Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH HADIST HES

HADIST HUKUM TENTANG RIBA

DOSEN PENGAMPU
Prof. Dr. H. Abu Azam Al Hadi, M. Ag

Disusun Oleh:
1. Anisa Sulistiya (05010222007)
2. Novia Sukma Awalinda (05010222021)
3. Muhammad Khabib Al Ma’ruf (05010222016)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023/20
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
KATA PENGANTAR...................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
2.1 Rumusan Masalah.............................................................................................................5
3.1 Tujuan Penelitian..............................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................................................................6
2.1 Definisi Riba.....................................................................................................................6
2.2 Larangan Riba...................................................................................................................7
2.3 Macam-Macam Riba.........................................................................................................8
2.4 Hikmah Pelarangan Riba................................................................................................11
BAB III
KESIMPULAN............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................14
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “Hadist Hukum Tentang
Riba” dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang pelanggaran atau kesalahan apa saja yang
biasa terjadi dalam bahasa keseharian yang bisa kita pelajari salah satunya dari karya film.
Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada kami
sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka
maupun melalui media internet.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing kami,
Prof. Dr. H. Abu Azam Al Hadi, M. Ag dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah
SWT. Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Surabaya, 27 Maret 2023


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional dalam bidang hukum merupakan tugas berat bangsa Indonesia
yang menuntut semua pihak untuk mendukungnya.Hal ini disamping konsep-konsep hukum
kita masih banyak diwarisi oleh hukum kolonial, masyarakat berkembang terus. Hal inilah
yang mengharuskan mengkaji secara terus menerus apakah hukum yang ada sekarang ini
masih relevan dengan kondisi zaman dan masyarakat sekarang ini. Ketidak patuhan
masyarakat pada suatu hukum salah satu sebabnya adalah masyaraakat menganggap bahwa
hukum yang berlaku itu sudah tidak memenuhi kebutuhan masyaraakat. Salah satu contohnya
adalah bahwa banyak ulama’ yang berpendapat bahwa bunga bank adalah riba dan riba
adalah kharam.
Namun tidak demikian halnya dengan sikap masyarakat. Walaupun banyak ulama
dan bahkan fatwa MUI menegaskan bahwa bunga bank adalah riba dan riba adalah kharam
namun fakta dilapangan masih banyak kita dapatkan umat Islam yang menggunakan jasa
perbankan konvensional sebagai tempat transaksi bisnisnya. Inilah suatu yang sangat eronis.
Hukum yang harusnya dipatuhi naman diabaikan begitu saja sehingga antara hukum dan
masyarakat terpisah seakan tidak ada hubungan. Sejarah membuktikan bahwa bank
konvensional adalah bank tertua di Indonesia sehingga selain asetnya sangat banyak dan
tersebar diseluruh wilayah Indonesia, dan sebagian besar bangsa Indonesia menggunakan
bank konvensional sebagai tempat dimana mereka melakukan transaksi-transaksi keuangan
mereka (Sarono, 2020).
Berdasarkan ajaran ekonomi syariah yang berdasarkan Al-Quran dan Haditst,
pelarangan riba merupakan solusi dari akar masalah perekonomian, karena dampak riba yang
buruk dan menimbulkan lingkar “setan” masalah sosial-ekonomi ditengah masyarakat
(Kurniawan, 2021). Sehingga dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam mengenai
dampak praktik bunga atau riba berdasarkan ayat-ayat Al-Quran beserta tafsirnya dan Hadits.
Tulisan ini menyajikan kajian hukum riba dari berbagai perspektif sehingga akan lebih
menguatkan pandangan masyarakat tentang hukum riba. Kajian hukum riba dari berbagai
macam aspek ini diharapkan akan memantapkan wawasan umat Islam bahwa riba itu haram
sehingga dalam bermuamalah umat Islam terhindar dari dosa.
2.1 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah tertera pada penjelasan diatas, dapat ditarik rumusan
masalahnya berupa:
1) Apa definisi utama dari riba?
2) Bagaimana riba dilarang dan jelaskan hadist serta ayat–ayat pelarangannya?
3) Bagaimana bentuk-bentuk dari riba?
4) Apa manfaat yang diperoleh dari diharamkannya riba?
3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian dengan judul hukum riba ini dibentuk dengan maksud dan tujuan untuk
mengetahui lebih dalam dan menambah wawasan mengenai riba, bentuk-bentuk riba ,
manfaat diharamkannya riba dan sebagainya guna memberikan penguatan terhadap
keyakinan masyarakat mengenai keharaman riba.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Riba

