Anda di halaman 1dari 44

PUTUSNYA PERKAWINAN

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah
“FIQIH MUNAKAHAH JINAYAH A”

DOSEN PENGAMPU:
DR. H. SYAMSUDIN, M.Ag.

TIM PENYUSUN (KELOMPOK 7):


1. WAHYU NUR WAHID (D71219087)
2. WEDE AMELSADEWI ADELIA (D71219088)
3. AHMAD JA‟FAR SHODIQ (D91219092)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

ٓ١ٌّ‫ اٌذّذهلل سة اٌؼب‬,‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬


Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan penulis semoga tugas ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan
dan pedoman dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
“Putusnya Perkawinan”. Dan semoga tugas ini dapat membantu menambah
pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Yth.
Dr. H. Syamsudin, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Fiqih Munakahah Jinayah yang
telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul “Putusnya Perkawinan” ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khusunya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan dalam tambahan pengalaman
bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Surabaya, 40 Mei 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................2
C. TUJUAN....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Talak, Khulu‟, Fasakh, Li‟an, Zhihar, Dan Illa‟ Dalam Kitab Fiqih .........1
B. UU Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam .........................................
1. Cerai Talak ..........................................................................................
2. Cerai Gugat ..........................................................................................
3. Khulu‟ ..................................................................................................
4. Li‟an ....................................................................................................
5. Fasakh ..................................................................................................
C. Alasan Perceraian Dalam UU Perkawinan ................................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN .........................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan Talak, Khulu‟, Fasakh, Li‟an, Zhihar, Ila‟
Berdasarkan Kitab Fiqih?
2. Bagaimana Penjelasan Cerai Talak, Cerai Gugat, Khulu‟, Li‟an, Fasakh
Berdasarkan Karena Kematian; Karena Perceraian; Atas Keputusan
Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi
Hukum Islam?
3. Apa Alasan-Alasan Perceraian Dalam Undang-Undang Perkawinan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Talak, Khulu‟, Fasakh, Li‟an, Zhihar, Ila‟ Berdasarkan
Kitab Fiqih.
2. Untuk Mengetahui Cerai Talak, Cerai Gugat, Khulu‟, Li‟an, Fasakh
Berdasarkan Karena Kematian; Karena Perceraian; Atas Keputusan
Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Dan Kompilasi
Hukum Islam.
3. Untuk Mengetahui Alasan-Alasan Perceraian Dalam Undang-Undang
Perkawinan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Talak, Khulu’, Fasakh, Li’an, Dzihar, dan Illa’ Menurut Kitab Fiqih
1. Talak
a. Pengertian Talak
Kata talak secara bahasa bermakna melepaskan ikatan. Diambil dari
kata al-Ithlaq yang berarti melepaskan dan membiarkan. Seperti kalimat
fulanun thalqul yadaini bil-khair, artinya si fulan banyak memberi dan
mengulurkan kedua tangannya dengan kebaikan. Sedangkan menurut
istilah, talak adalah melepaskan tali pernikahan. Imam Al-Haramain
berkata, "Talak adalah lafazh jahiliyah yang diakui dan disahkan dalam
Islam." Dalam hadist disebutkan:
ُ ‫ «أ َ ْثغ‬:- َُ ‫عٍه‬
‫َط‬ ‫ ه‬ٝ‫صٍه‬
َ َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫َّللاُ َػ‬ َ - ِ‫َّللا‬ ‫ ُي ه‬ٛ‫ع‬ُ ‫ لَب َي َس‬:َ‫ لَبي‬- ‫ َّب‬ُٙ ْٕ ‫َّللاُ َػ‬
‫ ه‬ٟ َ ‫ظ‬ِ ‫ َس‬- ‫ػ َّ َش‬ ُ ِْٓ ‫ َػ ْٓ اث‬َٚ
ُ ٌَٗ‫عب‬ ْ ٍُ ِ‫ َدبر‬ُٛ‫ َس هج َخ أَث‬َٚ ،ُُ ‫ص هذ َذُٗ ْاٌ َذب ِو‬
َ ‫إس‬ َ َٚ ْٗ ‫ا ْثُٓ َِب َج‬َٚ ،‫د‬ٚ‫ دَ ُا‬ُٛ‫اُٖ أَث‬َٚ ‫ط ََل ُق» َس‬ ‫ ه‬ٌَٝ‫ْاٌ َذ ََل ِي إ‬
‫َّللاِ اٌ ه‬
Artinya: 993. Dari Ibnu Umur Radhiyallahu Anhuma berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Perkara halal yang
paling dibenci oleh Allah adalah talak." (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim, namun Abu Hatim
mentarjihnya sebagai hadits mursal).1
Selain Abu Hatim, hadits ini juga ditarjih oleh Ad-Daraquthni dan
Al-Baihaqi sebagai hadits mursal.
Hadits ini menunjukkan bahwa dalam perkara yang dihalalkan,
ada hal-hal yang dibenci oleh Allah Ta'ala, dan talak merupakan perkara
halal yang paling dibenci. Makna 'dibenci' di sini sebagai bentuk kiasan,
yakni tidak ada pahalanya dan tidak dianggap sebagai bentuk ibadah
jika perkara itu dilakukan. Sebagian ulama memberikan contoh lain

1
Imam Ash-Shan'ani, dalam aplikasi kitab Subulussalam Bab Talak, Nomor 0993.

2
tentang perkara halal yang dibenci ini, seperti tidak mengerjakan shalat
fardhu di masjid secara berjamaah tanpa adanya udzur (halangan).
Hadits ini juga menunjukkan bahwa hendaknya seseorang tidak
menjatuhkan talak tanpa adanya faktor-faktor yang membolehkannya.
Sebagian ulama telah membagi talak ini ‟kepada lima hukum. Talak
yang diharamkan adalah talak bid'i, sedangkan talak yang makruh
adalah talak yang terjadi tanpa ada sebab (kondisi rumah tangga dalam
keadaan normal). Dan talak termasuk perkara yang dibenci meskipun
dihalalkan.
b. Hukum Perceraian Talak
1) Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri yang tidak
bisa didamaikan dan hakim memandang perlu bercerai
2) Sunnah, apabila suami tidak sanggup lagi menunaikan
kewajibannya atau perempuan tidak bisa menjaga kehormatan
dirinya.
3) Haram, apabila istri dalam keadaan haid atau hamil dan keadaan
suci yang dicampuri pada waktu itu
4) Makruh, karna hukum asal talak.
c. Macam-Macam Perceraian Talak
1) Ditinjau dari segi cara menceraikan kepada istri
a) Talak Sunny, ialah talak yang dibolehkan. Yang dijatuhkan
kepada istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu
suci tersebut
b) Talak Bid‟iy, ialah talak yang dilarang. Yang dijatuhkan pada
saat istri haid atau keadaan suci yang dicampuri pada waktu itu.
2) Ditinjau boleh tidaknya melakukan ruju‟
a) Talak 1 (Raj‟i)

3
‫ْ إٌفمخ إال‬ٚ‫ د‬ٟٕ‫جت ٌٍجبئٓ اٌغى‬٠ٚ ‫إٌفمخ‬ٚ ٟٕ‫خ اٌغى‬١‫جت ٌٍّؼزذح اٌشجؼ‬٠ٚ "ً‫فص‬
‫ٕخ‬٠‫ االِزٕبع ِٓ اٌض‬ٛ٘ٚ ‫ب اإلدذاد‬ٙ‫ج‬ٚ‫ب ص‬ٕٙ‫ ػ‬ٝ‫ف‬ٛ‫ اٌّز‬ٍٝ‫جت ػ‬٠ٚ ‫ْ دبَِل‬ٛ‫أْ رى‬
.‫ذ إال ٌذبجخ‬١‫رخ َِلصِخ اٌج‬ٛ‫اٌّجز‬ٚ ‫ب‬ٙ‫ج‬ٚ‫ب ص‬ٕٙ‫ ػ‬ٝ‫ف‬ٛ‫ اٌّز‬ٍٝ‫ػ‬ٚ ‫ت‬١‫اٌط‬ٚ
Wajib bagi perempuan yang ditalak Raja‟i tempat tinggal
dan nafkah. Wajib bagi perempuan yang ditalak bain tempat
tinggal tidak ada nafkah kecuali dalam kondisi hamil. Wajib
bagi perempuan yang ditinggal mati suaminya tidak berhias
dan memakai harum haruman dan harus tetap didalam rumah
kecuali ada keperluan.2
ْ ٔ‫ ٍذ َػ ْٓ ْاٌمَب ِع ُِ ث ِْٓ ُِ َذ هّ ٍذ أ َ هْ َس ُج اَل وَب‬١‫ع ِؼ‬
َُٗ‫َذ رَذْ ز‬ َ ِْٓ ‫ ث‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ ْٓ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ
ُ ‫ إٌه‬َٜ‫ب َف َشأ‬َٙ ‫ب شَأَْٔ ُى ُْ ِث‬َٙ ٍِ ْ٘ َ ‫ ٍَ فَمَب َي ِِل‬ْٛ َ‫ذَح ٌ ٌِم‬١ٌِ َٚ
ِ َٚ ٌ‫مَخ‬١ٍِ ‫ب ر َْط‬َٙ ‫بط أَٔه‬
ٌ ‫ادذَح‬
1012. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin
Sa'id dari Al Qasim bin Muhammad berkata, "Seorang lelaki
yang mempunyai isteri dari suatu kaum. Kemudian dia berkata
kepada keluarga isteri; "Tentang dia terserah kalian." Maka
orang-orang menganggap itu sebagai talak satu3
b) Talak 3 (Ba‟in Sughro dan Kubro)
ُ ْ‫ ثَ ْى ِش ث ِْٓ َد ْض ٍَ أ َ ه‬ِٟ‫ ٍذ َػ ْٓ أَث‬١‫ع ِؼ‬
‫ػ َّ َش ثَْٓ َػ ْج ِذ‬ َ ِْٓ ‫ ث‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ ْٓ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ
ُ ُٓ‫ َث ْى ٍش فَمُ ٍْذُ ٌَُٗ َوبَْ أَثَبُْ ْث‬ُٛ‫ب لَب َي أَث‬َٙ ١ِ‫بط ف‬
َْ‫ػثْ َّب‬ ُ ‫ ُي إٌه‬ُٛ‫َم‬٠ ‫ض لَب َي ٌَُٗ ْاٌجَزهخُ َِب‬٠
ِ ‫ْاٌؼَ ِض‬
َ ‫ب‬َٙ ْٕ ِِ ُ‫ذ ْاٌجَزهخ‬
‫ئاب‬١ْ ‫ش‬ ْ َ‫ط ََل ُق أَ ٌْفاب َِب أ َ ْثم‬ ِ ‫ػ َّ ُش ْثُٓ َػ ْج ِذ ْاٌؼَ ِض‬
‫ َوبَْ اٌ ه‬ْٛ ٌَ ‫ض‬٠ ِ َٚ ‫ب‬َٙ ٍَُ‫َجْ ؼ‬٠
ُ ‫ادذَح ا فَمَب َي‬
َٜٛ ‫ص‬ ْ ُ‫َخَ ْاٌم‬٠‫ ْاٌغَب‬َِٝ ‫َِ ْٓ لَب َي ْاٌجَزهخَ فَمَذْ َس‬
1009. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Yahya bin
Sa'id dari Abu Bakar bin Hazm bahwa Umar bin Abdul Aziz
berkata kepadanya; "Apa yang dikatakan orang-orang tentang
talaq ba'in?" Abu bakar menjawab; "Aban bin Utsman
menganggapnya sebagai talak satu." Umar bin Abdul Aziz pun
berkata; "Kalau seandainya talak dibolehkan sampai seribu
kali, niscaya tidak akan tersisa talak bain sedikitpun.

