Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FIQIH MUAMALAH

Tentang:

RIBA

Dosen Pengampu: Dr. Suwandi, MH

Disusun Oleh:

Nabila Anggraini (210202110015)


Auliana Salsabila Fitria (210202110018)
Nike Octavia (210202110143)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat serta
karunia-Nya, penyusunan makalah dengan judul “Riba” dapat terlaksana dengan baik dan
lancar serta tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. yang telah membawa kita
dari zaman yang gelap kepada zaman yang terang benderang, dan semoga di hari akhir
nanti kita mendapat syafa’atnya.

Makalah ini kami buat dan kami susun dengan maksimal dari bantuan dari berbagai
pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah, untuk itu kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang sudah ikut mendukung dan mendengarkan segala
keluh kesah pembuatan makalah dikarenakan kurang nya pengalaman dan ilmu
pengetahuan kami, kurang nya fasilitas yang kami punya juga menghambat proses
pembuatan makalah yang cukup baik, dan dengan bantuan teman teman kami maka segala
proses pembuatan makalah ini terselesaikan, terutama kepada Bapak Dr. Suwandi, MH
selaku dosen pembimbing kami yang memberikan banyak dorongan serta ilmu
pengetahuan kepada kami.

Dan semoga adanya makalah ini bisa memudahkan untuk kita semua dalam
menimba ilmu dan bisa memberi manfaat kepada masyarakat dan bisa menginspirasi
kepada pembaca. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun makalah ini menjadi lebih
baik lagi.

Malang, 25 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Riba ..................................................................................................... 3
2.2. Dasar Hukum Haramnya Riba .............................................................................. 4
2.3. Macam-Macam Riba ............................................................................................. 8
2.4. Akibat Hukum Pelanggaran Riba ........................................................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 17
3.2. Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Riba merupakan haram atau dilarang dalam perbankan syariah. Jika riba dengan
jumlah kecil ataupun besar (ganda) maka dianggap tetap hal atau aktifitas yang tidak boleh
dilakukan, sebab sikap dan perbuatan tersebut bisa merugikan selain itu juga haram untuk
semua kalangan masyarakat. Riba jika dijalankan sendiri ataupun bekerjasama dengan
yang terakit riba, itu hal yang tetap diharamkan bagi umat muslim. Di Indonesia masih
terjadi perselisihan akan ragunya bunga bank apakah termasuk dalam riba atau tidak, tetapi
perselisihan ini sudah disepakati oleh Islamic Banker dan ahli fikih dikalangan dunia.
Selain hal tersebut umat Islam haru mempunyai kepercayaan dan keyakinan dimana
sebagai orang muslim jika dalam bertransaksi harus tidak boleh ada keterlibatn dengan
sistem riba. Yang dimaksud dari transaksi ini yakni bertransaksi uang dimana transfer
menggunaka uang dan disaat transaksi tersebut ada sebuah tambahan. Di Indonesia, sejak
perbankan syariah berdiri cukup lama membuat perbakan syariah semakin pesat
dikarenakan banyak perbankan konvensional yang disyariahkan. Perkembangan-
perkembangan dari perbankan syariah ini membuat masyarakat ingin memilih produk
perbankan syariah. Lajunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekarang menjadi suatu
pusat perhatian dalam sektor industri keuangan. Dari bagian lain wilayah Indonesia,
mayoritas penduduk yang memeluk agam Islam. Dari mayoritas inilah yang
mengakibatkan lajunya perkembangan pola pikir masyarakat akan keinginan yang lebih
mengutamakan memilih perbankan syariah. Tetapi, dari sebagian masyarakat tersebut juga
masih ada belum ada keinginan untuk mengetahui tentang riba dan pengetahuan akan
produk perbankan syariah.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu riba
2. Apa dasar hukum diharamkannya riba
3. Apa saja macam-macam riba
4. Apa akibat hukum pelanggaran riba

1.3. Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui pengertian riba

1
2. Dapat mengetahui dasar hukum diharamkannya riba
3. Dapat mengetahui macam-macam riba
4. Dapat mengetahui akibat hukum pelanggaran riba

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Riba

Riba merupakan sebagian dari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak zaman
jahiliyah hingga sekarang. Sistem pinjam meminjam yang berlandaskan bunga ini sangat
menguntungkan kaum pemilik modal dan disisi lain telah menjerumuskan kaum dhufa
pada kemelaratan. Oleh karena itu, Islam melarang praktik riba dan menumbuhkan tradisi
shadaqah agar tidak ada yang teraniaya akibat riba. Persoalan tentang kesamaan antara
praktik bunga dengan riba yang diharamkan dalam Al Qur’an dan hadits sulit dibantah bila
ditinjau dari besar kecilnya mudharat yang ditimbulkannya.1

Pengertian riba secara bahasa ialah ziyadah (tambahan) karena salah satu perbuatan riba
adalah memintatambahan dari sesuatu yang dihutangkan.. Dalam pengertian lain, riba juga
berarti tumbuh dan membesar karena salah satu perbuatan ribaadalah membungakan harta
uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain. Riba juga bisa disebut
berlebihan dan menggelembung.

Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok
atau modal secara bathil. menurut Al-Mali yang artinya adalah “akad yang terjadi atas
penukaran barang tertentu yang tidak diketahui penimbangannya menurut ukuran syara’,
ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu
keduanya” Secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara
bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Pengertian riba dalam hal ini ialah pengambilan tambahan secara bathil tersebut berupa
penambahan pada transaksi pertukaran/jual beli secara barter atau pun transaksi pinjam
meminjam, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis
tertentu, di tempat pertukaran.

1
Abdusshamad, S. 2014. “Pandangan Islam Terhadap Riba”

3
Riba di zaman modern ini telah menjelma dalam berbagai bentuk terutama dari
golongan riba an-nasi’ah seperti transaksi valas tidak tunai, bunga kartu kredit melebihi
tempo pembayaran, transaksi leasing, bunga deposito, bunga tabungan, asuransi,
penundaan dalam transaksi valas, dan lain-lain.2

2.2. Dasar Hukum Haramnya Riba

Menurut Quraish Shihab, dalam al-Qur’an, kata riba diulang sebanyak delapan kali
yang terdapat dalam empat surah, yakni al-Baqarah Ali Imran, al-Nisa‟ dan al-Rum. Tiga
surah pertama adalah “ayat madaniyah” (turun setelah Nabi Hijrah ke Madinah),
3
sedangkan surah al- Rum adalah “ayat Makkiyah” (turun sebelum Nabi Hijrah). Ini
berarti ayat pertama yang membahas tentang riba adalah firman Allah:
ٰٰۤ ُ
َ‫ض ِّعفُ ْون‬ ْ ‫ول ِٕىكَهُ ُم‬
ْ ‫َال ُم‬ ِّ ِّ ‫َّٰللاَۚوما ٓ َٰات ْيت ُ ْم‬
‫َم ْنَز ٰكوةٍَت ُ ِّر ْيد ُْونَوجْ ه ه‬
‫َّٰللاَِّفا‬ ِّ َّ‫َربًاَ ِِّّلي ْربُو ۟اَفِّ ْٓيَا ْموا ِّلَالن‬
ِّ ‫اسَفَلَي ْرب ُْواَ ِّع ْند ه‬ ِّ ِّ ‫وَما ٓ َٰات ْيت ُ ْمَ ِّ ِّم ْن‬

“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” (QS. al-Rum [30]:39)

4
Sementara Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuthi mengutip riwayat- riwayat Bukhari,
Ahmad, Ibnu Majah, Ibn Mardawaih dan al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir
turun kepada Rasulullah saw adalah ayat-ayat yang mengindikasikan penjelasan terakhir
tentang riba, yaitu firman Allah:

َ‫الر ٰب ٰٓوا ا ِْن كُ ْنت ُ ْم ُّمؤْ ِم ِنيْن‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا َوذَ ُر ْوا َما بَق‬
ِ َ‫ِي ِمن‬

“ Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang beriman” QS. al- Baqarah [2]:278).

2
Hasan, I. 10 november 2021 “pengertian riba dan contohnya, pahami ketentuannya dalam islam” diakses
tanggal 23 september 2022, dikutip dari https://www.merdeka.com/sumut/pengertian-riba-dan-contohnya-
pahami-ketentuannya-dalam-islam-kln.html

3
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Penerbit Mizan, 1992, hlm. 259

4
Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqān fī Ulūm al-Qur’ān, jilid I, Mesir: Percetakan Al-Azhar, 1318 H, hlm. 27

4
Menurut al-Maraghi5 tahap-tahap pembicaraan al-Qur‟an tentang riba sama dengan
tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yakni ada empat tahap dalam
pengharamannya. Tahap pertama sekedar menggambarkan adanya unsur negatif di dalam
riba.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam QS. al-Rum [30]:39. Tahap berikutnya disusul
dengan isyarat tentang keharaman riba, yaitu firman Allah:

‫ّٰللا َكثِي ًْرا‬ َ ‫ع ْن‬


ِ ‫س ِب ْي ِل ه‬ َ ‫ص ِد ِه ْم‬ ْ َّ‫ت اُحِ ل‬
َ ‫ت لَ ُه ْم َو ِب‬ ٍ ‫ط ِي ٰب‬ َ ‫فَ ِبظُ ْل ٍم ِمنَ الَّ ِذيْنَ هَاد ُْوا َح َّر ْمنَا‬
َ ‫علَ ْي ِه ْم‬

“Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-
baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain)
dari jalan Allah” QS. An-Nisa: 160

َ ‫اس ِبا ْلبَاطِ ِل َۗوا َ ْعتَدْنَا ِل ْل ٰكف ِِريْنَ ِم ْن ُه ْم‬


‫عذَابًا ا َ ِل ْي ًما‬ ِ َّ‫ع ْنهُ َوا َ ْك ِل ِه ْم ا َ ْم َوا َل الن‬ ِ ‫َّوا َ ْخ ِذ ِه ُم‬
َ ‫الر ٰبوا َوقَدْ نُ ُه ْوا‬

“dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan
untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih.” QS. An-Nisa: 161

Dalam ayat ini al-Qur’an masih hanya menyebutkan kecaman terhadap orang-orang
Yahudi yang melakukan praktik-praktik riba. Tahap selanjutnya, secara eksplisit al-Qur’an
telah mengharamkan praktik riba, meskipun masih terbatas pada salah satu bentuknya, yakni
dengan menyertakan batasan adh„āfan mudhā„afan. Hal ini sebagaimana disebutkan firman
Allah:

‫سهٗ َۗو ه‬
ُ‫ّٰللا‬ ‫ت مِ ْن سُ ْۤ ْوءٍ ۛ ت ََودُّ لَ ْو ا َ َّن بَ ْينَ َها َوبَ ْينَهٗ ٰٓ ا َ َمد ًۢا بَ ِع ْيدًا َۗويُ َحذ ُِركُ ُم ه‬
َ ‫ّٰللاُ نَ ْف‬ ْ َ‫ع ِمل‬ ْ َ‫ع ِمل‬
َ ‫ت م ِْن َخي ٍْر ُّم ْح‬
َ ‫ض ًرا َۛو َما‬ َ ‫يَ ْو َم ت َِجدُ كُ ُّل نَ ْف ٍس َّما‬
‫ࣖ َر ُء ْو ۢف ِبا ْل ِع َبا ِد‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran
[3]:30)

5
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsīr al-Marāghī, jilid III, Mesir: Musthafā Bab al-Halaby, 1946, hal 49.

5
Dan pada tahap terakhir, riba telah diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya
dan digambarkan sebagai sesuatu yang sangat buruk dan tidak layak dilakukan oleh orang-
orang Mukmin sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:

َ‫الر ٰب ٰٓوا ا ِْن كُ ْنت ُ ْم ُّمؤْ ِم ِنيْن‬ َ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا َوذَ ُر ْوا َما َبق‬
ِ َ‫ِي ِمن‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang beriman.” (QS. al-Baqarah [2]:278).

ْ ُ ‫س ا َ ْم َوا ِلكُ ٖۚ ْم ََل ت َْظ ِل ُم ْونَ َو ََل ت‬


َ‫ظلَ ُم ْون‬ ُ ‫ّٰللا َو َرسُ ْول ِٖۚه َوا ِْن ت ُ ْبت ُ ْم فَلَكُ ْم ُر ُء ْو‬ ٍ ‫فَا ِْن لَّ ْم ت َ ْفعَلُ ْوا فَأْذَنُ ْوا بِ َح ْر‬
ِ ‫ب ِمنَ ه‬

“Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat
zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).” (QS. al-Baqarah [2]:278)

Sementara Ali al-Shabuni menggambarkan secara detail tahap-tahap tersebut. Tahap


pertama, Allah menurunkan QS. al-Rum [30]39. Ayat ini diturunkan di Makkah yang pada
dasarnya belum menyatakan secara tegas mengenai keharaman riba, namun dalam ayat
tersebut mengindikasikan kebencian Allah terhadap praktik riba dan tidak adanya pahala di
sisi Allah Swt.6

Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah swt mengancam akan
memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Pada tahap ini Allah
menurunkan QS. al-Nisa‟ [4]:160-161.

Ayat ini termasuk ayat madaniyah yang memberi pelajaran bagi kita bahwa Allah swt
menceritakan tentang perilaku orang Yahudi yang telah diharamkan untuk memakan riba,
namun mereka tetap memakannya. Lalu Allah swt mengancam akan memberi balasan yang
keras kepada orang Yahudi yang tetap memakan riba. Ayat ini memang bukan merupakan
dilalah keharaman riba bagi kaum muslimin. Akan tetapi memberi gambaran yang buruk

6
al-Shabuni, Rawā‟i, al-Bayān..., hlm. 390.