Riba atau yang biasa disebut dengan bunga menurut etimologi berasal dari kata azziyadah
yang berarti menambah. Kata tambah disini merujuk pada penambahan harta pokok yang
melewati batas wajar dan tidak sesuai dengan modal sehingga merugikan salah satu pihak
(Surai, 1993).
Dalam sudut pandang ilmu ekonomi riba merupakan kelebihan uang yang diminta oleh
sipemberi pinjaman kepada sipeminjam melewati batas wajar dan diminta dengan cara
tertentu (Nafik, 2009). Sedangkan kamus lane memaknai riba dengan lebih luas yaitu
memperbesar, menambah, melebihkan, memberi tambahan diatas jumlah harta yang telah
dipinjamkan (Iqbal, 2008)
Para imam madzhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai definisi dari riba yang
dikategorikan sebagai berikut:
1. Golongan Imam Hanafi
Riba adalah penambahan yang terjadi saat menakar atau menimbang yang dilakukan
antara penjual dan pembeli dalam tukar menukar tanpa adanya imbalan
2. Golongan Imam Syafi’i
Definisi riba adalah transaksi baik tukar menukar atau peminjaman dengan imbalan
tertentu yang tidak diketahui ukuranya pada saat dilakukan transaksi atau dengan
penundaan pengembalian barang yang ditukarkan salah satunya
3. Golongan Imam Maliki
Menurut golongan ini Riba memiliki definisi yang sama dengan Imam Syafi’i, akan
tetapi berbeda pada illatnya yaitu pada transaksi yang tidak kontan pada pada bahan
makanan yang tahan lama.
4. Golongan Imam hambali
Riba adalah penambahan yang diberikan pada barang tertentu dan dapat ditakar
dengan jumlah berbeda selama dilakukan dengan tidak kontan.
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas bahwa Riba ialah
kegiatan penambahan atau melebihkan dalam akad perekonomian, seperti penjual terhadap
pembeli atau pemberi dana dan peminjam dana baik diketahui oleh salah satu pihak ataupun
tidak. Atau singkatnya ialah hanya sebatas nilai tambah dari nilai pokok dalam suatu akad
perekonomian.

2.2 Larangan Riba


Larangan riba yang dinash dalam Al-Qur’an memiliki empat tahap. Empat tahap tesebut
ialah sebagai berikut:
1. Larangan yang pertama menjelasakan bahwa seolah-olah pinjaman riba ialah suatu
perbuatan yang terpuji karena membantu orang yang membutuhkan dan ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah swt, sebagaimana termaktub dalam surat ar-rum ayat 69:
‫ٰۤل‬
‫َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن ِّرًبا ِّلَيْر ُبَو ۠ا ِفْٓي َاْم َو اِل الَّناِس َفاَل َيْر ُبْو ا ِع ْنَد ِهّٰللاۚ َو َم ٓا ٰا َتْيُتْم ِّم ْن َز ٰك وٍة ُتِرْيُد ْو َن َو ْج َه ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم اْلُم ْض ِع ُفْو َن‬
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Tak sedikit orang yang beranggapan bahwa meminjamkan harta kepada orang lain
yang membutuhkan ialah bentuk kebaikan dan sebagai bentuk Taqarrub ilallah. Akan
tetapi dalam praktiknya terdapat niat untuk memperkaya diri dengan menambah nilai atau
jumlah harta yang dipinjamkan untuk memperkaya diri sendiri.
2. Dalam tahapan yang kedua Allah menggambarkan bahwa Riba adalah sesuatu yang
buruk dan seorang yahudi yang melakukanya akan mendapat azab yang pedih. Seperti
yang telah digambarkan dalam surat an-nisa ayat 160-161 :
١٦٠ ۙ‫ِّم َن اَّلِذ ۡي َن َهاُدۡو ا َح َّرۡم َنا َع َلۡي ِهۡم َطِّيٰب ٍت ُاِح َّلۡت َلُهۡم َو ِبَص ِّد ِهۡم َع ۡن َس ِبۡي ِل ِهّٰللا َك ِثۡي ًرا‬ ‫َفِبُظۡل ٍم‬
١٦١ ‫ُنُهۡو ا َع ۡن ُه َو َاۡك ِلـِهۡم َاۡم َو اَل الَّناِس ِباۡل َباِط ِل ؕ َو َاۡع َتۡد َنـا ِلۡل ـٰك ِفِرۡي َن ِم ۡن ُهۡم َع َذ اًبا َا ِلۡي ًم ا‬ ‫َّو َاۡخ ِذِهُم الِّر ٰب وا َو َقۡد‬
Artinya: “Maka, disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Dapat diambil kesimpulan dari ayat tersebut ialah seseorang yang mengetahui
bahwa perbuatan Riba ialah hal yang dilarang oleh Allah dan tetap melakukanya maka
niscaya Allah akan memberinya azab yang pedih.
3. Riba dilarang karena berhubungan dengan sesuatu yang dilipat gandakan nilai dan
jumlahnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Imron ayat 130:
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلوا الِّر ٰب ٓو ا َاْض َع اًفا ُّم ٰض َع َفًةۖ َّو اَّتُقوا َهّٰللا َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحْو َۚن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
Dalam ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa praktik Riba ialah melipat gandakan jumlah
dari suatu nilai pokok pada saat dilakukan transaksi.
4. Pada tahapan final atau terakhir ini Allah dengan jelas dan tegas melarang apapun
tambahan yang diadakan dalam suatu simoan pinjam. Hal ini termaktub dalam surat Al-
baqarah ayat 278:
‫ْؤ ِمِنْيَن‬ ‫ٓو ا ِاْن ُكْنُتْم ُّم‬ ‫ا َبِقَي ِم َن الِّر ٰب‬ ‫وا َهّٰللا َو َذ ُرْو ا َم‬ ‫وا اَّتُق‬ ‫ِذ ْيَن ٰا َم ُن‬ ‫ا اَّل‬ ‫ٰٓيَاُّيَه‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman.”

