahirkan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surah Ath-
Thalaq ayat 4
Terjemahnya: "dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan- perempuanmu jika kamu ragu-ragu

18
(tentang masa iddahnya). Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan, dan
begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah,
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya".
Demikian pula telah disebutkan dalam sebuah Hadits Rasulullah
yang artinya: "Kalau seorang perempuan melahirkan sedang suaminya
meninggal belum dikubur, ia boleh bersuami." Tetapi jika tidak hamil,
maka masa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Hal ini sebagaimana
disebutkan firman Allah pada surah Al Baqarah ayat 234.

b) Iddah cerai hidup


Perempuan yang dicerai dalam posisi cerai hidup dalam hal ini ada
tiga keadaan yaitu 1) Dalam keadaan hamil iddahnya sampai melahirkan.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surah Ath-Thalaq ayat
4 2) Dalam keadaan sudah dewasa (sudah menstruasi) masa iddahnya tiga
kali suci. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah pada surah Al
Baqarah ayat 228. 3) Dalam keadaan belum dewasa (belum pernah
menstruasi) atau sudah putus menstruasi (menopause), iddahnya adalah
tiga bulan. Perhatikan pula firman Allah dalam surah Ath Thalak ayat 4.

c) Iddah bagi perempuan yang belum digauli.


Maka baginya tidak mempunyai masa iddah. Artinya boleh
langsung menikah setelah dicerai oleh suaminya. Perhatikan firman Allah
dalam surah Al-Ahzaab ayat 49.
Terjemahnya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka
sebelum kamu mencampurinya Maka sekali- sekali tidak wajib atas
mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka
berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang
sebaik-baiknya."

19
5. Manfaat Iddah
a) Iddah dan kehamilan.
Sebenamya terjadi perbedaan pengertian diantara para ulama
tentang batas iddah dengan istilah "quru" ini, ada yang mengartikannya
dengan "suci" dan ada pula yang mengartikannya dengan "haid". Sehingga
dengan pengertian yang berbeda itu dapat mengakibatkan perbedaan lama
beriddah. Quru dengan pengertian suci akan mengakibatkan masa iddah
lebih pendek dari quru dengan pengertian haid.
Diperlukannya iddah bagi perempuan yang bercerai dengan
suaminya, baik karena cerai mati atau hidup, salah satu manfaatnya adalah
untuk mengetahui kekosongan rahim seorang wanita dari kehamilan.
Terjadinya kehamilan ini apabila sperma laki-laki bertemu dan bersama
sebuah telur (ovum) disebabkan adanya hubungan suami istri, sperma laki-
laki mampu bertahan selama 48 jam serta telur 24 jam.
Muhammad Ali Akbar menyatakan bahwa "Adakah menakjubkan
mendapati puncak differensiasi sel embrio terjadi pada tahap ini (minggu
ke-4 hingga ke-8). Periode ini sangat penting karena masing-masing
daritiga lapisan primordium menjadi sejumlah jaringan dan organ spesifik.
Longman juga mengatakan "semua organ dan sistem organ utama dibentuk
selama minggu keempat hingga kedelapan. Oleh karena itu, periode ini
juga disebut periode organogenisis. Itulah saat embrio paling rentan
terhadap faktor-faktor yang mengganggu perkembangan dan kebanyakan
malformasi kongenital yang terlihat pada waktu lahir didapatkan asalnya
selama periode kritis ini." Artinya menurut pemahaman penulis dalam
minggu-minggu keempat dan kedelapan inilah saat-saat embrio terjadi
degenerasi atau tidak.
Salah satu indikasi bahwa wanita itu tidak hamil adalah dengan
adanya haid atau menstruasi. Menstruasi dimaksudkan dengan "saat
seorang wanita mengeluarkan darah pada periode tertentu dalam keadaan
sehat wal afiat. Darah tersebut berasal dari lubang uterine." Dan siklus haid
berkisar antara 28 hingga 35 hari. Dengan masa menstruasi berkisar antara

