Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

RIBA DALAM PANDANGAN ISLAM

Dosen Pengampu:

Dr.Sudirman Suparmin, Lc., M.A.

KELOMPOK 6:

• Nanda Arizka Rangkuti 2006200073


• Surya Kusuma 2006200433
• Nurhafni Tanjung 2006200268

Kelas : VI/A2 Ilmu Hukum

Mata Kuliah : Hukum Ekonomi Islam

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini..Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan keada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti – nantikan syafa’atnya
di yaumul kiyamah nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat – nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur dari mata kuliah Hukum Ekonomi Islam
dengan judul “Riba dalam Pandangan Islam” .

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi.

Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar –
besarnya.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr.Sudirman Suparmin, Lc., M.A.

selaku dosen pada mata kuliah, dan kami juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang berkaitan dengan makalah ini. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembacanya. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, 22 Mei 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba dan Jenis-jenis Riba ......................................................... 3


B. Landasan Hukum Larangan Riba ............................................................... 5
C. Ancaman Hukuman Orang yang Memakan Riba ...................................... 6
D. Hikmah Pelarangan Riba ........................................................................... 7
E. Riba dan Bunga Bank dalam Hukum Islam ................................................ 8
F. Perbedaan Sistem Bunga Bank Konvensional dan
Sistem bagi Hasil Bank ............................................................................. 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia
untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syari'at
Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia
dengan cara yang telahdihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang
mengandung riba.

Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam


perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan
permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan
perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi dibidang perekonomian
(dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam
aktivitasnya sehari-hari.

Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun
bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard dan lain sebagainya. Para ulama
menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba
mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu
pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama. Bebarapa pemikir Islam
berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral akan
tetapi merupakan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat,
sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan semakin miskin
dan tertindas. Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang
bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya,
tidak pernah merasa puas, sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan
karena disebabkan keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba).

1
Ironis memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba
adalah dikalangan umat Muslim. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal,
biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana
peminjam meminta tambahan dari modal asal kepada yang dipinjami. Tidak dapat
dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar
barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam
takaran.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan
rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1. Pengertian dan jenis -jenis riba
2. Landasan hukum larangan riba
3. Ancaman hukuman orang yang memakakn riba
4. Hikmah pelarangan riba
5. Riba dan bunga bank dalam hukum Islam
6. Perbedaan sistem bunga bank konvensional dan sintem bagi hasil bank Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba dan Jenis-jenis Riba


Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan
(azziyadah),berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa').
Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah
satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat sering
kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan “bunga” uang. Karena
rente dan bunga sama-sama mempunyai pengertian dan sama-sama haram hukumnya
di agama Islam. Dalam prakteknya, rente merupakan keuntungan yang diperoleh pihak
bank atas jasanya yang telah meminjamkan uang kepada debitur dengan dalih untuk
usaha produktif, sehingga dengan uang pinjaman tersebut usahanya menjadi maju dan
lancar, dan keuntungan yang diperoleh semakin besar. Tetapi dalam akad kedua belah
pihak baik kreditor (bank) maupun debitor (nasabah) sama-sama sepakat atas
keuntungan yang akan diperoleh pihak bank. Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-

Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah tiap tambahan
sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau eksploitasi,
artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna keperluan
pribadinya, tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya
atau pinjaman itu untuk di kembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu
bersifat umum.

Abd al-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama' sependapat bahwa tambahan


atas sejumlah pinjaman ketika pinjaman itu dibayar dalam tenggang waktu tertentu
'iwadh (imbalan) adalaha riba . Yang dimaksud dengan tambahan adalah tambahan
kuantitas dalam penjualan asset yang tidak boleh dilakukan dengan perbedaan kuantitas
(tafadhul), yaitu penjualan barang-barang riba fadhal: emas, perak, gandum, serta
segala macam komoditi yang disetarakan dengan komoditi tersebut. Riba (usury) erat
kaitannya dengan dunia perbankan konvensional,

3
di mana dalam perbankan konvensional banyak kita temui transaksi yang memakai
konsep bunga, berbeda dengan perbankan yang berbasis syariah yang memakai prinsip
bagi hasil (mudharabah) yang belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-
undang perbankan syari'ah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.