2.3 Macam-Macam Riba

Pada umumnya para ulama membagi riba menjadi lima, yaitu:


1. Riba Nasi‟ah
Merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan dan diambil oleh
pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi atas tangguhan pinjaman
yang diberikannya tersebut (Sabiq, 2013). Allah melarang dan mengharamkan kegiatan
demikian, sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 280 yang begitu
jelas.
‫َو ِاْن َك اَن ُذ ْو ُعْس َر ٍة َفَنِظ َر ٌة ِاٰل ى َم ْيَسَرٍةۗ َو َاْن َتَص َّد ُقْو ا َخْيٌر َّلُك ْم ِاْن ُكْنُتْم َتْع َلُم ْو َن‬

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 280) (Kemenag, 2010). Dari firman
Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh tempo hutang seseorang tersebut,
sedangkan ia masih dalam kesulitan hendaknya orang yang menghutangkan bersasabar
dan tidak menagihnya. Sedangkan jika orang yang berhutang telah memiliki, dan dalam
keadaan lapang, maka wajib baginya membayar hutangnya tersebut, dan dia tidak perlu
menambah nilai dari tanggungan hutang yang dipinjamnya, baik orang yang berutang
tersebut sedang memiliki uang atau sedang keadaan sulit (Fauzan, 2006). Bahkan dari
ayat tersebut memberikan pelajaran yang luar biasa mengenai mengikhlaskan uang yang
kita hutangkan kepada saudara kita, terlebih saudara kita tersebut dalam keadaan
kesulitan. Karena Allah akan menggantinya dengan pahala sedekah. Contoh : misalnya
peminjaman satu kuintal gandum pada musim paceklik dibayar dengan tiga kuintal pada
masa subur. Kelebihan dua kuintal tersebut semata-mata digunakan sebagai ganti dari
penundaan pembayaran

