Hadist Ahkam
Disusun oleh :
Dosen pengampu :
SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Hadist-
Hadist Tentang Shalat”. Shalawat dan salam saya junjungkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW., yang telah membawa kita dari zaman kegelapan sehingga
zaman terang benderang.
Selanjutnya kami berterima kasih kepada dosen kita Ustad Dr. Usman Betawi,
M.HI., selaku dosen dengan mata kuliah “Hadist Ahkam” yang telah
membimbing serta mengarahkan kami dengan sabar dan ikhlas dalam menyusun
makalah ini
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, maka
dari itu kritik dan saran dari pembaca, kami harapkan agar dapat
menyempurnakan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Makalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. Pengertian Shalat dan Dasar Hukum Sholat.................................................3
B. Hadist-Hadist Tentang Kewajiban Sholat.....................................................4
C. Hadist Tentang Ibadah Shalat Wajib............................................................6
D. Ibadah Shalat Sunnah....................................................................................8
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat Wajib adalah ibadah yang tidak bisa ditinggalkan atau
diqhadakan, Sungguh sedih bila melihat realita bahwa Ummat Islam zaman
sekarang sebagian besar sudah tidak ihtimam (perhatian/serius) lagi dalam
memanfaatkan waktunya untuk beramal, terutama dalam menghidupkan
ibadah-ibadah sunnah.
Contohnya ibadah shalat tathawu /shalat sunnah. Banyak sekali ummat
Islam, selepas shalat maghrib usai langsung sibuk dengan TV-nya, atau
hidangan di meja makan. Di waktu dhuha, sibuk dengan pekerjaannya. Di
waktu subuh, terlalu malas untuk mendirikan shalat qabliyah shubuh. Selepas
Isya, terlalu ngantuk untuk mendirikan shalat ba'diyah Isya. Padahal
Rasulullah dan para sahabat sangat serius sekali manjalankannya walaupun
bukan termasuk ibadah wajib. Selama hidupnya, Rasulullah hampir tidak
pernah melewatkan shalat sunnah rawatib yang muakkadah. Bahkan saat
beliau terlewat, beliau mengqadhanya diwaktu lain. Saat Rasulullah terlewat
shalat qabliyah Shubuh, beliau mengqadhanya diwaktu Dhuha. Lihat
Rasulullah yang telah dijamin masuk Surga ini, betapa seriusnya thd ibadah
sunnah. Kita bagaimana? Tidak kalah pula para sahabat, ibadah sunnah
seperti wajib bagi mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari shalat dan dasar hukum shalat?
2. Apa saja hadist-hadist tentang kewajiban shalat?
3. Apa saja hadist tentang ibadah shalat?
1
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk menjawab rumusan masalah
diatas yaitu
1. Untuk mengetahui pengertian shalat dan dasar hukum shalat.
2. Untuk mengetahui hadist-hadist tentang kewajiban shalat.
3. Untuk mengetahui hadist tentang ibadah shalat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat dan Dasar Hukum Sholat
Sholat menurut bahasa adalah do’a, sedangkan menurut istilah adalah
pekerjaan dan ucapan yang diawali oleh takbiratul ihram dan diakhiri oleh
salam. Secara dimensi Fiqh shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian
ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut
syarat-syarat yang telah di tentukan oleh Agama. (Haryono, 2003)
Permulaan shalat, shalat didirikan dengan membaca kalimah kebesaran
Allah. Yaitu musholi bertakbir dengan mengucapkan Allahu Akbar, maka
serempak jiwanya bergerak menghadap ke Hadirat Allah Yang Mahatinggi-
Mahamulia. Sementara musholi meninggalakan seluruh urusan dunianya dan
memusatkan pikirannya untuk menghadap Allah SWT. Sehingga, sudah
barang tentu ia putus hubungan dengan (makhluk) di bumi, meskipun
jasadiahnya ada di atas hamparan bumi.