2
Ibnu Qosim Al Ghazi, Fathul Qorib Bab Talak, Nomor 897
3
Imam Malik, Muwatto‟ Syarah Imam Malik Bab Talak, Nomor 1012.

4
Barangsiapa mengatakan talak ba'in, berarti dia telah sampai
pada batas akhir."4
‫ط ٍِّ ُك‬
َ ُ٠ ِٞ‫ اٌهز‬ٟ‫ ِف‬ٟ‫ع‬ ِ ‫ ْم‬٠َ َْ‫اَْ ثَْٓ ْاٌ َذى َُِ َوب‬َٚ ‫ة أ َ هْ َِ ْش‬
ٍ ‫ب‬َٙ ‫ػ ْٓ اث ِْٓ ِش‬ َ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه‬ِٟٕ َ ‫ َدذهث‬ٚ
َ ‫ َ٘زَا أ َ َدتُّ َِب‬َٚ ‫د لَب َي َِب ٌِه‬
‫ع ِّ ْؼذُ إٌَِ ه‬
َ‫ رٌَِه‬ِٟ‫ ف‬ٟ ٍ ‫مَب‬١ٍِ ‫س ر َْط‬ُ ‫ب ث َ ََل‬َٙ ‫ا ِْ َشأَرَُٗ ْاٌجَزهخَ أَٔه‬
1010. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu
Syihab bahwa Marwan bin Al Hakam memberi putusan bahwa
suami yang menceraikan isterinya dengan talak ba'in, maka itu
adalah talak tiga. Malik berkata; "Ini adalah pendapat yang
paling saya sukai."5
d. Cara Menjatuhkan Talak
‫ال‬ٚ ‫اٌغشاح‬ٚ ‫اٌفشاق‬ٚ ‫خ ثَلثخ أٌفبظ اٌطَلق‬٠‫خ فبٌصش‬٠‫وٕب‬ٚ ‫خ‬٠‫اٌطَلق ظشثبْ صش‬ٚ "ً‫فص‬
‫إٌغبء‬ٚ ‫خ‬١ٌٕ‫ ا‬ٌٝ‫فزمش إ‬٠ٚ ٖ‫ش‬١‫غ‬ٚ ‫خ وً ٌفع ادزًّ اٌطَلق‬٠‫اٌىٕب‬ٚ ‫خ‬١ٌٕ‫ ا‬ٌٝ‫خ اٌطَلق إ‬٠‫فزمش صش‬٠
ٟ‫لغ اٌطَلق ف‬ٛ٠ ْ‫ط فبٌغٕخ أ‬١‫اد اٌذ‬ٚ‫٘ٓ ر‬ٚ ‫ثذػخ‬ٚ ‫ٓ عٕخ‬ٙ‫ غَلل‬ٟ‫ٗ ظشثبْ ظشة ف‬١‫ف‬
‫ظشة‬ٚ ٗ١‫ب ف‬ٙ‫ش جبِؼ‬ٙ‫ غ‬ٟ‫ ف‬ٚ‫ط أ‬١‫ اٌذ‬ٟ‫لغ اٌطَلق ف‬ٛ٠ ْ‫اٌجذػخ أ‬ٚ ٗ١‫ش ِجبِغ ف‬١‫ش غ‬ٙ‫غ‬
ً‫ذخ‬٠ ٌُ ٟ‫اٌّخزٍؼخ اٌز‬ٚ ًِ‫اٌذب‬ٚ ‫غخ‬٠٢‫ا‬ٚ ‫شح‬١‫٘ٓ أسثغ اٌصغ‬ٚ ‫ال ثذػخ‬ٚ ‫ٓ عٕخ‬ٙ‫ غَلل‬ٟ‫ظ ف‬١ٌ
.‫ب‬ٙ‫ث‬
"Fasal" Dan perceraian itu ada dua jenis: Jelas dan Sindiran. Talak
Jelas itu ada tiga kata: cerai dan pemisah dan bebas. Talak Yang Jelas
tidak membutuhkan niat, sedang talak kinayah yaitu semua lafat yang
memuat talak dan kinayah itu membutuhkn niyat. Dan dalam urusa
talak, perempuan itu ada macam : 1. Tidak haram: 2. Haram yaitu
perempuan yang dalam keadaan haid. Sedang perempuan yang dicerai
mendapat hokum tidak haram yaitu menjatuhkan talak dalam keadaan
suci dan belum kikumpuli. Sedangkan talak yang mendapat hokum
haram yaitu menjatuhkan talak dalamwaktu haid atau dalam keadaan
suci tapi sudah dicampuri, perempuan yang telah luas, hamil,
perempuan yang dikhuluk tidak dicampurinya6