6
terhadap praktik riba.7 Hal ini sebagaimana Allah menetapkan pengharaman khamr pada
tahap kedua melalui firman-Nya:

‫اس َواِثْ ُم ُه َما ٰٓ ا َ ْكبَ ُر ِم ْن نَّ ْف ِع ِه َم ۗا َويَسْـَٔ ُل ْونَكَ َماذَا يُ ْن ِفقُ ْونَ ەۗ ُق ِل‬
ِۖ ِ َّ‫ع ِن ا ْل َخ ْم ِر َوا ْل َم ْيس ۗ ِِر قُ ْل فِ ْي ِه َما ٰٓ اِثْم َك ِبيْر َّو َمنَافِ ُع لِلن‬
َ َ‫۞ يَسْـَٔلُ ْونَك‬
َ‫ت لَ َعلَّكُ ْم تَتَفَ َّك ُر ْون‬ِ ‫اَل ٰي‬ ‫ا ْل َع ْف ۗ َو ك َٰذلِكَ يُ َب ِي ُن ه‬
ٰ ْ ‫ّٰللاُ لَكُ ُم‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat
dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya...” (QS. al- Baqarah [2]:219)

Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga tingkat yang cukup tinggi
merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Pada tahap ini, Allah
menurunkan QS. Ali Imran [3]:130. Menurut al-Shabuni, ayat ini termasuk madaniyah yang
di dalamnya telah menerangkan keharaman riba secara jelas namun bersifat juz‟i tidak
bersifat kulli. Sebab, pengharamannya „hanya‟ ditujukan pada riba al-fāhisy; riba yang
sangat buruk dan keji di mana dengan riba tersebut hutang seseorang dapat menjadi berlipat-
lipat.8

Ayat ini turun pada tahun ke-3 H. Secara umum, ayat ini menjadi perdebatan antara
fukaha bahwa apakah kriteria berlipat ganda merupakan syarat terjadinya riba, atau ini
merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu. Akan melihat waktu
turunnya ayat ini harus dipahami secara komprehenship dengan QS. al-Baqarah [2]:278-279
yang turun pada tahun ke-9 H. Pengharaman ini sama dengan pengharaman khamr pada
tahap ketiga dimana keharamannya hanya bersifat juz‟i yakni hanya pada saat shalat saja.
Hal ini sebagaimana tergambar dalam firman Allah:

‫سبِ ْي ٍل َحتهى‬ َ ‫ي‬ ْ ‫عابِ ِر‬َ ‫ص ٰلوة َ َوا َ ْنت ُ ْم سُك َٰارى َحتهى ت َ ْعلَ ُم ْوا َما تَقُ ْولُ ْونَ َو ََل ُجنُبًا ا ََِّل‬ َّ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل ت َ ْق َربُوا ال‬
َ ِ‫سف ٍَر ا َ ْو َج ْۤا َء ا َ َحد ِم ْنكُ ْم مِ نَ ا ْلغ َْۤاىِٕطِ ا َ ْو ٰل َم ْست ُ ُم الن‬
َ ‫س ْۤا َء فَلَ ْم ت َِجد ُْوا َم ْۤا ًء فَت َيَ َّم ُم ْوا‬
‫ص ِع ْيدًا‬ َ ‫ع ٰلى‬
َ ‫ت َ ْغت َ ِسلُ ْوا َۗوا ِْن كُ ْنت ُ ْم َّم ْرضٰ ٰٓ ى ا َ ْو‬
‫غفُ ْو ًرا‬
َ ‫عفُ ًّوا‬ َ ‫س ُح ْوا بِ ُو ُج ْو ِهكُ ْم َوا َ ْي ِد ْيكُ ْم ۗ ا َِّن ه‬
َ َ‫ّٰللا َكان‬ َ
َ ‫طيِبًا فَا ْم‬

7
Ibid.

8
al-Shabuni, Rawā‟i, al-Bayān...

7
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedang kalian dalam keadaan
mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.....” (QS. al-Nisa‟ [4]:43)

Tahap keempat, merupakan tahap yang terakhir, dengan diturunkannya QS. al-Baqarah
[2]:278-279). Pada tahap ini, Allah swt dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis
tambahan yang diambil dari pinjaman, baik sedikit mupun banyak. Dan pengharamannya
bersifat kulli dan qath„i.9 Ayat Ini merupakan ayat terakhir yang diturunkan menyangkut
riba. Hal ini sama dengan tahap keempat diharamkannya khamr, di mana keharamannya
sudah bersifat pasti sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:

َ‫شي ْٰط ِن فَاجْ تَنِب ُْوهُ لَعَلَّكُ ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬ َ ْ ‫صابُ َو‬


َ ‫اَل ْز ََل ُم ِرجْس ِم ْن‬
َّ ‫ع َم ِل ال‬ َ ْ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اِنَّ َما ا ْل َخ ْم ُر َوا ْل َم ْيس ُِر َو‬
َ ‫اَل ْن‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan” (QS. al-
Ma‟idah [5]:90).