20
tiga hari sampai satu minggu, dalam hal ini tergantung kondisi wanita
tersebut.
Adanya prosesi itu dan mampu melewati masa-masa kritis,
sekaligus jika dikaitkan dengan masa iddah selama 3 bulan atau tiga kali
suci, sehingga dengan masa selama itu dapat dipastikan bahwa rahim
seorang perempuan kosong dari benih. kehamilan. Artinya dengan iddah
selama itu, maka bisa dipastikan bahwa seorang wanita yang dicerai oleh
suaminya, baik karena cerai hidup atau karena suaminya meninggal dunia
tidak dalam keadaan hamil, dan hamil akan mengakibatkan kelahiran
manusia (anak).
"Manusia dibentuk oleh penyatuan gamet jantan (sperma) dan
gamet betina (ovum) membentuk sebuah sel yang disebut zigot. Zigot di
dalam Al Qr'an disebut mufah amsyaj yang terbentuk dari perpaduan dan
percampuran nutfah jantan dan nutfah betina." Dengan diketahuinya
kekosongan rahim itu, maka status anak yang akan dilahirkan oleh seorang
perempuan setelah akan jelas atau akan memperjelas status ayah bagi janin
yang ada pada rahim seorang wanita, yang pada akhirnya akan
mempertegas status nasab anak. Allah berfirman dalam surah Ar-Ra'du
ayat 8 yang artinya Allah mengetahui apa yang dikandung oleh perempuan,
dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisi- Nya ada ukurannya.

b) Iddah sebagai masa berkabung


Bagi para wanita yang ditinggal oleh suaminya mati, wajib baginya
berkabung. "Para ulama mazhab sepakat atas wajibnya wanita yang
ditinggal mati suaminya untuk melakukan (hidad) berkabung, baik itu
wanita itu sudah lanjut usia maupun masih kecil, muslimah maupun non
muslimah. Kecuali Hanafi, mazhab ini mengatakan bahwa wanita zimmi
dan masih kecil tidak harus menjalani hidad sebab mereka tidak dikenai
kewajiban (gairu taklif). Islam membatasi masa berkabung atau meratapi
atas meninggalnya seseorang. Bagi orang lain selain istri atau suami masa

21
berkabung dibolehkan hanya 3 hari, namun bagi istri batas maksimal
adalah 4 bulan sepuluh hari.
Karena masa berkabung sekaligus dijadikan sebagai masa iddah
selama empat bulan sepuluh hari itu, untuk ukuran orang- orang tertentu
cukup lama. Karena secara naluriah, manusia senantiasa membutuhkan
lawan jenisnya untuk selalu bersama. Begitu pula wanita normal tentunya
membutuhkan lawan jenisnya untuk mendapatkan perlindungan dari laki-
laki, karena wanita dianggap sebagai makhluk yang lemah, selain itu juga
wanita memerlukan pemenuhan kebutuhan biologis dari lawan jenisnya,
dan itu hanya bisa didapatkan jika ia melakukan pemikahan kembali,
begitu pula wanita tersebut dapat menentukan arah kehidupannya serta
tidak ingin larut dalam kedukaan yang berkepanjangan. Sehingga wajar
jika ia diberi kesempatan untuk menikah lagi demi masa depannya. Begitu
juga terhadap kehidupan anak-anak yang ditinggalkan oleh bapaknya
meninggal dunia, juga memerlukan perlindungan, pengayoman,
pendidikan ataupun juga bantuan yang mungkin dapat diperoleh dari suami
ibunya yang baru.

c) Iddah sebagai saat strategis bagi pihak- pihak dan saat berpikir yang baik
untuk dapat rujuk kembali
Apabila seseorang bercerai dengan suami atau istrinya, maka ia
akan merasakan adanya berbagai perubahan dalam kebiasaan hidupnya.
Sebelumnya seorang laki-laki senantiasa dilayani, tetapi ketika ia berpisah
dengan istrinya, kebiasaan-kebiasaan itu tidak didapatkan atau
ditemukannya lagi, begitu pula bagi perempuan yang dicerai oleh
suaminya. Sehingga saat-saat inilah yang dapat digunakan untuk berpikir
keras, menimbang-nimbang buruk baiknya bercerai itu.
Seorang janda dapat lebih leluasa menyatakan kemauannya untuk
bisa kawin lagi, karena dalam hal ini janda lebih berhak atas dirinya sendiri
Terhadap adanya perceraian, janda juga perlu memikirkan positif dan
negatifnya rujuk kembali. Baik pengaruhnya terhadap dirinya sendiri,