2. Khulu’
4
Ibid, Nomor 1009.
5
Ibid, Nomor 1010.
6
Fathul Qorib Bab Talak

5
Khulu‟ ialah seorang istri menggugat cerai kepada suami dan suami
mengiyakan.
‫ َي َ ه‬ٛ‫ع‬
! ِ‫َّللا‬ ْ ٌَ‫ ملسو هيلع هللا ىلص فَمَب‬ٟ
ُ ‫َب َس‬٠ : ‫ذ‬ ْ ‫ ٍْظ أَر‬١َ‫ذ ث ِْٓ ل‬
‫َذ إٌَهجِ ه‬ ِ ِ‫ ( أ َ هْ اِ ِْ َشأَح َ ثَبث‬-‫ َّب‬ُٙ ْٕ ‫َّللاُ َػ‬
‫ َه‬ٟ َ ‫ظ‬ ٍ ‫َػ ْٓ اِث ِْٓ َػج‬
ِ ‫ َس‬- ‫هبط‬
ُ ‫ لَب َي َس‬, َِ ‫ ا َ ْ ِإلع ََْل‬ِٟ‫ أ َ ْو َشُٖ اَ ٌْ ُى ْف َش ف‬ِّٟٕ‫ٌَ ِى‬َٚ , ٓ٠ِ
‫ ُي َ ه‬ٛ‫ع‬
‫َّللاِ ملسو هيلع هللا ىلص‬ ٍ ‫ َال د‬َٚ ‫ك‬ٍ ٍُ‫ ُخ‬ِٟ‫ ِٗ ف‬١ْ ٍَ‫تُ َػ‬١ِ‫ ٍْظ َِب أَػ‬١َ‫ثَب ِثذُ ْثُٓ ل‬
ٞ ِ ‫اُٖ ا َ ٌْجُخ‬َٚ ‫مَخا َس‬١ٍِ ‫ب ر َْط‬َٙ ‫غ ِ ٍّ ْم‬
ُّ ‫َبس‬ َ َٚ , َ‫مَخ‬٠ِ‫َّللاِ ملسو هيلع هللا ىلص اِ ْل َج ًِ ا َ ٌْ َذذ‬
‫ ُي َ ه‬ٛ‫ع‬ ْ ٌَ‫ لَب‬, ? َُٗ‫مَز‬٠ِ‫ ِٗ َدذ‬١ْ ٍَ‫َٓ َػ‬٠ِّ‫أ َر َُشد‬
ُ ‫ َٔ َؼ ُْ لَب َي َس‬: ‫ذ‬
َ ‫أَ َِ َشُٖ ِث‬َٚ ( : ٌَُٗ ‫ ٍخ‬٠َ ‫ا‬َٚ ‫ ِس‬ٟ‫ ِف‬َٚ
‫ب‬َٙ ‫ط ََل ِل‬
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa istri Tsabit Ibnu Qais
menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai
Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit Ibnu Qais, namun aku tidak suka
durhaka (kepada suami) setelah masuk Islam. Lalu Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Apakah engkau mau mengembalikan kebun
kepadanya?". Ia menjawab: Ya. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda (kepada Tsabit Ibnu Qais): "Terimalah kebun itu dan
ceraikanlah ia sekali talak." Riwayat Bukhari. Dalam riwayatnya yang lain:
Beliau menyuruh untuk menceraikannya.7
ُْ ٍََ‫ب ف‬َٙ ٌَ ٍ‫ء‬ْٟ ‫ش‬ ْ ‫ب‬َٙ ٔ‫ ٍذ أ َ ه‬١ْ َ‫ػج‬
ْ ‫اخزٍََ َؼ‬
َ ًِّ ‫ب ِث ُى‬َٙ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ذ ِِ ْٓ ص‬ ُ ٟ‫ذ أَ ِث‬
ِ ْٕ ‫هخَ ِث‬١‫ص ِف‬
َ ٌِ ٍ‫ َالح‬ْٛ َِ ْٓ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ َٔبفِغٍ َػ‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ
‫ُ ْٕ ِى ْش رٌَِهَ َػ ْجذ ُ ه‬٠
ُ ُٓ‫َّللاِ ْث‬
‫ػ َّ َش‬
1033. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi' dari Mantan
budak Shafiyyah binti 'Ubaid Bahwasanya ia telah melakukan khulu' atas
suaminya dengan semua harta yang ia miliki, dan Abdullah bin 'Umar tidak
mengingkari hal itu."8
‫ػ َّ َش‬ ‫ َػ ْج ِذ ه‬ٌَٝ‫ب ِإ‬َٙ ُّّ ‫ َػ‬َٚ ِٟ
ُ ِْٓ ‫َّللاِ ث‬ َ ٘‫د‬ ْ ‫ ِر ث ِْٓ َػ ْف َشا َء َجب َء‬ٛ‫ َغ ِث ْٕذَ ُِ َؼ ه‬١ِّ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ َٔبفِغٍ أ َ هْ ُس َث‬ٝ١َ ْ‫ذ‬٠َ َِٟٕ‫َدذهث‬
‫لَب َي‬َٚ ُٖ‫ُ ْٕ ِى ْش‬٠ ُْ ٍَ َ‫ػثْ َّبَْ ثَْٓ َػ هفبَْ ف‬
ُ َ‫ػثْ َّبَْ ث ِْٓ َػ هفبَْ فَ َج ٍَ َغ رٌَِه‬
ُ ْ‫ب‬ ِ َِ َ‫ ص‬ٟ‫ب ِف‬َٙ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ذ ِِ ْٓ ص‬ ْ ‫ب‬َٙ ‫فَأ َ ْخ َج َشرُْٗ أَٔه‬
ْ ‫اخزٍََ َؼ‬
َ ُّ ٌ‫ب ِػذهح ُ ْا‬َٙ ُ ‫ػ َّ َش ِػذهر‬
‫طٍهمَ ِخ‬ ُ ُٓ‫َّللاِ ْث‬
‫َػ ْجذ ُ ه‬
1034. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Nafi' bahwa
Rubai' binti Mu'awwadz bin 'Afra dan pamannya menemui Abdullah bin
Umar dan mengabarkan kepadanya bahwa ia pernah minta khulu' cerai

7
Muwatto‟ Syarah Imam Malik Bab Talak
8
Ibid, Nomor 1033.

6
kepada suaminya pada masa khalifah Utsman bin 'Affan. Hal itu sampai
kepada Utsman dan ia tidak mengingkarinya. Abdullah bin Umar berkata;
"Iddahnya seperti iddah wanita yang ditalak."
‫ذ‬٠‫ب إال ثٕىبح جذ‬ٙ١ٍ‫ال سجؼخ ٌٗ ػ‬ٚ ‫ب‬ٙ‫رٍّه ثٗ اٌّشأح ٔفغ‬ٚ ٍَٛ‫ض ِؼ‬ٛ‫ ػ‬ٍٝ‫اٌخٍغ جبئض ػ‬ٚ "ً‫فص‬
.‫ٍذك اٌّخزٍؼخ اٌطَلق‬٠ ‫ال‬ٚ ‫ط‬١‫ اٌذ‬ٟ‫ف‬ٚ ‫ش‬ٙ‫ اٌط‬ٟ‫ص اٌخٍغ ف‬ٛ‫ج‬٠ٚ
"Fasal" dan perceraian diperbolehkan dengan menawarkan sesuatu yang
dikenal dan memiliki wanita itu sendiri dan tidak boleh rujuk kecuali dengan
pernikahan baru dan khuluk diperbolehkan dalam keadaan suci dan pada saat
menstruasi. Khuluk tidak disamakan dengan talak.9
ٞ‫ذ أ‬١‫بدح ِب ٌٍزأو‬٠‫ ِْش َِب ثَأ ْ ٍط ثض‬١‫ط ََلقَ ِِ ْٓ َغ‬
‫ب اٌ ه‬َٙ ‫ َج‬ْٚ َ‫ذ ص‬
ْ ٌََ‫عأ‬
َ ٍ‫ُّ َّب ا ِْ َشأَح‬٠َ‫ أ‬:َُ ‫عٍه‬
َ َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ػ‬
َ ُ‫ هللا‬ٍَٝ‫ص‬
َ ‫لَب َي‬ٚ(
َ
ِٓ ‫ب‬ٙ١ٍ‫جت ػ‬٠ ‫ّب‬١‫د هللا ف‬ٚ‫ُ دذ‬١‫ ثأْ رخبف أْ ال رم‬:ْ‫لبي اثٓ سعَل‬ٚ .‫ رٌه‬ٌٝ ‫ِٓ غجش شذح دبجخ إ‬
‫ب َسائِ َذخُ ْاٌ َج هٕ ِخ‬َٙ ١ْ ٍَ‫ع ( َػ‬ِّٕٛ ٞ‫عبس٘ب (فَ َذ َشا ٌَ أ‬٠ ْ‫ ثأ‬،ٌٗ ‫ب‬ٙ‫ ٌىشا٘ز‬،ِ‫ً اٌ ِؼ ْش َشح‬١ّ‫ج‬ٚ ،‫دغٓ اٌصذجخ‬
‫ي هللا‬ٛ‫ك سع‬١‫ ػز‬،ْ‫ثب‬ٛ‫اٌذبوُ ػٓ ث‬ٚ ْ‫اثٓ دجب‬ٚ ٗ‫اثٓ ِبج‬ٚ ٞ‫اٌزشِز‬ٚ ‫د‬ٚ‫ دا‬ٛ‫أث‬ٚ ‫اٖ اإلِبَ أدّذ‬ٚ‫س‬
َ ‫ب‬َٙ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ذ ْاٌ َّ ْشأَح ُ ٌِض‬
ْٟ ِٕ‫غ ٍِّ ْم‬ ْ ٌَ‫ {إِرَا لَب‬:‫ي‬ٛ‫م‬٠ ‫ َي هللاِ ملسو هيلع هللا ىلص‬ٛ‫ عّؼذُ سع‬،ٕٗ‫ هللا ػ‬ٟ‫ك سظ‬٠‫ ثىش اٌصذ‬ٛ‫ لبي أث‬.‫ملسو هيلع هللا ىلص‬
‫َذ‬ْ ٔ‫ ِإ ْْ وَب‬َٚ َُ ٕ‫ ه‬َٙ ‫ َل ْؼ ِش َج‬ٌَٝ ‫ ِإ‬َٜٛ ْٙ ُ ‫ر‬َٚ ‫َبس ٌج ِِ ْٓ َل َفبَ٘ب‬ َ ٌِ َٚ ِٗ ١ْ ِ‫ب الَ ٌَذْ َُ ف‬َٙ ُٙ ْ‫ج‬َٚ َٚ ‫َب َِ ِخ‬١‫ ََ ْاٌ ِم‬ْٛ َ٠ ‫د‬
ِ ‫ب خ‬َٙ ُٔ‫غب‬ ْ ‫َجب َء‬
‫ ًَ دَائِ اّب‬١ْ ٍ‫ َُ اٌ ه‬ْٛ ُ‫رَم‬َٚ ‫بس‬
َ َٙ ٕ‫ َُ اٌ ه‬ْٛ ‫ص‬
ُ َ‫ر‬
Rosulullah SAW bersabda : Siapa saja isteri yang memohon Tholaq
pada suaminya tanpa ada kemadhoratan,Maka di haramkan atasnya mencium
harumnya syurga. HR Imam Ahmad,Abu Dawud,Turmudzi,Ibnu Majah,Ibnu
Hiban,Hakim dari Tsauban (abid yang dimerdekakan oleh Rosulillah) Ibnu
Ruslan berkata : Isteri merasa sangat takut/khawatir tidak bisa melaksanakan
tugas dan kewajibannya sebagai seorang isteri dengan baik karena isteri
sangat membenci/tidak suka pada suaminya. Berkata Abu Bakr Ash-Shiddiq
r.a : Aku mendengar Rosulillah bersabda : "Jika seorang isteri berkata pada
suaminya " Tholaq lah aku ",Maka ia akan datang pada hari qiamat dengan
wajah tanpa daging dan lidahnya terjulurdan dilemparkan ke neraka

9
Fathul Qorib Bab Khulu‟

7
jahanam,walaupun ketika didunia isteri tersebut melakukan puasa pada siang
harinya dan melaksanakan tahajud di malam harinya.10