2. Riba Fadhl
Merupakan yang sejenis yang disertai tambahan baik berupa uang maupun berupa
makanan. Istilah dari riba Fadhl diambil dari kata al- fadhl, yang artinya tambahan dari
salah satu jenis barang yang dipertukarkan dalam proses transaksi. Di dalam
keharamannya syariat telah menetapkan dalam enam hal terhadap barang ini, yaitu: emas,
perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan garam. Jika dari enam jenis barang
tersebut ditransaksikan seara sejenis disertai tambahan, maka hukumnya haram.
Sebagaimana hadits Rasul Saw “‫ا‬: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum putih
dengan gandum putih, gandum merah dengan gandum merah, kurma dengan kurma,
(dalam memperjual-belikannya), harus dengan ukuran yang sama, dan diterima secara
langsung”(HR Ahmad dan Muslim). Contoh: 3kg gandum dengan kualita terbaik ditukar
dengan 4kg gandum berkualitas kurang baik
3. Riba Jahiliyah
Muhammad Ibn Jarir al-Thabari dalam kitab Jami‘ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an
menjelaskan bahwa riba jahiliyah adalah riba atas utang/ piutang karena akad jual-beli
yang pembayarannya dilakukan secara tangguh, jika pada waktu yang disepakati pihak
yang memiliki utang tidak membayarnya, maka jumlah utangnya bertambah karena
bertambahnya jangka waktu untuk melunasinya (Yunus, 2012). Secara eksplisit
menunjukkan bahwa riba jahiliah terjadi pada utang-piutang yang meuncul karena akad
jual-beli karena pembayaran harga (tsaman)-nya tidak tunai. Secara implisit sebenarnya
apa yang dijelaskan oleh Imam Muhammad Ibn Jarir al-Thabari menggambarkan utang-
utang piutang yang timbul karena akad qardh dengan penjelasan bahwa riba jahiliyah
adalah riba atas utang/piutang karena akad qardh, jika pada waktu yang disepakati pihak
yang memiliki utang tidak membayarnya, maka jumlah utangnya bertambah karena
bertambahnya jangka waktu untuk melunasinya.
Pada prinsipnya dapat dikatakan bahwa riba jahiliah adalah riba
(tambahan/ziyadah) sebagai “denda” karena pihak yeng memiliki utang tidak dapat
membayar utang pada waktu yang disepakati, baik utang tersebut terjadi karena akad
qardh, akad jual-beli yang pembayaran tsaman-nya dilakukan secara tangguh, maupun
akad ijarah yang pembayaran ujrah-nya dilakukan secara tangguh (Ibn Hasan, 2000).
Contoh jahiliyah ini ialah, Fulan meminjam Rp 700.000 pada Fulanah dengan tempo dua
bulan. Pada waktu yang ditentukan, Fulan belum bisa membayar dan meminta
keringanan. Fulana menyetujuinya, tapi dengan syarat Fulan harus membayar Rp
770.000.
4. Riba Qardh
Riba qardh adalah tambahan (al-ziyadah) yang diperjanjikan atas pijaman uang
(dinar/dirham/ rupiah) yang wajib dikembalikan pada waktu yang
disepakati/dipersyaratkan. Isu haramnya riba qardh bukan semata karena tambahan (al-
ziyadah) sebagaimana dalam riba fadhl, tetapi karena tambahan atas pinjaman yang
disyaratkan/ disepakati/ dijanjikan sejak perjanjian itu dilakukan. Hubungan akad qardh
dengan akad i‘arah/ ‘ariyah adalah sama-sama menghibahkan manfaat barang (keduanya
termasuk domain akad tabarru‘); hanya saja obyeknya berbeda, obyek akad i‘arah adalah
harta/benda yang bersifat isti‘mali (tidak habis sekali pakai, misal: mobil, motor, gedung,
dan meja) sehingga benda yang dikembalikan kepada pemilik masih sama dengan benda
yang dipinjamkan (tidak diganti dengan benda lain); sedangkan obyek akad qardh adalah
benda yang bersifat tsamaniyah/harga, yaitu uang; sifatnya adalah uang yang diterima
dan digunakan oleh peminjam, yang wajib dikembalikan kepada pemilik di kemudian
hari, yang mana uang tersebut tidak harus sama dengan uang yang diterima peminjam
(dilihat dari segi nomor seri dan pecahannya serta indikator lainnya). Contoh: riba Qardh
ini adalah Putra memberikan pinjaman dana tunai pada Faozan sebesar Rp 1.000.000 dan
wajib mengembalikan pokok pinjaman dengan bunga sebesar Rp 1.500.000 pada saat
jatuh tempo dan kelebihan dana pengembalian ini tidak dijelaskan tujuannya untuk apa.