Istilah riba telah dikenal dan digunakan dalam transaksi-transaksi


perekonomian oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada
zaman itu riba yang berlaku adalah merupakan tambahan dalam bentuk uang akibat
penundaan pelunasan hutang. Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam
agama lain (non-Islam) riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil
riba, bahkan pelarangan riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama

Sudah jelas diketahui bahwa Islam melarang riba dan memasukkannya dalam
dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam mengharamkan riba menempuh metode secara
gredual (step by step). Metode ini ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah
biasa melakukan perbuatan riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah
dan lemah lembut untuk mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar,
mendarah daging yang melekat dalam kehidupan perekonomian jahiliyah

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang
yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang
juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.
a. Riba akibat hutang-piutang disebut Riba Qard , yaitu suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba
Jahiliyah, yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
b. Riba akibat jual-beli disebut Riba Fadl, yaitu pertukaran antar barang sejenis dengan
kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis
barang ribawi.
c. Dan Riba Nasi'ah, yaitu penangguhan atas penyerahan atau penerimaan jenis barang
ribawi yang diperlukan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan
terjadi karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat
ini dan yang diserahkan kemudian. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW,
4
riba telah dikenal pada saat turunnya ayat-ayat yang menyatakan larangan terhadap
transaksi yang mengandung riba sesuai dengan masa dan periode turunnya ayat tersebut
sampai ada ayat yang melarang dengan tegas tentang riba.

Kegiatan transaksi yang mengandung riba merupakan kegiatan transaksi yang


secara tegas diharamkan bahkan pengharamannya telah menjadi larangan dalam ajaran
Islam. Riba merupakan transaksi yang mengandung unsur eksploitasi terhadap para
peminjam (debitor) bahkan merusak akhlak dan moralitas manusia. Pengharaman ini
tidak hanya berlaku pada agama Islam saja, akan tetapi dalam agama-agama samawi
juga melarangnya bahkan mengutuk pelaku riba. Sedikit atau banyaknya riba, memang
masih menjadi perdebatan, hal ini dikerenakan bahwa riba Jahiliyah yang dengan jelas
dilarangnya riba adalah yang berlipat ganda (ad'afan mudha'afah).

Landasan dari riba dalam al-Qur'an surat al-Imran ayat 130: "Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan" Pelarangan riba dalam al-
Qur'an datang secara bertahap seperti larangan minum khamar. Dalam surat al-baqarah
merupakan ayat riba yang terakhir dan para ahli hukum Islam dan ahli tafsir tidak ada
yang membantahnya. Berbagai riwayat yang dikutip oleh mufassir ketika mereka
menjelaskan sebab turunnya kelompok ayat ini menyebutkan bahwa ayat tersebut
merupakan ketegasan atas praktek riba yang ditampilkan antara penduduk Makkah.

B. Landasan Hukum Larangan Riba


Riba dalam syariat Islam secara tegas dinyatakan haram. Bahkan semua agama
samawi melarang praktik riba karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi pemberi
dan penerima hutang. Di samping berpotensi menghilangkan sikap tolong menolong,
riba juga dapat menimbulkan permusuhan antara kedua belah pihak yang melakukan
transaksi. Hukum haram dari riba berdasarkan al-Qur’an, hadis dan ijmak ulama
sebagai berikut:
•Al-Qur’an
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 275).

5
•Hadis Rasulullah
Artinya: “Dari Jabir Ra. ia berkata: “Rasulullah Saw. telah melaknat orang- orang yang
memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba),
orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya), Nabi
bersabda, mereka itu semua sama saja.” (HR. Muttafaq Alaih).

•Ijmak ulama
Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan mengharamkan riba. Riba
adalah salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci oleh
Allah Swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan pribadi dan mengorbankan
orang lain. Riba akan menyebabkan kesulitan hidup bagi manusia, terutama mereka
yang memerlukan pertolongan. Riba juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang
semakin besar antara “yang kaya dan yang miskin”, serta dapat menghilangkan rasa
kemanusiaan untuk saling membantu. Oleh karena itu, agama Islam mengharamkan
riba.

C. Ancaman Hukuman Orang yang Memakan Riba


Allah menyuruh hamba-hambanya yang beriman agar bertakwa kepada-Nya.
Allah pun melarang mereka melakukan sesuatu yang mendekatkan mereka kepada
kemurkaan-Nya, dan menjauhkan mereka dari keridhaan-Nya. Allah Swt., berfirman
yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, takutlah
kepada-Nya, dan hati-hatilah dalam berbuat karena Dia mengawasimu, serta
tinggalkanlah siksa riba, yakni tinggalkanlah hartamu yang merupakan kelebihan dari
pokok yang harus di bayar oleh orang lain, setelah menerima peringatan ini. Jika kamu
orang-orang yang beriman kepada apa yang disyari’atkan Allah, yaitu penghalalan jual
beli, pengharaman riba, dan syari’at lainnya.