3. Fasakh
Fasakh merupakan rusaknya sebab-sebab pernikahan oleh faktor-faktor
tertentu. Jika didapati salah satu cacat, penyakit, atau sebab lainnya setelah
menikah, baik pada istri maupun pada suami, baik setelah hubungan badan
maupun belum, baik cacat yang menghalangi hubungan badan maupun yang
tidak, maka ada hak fasakh bagi keduanya, dengan catatan fasakh dilakukan
di hadapan hakim atau diputuskan oleh hakim.
Jika ada pasangan yang sepakat untuk memfasakh pernikahannya tanpa
hakim maka fasakhnya tidak tercapai, terutama fasakh yang disebabkan oleh
cacat, penyakit, atau sebab yang membutuhkan pertimbangan hakim dan
juga tim medis. Demikian yang dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar bin
Muhammad Syatha dalam Kitab I„anatuth Thalibin.
‫ة‬ٛ١‫رٌه ِلْ اٌفغخ ثبٌؼ‬ٚ ،ُ‫س اٌذبو‬ٛ‫ فغخ إٌىبح إْ وبْ دبصَل ثذع‬ٟ‫سا ف‬ٛ‫بس ف‬١‫صخ اٌخ‬٠ ‫إّٔب‬
‫ْ إال‬ٛ‫ى‬٠ ‫ ال‬ٛ٘ٚ ،‫بد‬ٙ‫اجز‬ٚ ‫ذ ٔظش‬٠‫ ِض‬ٍٝ‫ب ػ‬ٙ‫ر‬ٛ‫لف ثج‬ٛ‫ٗ وبٌفغخ ثئػغبس فز‬١‫ذ ف‬ٙ‫سح أِش ِجز‬ٛ‫اٌّزو‬
‫ٕفز‬٠ ٌُ ُ‫ش دبو‬١‫ب ِٓ غ‬ٙ‫ب ثبٌفغخ ث‬١‫ رشاظ‬ٍٛ‫ِٓ اٌذبوُ ف‬

Artinya, “Khiyar dalam fasakh nikah hanya sah jika dihadiri oleh
penguasa (hakim). Pasalnya, fasakh karena cacat-cacat tersebut di atas
merupakan perkara ijtihadi. Begitu pula fasakh yang terjadi karena kesulitan
memberi nafkah. Maka penetapannya membutuhkan pandangan dan ijtihad
lebih jauh. Walhasil, tidak sah fasakh kecuali atas putusan hakim. Sehingga
seandainya suami-istri sepakat untuk fasakh karena suatu cacat tanpa hakim
maka tetap tidak terlaksana.”11

10
Syaikh Nawawi Bin Umar Al-Jawi, Uqudullujain, bagian 15.
11
Syeikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, I’annatuth Tholibin Jilid III, 383.

8
Lain halnya fasakh yang diakibatkan oleh sebab yang jelas. Ia dapat
dilakukan tanpa melalui keputusan hakim. Contohnya fasakh karena ada
hubungan mahram antara kedua mempelai. Hal ini ditegaskan dalam
pendapat Syekh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah.12 Demikian halnya
fasakh boleh dilakukan tanpa hakim ketika syarat fasakh diajukan sewaktu
akad. Namun, bila disyaratkan sebelum akad, fasakh harus di hadapan
hakim.
‫ويجوز لكل من الزوجين خيار بخلف شرط وقع في العقد ال قبله كأن شرط في أحد الزوجين حرية أو نسب‬
ْ‫ دشح ِثَل فئْ ثب‬ٚ‫ب ثىش أ‬ٙٔ‫جزه ثششغ أ‬ٚ‫ة وض‬ٛ١‫ عَلِخ ِٓ ػ‬ٚ‫ شجبة أ‬ٚ‫أو جمال أو يسار ثىبسح أ‬
‫ ثَل لبض‬ٌٛٚ ‫ ِّب ششغ فٍٗ فغخ‬ٝٔ‫أد‬
Artinya, “Diperbolehkan bagi suami atau istri mengambil hak khiyar
(fasakh) yang diikuti dengan syarat sewaktu akad, bukan sebelum akad.
Seperti halnya disyaratkan pada salah seorang suami atau istri harus
merdeka, berketurunan terpandang, berparas cantik atau tampan, berasal dari
kalangan berada, masih perawan atau masih perjaka, atau selamat dari cacat.
Saat akad, si wali mengatakan, „Aku nikahkan engkau dengan syarat dia
masih perawan atau merdeka,‟ misalnya. Maka jika terbukti si perempuan
tidak memenuhi syarat, maka suami boleh memfasakh nikahnya walaupun
tanpa hakim.”13
4. Li’an
Li‟an yaitu suamu dan istri saling menuduh. Suami menuduh istri
berzina tapi tidak dapat membuktikannya dengan 4 saksi, maka dia harus
bersumpah 4x sumpah dengan menyatakan “Kalau saya dusta, maka laknat
Allah atas diri saya”, kemudian istrinya menolak dengan 4x sumpah dengan
ucapan seperti diatas. Setelah itu mereka bercerai.
ُ‫ي ػٕذ اٌذبو‬ٛ‫م‬١‫َلػٓ ف‬٠ ٚ‫ٕخ أ‬١‫ُ اٌج‬١‫م‬٠ ْ‫ٗ دذ اٌمزف إال أ‬١ٍ‫جزٗ ثبٌضٔب فؼ‬ٚ‫ اٌشجً ص‬ِٝ‫إرا س‬ٚ "ً‫فص‬
ٟ‫جز‬ٚ‫ذ ثٗ ص‬١ِ‫ّب س‬١‫ٓ ف‬١‫ ٌّٓ اٌصبدل‬ٟٕٔ‫ذ ثبهلل إ‬ٙ‫ جّبػخ ِٓ إٌبط أش‬ٟ‫ إٌّجش ف‬ٍٝ‫ اٌجبِغ ػ‬ٟ‫ف‬
ٗ‫ؼظ‬٠ ْ‫ اٌّشح اٌخبِغخ ثؼذ أ‬ٟ‫ي ف‬ٛ‫م‬٠ٚ ‫ أسثغ ِشاد‬ِٟٕ ‫ظ‬١ٌٚ ‫ٌذ ِٓ اٌضٔب‬ٌٛ‫إْ ٘زا ا‬ٚ ‫فَلٔخ ِٓ اٌضٔب‬
‫ة اٌذذ‬ٛ‫ج‬ٚٚ ٕٗ‫غ اٌذذ ػ‬ٛ‫زؼٍك ثٍؼبٔخ خّغخ أدىبَ عم‬٠ٚ ٓ١‫ ٌؼٕخ هللا إْ وٕذ ِٓ اٌىبرث‬ٍٟ‫ػ‬ٚ ُ‫اٌذبو‬

12
Syeikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid II, 115.
13
Syeikh Zainuddin al-Malaibari, Fathul Mu’in, 106.

9
ْ‫ذ ثبهلل إ‬ٙ‫ي أش‬ٛ‫ب ثأْ رٍزؼٓ فزم‬ٙ١ٍ‫غمػ اٌذذ ػ‬٠ٚ ‫ اِلثذ‬ٍٝ‫ُ ػ‬٠‫اٌزذش‬ٚ ‫ٌذ‬ٌٛ‫ب‬١‫ٔف‬ٚ ‫اي اٌفشاػ‬ٚ‫ص‬ٚ ‫ب‬ٙ١ٍ‫ػ‬
ُ‫ب اٌذبو‬ٙ‫ؼظ‬٠ ْ‫ اٌخبِغخ ثؼذ أ‬ٟ‫ي ف‬ٛ‫رم‬ٚ ‫ ثٗ ِٓ اٌضٔب أسثغ ِشاد‬ٟٔ‫ّب سِب‬١‫ٓ ف‬١‫فَلٔب ٘زا ٌّٓ اٌىبرث‬
ٓ١‫ غعت هللا إْ وبْ ِٓ اٌصبدل‬ٍٝ‫ػ‬ٚ.
Fashl. Ketika seorang suami menuduh zina kepada istrinya maka dia
harus di had tuduhan kecuali biala suami tersebut mempunyai saksi atau
saling melaknati. Dia harus bersumpah didepan hakim dengan disaksikan
mastarakat diatas mimbar: “saya bersaksi demi Allah bahwa saya adalah
orang yang jujur terhadap apa yang saya tuduhkan terhadap istri saya dan
anak ini adalah empat kali dari zina bukan dari saya” dan pada ucapan yang
kelima, setelah dia dinasehati hakim:” saya dilaknat allah bila saya
bohong”.14
Dengan laknat bisa menggugurkan lima: gugurnya had dari laki laki,
wajib had terhadap perempuan, hilangnya alas tidur, haram untuk selama
lamanya.
Had terhadap istri bisa gugur bila istri meyakinkannya dengan ucapan :
“saya bersaksi demi Allah 3x ini bohong tentang apa yg dituduhkan terhadap
saya 4x dan kali yg kelima semoga saya dimarahi allah andai dia benar”.
‫ َال‬, ٌ‫ أ َ َدذُ ُو َّب وَبرِة‬,ٌَٝ‫َّللاِ رَؼَب‬ َ ‫ ِد‬:ِْٓ ١َٕ‫َّللاِ ملسو هيلع هللا ىلص لَب َي ٌِ ٍْ ُّز َََل ِػ‬
‫ َ ه‬ٍَٝ‫غبثُ ُى َّب َػ‬ ُ ‫عاب ( أ َ هْ َس‬٠ْ َ ‫ػ َّ َش أ‬
‫ َي َ ه‬ٛ‫ع‬ ُ ِْٓ ‫ َػ ِٓ اِث‬َٚ
,‫ب‬َٙ ‫ ِث َّب اِ ْعزَذْ ٍَ ٍْذَ ِِ ْٓ فَ ْش ِج‬َٛ ُٙ َ‫ ف‬,‫ب‬َٙ ١ْ ٍَ‫صذَ ْلذَ َػ‬
َ َ‫ إِ ْْ ُو ْٕذ‬:َ‫? لَبي‬ٌِٟ ‫َّللاِ! َِب‬ ‫ َي َ ه‬ٛ‫ع‬ُ ‫َب َس‬٠ :َ‫ب لَبي‬َٙ ١ْ ٍَ‫ ًَ ٌَهَ َػ‬١ِ‫عج‬
َ
ْٗ١ٍَ‫ب ُِزه َف ٌك َػ‬َٙ ْٕ ِِ َ‫ فَزَانَ أَ ْثؼَذ ُ ٌَه‬,‫ب‬َٙ ١ْ ٍَ‫إِ ْْ ُو ْٕذَ َوزَثْذَ َػ‬َٚ ِِ
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda kepada suami istri yang saling menuduh:
"Perhitungan kamu berdua terserah kepada Allah, salah seorang di antara
kamu berdua ada yang berbohong, engkau (suami) tidak berhak lagi terhadap
(istri)." Sang suami berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan hartaku
(maskawin yang telah kubayar)?. Beliau bersabda: "Jika tuduhanmu benar
terhadapnya, maka ia telah menghalalkan kehormatannya untukmu; dan jika