Karena ayat ini didahului oleh ayat-ayat yang lain yang berbicara tentang riba, maka
tidak heran jika kandungannya bukan saja melarang praktik riba, tetapi juga sangat mencela
pelakunya, bahkan mengancam mereka.

2.3. Macam-Macam Riba


Riba itu ada empat macam, yaitu:
1. Riba fuduli

Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang sejenis
yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yanglainnya, misalnya

a. Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,


b. Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras.

9
Ibid, hlm. 391

8
Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang,
takaran pada barang yang ditakar, ukuran pada barang yang diukur, dan jumlah
banyak pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya.

2. Riba qardi

Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang menghutangi
(qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,-dengan perjanjian akan
membayar kembali kelak Rp. 110.000,-

3. Riba yad

Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang
membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si penjual, si
penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun, sebab barang yang
dibeli dann belum diterima masih dalamikatan jual-beli yang pertama.

4. Riba nasa’

Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang
dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalau
tunai Rp. 100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp.125.000,-. Kelebihan
membayar Rp. 25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa’.10

Macam-macam riba menurut ulama

1. Menurut Jumhur Ulama

Jumhur Ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba fadhl dan riba
nasi’ah.

a. Riba Fadhl

Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat hartapada akad
jual-beli yang diukur dan sejenis. Dengan kata lain, riba fadhl adalah jual-beli
yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanyatambahan pada
salah satu benda tersebut.Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-beli

10
Ibid, h.775-777

9
antar barang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar
dari unsur riba

b. Riba Nasi’ah

Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak,dengan


pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
tengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli
yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah
semangka yang akan dibayar setelah sebulan.

Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir, danlain-lain
berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah.11

2. Menurut Ulama Syafiiyah


Ulama Syafi’iyah membagi riba menjadi tigas jenis:
a. Riba Fadhl

Riba fadhl adalah jual-beli yang disertai adanya tambahansalah satu


pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan katalain, tambahan berasal dari
penukar paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual
satu kilogram kentang dengan satu setengah kilogram kentang.

b. Riba Yad

Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu),yakni bercerai-cerai


antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap
sempurna jual-beli antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling
menyerahkan dan menerima di tempat akad.

Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah
yang tampak dari utang.

11
Ibn Rusyd sebagamaina dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung : CV PustakaSetia, 2001)
h.262-263

10
c. Riba Nasi’ah

Riba nasi’ah, yakni jual beli yang pembayarannya diakhirkan, tetapi


ditambahkan harganya. Menurut ulama Syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah
sama-sama terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya,
riba yad mengakhirkan pemegangan barang, sedangkan riba nasi’ah
mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran
diakhirkan meskipun sebentar. Al-Mutawalli menambahkan, jenis riba dengan
ribaqurdi (mensyaratkan adanya manfaat). Akan tetapi, Zarkasyi
menempatkannya pada riba fadhl.12

2.4. Akibat Hukum Pelanggaran Riba


Dampak Riba Menurut Al-Quran
1. Riba tidak akan menambah harta

Dampak riba menurut Al-Quran yang pertama yaitu apa yang pertama kali
diturunkan kepada Rasulullah SAW tentang riba ini, yaitu bahwa riba tidak akan
menambah harta sebagaimana dalam surat al-Rum ayat 39 yang Artinya Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka
tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang
yang melipatgandakan (pahalanya) (al-Rum: 39).

Ayat ini diturunkan di Mekah sebelum Nabi Hijrah, secara tekstual tidak ada
pelarangan riba dalam ayat ini. Tetapi yang ada hanya isyarat akan kemurkaan Allah
terhadap riba itu, karena riba itu tidak ada pahalanya di sisi Allah, jadi dengan
demikian ayat ini memberikan peringatan supaya berhenti dari perbuatan riba.
Meskipun belum jelas dinyatakan bahwa riba adalah dilarang, ayat yang diturunkan

12
Muhammad Asy-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2001) h.264

11
di Mekah itu mengajarkan bahwa Allah membenci riba dengan menganjurkan zakat.
Hal ini untuk mempersiapkan agar pada saatnya riba dengan secara jelas-jelas
dinyatakan haram maka akan mudah di taati. Meskipun ayat-ayat makiyah belum
mengajarkan hokum secara terperinci namun masalah riba telah disinggung, yang
berarti bahwa mu'amalah ribawiyah memang tidak sejalan dengan nilai-nilai
keutamaan dan kebaikan. 13

