Penyusun :
M.Rizqi Ramadani 2321508010
Rahmat Saputra 2321508013
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul hadist tentang Talak Dan Iddah, Penulis
tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini, Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………
B.RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………….
C.TUJUAN……………………………………………………………………………………..
II. PENGERTIAN TALAK DAN IDDAH
A. PENGERTIAN TALAK…………………………………………………………………….
B. PENGERTIAN IDDAH……………………………………………………………………..
C. PEMBAGIAN TALAK DAN IDDAH………………………………………………………
D. PENTINGNYA MEMAHAMI KONSEP TALAK DAN IDDAH DALAM ISLAM………
III. HADIS-HADIS TENTANG TALAK DAN IDDAH
A. HADIS-HADIS YANG MEMBAHAS TENTANG TALAK DAN IDDAH……………….
IV. PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………………………………
B. KRITIK DAN SARAN……………………………………………………………………….
C. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
talak dan iddah umumnya berfokus pada beberapa aspek berikut:
1. Talak dianggap sebagai suatu cara untuk memutuskan hubungan perkawinan. Ini adalah
proses pemutusan tali pernikahan dari seorang suami terhadap istrinya dengan alasan yang
diterima secara syar'i sumber.
2. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk
pernikahan dan perceraian. Selain Al-Qur'an, islam juga memiliki tuntunan lain yaitu As-Sunnah
(perbuatan, ucapan dan sikap) yang diteladani oleh Rasulullah SAW. As-Sunnah yang biasa
disebut dengan Hadis sumber.
3. Talak berarti melepas ikatan pernikahan atau menghilangkan ikatan pernikahan pada saat itu
juga sumber.
4. Talak dan iddah juga dilihat dari perspektif Al-Qur'an dan Hadis sumber.
5. Ada juga pembahasan mengenai talak dengan tulisan dalam fiqih, yang disebut juga dengan
at-talal bi al-kitabah sumber.
6. Konteks sosial dan budaya: Talak dan iddah adalah istilah-istilah yang terkait dengan hukum
Islam tentang perceraian. Dalam konteks sosial dan budaya Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, pemahaman yang baik tentang talak dan iddah menjadi penting
untuk memahami dinamika perkawinan dan perceraian di masyarakat.
7. Kepentingan hukum: Talak dan iddah memiliki implikasi hukum yang signifikan dalam
sistem hukum Islam. Memahami aspek-aspek hukum yang terkait dengan talak dan iddah dapat
membantu dalam menyelesaikan masalah hukum terkait perceraian, hak-hak perempuan, dan
perlindungan anak.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dan konsep dasar dari talak dan iddah dalam hukum Islam?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan talak dan iddah menurut syariat Islam?
3. Apa hukum dan konsekuensi talak dalam kehidupan sehari-hari?
C. TUJUAN
1. Memperjelas konsep talak dan iddah dalam hukum Islam, termasuk definisi, jenis-jenisnya,
serta prosedur pelaksanaannya.
2. Mendalami aspek hukum terkait talak dan iddah, termasuk landasan syariat, prinsip-prinsip
yang terlibat, dan implikasi hukumnya dalam berbagai konteks.
3. Menganalisis dampak sosial dari praktik talak dan iddah dalam masyarakat Islam, termasuk
peran gender, keadilan, dan kesejahteraan keluarga.
BAB II
PENGERTIAN TALAK DAN IDDAH
A. PENGERTIAN TALAK
Menurut Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali mengatkan bahwa talak adalah pelepasan
ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan dating dengan lafal khusus.
Menurut mazhab Syafi’i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang
semakna dengan itu.
Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya
kehalalan hubungan suami istri.
Perbedaan definisi diatas menyebabkan perbedaan akibat hukum bila suami menjatuhkan
talak Raj’i pada istrinya. Menurut Hanafi dan Hanbali, perceraian ini belum menghapuskan
seluruh akibat talak, kecuali iddah istrinya telah habis, Mereka berpendapat bahwa bila suami
jimak dengan istrinya dalam masa iddah, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pertanda
rujuknya suami. Ulama Maliki mengatakan bila perbuatan itu diawali dengan niat , maka berarti
rujuk. Ulama Syafi’i mengatakan bahwa suami tidak boleh jimak dengan istrinya yang sedang
menjalani masa iddah, dan perbuatan itu bukanlah pertanda rujuk, karena menurut mereka, rujuk
harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan dari suami secara jelas bukan dengan perbuatan.