14
Fathul Qorib Bab Sumpah Li‟an

10
engkau berdusta, maka maskawinmu itu menjadi semakin jauh darimu."15
Muttafaq Alaihi
5. Zhihar
‫زجؼٗ ثبٌطَلق صبس‬٠ ٌُٚ ‫ فئرا لبي رٌه‬ِٟ‫ش أ‬ٙ‫ وظ‬ٍٟ‫جزٗ أٔذ ػ‬ٚ‫ي اٌشجً ٌض‬ٛ‫م‬٠ ْ‫بس أ‬ٙ‫اٌظ‬ٚ "ً‫فص‬
ٌُ ْ‫اٌىغت فئ‬ٚ ًّ‫ة اٌّعشح ثبٌؼ‬ٛ١‫ّخ ِٓ اٌؼ‬١ٍ‫اٌىفبسح ػزك سلجخ ِؤِٕخ ع‬ٚ ‫ٌضِزٗ اٌىفبسح‬ٚ ‫ػبئذا‬
‫ذً ٌٍّظب٘ش‬٠ ‫ال‬ٚ ‫ٓ ِذ‬١‫ٕب ٌىً ِغى‬١‫ٓ ِغى‬١‫غزطغ فئغؼبَ عز‬٠ ٌُ ْ‫ٓ فئ‬١‫ٓ ِززبثؼ‬٠‫ش‬ٙ‫بَ ش‬١‫جذ فص‬٠
‫ىفش‬٠ ٝ‫غؤ٘ب دز‬ٚ.
Dhihar adalah seorang suami mengucapkan kepada istrinya : “ kamu
atas saya seperti punggung ibuku. Maka ketika seorang suami mengataka
seperti itu dan tidak diikuti deng talak maka dia boleh kembali kepada
istrinya dan wajib membayar kiffarat. Adapun kiffarat dhihar adalah:
a. Merdekakan budak perempuan mukmin yang selamat dari cacat
melakukan pekerjaan.
b. Apabila tidak menemukan maka harus puasa dua bulan berturut turut.
c. Apabila tidak mampu maka member makan 60 miskin, setiap miskin
satu mud. Tidak diperbolehkan mencampuri istrinya sampai ia
membayar kiffarat.16
Zhihar dibagi menjadi dua, antara lain:
a. Zhihar laki-laki merdeka
ًٍ ‫عأ َ َي ْاٌ َمب ِع َُ ثَْٓ ُِ َذ هّ ٍذ َػ ْٓ َس ُج‬ َ ُٗٔ‫ أ َ ه‬ٟ ُّ ٍُْ ١ٍَ ‫ع‬
ِّ ِ‫اٌض َسل‬ َ ْٓ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ َِٟٕ‫َدذهث‬
ُ ِْٓ ‫ ث‬ٚ‫ ِذ ث ِْٓ َػ ّْ ِش‬١‫ع ِؼ‬
َُٛ ٘ ْْ ‫ ِش أ ُ ِ ِّ ِٗ ِإ‬ْٙ ‫ظ‬
َ ‫ ِٗ َو‬١ْ ٍَ‫ب فَمَب َي ْاٌمَب ِع ُُ ْثُٓ ُِ َذ هّ ٍذ ِإ هْ َس ُج اَل َج َؼ ًَ ا ِْ َشأَح ا َػ‬َٙ ‫ َج‬ٚ‫ ر َضَ ه‬َُٛ ٘ ْْ ‫غٍهكَ ا ِْ َشأَح ا ِإ‬
َ
َ َ ‫بسح َ ْاٌ ُّز‬
‫ظب٘ ِِش‬ َ ‫ُ َى ِ ّف َش َوفه‬٠ ٝ‫ب َدزه‬َٙ ‫ ْم َش َث‬٠َ ‫ب أ َ ْْ َال‬َٙ ‫ َج‬ٚ‫ ر َضَ ه‬َُٛ ٘ ْْ ‫ة ِإ‬ ‫ػ َّ ُش ْثُٓ ْاٌ َخ ه‬
ِ ‫طب‬ ُ ُٖ‫ب فَأ َ َِ َش‬َٙ ‫ َج‬ٚ‫ر َضَ ه‬
1024. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Sa'id bin
'Amru bin Sulaim Az Zuraqi bahwasanya ia pernah bertanya kepada Al
Qasim bin Muhammad tentang seorang laki-laki yang akan menceraikan
isterinya jika dia menyetubuhinya. Al Qasim bin Muhammad lalu
menjawab; "Pernah seorang lelaki menganggap isterinya seperti

15
Subulussalam, bab Sumpah Li‟an, Nomor 897.
16
Fathul Qorib Bab Talak

11
punggung ibunya jika dia menyetubuhinya. Maka Umar bin Khattab
menyuruhnya untuk tidak mendekatinya, kecuali jika ia membayar
denda zhiharnya."17
Seorang laki-laki bertanya kepada al Qasim bin Muhammad dan
Sulaiman
ٌَُٗ ‫ ٍح‬َْٛ ‫ظب٘ ََش ِِ ْٓ أَ ْس َث َؼ ِخ ِٔغ‬
َ َ ‫ َس ُج ًٍ ر‬ٟ‫ ِٗ أَٔهُٗ لَب َي ِف‬١‫ح َ َػ ْٓ أ َ ِث‬َٚ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ ِ٘ش َِبَ ث ِْٓ ػ ُْش‬ِٟٕ َ ‫ َدذهث‬ٚ
‫ َػ ْج ِذ ه‬ِٟ‫ؼَخَ ث ِْٓ أَث‬١ِ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ َسث‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ ٌ ‫ادذَح‬
ِٓ َّ ْ‫اٌشد‬ َ ‫ ِٗ إِ هال َوفه‬١ْ ٍَ‫ْظ َػ‬
ِ َٚ ٌ ‫بسح‬ َ ١ٌَ ُٗ‫ادذَحٍ إِٔه‬
ِ َٚ ‫ثِ َى ٍِ َّ ٍخ‬
َ‫ِِثْ ًَ رٌَِه‬
1025. Telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Hisyam bin
Urwah dari Bapaknya Bahwasanya ia berkata tentang seorang laki-laki
yang melakukan zhihar terhadap empat orang isterinya dengan satu
kalimat, "Dia hanya wajib membayar kaffarah satu kali saja." Telah
menceritakan kepadaku dari Malik dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman
seperti di atas.
Imam Malik berkata: "Allah berfirman berkenaan dengan
kafarah:…."
ُّ َْٓ‫ح َ ث‬َٚ ‫ ْغأ َ ُي ػ ُْش‬٠َ ‫ع ِّ َغ َس ُج اَل‬
‫ ِْش َػ ْٓ َس ُج ًٍ لَب َي‬١‫اٌض َث‬ َ ُٗ‫ح َ أَٔه‬َٚ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ ِ٘ش َِبَ ث ِْٓ ػ ُْش‬ِٟٕ َ ‫ َدذهث‬ٚ
ُّ ُٓ‫ح ُ ْث‬َٚ ‫ فَمَب َي ػ ُْش‬ِّٟ ِ ُ ‫ ِش أ‬ْٙ ‫ظ‬
ْٓ ‫ ِٗ َػ‬٠‫ُجْ ِض‬٠ ‫ ِْش‬١َ‫اٌضث‬ َ ‫ َو‬ٟ ‫ َػٍَ ه‬ٟ ِ ‫ ِْه َِب ِػ ْش‬١ٍَ‫ب َػ‬َٙ ‫ِال ِْ َشأَرِ ِٗ ُو ًُّ ا ِْ َشأَحٍ أ َ ْٔ ِى ُذ‬
َ ِٙ َ‫ذ ف‬
‫رٌَِهَ ِػزْ ُك َسلَجَ ٍخ‬
1026. Telah menceritakan kepada kami dari Malik dari Hisyam bin
Urwah Bahwasanya ia mendengar seorang laki-laki bertanya kepada
Urwah bin Az Zubair tentang seorang laki-laki yang berkata kepada
isterinya; "Setiap wanita yang aku nikahi setelah kamu dan kamu masih
hidup, maka dia seperti punggung ibuku". Urwah bin Zubair menjawab;
"Untuk menebus ucapannya itu, ia cukup membebaskan budak."18
b. Zhihar budak
‫بس ْاٌ ُذ ِ ّش‬
ِ َٙ ‫ ِظ‬ُٛ ْ‫بس ْاٌ َؼ ْج ِذ فَمَب َي َٔذ‬ ٍ ‫ب‬َٙ ‫عأ َ َي اثَْٓ ِش‬
ِ َٙ ‫ة َػ ْٓ ِظ‬ َ ُٗ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه أَٔه‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ َِٟٕ‫َدذهث‬