5. Riba yad
Riba Yad adalah kegiatan jual beli atau tukar menukar dengan cara
mengakhirkan penerimaan kedua barang yang ditukarkan atau salah satunya tanpa
menyebutkan masanya. Dengan kata lain, jual beli yang dilakukan seseorang sebelum
menerima barang yang dibelinya kemudian dia tidak boleh menjualnya lagi kepada
siapa pun sebab barang yang dibeli belum diterima dan masih dalam ikatan jual beli
yang pertama. Dengan kata lain akad sudah final, namun belum ada serah terima
barang (Antonio, 2011:72). contohnya dari riba al yad ialah riba dengan jual beli atau
yang terjadi dalam penukaran. Penukaran tersebut terjadi tanpa adanya kelebihan, salah
satu pihak yang terlibat meninggalkan akad, sebelum terjadi penyerahan barang atau
harga. Riba al-yad merupakan jenis riba dalam bentuk jual beli.

2.4 Hikmah Pelarangan Riba

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari adanya pelarangan perilaku riba, yang
tentunya akan menjadikan manusia jauh lebih baik. Beberapa hikmah pelaranggan riba
tersebut antara lain:

1. Menjadikan pribadi-pribadi manusia yang suka saling menolong satu sama lain;
2. Dengan sikap saling tolong menolong menciptakan persaudaraan yang semakin kuat.
Sehingga menutup pintu pada tindakan memutus hubungan silaturrahmi baik antar
sesama manusia.
3. Menjadikan kerja sebagai sebuah kemuliaan, karena pekerjaan tersebut sebagai sarana
untuk memperoleh penghasilan. Karena dengan bekerja seseorang dapat
meningkatkan keterampilan dan semangat besar dalam hidupnya;
4. Tidak merugikan orang-orang yang sedang kesusahan, karena dengan adanya riba
seseorang yang mengalami kesulitan justru semakin susah; dan lain sebagainya.
BAB III

KESIMPULAN

Setelah melakukan elaborasi dan analisis dapat disimpulkan bahwa hukum riba dalam
Alqur’an dengan tegas dinyatakan haram. Esensi pelarangan riba (usurios) dalam Islam
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral dan kemanusiaan sebab esensi pelarangan riba
adalah penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman dan
ketidakadilan. Riba sendiri dibagi menjadi lima jenis, yaitu riba nasi‟ah, riba fadhl, riba
jahiliyah, riba qardh dan riba yad. Sementara status hukum bunga bank ada perbedaan pendapat
para pakar baik pakar hukum Islam maupun pakar ekonomi Islam. Hal ini dilatarbelakangi
adanya perbedaan penafsiran terahadap ayat-ayat tentang riba dan apakah bunga termasuk
kategori riba atau tidak? Ada dua pendapat; pertama, menurut ijma ulama di kalangan semua
mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba (Q.s. al-Baqarah [2]:
130. Dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba karena
yang dinyatakan pada Q.s al-Baqarah [2]:130 riba harus bersifat berlipat ganda (tidak wajar).
Terakhir, dampak bunga terhadap perekonomian, diantaranya: akan menyebabkan krisis
keuangan, terjadinya decoupling antara sektor riil dan sektor moneter dan akan menyebabkan
terjadinya konglemerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Abd Allah Ibn Muhammad Ibn Hasan al-Sa‘idi, al-Riba fi al-Mu‘amalat al-Mashrifiyyah al-
Mu‘ashirah (KSA: Dar Thayibah. 2000), vol. I, hlm. 40;

Abu Sura’i,Bunga Bank dalam Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 21.

Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan1085 Vol 19, No. 2, Desember2020, pp. 1080-1090

Kementerian Agama, Terjemahan Tafsir Perkata, Cet. ke-1, Bandung: Sygma, 2010, h. 47

Kurniawan, RR. Dampak Riba Menurut Al-Quran dan Hadits. Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir, (2021). Volume x(x,).

Muhammad Nafik H.R.,Benarkah Bunga Haram? (Surabaya, Amanah Pustaka: 2009), 94

Rafiq Yunus al-Mishri, Riba al-Qurudh wa Adillatu Tahrimihi (Damaskus: Dar al-Maktabi.
2012), hlm. 18

Saleh al Fauzan, Fiqh Sehari-hari, Cet. ke-1, Jakarta: Gema Insani, 2006, h. 390-391.

Sarono, APenggalian Hukum Riba Dari Berbagai Sudut Pandang dan Penerapan Ilmu Hukum
Dalam Penerapannya. Kajian Hukum Perdata Diponegoro , . (2020). 7 (1), 17-27.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Cet. ke-1, Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013, Jilid 5, h. 107

Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,Pengantar Keuangan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), 71

Anda mungkin juga menyukai