Sesungguhnya shalat dengan adzan dan iqamatnya, berjamaah dengan
keteraturannya, dengan dilakukan di rumah-rumah Allah, dengan kebersihan
dan kesucian, dengan penampilan yang rapi, menghadap ke kiblat, ketentuan
waktunya dan kewajiban-kewajiban lainnya seperti gerakan, tilawah, bacaan-
bacaan dan perbuatan-perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, dengan ini semuanya maka shalat mempunyai nilai lebih dari
sekedar ibadah bumi, seraya berdoa selamat (mengucap salam) kepada
makhluk bumi, keselamatan dan kesejahteraan yang diperuntukkan bagi
sesama makhluk-Nya. Sebab itulah shalat berawal dengan takbir ihram,
Allahu Akbar dan berakhir dengan salam, ‘Assalamu’alaikum’. (Abidin,
2001)
Adapun dasar hukum shalat yaitu. Firman Allah dalam surah Al-
Bayyinah ayat 5:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
3
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”
4
الجماع ة اال.الص الَ ِة
َّ الر ُج ِل َو َب ْي َن اْل ُك ْف ِر َت ْر ُك ِ ال رس و ُل
َّ َب ْي َن:اهلل ص َ ََع ْن َج ابِ ٍر ق
ْ ُ َ َ َ ق:ال
340 :1 فى نيل االوطار،البخارى و النسائى
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “(Yang
membedakan) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan
shalat”. [HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Nasai, dalam Nailul Authar juz
1, hal. 340]
5
ي بِ ِه َّ ت َعلَى النَّبِ ّي ص ٍ ِس بْن مال
َ ات لَْيلَ ةَ اُ ْس ِر ُ الص لَ َو ْ ض َ فُ ِر :الَ َك رض ق َ َ ِ ََع ْن اَن
يَ ا ُم َح َّم ُد اِنَّهُ الَ ُيبَ َّد ُل اْل َق ْو ُل:ي ِ
َ ثُ َّم ُن ْود.س ا
ً ت َخ ْم ْ َت َحتَّى ُج ِعل ْ ص ِ ِ
َ ثُ َّم نُق،َخ ْمس ْي َن
فى، احمد و النسائى و الترمذى و ص ححه.س َخ ْم ِس ْي َن ِ هذ ِه اْل َخ ْم
ِ ِك ب ِ َّ لَد
َ َي َو ا َّن ل َ
1 : 334 نيل االوطار
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Diwajibkan shalat itu pada Nabi
SAW pada malam Isra’, lima puluh kali. Kemudian dikurangi sehingga
menjadi lima kali, kemudian Nabi dipanggil, “Ya Muhammad, sesungguhnya
tidak diganti (diubah) ketetapan itu di sisi-Ku. Dan sesungguhnya lima kali
itu sama dengan lima puluh kali”. [HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan
Tirmidzi menshahihkannya, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 334]
6
C. Hadist Tentang Ibadah Shalat Wajib
1. Waktu Shalat
7
2. Shalat tepat pada waktunya
– ول اَللَّ ِه – صلى اهلل عليه وسلم َ َأن َر ُسَّ – َو َع ْن َأبِي ُه َر ْي َرةَ – رضي اهلل عنه
َو َم ْن,لص ْب َحُّ َس َف َق ْد َأ ْد َر َك اُ لش ْم ُّ َ – َم ْن َأ ْد َر َك ِم ْن ا:ال
َّ َلص ْب ِح َر ْك َعةً َق ْب ِل َأ ْن تَطْلُ َع ا َ َق
ص َر – ُمَّت َف ٌق َعلَْي ِه َّ ِ ِ ًَأ ْدر َك ر ْكعة
ْ س َف َق ْد َأ ْد َر َك اَل َْع
ُ م
ْ لش ا
َ ب َ ر
ُ غ
ْ ت
َ ن
ْ َأ ل
َ ب
ْ ق
َ ر ص
ْ ْع
َ لا
َ نْ م َ َ َ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang telah mengerjakan satu
rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit maka ia telah mendapat-kan
shalat Shubuh dan barangsiapa yang telah mengerjakan satu rakaat shalat
Ashar sebelum matahari terbenam maka ia telah mendapatkan shalat
Ashar.” Muttafaq Alaihi.
8
D. Ibadah Shalat Sunnah
1. Shalat Rawatib.
Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:
a. 2 raka’at sebelum shubuh
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah
muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW),
berdasarkan hadits:
, َر ْك َعَت ْي ِن َق ْب َل اَلظُّ ْه ِر: ات ٍ ْت ِمن اَلنَّبِ ِّي ص لى اهلل علي ه وس لم َع ْش ر ر َكع ِ
َ َ َ ْ ُ َحفظ
ش ِاء فِي َ َو َر ْك َعَت ْي ِن َب ْع َد اَل ِْع, ب فِي َب ْيتِ ِه
ِ َور ْك َعَت ْي ِن َب ْع َد اَل َْمغْ ِر, َور ْك َعَت ْي ِن َب ْع َد َها
َ َ
ِ
ُّ َ َو َر ْك َعَت ْي ِن َق ْب َل ا, َب ْيتِه
لص ْب ِح
“Aku menghapal dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam 10 rakaat
yaitu: dua rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat
setelah maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya' di rumahnya, dan
dua rakaat sebelum Shubuh.” (Muttafaq ‘Alaih)
ت اَلنَّبِ َّي صلى اهلل عليه َ َس ِم ْع: ت ْ َ قَال-ض َي اَللَّهُ َع ْن َها ِ ر- و َعن ُِّأم حبِيبةَ ُِّأم اَلْمْؤ ِمنِين
َ َ ُ َ َ ْ َ
ٍ
ت فِيٌ ص لَّى اِ ْثنَتَ ا َع ْش َرةَ َر ْك َع ةً فِي َي ْوم َولَْيلَ ٍة بُنِ َي لَ هُ بِ ِه َّن َب ْي َ ( َم ْن: ول ُ وس لم َي ُق
” َوفِي ِر َوايٍَة ” تَطَُّو ًعا. ْجن َِّة) َر َواهُ ُم ْسلِ ٌم
َ اَل
ظ َعلَى َْأربَ ٍع َق ْب َل اَلظُّ ْه ِر َو َْأربَ ٍع َب ْع َد َها َح َّر َم هُ اَللَّهُ َعلَى َ َ ( َم ْن َحاف: س ِة َع ْن َه ا ِ
َ َول ْل َخ ْم
)اَلنَّا ِر
9
Ummu Habibah Ummul Mu'minin Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku
pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Barangsiapa melakukan sholat dua belas rakaat dalam sehari semalam
niscaya dibangunkan sebuah rumah baginya di surga." Hadits riwayat
Muslim. Dan dalam suatu riwayat: "Sholat sunat."