17
Muwatto‟ Syarah Imam Malik Bab Talak, Nomor 1024.
18
Ibid, 1026.

12
1027. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik Bahwasanya
ia pernah bertanya kepada Ibnu Syihab tentang zhiharnya hamba sahaya,
maka dia menjawab; "Zhiharnya seperti zhihar orang yang merdeka”19

6. Ila’
Illa‟ yaitu seorang suami yang marah sampai mengharamkan istrinya
bergaul dengannya atau bersumpah hendak menjauhkan darinya dari istrinya
untuk dapat menggauli kembali istrinya, seorang suami wajib membayar
kifarat sumpahnya
ٌَٝ‫ ُي ِإرَا آ‬ُٛ‫َم‬٠ َْ‫ت أَٔهُٗ َوب‬ َ ِٟ‫ ث ِْٓ أَث‬ٟ
ٍ ٌِ ‫غب‬ َ ْٓ ‫ ِٗ َػ‬١‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ َج ْؼفَ ِش ث ِْٓ ُِ َذ هّ ٍذ َػ ْٓ أ َ ِث‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ َِٟٕ‫َِ دهث‬
ِّ ٍِ ‫ػ‬
ْْ َ ‫ ِإ هِب أ‬َٚ َ‫ط ٍِّك‬
َ ُ٠ ْْ َ‫ف فَئِ هِب أ‬
َ َ‫ل‬ُٛ٠ ٝ‫ ِش َدزه‬ُٙ ‫ذ ْاِل َ ْس َث َؼخُ ْاِل َ ْش‬
ْ ‫ع‬ َ ِٗ ١ْ ٍَ‫مَ ْغ َػ‬٠َ ُْ ٌَ ِٗ ِ‫اٌش ُج ًُ ِِ ْٓ ا ِْ َشأَر‬
َ َِ ْْ ‫ ِإ‬َٚ ‫غ ََل ٌق‬ ‫ه‬
‫رٌَِهَ ْاِل َ ِْ ُش ِػ ْٕذََٔب‬َٚ ‫ َء لَب َي َِب ٌِه‬ٟ‫َ ِف‬٠
1020. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ja'far bin
Muhammad dari Bapaknya dari Ali bin Abu Thalib ia berkata; "Bila seorang
laki-laki bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya, maka belum
dianggap talak walaupun telah berlalu empat bulan lamanya sampai dia
diminta untuk mempertegas perkataannya. Baik dia menceraikannya atau
tidak." Malik berkata; "Begitulah yang berlaku di antara kami”20
‫ ِِ ْٓ ا ِْ َشأ َرِ ِٗ فَئِٔهُٗ إِرَا‬ٌَٝ‫ُّ َّب َس ُج ًٍ آ‬٠َ‫ ُي أ‬ُٛ‫َم‬٠ َْ‫ػ َّ َش أَٔهُٗ َوب‬
ُ ِْٓ ‫َّللاِ ث‬‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ َٔبفِغٍ َػ ْٓ َػ ْج ِذ ه‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ
ٝ‫ ِش َدزه‬ُٙ ‫ذ ْاِل َ ْسثَؼَخُ ْاِل َ ْش‬ َ َِ ‫غ ََل ٌق إِرَا‬
ْ ‫ع‬ َ ِٗ ١ْ ٍَ‫َمَ ُغ َػ‬٠ ‫ َال‬َٚ ‫ َء‬ٟ‫َ ِف‬٠ ْٚ َ ‫ط ٍِّكَ أ‬
َ ُ٠ ٝ‫ف َدزه‬َ ِ‫ل‬ُٚ ‫ ِش‬ُٙ ‫ذ ْاِل َ ْسثَؼَخُ ْاِل َ ْش‬
ْ ‫ع‬
َ َِ
َ َ‫ل‬ُٛ٠
‫ف‬
1021. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Nafi' dari Abdullah
bin Umar berkata; "Seorang laki-laki yang bersumpah untuk tidak
menyetubuhi isterinya, jika hal itu telah melampaui batas empat bulan. Maka
ia diminta ketegasan dari perkataannya; menceraikannya atau ataukah tidak.

19
Ibid, 1027.
20
Ibid, 1020.

13
Dan belum terjadi talak sampai laki-laki tersebut mempertegas perkataannya
walaupun telah melewati batas empat bulan."21
‫أَثَب ثَ ْى ِش ثَْٓ َػ ْج ِذ ه‬َٚ ‫ت‬
َ ُ‫َم‬٠ ‫اٌشدْ َّ ِٓ وَبَٔب‬
ِٟ‫ال ِْ ف‬ٛ ِ ‫ه‬١‫غ‬ َ ُّ ٌ‫ذَ ثَْٓ ْا‬١‫ع ِؼ‬ َ ْ‫ة أ َ ه‬
ٍ ‫ب‬َٙ ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه َػ ْٓ اث ِْٓ ِش‬َِٟٕ‫ َدذهث‬ٚ
‫ذ‬ ‫ب ه‬َٙ ١ْ ٍَ‫ب َػ‬َٙ ‫ ِج‬ْٚ َ‫ ٌِض‬َٚ ٌ‫مَخ‬١ٍِ ‫ ر َْط‬ٟ
ْ َٔ‫اٌشجْ َؼخُ َِب وَب‬ َ ِٙ َ‫ ِش ف‬ُٙ ‫ذ ْاِل َ ْسثَ َؼخُ ْاِل َ ْش‬ْ ‫ع‬َ َِ ‫ب ِإرَا‬َٙ ‫ ِِ ْٓ ا ِْ َشأَرِ ِٗ ِإٔه‬ٌِٟ ُٛ٠ ًِ ‫اٌش ُج‬
‫ه‬
ِ‫ ْاٌ ِؼذهح‬ِٟ‫ف‬
1022. Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Ibnu Syihab bahwa
Sa'id bin Musayyab dan Abu Bakar bin Abdurrahman berkata tentang
seorang laki-laki yang bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya, "Jika
telah melampaui batas empat bulan berarti dia telah menjatuhkan talak satu,
dan dia boleh ruju' kepada isterinya selama masih dalam masa iddah."22
Sedangkan illa‟ budak
ِ َٚ ِٗ ١ْ ٍَ‫ َػ‬َُٛ َ٘ٚ ‫َل ِء ْاٌ ُذ ِ ّش‬٠
ٌ‫اجت‬ َ ِ‫ إ‬ُٛ ْ‫ َٔذ‬َُٛ ٘ ‫َل ِء ْاٌؼَ ْج ِذ فَمَب َي‬٠ ٍ ‫ب‬َٙ ‫عأ َ َي اثَْٓ ِش‬
َ ِ‫ة َػ ْٓ إ‬ َ ُٗ‫ َػ ْٓ َِب ٌِه أَٔه‬َٝ١ ْ‫َذ‬٠ َِٟٕ‫َدذهث‬
ْ‫ا‬ َ ‫َل ُء ْاٌؼَ ْج ِذ‬٠
ِ ‫ َش‬ْٙ ‫ش‬ َ ِ‫إ‬َٚ
1023. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dia bertanya
kepada Ibnu Syihab mengenai ila' hamba sahaya. Ibnu Syihab menjawab;
"Ila' hamba sahaya sama seperti ila' orang merdeka. Hukumnya juga wajib.
Masa ila' hamba sahaya batasnya adalah dua bulan."23

B. Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam


Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan asas
perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan, yaitu tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga bahagia dan kekal, dan perkawinan sendiri juga diatur
dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
1. Cerai Talak

21
Ibid, 1021.
22
Ibid, 1022.
23
Ibid, 1023

14
Cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh
dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama yang dianggap terjadi dan
berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu. Jika dalam
Undang-Undang Perkawinan, istilah cerai talak telah dijelaskan pada pasal
14 Peraturan Nomor 09 Tahun 1975 Pelaksanaan. Dan tentang perceraian ini
diatur dalam pasal 14 sampai dengan 18 Peraturan Pelaksanaan, yang
merupakan penegasan dari pasal 39 Undang-Undang Perkawinan, sebagai
berikut:
BAB V
TATACARA PERCERAIAN

Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam,
yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di
tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa iabermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta
kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi Surat yang dimaksud dalam
Pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
memanggil pengirim Surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu

Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14 apabila memang
terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang

15
bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga

Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan
sidang pengadilan.

Sedangkan jika dalam Kompilasi Hukum Islam, mengenai cerai talak ini
telah diatur dalam BAB XVI Putusnya Perkawinan Pasal 114, yang berbunyi
“Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.”
Pasal 66
a. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang
guna menyaksikan ikrar talak.
b. Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon,
kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman
yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
c. Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan
diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman pemohon.

16
d. Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri,
maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
e. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta
bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan
cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.

Pasal 67
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66 di atas
memuat:
a. nama, umur, dan tempat kediaman pemohon, yaitu suami, dan termohon,
yaitu istri;
b. alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak.

Pasal 68
a. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat
permohonan cerai talak didaftarkan di Kepaniteraan.
b. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 69
Dalam pemeriksaan perkara cerai talak ini berlaku ketentuan-ketentuan
Pasal 79, Pasal 80 ayat (2), Pasal 82, dan Pasal 83.

Pasal 70
a. Pengadilan setelah berkesimpulan bahwa kedua belah pihak tidak
mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, maka
Pengadilan menetapkan bahwa permohonan tersebut dikabulkan.

17
b. Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), istri
dapat mengajukan banding.
c. Setelah penetapan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, Pengadilan
menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak, dengan memanggil suami
dan istri atau wakilnya untuk menghadiri sidang tersebut.
d. Dalam sidang itu suami atau wakilnya yang diberi kuasa khusus dalam
suatu akta otentik untuk mengucapkan ikrar talak, mengucapkan ikrar
talak yang dihadiri oleh istri atau kuasanya.
e. Jika istri telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak
datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka suami atau
wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya istri atau
wakilnya.
f. Jika suami dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari
sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap sendiri atau tidak
mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau
patut maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak
dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

Pasal 71
a. Panitera mencatat segala hal ihwal yang terjadi dalam sidang ikrar talak.
b. Hakim membuat penetapan yang isinya menyatakan bahwa perkawinan
putus sejak ikrar talak diucapkan dan penetapan tersebut tidak dapat
dimintakan banding atau kasasi.