B. PENGERTIAN IDDAH
Iddah jama’nya adalah ‘iddad’ yang secara kata berarti menghitung atau hitungan, Secara
etimologis iddah adalah berarti nama bagi suatu masa bagi seorang wanita menunggu untuk
perkawinan selanjutnya setelah wafat suaminya atau karna perpisahan (Perceraian) dengan
Suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan
rahimnya atau untuk berpikir bagi Suami dalam islam.
BAB III.
HADIS-HADIS TENTANG TALAK DAN IDDAH
3. Lukluk Warmarjan:936
5. Sunan Tirmidzi:1204
١٢٠٤- َع ْن،ع ْم َرة ُ ب ب ِْن ِ س ْع ِد ب ِْن إِ ْس َحقَ ب ِْن َك ْع َ َع ْن، ٌ أَ ْن َبأَنَا َما ِلك: أَ ْن َبأَنَا َم ْع ٌن:يُّ ار ِ ص َ َحدَثَنَا ْاأل َ ْن
ِ س ِعي ٍد ْال ُخد ِْري َ ِي أ ُ ْختُ أَ ِبي َ َان َوه ٍ أَ َن ْالفُ َر ْي َعةَ ِب ْنتَ َما ِل ِك ب ِْن ِسن،َب ب ِْن عُ ْج َرة ِ ت َك ْع ِ َب ِب ْن
َ َع ِمتِ ِه زَ ْين
،سلَ َم تَسْأَلُهُ أَ ْن تَ ْر ِج َع ِإلَى أَ ْه ِل َها فِي بَنِي ُخد َْرة َ صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ّللاِ َ سو َل ُ ت َر ْ – أ َ ْخبَ َرتْ َها أَنَ َها َجا َء
:ت ِ ف ْالقَد
ْ َ قَال،ُ فَقَتَلُوه،ُوم لَ ِحقَ ُه ْم ِ ط َرَ َحتَى إِذَا َكانَ ِب،ب أَ ْعبُ ِد لَهُ أَ ْبقُوا ِ َطلَ َوأَ َن زَ ْو َج َها خ ََر َج فِي
ُسلَ َم أَ ْن أ َ ْر ِج َع ِإلَى أَ ْه ِلي فَإِ َن زَ ْو ِحي لَ ْم يَتْ ُر ْك ِلي َم ْس َكنَا يَ ْم ِل ُكه َ صلَى
َ ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ ِّللاَ سو َل ُ سأ َ ْلتُ َر َ َف
ص َر ْفتُ حتَى إِذَا ُك ْنتُ فِي َ فَا ْن:ت ْ َ قَال، نَ َع ْم:سلَ َم
َ صلَى هللا َعلَ ْي ِه َو َ سو ُل هللا ُ فَقَا َل َر:ت ْ ََو َال نَفَقَةٌ؟ قَال
: فَقَا َل،ُ فَنُودِيتُ لَه- أَ ْو أَ َم َر ِبي،سلَ َم َ صلَى هللا َعلَ ْي ِه َو ِ َ سو ُل
َ ّللا ُ ْال ُح ْج َرةِ أَ ْو فِي ْال َمس ِْج ِد نَادَانِي َر
ْام ُكنِي فِي بَ ْيتِ ِك َحتَى: قَا َل،صةَ الَتِي ذَ َك ْرتُ لَهُ ِم ْن شَأْ ِن زَ ْو ِحي َ فَ َردَدْتُ َعلَ ْي ِه ْال ِق:ت ْ َْف قُ ْلتِ؟ قَال َ َكي
،ي َ َس َل ِإل َ عثْ َمانُ أَ ْر
ُ َت فَلَ َما َكان ْ َ قَال، فَا ْعتَدَدْتُ فِي ِه أَ ْربَعَةَ أ َ ْش ُه ٍر َو َع ْشرا:ت ْ َ قَال،ُاب أَ َجلَه ُ َيَ ْبلُ َغ ْال ِكت
ضى بِ ِهَ َ فَاتَبَعَهُ َوق،ُسأَلَنِي َع ْن ذَلِكَ ؟ فَأ َ ْخبَ ْرتُه َ َف..
Artinya : 1204. Al Anshari menceritakan kepada kami, Ma'n menceritakan kepada kami, Malik
menceritakan kepada kami dari Sa'ad bin Ishaq bin Ka'ab bin Ujrah, dari bibinya Zainab binti
Ka'ab bin Ujrah- ia mengatakan bahwa Furai'ah binti Malik bin Sinan -saudara perempuan Abu
Sa'id Al Khudri- memberitahukan kepadanya:
la datang kepada Rasulullah SAW untuk minta (izin) pulang ke keluarganya (Bani Khudrah),
karena suaminya dibunuh di ujung Qudum (6 mil dari Madinah) oleh hamba sahayanya yang
akhirnya membunuhnya- ketika sedang pergi mencari hamba sahayanya yang kabur.