At-Thabari menafsirkan ayat ini bahwa apa yang telah kalian berikan satu sama
lain sebagai hadiah, untuk meningkatkan uang si pemberi dengan mengharapkan
pengembalian hadiahnya kepadanya, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah,
Karena memberikan hadiah tersebut untuk mendapatkan kelebihan dari orang lain
bukan karena berharap Ridha Allah SWT. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa si
pemberi riba ingin mengharapkan pengembalian lebih banyak dari apa yang
diberikan. Mujahid juga menafsirkan riba dalam ayat ini adalah hadiah.14

Sedangkan menurut Al-Qurthubi, yang dimaksud dalam ayat ini adalah


tambahan riba dalam utang-piutang/pinjaman, orang yang memberikan pinjaman
mengharapkan hartanya akan bertambah dengan tambahan atas pinjamannya yang
disebut riba, namun sesungguhnya tidak bertambah disisi Allah SWT.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir, barangsiapa yang memberikan hadiah dan


menginginkan orang untuk mengembalikan kepadanya lebih dari yang dia berikan
kepada mereka, maka ini tidak ada balasannya di sisi Allah, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibn Abbas, Mujahid, Al-Dahhak, Qatadah, Ikrimah, Muhammad bin
Ka'b dan Al -Sha'bi, meskipun demikian perbuatan ini diperbolehkan, meskipun
tidak ada balasan untuk itu kecuali apa yang telah diberikan. Menurut Al-Dahhak,
ayat ini adalah permulaan sebelum dilarangnya riba secara khusus, dimana dalam
ayat ini meskipun tidak ada pelarangan secara jelas namun ada isyarat bahwa
perbuatan riba ini tidak mendapatkan pahala dan dibenci Allah SWT

Berdasarkan tafsir para mufassirin diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
riba tidak akan menambah harta justru akan mengurangi keberkahan dari harta.

13
Oom Mukaromah, Interpretasi Ayat-Ayat Riba Dalam Kajian Tafsir Maudhu'i, Al-Qalam Vol 21,
No.100 (Januari-April 2004)
14
Al-Ṭhabarī, Abu Ja‟far Muḥammad Ibn Jarīr Ibn Yazīd Ibn Kathir Ibn Gālib . Jāmi’u al-Bayān fī
Ta`wīli al-Qur`ān (Beirut: Daarul Kitab, 1412 H/1992 M)

12
2. Riba menjerumuskan orang kedalam azab yang pedih sebagaimana yang
ditimpakan kepada orang-orang yahudi

Dampak riba selanjutnya adalah Surat an-Nisa ayat 160-161, ayat ini diturunkan
di Madinah, sebagai tahapan selanjutnya dari pelarangan riba sebagaimana sudah
dimulai dengan tahapan pertama diatas, Ayat ini merupakan pelajaran yang
dikisahkan Allah kepada kita tentang perilaku Yahudi yang dilarang melakukan
riba, tetapi justru mereka memakannya, bahkan menghalalkannya, maka sebagai
akibat dari itu semua, mereka itu mendapat laknat dan kemurkaan Allah.

Menurut At-Thabari, ayat ini menjelaskan perilaku umat yahudi yang


mengambil kelebihan dari pokok harta yang dipinjamkan kepada orang lain karena
memperpanjang jangka waktu pengembalian pinjamannya, kemudian perilaku ini
diharamkan oleh Allah.

Sedangkan menurut Al-Qurthubi, pengharaman riba disebabkan atas


ketidak adilan yang orang-orang yahudi timbulkan pada zaman dahulu, sehingga
menjadi pelajaran pengharaman riba pada masa sekarang. Umat yahudi
sesungguhnya telah dilarang mempraktekkan riba ini di dalam taurat yang
diturunkan kepada Musa AS namun mereka mereka mengubah, memutarbalikkan,
tidak taat bahkan mengingkari ketetapan Allah ini, sehingga perilaku riba ini
semakin marak terjadi sampai Allah menurunkan azabnya kepada umat yahudi.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa azab pedih yang ditimpakan kepada
umat yahudi disebabkan dosa- dosa mereka khususnya dosa riba.

Sedangkan menurut Ibnu Katsir, bahwa Allah telah melarang mereka dari riba,
namun mereka tetap menarik dan mengambilnya, mereka membuat tipu daya
dengan berbagai macam tipu daya dan jenis kerancuan sehingga terlihat bukan riba
padahal sesungguhnya riba, karena perilaku mereka inilah yang suka menghalalkan
apa yang Allah haramkan dengan mengubah-ubah istilah dan segala tipu daya
sehingga Allah timpakan azab yang pedih kepada mereka.