Pasal 72
Terhadap penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 berlaku
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 84 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4),
serta Pasal 85.

18
2. Cerai Gugat
Perceraian dalam pengertian cerai gugat yaitu perceraian yang diajukan
gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif isri kepada Pengadilan Agama yang
dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya
putusan Pegadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
Undang-undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya tidak
menamakan hal ini “Cerai Gugat”, tetapi menyatakan bahwa perceraian ini
dengan suatu gugatan. Untuk cerai gugat ini diatur secara terperinci oleh
peraturan pelaksanaan pasal 20 sampai pasal 36, sebagai berikut
Pasal 20
a. Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
tergugat.
b. Dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui
atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
c. Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat
melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21
a. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf b,
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
b. Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampau 2 (dua)
tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
c. Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan
sikap tidak mau lagi kembali ke rumah kediaman bersama.

19
Pasal 22
a. Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f,
diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.
b. Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas
bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran
itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat
dengan suami-isteri itu.

Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-isteri mendapat
hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai
dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk mendapatkan putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan
Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 24
1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah.
2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat
atau tergugat, Pengadilan dapat:
a) Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
b) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak
c) Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-

20
barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi
hak isteri.

Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum
adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu

Pasal 26
1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan
perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan
dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi
Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan Agama.
3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila yang
bersangkutan tidak dapat dijumpainya, panggilan disampaikan melalui
Lurah atau yang dipersamakan dengan itu
4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan
secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.
5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.

Pasal 27
1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20
ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada
papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu
atau beberapa surat, kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh
Pengadilan.

21
2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau masa
media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan
tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua
3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat (2)
dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan.
4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2)
dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa
hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak
beralasan.

Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.

Pasal 29
1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya berkas atau surat
gugatan perceraian.
2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan
perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan
diterimanya panggilan tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka.
3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20
ayat (3), sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan
perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.

Pasal 30

22
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang sendiri
atau mewakilkan kepada kuasanya.

Pasal 31
1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan
kedua pihak.
2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan

Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian
dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.

Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 34
1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam siding terbuka.
2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya
terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor
pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama
Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap

Pasal 35
1) Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban mengirimkan satu helai salinan putusan Pengadilan

23
sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (1) yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap/yang telah dikukuhkan, tanpa bermeterai
kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu terjadi, dan Pegawai
Pencatat mendaftar putusan perceraian dalam sebuah daftar yang
diperuntukkan untuk itu.
2) Apabila perceraian dilakukan pada daerah hukum yang berbeda dengan
daerah hukum Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan,
maka satu helai salinan putusan dimaksud ayat (1) yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap/telah dikukuhkan tanpa
bermeterai dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat tempat perkawinan
dilangsungkan dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian
pinggir dari daftar catatan perkawinan, dan bagi perkawinan yang
dilangsungkan di luar negeri, salinan itu disampaikan kepada Pegawai
Pencatat di Jakarta.
3) Kelalaian mengirimkan salinan putusan tersebut dalam ayat (1) menjadi
tanggungjawab Panitera yang bersangkutan apabila yang demikian itu
mengakibatkan kerugian bagi bekas suami atau isteri atau keduanya.

Pasal 36
1) Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
perceraian diputuskan menyampaikan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk
dikukuhkan.
2) Pengukuhan dimaksud ayat (1) dilakukan dengan membubuhkan kata-
kata "dikukuhkan" dan ditandatangani oleh hakim Pengadilan Negeri
dan dibubuhi cap dinas pada putusan tersebut
3) Panitera Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah
diterima putusan dari Pengadilan Agama, menyampaikan kembali
putusan itu kepada Pengadilan Agama

24
Sedangkan jika dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai cerai gugat ini
telah diatur dalam BAB XVII Akibat Putusnya Perkawinan pasal 156, yang
berbunyi:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a. anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya
digantikan oleh:
1) wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
2) ayah;
3) wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4) saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5) wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
b. anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayahatau ibunya;
c. apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohanianak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah
dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan
Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula;
d. semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah
menurut kemampuannya,sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)
e. bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama membverikan putusannya berdasrkan huruf (a),(b),
dan (d);
f. pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-
anak yang tidak turut padanya.

25
Pasal 73
a. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali
apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman
bersama tanpa izin tergugat.
b. Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman tergugat.
c. Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri,
maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Pasal 74
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan salah satu pihak mendapat
pidana penjara, maka untuk memperoleh putusan perceraian, sebagai bukti
penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang
berwenang yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan
bahwa putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 75
Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan bahwa tergugat mendapat
cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban
sebagai suami, maka Hakim dapat memerintahkan tergugat untuk
memeriksakan diri kepada dokter.
Pasal 76
a. Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk
mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang
berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami istri.

26
b. Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat
persengketaan antara suami istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari
keluarga masing-masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 77
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yangmungkin
ditimbulkan, Pengadilan dapat mengizinkan suami istri tersebut untuk tidak
tinggal dalam satu rumah.
Pasal 78
Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat,
Pengadilan dapat :
a. menentukan nafkah yang ditanggung oleh suami;
b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak;
c. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-
barang yang menjadi hak bersama suami istri atau barang-barang yang
menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri.
Pasal 79
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau istri meninggal sebelum
adanya putusan Pengadilan.
Pasal 80
a. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah berkas atau surat gugatan
perceraian didaftarkan di Kepaniteraan.
b. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 81
a. Putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum.

27
b. Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya
terhitung sejak putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pasal 82
a. Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha
mendamaikan kedua pihak.
b. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara
pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luarnegeri,
dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh
kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
c. Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka
penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.
d. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Pasal 83
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian
baru berdasarkan alasan yang ada dan telah diketahui oleh penggugat
sebelum perdamaian tercapai.
Pasal 84
a. Panitera Pengadilan atau pejabat Pengadilan yang ditunjuk
berkewajiban selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari mengirimkan satu
helai salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, tanpa bermeterai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya
meliputi tempat kediaman penggugat dan tergugat, untuk mendaftarkan
putusan perceraian dalam sebuah daftar yang.disediakan untuk itu.
b. Apabila perceraian dilakukan di wilayah yang berbeda dengan wilayah
Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan, maka satu helai
salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap tanpa bermeterai dikirimkan pula kepada
Pegawai Pencatat Nikah di tempat perkawinan dilangsungkan dan oleh

28
Pegawai Pencatat Nikah tersebut dicatat pada bagian pinggir daftar catatan
perkawinan.
c. Apabila perkawinan dilangsungkan di luar negeri, maka satu helai
salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
pula kepada Pegawai Pencatat Nikah di tempat didaftarkannya perkawinan
mereka di Indonesia.
d. Panitera berkewajiban memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai
kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah
putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan
kepada para pihak.

Pasal 85
Kelalaian pengiriman salinan putusan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 84, menjadi tanggung jawab Panitera yang bersangkutan atau pejabat
Pengadilan yang ditunjuk, apabila yang demikian itu mengakibatkan
kerugian bagi bekas suami atau istri atau keduanya.
Pasal 86
a. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta
bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian
ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih
dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putusan Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
tentang hal itu.

3. Khulu’
Khulu‟ atau talak tebus adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan
pembayaran dari pihak istri kepada suami. Khulu‟ biasa lebih populer
dengan istilah gugat cerai yang terjadi dari kehendak atau kemauan pihak

29
istri. Imam Malik menetapkan khulu‟ sebagai “Al-Thalaq bil „Iwadh” atau
„Cerai dengan membayar‟, sedangkan ulama Hanafi berkata bahwa ia
menandakan berakhirnya hubungan perkawinan yang diperkenankan, baik
dengan mengucapkan kata khulu‟ atau pun kata lain yang berarti sama. Para
ulama Syafi‟i berkata, “Ia merupakan cerai yang dituntut pihak istri dengan
membayar sesuatu dan dengan mengucapkan kata cerai atau khulu”. 24 Untuk
khulu‟ ini diatur secara terperinci oleh BAB XVII Putusnya Perkawinan
Serta Akibatnya dalam pasal 39 UU Perkawinan, sebagai berikut:
1) Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri
3) Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan tersendiri.
Sedangkan jika dalam Kompilasi Hukum Islam, mengenai khulu‟ ini
telah diatur dalam BAB I pasal 1 huruf i, yang berbunyi, “Khuluk adalah
perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan
atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya.” Gugatan dalam
perkawinan menurut agama Islam dapat berupa gugatan karena suami
melanggar ta‟lik talak, gugatan karena syiqaq, gugatan karena fasakh, dan
gugatan karena alasan-alasan, sebagaimana tersebut dalam Pasal 19
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.25

4. Li’an
24
Abdul Rahman, Perkawinan dalam Syariat Islam, Cet. 2 (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001),
112-113.
25
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta:
Yayasan Al-Hikmah, 2000), 19.