Furai'ah binti Malik berkata, "Lalu aku meminta (izin) kepada Rasulullah SAW untuk pulang
ke keluargaku, karena suamiku tidak meninggalkan tempat tinggal dan nafkah untukku."
Rasulullah SAW bersabda, "Ya, aku izinkan." Kemudian aku berangkat pulang sehingga ketika
sampai di kamar-atau di masjid- Rasulullah SAW memanggilku-atau (perawi ragu) Rasulullah
memerintahkanku untuk menghadapnya. Lalu Rasulullah bersabda, "Bagaimana kamu tadi
berkata?" Maka aku mengulangi ceritaku kepada beliau tentang kejadian yang menimpa suamiku.
Rasulullah bersabda, "Tinggallah di rumahmu sampai masa iddahmu habis." Lalu aku melakukan
iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Ketika Utsman (menjadi Khalifah) dia datang kepadaku dan bertanya tentang masalah seperti
itu kepadaku, sehingga aku memberitahukannya. Lalu ia mengikuti (apa yang kuberitahukan) dan
memutuskan dengan seperti itu.
Hadis ini menceritakan pengalaman Furai'ah binti Malik bin Sinan, saudara perempuan Abu Sa'id
Al Khudri, yang meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pulang ke keluarganya setelah
suaminya dibunuh oleh hamba sahayanya.:
Furai'ah binti Malik datang kepada Rasulullah SAW dan meminta izin untuk pulang ke
keluarganya setelah suaminya dibunuh. Dia menjelaskan bahwa suaminya tidak meninggalkan
tempat tinggal dan nafkah untuknya. Rasulullah SAW memberikan izin kepadanya untuk pulang.
Namun, setelah Furai'ah binti Malik pulang dan berada di kamar atau di masjid, Rasulullah SAW
memanggilnya atau memerintahkan agar dia menghadapnya. Rasulullah SAW bertanya tentang
apa yang dia katakan sebelumnya. Furai'ah binti Malik mengulangi ceritanya tentang kejadian
yang menimpa suaminya.
Rasulullah SAW kemudian memberikan petunjuk kepadanya, bahwa dia harus tinggal di
rumahnya sampai masa iddahnya selesai. Iddah adalah periode menunggu yang diwajibkan bagi
wanita setelah kematian suaminya sebelum dia dapat menikah lagi. Dalam kasus ini, Furai'ah binti
Malik melakukan iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Kemudian, ketika Utsman menjadi Khalifah, dia mendatangi Furai'ah binti Malik dan menanyakan
masalah yang serupa. Furai'ah binti Malik memberitahunya tentang petunjuk yang diberikan oleh
Rasulullah SAW. Utsman mengikuti apa yang dia jelaskan dan memutuskan sesuai dengan itu.
Hadis ini menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW memberikan petunjuk dan keputusan yang
adil dalam kasus-kasus seperti ini. Rasulullah SAW memperhatikan situasi dan kebutuhan
individu, serta memberikan nasihat yang sesuai dengan hukum Islam. Ini menunjukkan pentingnya
mencari bimbingan dari pemimpin yang bijaksana dan mematuhi ajaran-ajaran Islam dalam
menghadapi masalah kehidupan sehari-hari.
6. Sunan Tirmidzi:1208
١٢٠۸- ّللا ب ِْن ِإنِي َب ْك ِر ب ِْن ِ َ ع ْب ِدَ ع ْن َ ، َحدَثَنَا َما ِلكُ ابْنُ أَن ٍَس، سى َ َحدَثَنَا َم ْعنُ بْنُ ِعي- ي ُّ ار
ِ ص َ َحدَثَنَا ْاأل َ ْن
ث الث َ َالث َ ِةِ أَنَ َها احْ بَ َرتْهُ بِ َه ِذ ِه ْاأل َ َحادِي، َسلَ َمةَ ت أَبِي ِ َب بِ ْن
َ ع ْن زَ ْين
َ ،ع ْن ُح َميْ ِد ب ِْن نَافِ ٍع َ ،ع ْم ِروي ِْن َح ْز ٍم َ ُم َح َم ِد ب ِْن.
َ أ َ ْربَ َعة، ج
ٍ علَى زَ ْو َ اال، ث لَيَا ِل ِ ت فَ ْوقَ ث َ َالٍ اَّلل َو ْاليَ ْو ِم ْاْل ِخ َرانُ ت ُ ِحدَ عَلَى َم ِي
ِ َ سلَ َم قَا َل َال يَ ِح ُّل ِال ْم َرأَةٍ تُؤْ ِمنُ ِب َ َو
ع ْشرا َ » أ َ ْش ُه ٍر َو.