Menurut As-sa’di menafsirkan ayat ini, bahwa umat yahudi mencegah orang
miskin dari mendapatkan keadilan karena perilaku mereka yang mengambil riba
dari setiap pinjaman mereka kepada orang miskin, maka Allah haramkan apa yang

13
baik- baik yang sebelumnya Allah halalkan bagi mereka dan menimpakan azab
yang pedih kepada mereka.

Berdasarkan tafsir para mufassirin diatas maka sangat jelas bahwa riba
berdampak azab Allah kepada manusia sebagaimana yang Allah timpakan kepada
umat yahudi.

3. Riba berdampak pada kegagalan atau kejatuhan atau keruntuhan atau


kesedihan dan atau kesusahan.

Tahapan selanjutnya dari pelarangan riba adalah pelarangan atas sebagian


bentuknya yaitu jika riba itu diambil dengan berlipat-lipat ganda, sebagaimana
firman Allah SWT dalam Surat Ali 'Imran ayat 130 yang Artinya Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

As-sa’di menafsirkan ayat ini dengan meninggalkan apa yang seharusnya


ditinggal yaitu riba yang berlipat-lipat ganda, maka Allah SWT akan membalasnya
dengan keberuntungan dan keberuntungan seorang manusia adalah surga Allah
SWT. Sementara itu, kekafiran dan kemaksiatan mempunyai derajat yang berbeda-
beda, dosa besar yaitu dosa riba dapat menjadi sebab kekafiran. Sehingga dapat
disimpulkan dosa riba karena termasuk dosa besar akan mendekatkan seseorang
kedalam kekafiran sehingga Allah membalasnya dengan nerakanya.

At-Thabari menafsirkan bahwa riba yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba
jahiliyah begitu pula menurut tafsir mujahid, bahwa riba jahiliyah inilah yang
dilarang yaitu riba yang berlipat-lipat ganda, yang marak terjadi pada orang orang
musrik jahiliyah sebelum turunnya risalah keislaman, riba dalam bentuk jahiliyah
ini adalah riba yang berlipat ganda sepanjang waktu, artinya semakin panjang
waktu pelunasan riba maka semakin banyak pula riba yang diambil, maka dengan
turunnya ayat ini, riba jenis ini yaitu riba jahiliyah yang sebelumnya marak mereka
ambil dan makan, dilarang dalam Islam. Jika mereka bertakwa kepada Allah yaitu
dengan meninggalkan riba maka mereka akan mendapatkan keberuntungan,
sebaliknya jika mereka tetap mengambil dan memakan riba jahiliyah setelah
diharamkan maka bagi mereka kegagalan atau kejatuhan atau keruntuhan atau
kesedihan dan atau kesusahan.

14
As-Syaukani menafsirkan ayat ini, bahwa kekafiran kaum kafir jahiliyah salah
satunya disebabkan karena mereka menghalalkan riba pada masa jahiliyah,
kemudian setelah dilarang dalam Islam, namun mereka tetap mempraktekkan riba,
maka riba dapat menghilangkan keimanan, sehingga balasan bagi mereka hanyalah
neraka.

Menurut Al-Baghawi, yang dimaksud ketakwaan dalam ayat ini adalah takwa
dengan menghindari memakan riba sehingga mendapatkan keberuntungan,
sebaliknya dengan tetap memakan riba maka akan mendapatkan kegagalan.
Menurut tafsir jalalain, balasan dari meninggalkan riba adalah keberuntungan yang
dalam ayat ini dapat ditafsirkan kemenangan yaitu kemenangan dari peperangan
melawan riba sebagaimana dalam Surat al-Baqarah ayat 279 yang akan ditafsirkan
setelah ini.

Berdasarkan tafsir para mufassirin diatas maka sangat jelas bahwa riba
berdampak kegagalan atau kejatuhan atau keruntuhan atau kesedihan dan atau
kesusahan kepada manusia sebagaimana yang Allah timpakan kepada kaum
musyrik kafir jahiliyah.

4. Riba berdampak pada kejiwaan manusia, berdampak pada harta manusia


yaitu hancur, binasa, musnah, lenyap, merosot nilainya, dan berdampak
diperangi Allah SWT dan rasul-Nya

Tahapan terakhir dari pelarangan riba adalah pelarangan seluruh jenis riba,
sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah ayat 275, 276, 278,
279 dan 280 Dalam kitab tafsir Shafwatut Tafasir, Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya kemasukan
setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” Orang-orang yang berinteraksi dengan
riba dan menghisap ‘darah’ manusia, mereka tidak dapat berdiri di Hari Kiamat,
melainkan seperti berdirinya orang yang menderita penyakit ayan ketika
kambuh. Mereka bangkit dan terjatuh dan tidak mampu berdiri dengan tegak,
mereka berjalan sempoyongan, itu merupakan balasan bagi mereka.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata


(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” keadaan jatuh-
bangun mereka di Hari Kiamat disebabkan karena mereka menghalalkan apa yang

15
diharamkan Allah. Mereka mengatakan bahwa riba seperti jual-beli, mengapa
diharamkan? Allah berfirman sebagai bantahan untuk mereka : “Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Allah menghalalkan jual-
Beli karena ada transaksi tukar menukar hal-hal yang bermanfaat, dan
mengharamkan riba karena dapat membahayakan individu dan masyarakat. Riba
merupakan kelebihan harta hasil jerih-payah orang si penghutang. Maka Barang
siapa datang kepadanya pengajaran dari Tuhannya, lalu berhenti, maka menjadi
kepunyaan apa yang telah diambil. Dan urusannya terserah kepada Allah dan
barangsiapa kembali lagi memakan riba maka itulah penghuni-penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya.

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, Allah tidak menyukai


orang yang sangat mengingkari nikmat Allah dan terus menerus mengerjakan
dosa. Ayat ini menandakan bahwa perbuatan riba mendekati kekafiran.

At-Thabari menafsirkan dampak dari memakan riba, pemakannya bangkit dari


kubur seperti orang yang gila karena dicekik setan, pemakan riba juga
berkurang hartanya bahkan musnah, dan bagi pemakan riba wajib untuk diperangi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa riba berdampak buruk bagi jiwa, harta dan
diri manusia, pada jiwanya menjadi gila, pada hartanya menjadi berkurang dan
bahkan musnah, dan pada dirinya yaitu diperangi hingga mati.

Al-Qurthubi menafsirkan bahwa pemakan riba itu seperti orang serakah yang
tidak akan puas, selalu merasa kurang hingga selalu gelisah.

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa pemakan riba itu seperti orang yang menderita
penyakit epilepsi, dan pemakan riba juga berakhir dengan kemiskinan.

Berdasarkan tafsir para mufassirin diatas maka sangat jelas bahwa riba
berdampak pada kejiwaan manusia, berdampak pada harta manusia yaitu
hancur, binasa, musnah, lenyap, merosot nilainya, dan berdampak diperangi Allah
SWT dan rasul-Nya.15

15
RACHMAD Risky Kurniawan “dampak riba menurut al-quran dan hadits”

16
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pengertian riba secara bahasa ialah ziyadah (tambahan) karena salah satu
perbuatan riba adalah memintatambahan dari sesuatu yang dihutangkan.. Dalam
pengertian lain, riba juga berarti tumbuh dan membesar karena salah satu perbuatan
ribaadalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang
lain. Riba juga bisa disebut berlebihan dan menggelembung. Menurut Quraish Shihab,
dalam al-Qur’an, kata riba diulang sebanyak delapan kali yang terdapat dalam empat
surah, yakni al-Baqarah Ali Imran, al-Nisa’ dan al-Rum. Macam-macam riba ada 4 yaitu
riba fuduli, qardi, yad, dan nasa’. Adapun dampak riba menurut Al-quran adalah Riba
menjerumuskan orang kedalam azab yang pedih sebagaimana yang ditimpakan kepada
orang-orang yahudi, Riba berdampak pada kegagalan atau kejatuhan atau keruntuhan atau
kesedihan dan atau kesusahan dan Riba berdampak pada kejiwaan manusia, berdampak
pada harta manusia yaitu hancur, binasa, musnah, lenyap, merosot nilainya, dan
berdampak diperangi Allah SWT dan rasul-Nya

3.2. Saran

Kepada para pembaca setelah memahami isi dari makalah ini agar dapatmenghindari
Riba dalam kehidupan sehari-hari , menjalankan perintah & larangan Allah SWT dan
terhindar dari laknat Allah SWT.

17
DAFTAR PUSTAKA

I, Hasan. 2021. pengertian riba dan contohnya, pahami ketentuannya dalam islam.
https://www.merdeka.com/sumut/pengertian-riba-dan-contohnya-pahami-
ketentuannya-dalam-islam-kln.html.

Maraghi, Ahmad Musthafa al. 1946. Tafsir al Maraghi jilid III. Mesir.

Mukaromah. 2003. Interpretasi Ayat-ayat riba dalam kajian tafsir maudhu'i. Al Qalam.

Rusyd, Ibn. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia.

S, Abdurrahman. 2014. Pandangan Islam Terhadap Riba.

Shihab, M Quraish. 1992. Membumikan Al Quran. Bandung: Penerbit Mizan.

Suyuthi, Jalaludidin Al. 1318. Al Itqan fi Ulum Al Quran Jilid I. Mesir: Percetakan Al
Azhar.

Syarbini, Muhammad Asy. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia.

18

Anda mungkin juga menyukai