22
anak- anak, keluarga, kerabat, handai-taulan, dan lain-lain. Dampak negatif
tentunya perlu ditekan semaksimal mungkin.
Adanya iddah merupakan kesempatan untuk berpikir lebih jauh,
serta diharapkan dengan masa itu, pasangan suami istri yang bercerai akan
menemukan jalan yang terbaik untuk kehidupan mereka selanjutnya.
Terhadap pihak ketiga yang berkepentingan dengan kelanggengan
pasangan suami istri itu, juga masih mempunyai waktu atau kesempatan
untuk melakukan intervensi, memberikan nasehat-nasehat atau saran agar
rumah tangga suami istri itu bisa rukun kembali sebagaimana sediakala
dengan memberikan alternatif yang dapat menggugah suami istri yang
bercerai itu agar bisa rukun kembali. Nasehat yang demikian sangat
dianjurkan dalam Islam. Perhatikan firman Allah dalam surah Al-Ashr ayat
3.

d) Iddah sebagai ta'abbudi kepada Allah


Selain tujuan-tujuan iddah sebagaimana diungkapkan diatas,
pelaksanaan beriddah juga merupakan gambaran tingkat ketaatan makhluk
kepada aturan Khaliknya yakni Allah. Terhadap aturan-aturan Allah itu,
merupakan kewajiban bagi wanita muslim untuk mentaatinya.
Apabila wanita muslim yang bercerai dari suaminya, apakah karena
cerai hidup atau mati. Disana ada tenggang waktu yang harus dilalui
sebelum menikah lagi dengan laki-laki lain. Kemauan untuk mentaati
aturan beriddah inilah yang merupakan gambaran ketaatan, dan kemauan
untuk taat itulah yang didalamnya terkandung nilai ta’abbudi itu.
Pelaksanaan nilai ta’abbudi ini selain akan mendapatkan manfaat beriddah
sebagaimana digambarkan di atas, juga akan bernilai pahala apabila ditaati
dan berdosa bila dilangar dari Allah SWT.

23
6. Hikmah Disyariatkan Iddah
a) Mengetahui terbebasnya rahim, dan sehingga tidak bersatu air mani dari
dua laki-laki atau lebih yang telah menggauli wanita tersebut pada
rahimnya. Sehingga nasab yang mungkin dilahirkan tidak menjadi kacau.
b) Menunjukkan keagungan, kemulian masalah pernikahan dan hubungan
badan.
c) Memberi kesempatan bagi sang suami yang telah mentalak istrinya untuk
rujuk kembali. Karena bisa jadi ada suami yang menyesal setelah mentalak
istrinya.
d) Memuliakan kedudukan sang suami di mata sang istri. Sehingga dengan
adanya masa Iddah akan semakin menampakkan pengaruh perpisahan
antara pasangan suami-istri. Karena itu, di masa iddah kerena ditinggal
mati, wanita dilarang untuk berhias dan mempercantik diri, sebagai bentuk
bergabung atas meninggalkan sang kekasih.
e) Berhati-hati dalam menjaga hak suami, kemaslahatan istri dan hak anak-
anak, serta melaksanakan hak Allah yang telah mewajibkannya. (Amir,
2018)

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Talak dalam syariat Islam adalah memutuskan hubungan antara suami istri
dari ikatanpernikahan yang sah menurut syariat. Kategori hukum tradisional utama
ialah talak, khulu’.
Sedangkan iddah adalah sebuah fase dimana seorang perempuan yang telah
diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau cerai hidup,
maka iddah ialah masa menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain.
Tujuannya adalah untuk menjaga hubungan darah suaminya.

B. Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam pembuatan makalah
ini, baik itu tata cara penulisan, pengutipan sumber bahan maupun hal lainnya, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik di kemudian hari.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah, Abd Ahmadi (1994), Fiqh Islam Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta.

Azhar, Basyir (1999), Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press.

Amir, Ria Rezki. (2018), “Iddah (Tinjauan Fiqhi Keluarga Muslim)”, Jurnal Al-
Mau’izhah, Vol. 1, No. 1.

Dahlan. (2015), Fikih Munakahat, Yogyakarta: Deepublish.

Sudarto. (2021), Fikih Munakahat, Yogyakarta: Deepublish.

26

Anda mungkin juga menyukai