Artinya : 1208. Al Anshari menceritakan kepada kami, Ma’an bin isa menceritakan kepada kami,
Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amr
bin Hazm dari Humaid bin Naf’i dari Zainab binti Abu Salamah ; Bahwasanya ia
memberitahukannya dengan hadist yang tiga ini :
Dan beliau bersabda. “tidak boleh seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari lain
meratapi orang yang meninggal lebih dari tiga malam, kecuali suaminya, empat bulan sepuluh
hari.”
Hadis di atas adalah tentang hukum berkabung dalam Islam. Menurut hadis ini, seorang wanita
yang beriman tidak boleh meratapi kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali jika orang
tersebut adalah suaminya. Dalam hal ini, dia diperbolehkan untuk meratapi selama "empat bulan
sepuluh hari". Ini disebut sebagai masa 'iddah, yaitu periode waktu tertentu setelah kematian suami
atau perceraian, di mana seorang wanita tidak boleh menikah lagi.
Masa berkabung tiga hari ini berlaku untuk semua orang, baik itu kerabat, teman, atau kenalan.
Ini bertujuan untuk membantu individu tersebut dalam proses penyembuhan dan mencegah mereka
dari tenggelam dalam kesedihan yang berkepanjangan.
Sedangkan masa 'iddah selama "empat bulan sepuluh hari" setelah kematian suami adalah waktu
yang diberikan bagi seorang wanita untuk meratapi kehilangan suaminya, dan juga sebagai periode
penantian sebelum dia dapat menikah lagi. Ini juga memberikan waktu bagi wanita tersebut untuk
mengetahui apakah dia hamil atau tidak, karena hal ini akan mempengaruhi hukum-hukum warisan
dan kewajiban-kewajiban lainnya. Namun, penting untuk diingat bahwa meratapi kematian
seseorang tidak berarti harus berlarut-larut dalam kesedihan. Islam mengajarkan kita untuk
menerima kematian sebagai bagian dari siklus kehidupan dan mengingatkan kita bahwa setiap jiwa
pasti akan merasakan mati.
7. Sunan Tirmidzi:1210
Hadis ini menceritakan pengalaman Zainab ketika dia mengunjungi Zainab binti Jahsy
setelah saudaranya meninggal. Zainab binti Jahsy meminta minyak dan mengusapkan minyak itu
pada mayyit (jenazah). Namun, Zainab binti Jahsy kemudian mengatakan bahwa dia sebenarnya
tidak membutuhkan minyak tersebut karena dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda
bahwa seorang wanita tidak boleh berkabung lebih dari tiga malam, kecuali untuk suaminya,
yaitu selama empat bulan sepuluh hari.
Hadis ini menggambarkan praktik berkabung dalam Islam. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa
seorang wanita Muslimah tidak boleh berkabung lebih dari tiga malam setelah kematian
seseorang, kecuali jika suaminya yang meninggal. Jika suaminya yang meninggal, seorang
wanita diizinkan untuk berkabung selama empat bulan sepuluh hari, yang juga dikenal sebagai
masa iddah.
Pesan yang ingin disampaikan dalam hadis ini adalah pentingnya menjaga keseimbangan antara
berduka atas kematian seseorang yang kita cintai dan melanjutkan kehidupan. Islam mengajarkan
kita untuk menghormati dan mengenang orang yang meninggal, namun juga mengingatkan kita
bahwa kehidupan harus terus berlanjut dan kita harus melanjutkan kewajiban dan tanggung
jawab kita di dunia ini.
Dalam konteks ini, Zainab binti Jahsy menyadari bahwa dia tidak perlu mengusapkan minyak
pada mayyit karena dia mengerti aturan berkabung yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal ini
menunjukkan kesadaran dan pemahaman yang baik terhadap ajaran-ajaran Islam dan praktik
berkabung yang benar.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam kesimpulannya, talak dan iddah merupakan bagian dari proses perceraian dalam
agama Islam yang memiliki aturan dan tata cara yang diatur. Iddah memberikan waktu bagi
pasangan yang bercerai untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka dan memfasilitasi
proses rekonsiliasi. Penting bagi pasangan yang mengalami perceraian untuk memahami dan
mengikuti ketentuan-ketentuan agama dalam proses perceraian mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Aunul Ma’bud
Kitab Sunan Tirmidzi
Kitab Lukluk Warmarjan
Fiqh Munakahat