30
Li‟an berasal dari kata “la‟ana” artinya mengutuk, karena orang yang
meli‟an pada sumpahnya yang kelima bersedia menerima kutukan Allah
seandainya sumpahnya dusta. Li‟an adalah sumpah seorang suami apabila ia
menuduh istrinya berbuat zina. Sumpah itu diucapkan empat kali bahwa
tuduhannya benar dan pada sumpah yang kelima ia meminta kutukan Allah
seandainya ia berdusta. Pihak istri juga bersumpah empat kali bahwa dirinya
tidak berbuat sebagaimana yang dituduhkan suaminya, pada sumpah yang
kelima ia bersedia menerima kutukan Allah bila ternyata tuduhan suaminya
benar.26 Li‟an juga telah diatur dalam pasal 44 ayat 1. Konsep li‟an dalam
UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diatur tidak sedemikian rupa
seperti halnya dalam Hukum Islam, untuk bunyi pasal 44 ayat 1 sebagai
berikut, “Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh
isterinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan
anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.”
Dari pasal tersebut hanya mengatur tentang penyangkalan dan tuduhan
zina kepada istrinya dengan membuktikan tuduhannya. Dalam UU No. 01
Tahun 1974 khususnya tentang li‟an pada umumnya penyelesaiannya
dengan sumpah dan penyangkalan anak yang dikandung oleh istrinya saja.
Li‟an dalam UU perkawinan termasuk kedalam salah satu bentuk perceraian.
Hal ini dapat dilihat didalam PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19 huruf a yang
berbunyi, “salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”. Dari pasal barusan
menunjukkan bahwa li‟an termasuk dalam kategori zina. Sehingga si suami
dapat menceraikan istrinya karena zina dengan menyangkal anak yang
dikandung oleh istrinya.

26
H.S.A Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Cet. 2 (Jakarta: Pustaka
Amani, 2002), 241.

31
Berbeda dengan Kompilasi Hukum Islam, dalam beberapa pasal
menjelaskan:
Pasal 126
Li`an terjadi karena suami menuduh isteri berbuat zinah dan atau
mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari isterinya,
sedangkan isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran tersebut.

Pasal 127
Tata cara li‟an diatur sebagai berikut:
a. Suami bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau
pengingkaran anak tersebut diikuti sumpah kelima dengan kata-kata
“laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran
tersebut dusta”
b. Isteri menolak tuduhan dan atau pengingkaran gtersebut dengan sumpah
empat kali dengan kata “tuduhan dan atau pengingkaran tersebut tidak
benar”, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata murka Allah atas
dirinya :tuduhan dan atau pengingkaran tersebut benar”;
c. tata cara pada huruf a dan huruf b tersebut merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan;
d. apabila tata cara huruf a tidak diikuti dengan tata cara huruf b, maka
dianggap tidak terjadi li`an.

Pasal 128
Li`an hanya sah apabila dilakukann di hadapan sidang Pengadilan Agama.

Kompilasi Hukum Islam menjelaskan secara terperinci bagaimana


tentang prosedur penyelesaian perkara li‟an tetapi tetap saja tidak
menjelaskan prosedur tentang bagaimana jika suami menarik kembali
tuduhannya, sama halnya dengan UU No. 1 Tahun 1974 juga tidak mengatur

32
tentang penarikan tuduhan yang diucapkan oleh suami serta mekanisme
penyelesaiannya

5. Fasakh (Pembatalan Perkawinan)


Fasakh secara bahasa berarti rusak atau putus. Jadi memfasakh nikah
adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan suami istri. Fasakh
bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika akad nikah
maupun karena hal-hal yang membatalkan kelangsungan perkawinan yang
disebabkan oleh hal-hal tertentu. Kematian sebagai salah satu sebab
putusnya perkawinan jika salah satu dari suami atau istri meninggal dunia.
Sedangkan untuk perceraian, Undang Undang Perkawinan memberikan
aturan-aturan yang telah baku dan jelas.27 Adapun putusnya perkawinan
dengan putusan pengadilan adalah jika kepergian salah satu pihak tanpa
kabar berita untuk jangka waktu yang lama. walaupun Undang Undang
Perkawinan tidak menyebutkan berapa lama jangka waktu untuk
menetapkan hilangnya atau dianggapnya meninggalnya seseorang tersebut.
Di dalam Peraturan Pelaksana No.9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan
hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya perceraian:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan;
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
yang
diluar kemampuanya;
3) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;

27
Nuruddin dan Azhari, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), 216-
217.

33
4) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami/isteri;
5) Antara suami isteri terus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
Selanjutnya pada pasal 39 Undang Undang Perkawinan dinyatakan :
1) Perceraian hanya dapat dialakukan di depan sidang Pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri
itu tidak akan dapat lagi hidup rukun seebagai suami isteri.
3) Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan sendiri.
Kemudian pada Pasal 41 Undang Undang Perkawinan membahas
tentang akibat yang ditimbulkan dari perceraian:
1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada
perselisihan menegeeneai penguasaan anak, pengadilan memberi
keputusannya.
2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapat
memenuhi kewajiban terseeebut, Peengadilan dapat menentukan bahwa
ibu ikut memikul biaya tersebut.
3) Pengadilan dapat menentukan kepada bekas usami untuk memberikan
biaya kehidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi beekas
isteri.
Berbeda dengan putusnya perkawinan dengan sebab kematian yang
merupakan ketentuan Allah yang tidak bisa ditolak, sebab-sebab lain seperti
perceraian pada dasarnya kesalahan yang bersumber dari manusia itu

34
sendiri.28 Melihat dari penjelasan yang tertera dalam UU No.1 tahun 1974
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya alasan Fasakh disini
berkedudukan sebagai alasan-alasan perkawinan, yang artinya tidak ada
aturan yang secara khusus menjelaskan mengenai Fasakh perkawinan.
Sementara itu, kompilasi hukum Islam juga mengikuti alur yang
digunakan oleh Undang Undang Perkawinan, walaupun pasal-pasal yang
digunakan lebih banyak yang menunjukan aturan-aturan yang lebih rinci.
Putusnya hubungan perkawinan:29
1) Dalam pasal 113 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena:
a) Kematian
b) Perceraian, dan
c) Atas putusan pengadilan.
2) Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi
karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
3) Perceraian hanya dpat dilakukan didepan sidan Pengadilan agama,
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Kemudian Pasal 16 menjelaskan mengenai alasan-alasan perceraian:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan;
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama (2) tahun berturut-
turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain yang
diluar kemampuanya;
3) Salah satu pihak melakukan kekejaeman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;

28
Ibid., 220.
29
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 152.

35
4) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami/isteri;
5) Antara suami isteri terus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
6) Suami melanggar taklik talak;
7) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidak rukunan dalam
rumah tangga;
Juga dalam Kompilasi Hukum Islam tidak ada pembahasan Khusus
mengenai Fasakh, yang mana tidak jauh beda dengan UU Perkawinan bahwa
alasan Fasakh tetap sebagai alasan umum terjadinya perceraian.

C. Alasan-Alasan Perceraian Dalam Undang-Undang Perkawinan


Meskipun diantara suami-isteri yang telah menjalin perjanjian suci, namun
tidak menutup kemungkinan bagi suami-isteri tersebut mengalami pertikaian
yang menyebabkan perceraian dalam sebuah rumah tangga. Hubungan suami-
isteri terputus jika terjadi putusnya hubungan perkawinan. Apabila mencermati
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa
perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas keputusan
Pengadilan. Perceraian adalah salah satu bentuk dari sebab putusnya perkawinan
(Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan).
Kemudian berdasarkan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak. Lebih lanjut pada Ayat (2) dijelaskan bahwa untuk melakukan
perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-isteri itu tidak akan dapat
hidup rukun kembali sebagai suami isteri.
Gugatan perceraian dapat diajukan dengan alasan-alasan yang telah
dijabarkan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 39 Ayat (2) sebagai berikut:

36
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di
luar kemauannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan berbagai
alasan yang dapat mengakibatkan perceraian, terdiri atas:
1. Zina atau overspel.
2. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat.
3. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan
hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.
4. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si isteri terhadap
isteri atau suamnya, yang demikian, sehingga membahayakan jiwa pihak yang
dilukai atau dianiaya, sehingga mengakibatkan luka-luka yang
membahayakan.30
Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam Pasal 116,
dijelaskan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

30
Nunung Rodliyah, Akibat Hukum Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, KEADILAN PROGRESIF, Vol. 5, No. 1 (Maret 2014), 125-127.

37
2. Salah satu pihak meninggalkan pihakk lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
7. Suami melanggar taklik talak;
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan
dalam rumah tangga.31

31
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan
Kompilasi Hukum Islam dengan Pengertian dalam Pembahasannya (Jakarta, Mahkamah Agung RI,
2011), 92-93.

38
BAB III
KESIMPULAN

39
DAFTAR PUSTAKA

Al Ghazi, Ibnu Qosim. Fathul Qorib Bab Talak, Nomor 897

Alhamdani, H.S.A. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Cet. 2. Jakarta: Pustaka
Amani, 2002.

Al-Jawi, Syaikh Nawawi Bin Umar. Uqudullujain, bagian 15.

Al-Malaibari, Syeikh Zainuddin. Fathul Mu’in.

Ash-Shan'ani, Imam. Dalam aplikasi kitab Subulussalam Bab Talak, Nomor 0993.

Azhari, Nuruddin dan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan


dengan Kompilasi Hukum Islam dengan Pengertian dalam Pembahasannya.
Jakarta, Mahkamah Agung RI, 2011.

Malik, Imam. Muwatto’ Syarah Imam Malik Bab Talak, Nomor 1012.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.


Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000.

Rahman, Abdul. Perkawinan dalam Syariat Islam, Cet. 2. Jakarta: PT Rineka Cipta,
2001.

Ramulyo, Moh. Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Rodliyah, Nunung. Akibat Hukum Perceraian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, KEADILAN PROGRESIF, Vol. 5, No. 1.
Maret 2014.

Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqhus Sunnah Jilid II, 115.

Syatha, Syeikh Abu Bakar bin Muhammad. I’annatuth Tholibin Jilid III, 383.

41

Anda mungkin juga menyukai