َو َر ْك َعَت ْي ِن َب ْع َد, ( َْأر َب ًع ا َق ْب َل اَلظُّ ْه ِر َو َر ْك َعَت ْي ِن َب ْع َد َها: اد ِّ َولِلت ِّْر ِم ِذ
َ َو َز, ُي نَ ْح ُوه
)صاَل ِة اَلْ َف ْج ِر ِ َ ور ْكعتي ِن بع َد اَل ِْع, ب
َ َو َر ْك َعَت ْي ِن َق ْب َل, شاء ْ َ ْ َ َ َ َ ِ اَل َْم ْغ ِر
Menurut riwayat Tirmidzi ada hadits yang serupa dengan
tambahan: "Empat rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya dan
dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah Isya', dan dua rakaat
sebelum Shubuh."
ول اَللَّ ِه ص لى اهلل علي ه وس لم ُ ات َك ا َن َر ُسٍ اع َ ث َس ُ ( ثَاَل:َولَ هُ َع ْن ُع ْقبَ ةَ بْ ِن َع ِام ٍر
س بَا ِزغَةً َحتَّى َت ْرتَِف َع ِ ِ ِ
ُ لش ْم َ ح:صلِّي في ِه َّن َوَأ ْن َن ْق ُب َر في ِه َّن َم ْوتَانَا
َّ َين تَطْلُ ُع ا َ َُي ْن َهانَا َأ ْن ن
ِ لش ْمس لِ ْلغُر ِ َ وم قَاِئ ُم اَلظَّ ِه َير ِة َحتَّى َت ُز ِ
)وب ُ ُ َّ َف ا ُ َّضي
َ َين َتت
َ س َوح َّ َول ا
ُ لش ْم ُ ين َي ُق
َ َوح
Dalam riwayat Muslim dari Uqbah Ibnu Amir: Tiga waktu dimana
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang kami melakukan
shalat dan menguburkan mayit yaitu: ketika matahari terbit hingga
meninggi ketika tengah hari hingga matahari condong ke barat dan
ketika matahari hampir terbenam.
10
َ َول اَللَّ ِه ص لى اهلل علي ه وس لم ق َّ ض ي اَللَّهُ َع ْن ُه َم ا ِ ِ
اَل ( :ال َ َأن َر ُس َ َو َع ْن ابْ ِن عُ َم َر َر
َ
َوفِي ِر َوايَ ِة َع ْب ِد.َّس اِئ ُّي َأ ْخر َج هُ اَلْ َخ ْم ِإ ) ص اَل َة َب ْع َد اَلْ َف ْج ِر ِإاَّل َس ْج َدَت ْي ِن
َ س ةُ اَّل النَ َ َ
) وع اَلْ َف ْج ِر ِإاَّل َر ْك َعتَ ْي اَلْ َف ْج ِر
ِ ُصاَل َة َب ْع َد طُل ِ اَ َّلرز
َ اَل ( :َّاق
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasululah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada shalat setelah fajar kecuali dua
rakaat (Shubuh)." Dikeluarkan oleh Imam Lima kecuali Nasa'i. Dalam
suatu riwayat Abdur Razaq: "Tidak ada shalat setelah terbitnya fajar
kecuali dua rakaat fajar."
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
Diantara waktu yang diharamkan melaksanakan shalat yaitu ketika datang
waktu fajar (setelah Shalat Subuh).
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. (2001). Kunci Ibadah. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Haryono, S. (2003). Psikologi Salat. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Imam, Z. (2002). Al-Fiqhul Wadhih. Gontor Ponorogo: Darussalam Press.
Mukti, G. B. (2005). Terjemah Al-Lu'lu Wal Marjan. Surabaya: Al-Ikhlas.
Nasution. (1998). Fiqh I. Surabaya: Darussaggaf.
12