Selanjutnya firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan
ancaman bagi orang yang melakukan riba
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
6
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah
ayat 275)

Dalam ayat ini Allah Swt., menceritakan saat mereka (orang-orang yang
memakan riba) keluar dan bangkit dari kubur, untuk menuju kebangkitan dan
perkumpulan. Allah berfirman: “orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, lantaran penyakit gila.”
Maksudnya tidaklah mereka bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan seperti
bangkitnya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan setan.
Dalam hal ini, Allah telah berfirman barang siapa yang kembali lagi kepada riba
setelah dia menerima larangan Allah mengenai riba, maka mestilah dia masih dapat
siksa dan ditegaskan hujjah kepadanya. Allah berfirman, “Maka mereka itulah
penghuni neraka, sedangkan mereka kekal di dalamnya.”

Dalam ayat tersebut di atas, sudah ada ancaman dan hukumannya bagi pelaku riba, dan
ditegaskan juga tidak diridhoinya perbuatan riba.

D. Hikmah Pelarangan Riba


Riba diharamkan dalam Islam. Karena diharamkan, nyatanya ada beberapa
hikmah yang terkuak dari diharamkannya riba.

Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan lima
hikmah diharamkannya riba.
1. menjaga harta seorang Muslim agar tidak dimakan dengan cara-cara yang batil.
2. mengarahkan seorang Muslim agar menginvestasikan hartanya di dalam sejumlah
usaha yang bersih yang jauh dari kecurangan dan penipuan serta terhindar dari
segala tindakan yang menimbulkan kesngsaraan dan kebencian di antara kaum
Muslimin. Hal tersebut dilakukan dengan menginvestasikannya dalam bidang
pertanian, industri, dan perdagangan yang sehat dan bersih.
7
3. menyumbat seluruh jalan yang membawa seorang Muslim kepada tindakan
memusuhi dan menyusahkan saudaranya sesama Muslim yang berakibat pada lahirnya
celaan serta kebencian dari saudaranya.
4. menjauhkan seorang Muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada
kebinasaan. Karena memakan harta riba itu merupakan kedurhakaan dan kezhaliman.
Sedangkan akibat dari kedurhakaan dan kezhaliman itu adalah penderitaan.

Allah SWT berfirman, "Ya ayuhhannasu innama baghyukum ala anfusikum,". Yang
artinya, "Wahai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhaliman kalian akan menimpa
diri kalian sendiri,".

5.membukakan pintu-pintu kebaikan di hadapan seorang Muslim untuk


mempersiapkan bekal di akhiratnya dengan meminjami saudaranya sesama Muslim
tanpa mengambil manfaat, mengutanginya, menangguhkan utangnya hingga mampu
membayarnya.

E. Riba dan Bunga Bank dalam Hukum Islam


Dalam konteks syariah (hukum Islam) memakan riba termasuk salah satu dosa
besar. Namun pada praktiknya masih banyak masyarakat yang bingung dengan praktik
riba tersebut dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang terkait dengan transaksi
perbankan. Riba secara bahasa bermakna tambahan atau meminta kelebihan uang dari
nilai awal.

Secara lebih spesifik lagi riba adalah meminta tambahan uang dari pinjaman
awal baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan
dengan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini pinjam meminjam atau jual beli tersebut
masuk kategori transaksi yang haram.

Apakah Bunga Bank Termasuk Riba?


Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, salah
satunya yang terkait dengan bunga bank.
8
Bunga bank adalah keuntungan yang diambil oleh bank dan biasanya di tetapkan dalam
bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan
terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah.

Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional sedangkan bank syariah


biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi bank konvensional, bunga
bank menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya operasional dan menarik
keuntungan.

Beranda Artikel dan Tips Kredit Tanpa Agunan


Dalam konteks syariah (hukum Islam) memakan riba termasuk salah satu dosa
besar. Namun pada praktiknya masih banyak masyarakat yang bingung dengan praktik
riba tersebut dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang terkait dengan transaksi
perbankan. Riba secara bahasa bermakna tambahan atau meminta kelebihan uang dari
nilai awal.

Secara lebih spesifik lagi riba adalah meminta tambahan uang dari pinjaman
awal baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan
dengan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini pinjam meminjam atau jual beli tersebut
masuk kategori transaksi yang haram.

Misalnya si A memberi pinjaman kepada si B, dengan syarat si B harus


mengembalikan uang pokok pinjaman beserta sekian persen tambahannya.

Pendapat Ulama tentang Bunga dan Riba


Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank
tersebut menurut syariah Islam:

1. Majelis Tarjih Muhammadiyah


Menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan sebagai
berikut:
Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah, Bank dengan
sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal.
9
Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (masih samar-
samar, belum jelas hukumnya sehingga butuh penelitian lebih lanjut)

2. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama


Terdapat 3 pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini yaitu:
• Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rentenir,
• Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
• Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih
pendapat tentangnya.

Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih
berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.

Untuk menghindari praktek riba pada bunga bank konvensional maka saat ini di
Indonesia sudah mulai banyak Bank Syariah sebagai pilihan umat Islam untuk
bertransasksi seusai syariah Islam.

Pada praktiknya, sebagai pengganti sistem bunga tersebut, maka bank Islam
menggunakan berbagai macam cara yang digunakan dalam akad kredit dan tentunya
bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya sebagai
berikut:

Asuransi Umum (Side)


Wadiah, yaitu titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito,
Mudharabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar
perjanjian profit and loss sharing
Musyarakah, yaitu persekutuhan, kedua belah pihak yang berpartisipasi mengelola
usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian
tersebut.

10
Murabahah, yaitu jual beli barang dengan tambahan harga (margin keuntungan)
atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.

Qardh Hasan, yaitu pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik,
terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam.

Bank Islam juga menggunakan modal yang terkumpul untuk investasi langsung
dalam berbagai bidang usaha yang menguntungkan. Sistem investasi ini biasanya
menggunakan imbal balik dalam bentuk bagi hasil sebagai pengganti praktek bunga
bank yang selama ini terjadi.

F. Perbedaan Sistem Bunga Bank Konvensional dan Sistem bagi Hasil Bank
Dalam sistem perbankan syariah tidak mengenal sistem bunga, bahkan aturan
syariah mengharamkannya. Praktik pinjaman berbasis bunga hanya digunakan di bank
konvensional.

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dalam laman resminya, memberikan


penjelasan soal perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional.

Dalam sistem bank konvensional memakai praktik bunga. Tapi di bank syariah
berdasarkan bagi hasil, margin keuntungan, dan fee. Besaran bunga di bank
konvensional tetap, sementara besaran bagi hasil di bank syariah berubah-ubah
bergantung kinerja usaha.

Berikut perbedaan sistem bunga di bank konvensional dengan prinsip bagi hasil
bank syariah berdasarkan keterangan OJK:
Sistem Bunga:
1. Asumsi selalu untung
2. Didasarkan pada jumlah uang atau pokok pinjaman
3. Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga
tertentu secara sepihak oleh bank, sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga di pasar
uang. Pembayaranbunga yang sewaktu-waktu dapat meningkat atau menurun tersebut
tidak dapat dihindari oleh nasabah di dalam masa pembayaran angsuran kreditnya.
11
4. Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
meskipun jumlah keuntungan berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik
5. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
6. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

Sistem Bagi Hasil Bank Syariah:


1. Ada kemungkinan untung atau rugi
2. Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh
nasabah pembiayaan
3. Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada
pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa
akad. Porsi pembagian bagi hasil berdasarkan nisbah (yang disepakati bersama) berlaku
tetap sama, sesuai akad, hingga berakhirnya masa perjanjian pembiayaan (untuk
pembiayaan konsumtif)
4. Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk
pembiayaan berdasarkan bagi hasil)
5. Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
6. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ribā menjelaskan mengenai haramnya riba bahwa riba adalah tiap tambahan
sebagai imbalan dari masa tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau eksploitasi,
artinya baik pinjaman itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna keperluan
pribadinya, tanpa tujuan untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya
atau pinjaman itu untuk di kembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu
bersifat umum.

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang
yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-Qur'an, dan riba jual beli yang
juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

Hukum haram dari riba berdasarkan al-Qur’an, hadis dan ijmak ulama.

Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 275 yang menyebutkan ancaman bagi
orang yang melakukan riba
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 275)

13
Syekh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim menyebutkan
lima hikmah diharamkannya riba.
1. menjaga harta seorang Muslim agar tidak dimakan dengan cara-cara yang batil.
2. mengarahkan seorang Muslim agar menginvestasikan hartanya di dalam
sejumlah usaha yang bersih yang jauh dari kecurangan dan penipuan serta terhindar
dari segala tindakan yang menimbulkan kesngsaraan dan kebencian di antara kaum
Muslimin.
3. menyumbat seluruh jalan yang membawa seorang Muslim kepada tindakan
memusuhi dan menyusahkan saudaranya sesama Muslim yang berakibat pada lahirnya
celaan serta kebencian dari saudaranya.
4. menjauhkan seorang Muslim dari perbuatan yang dapat membawanya kepada
kebinasaan. Karena memakan harta riba itu merupakan kedurhakaan dan kezhaliman.
Sedangkan akibat dari kedurhakaan dan kezhaliman itu adalah penderitaan.

Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional sedangkan bank syariah


biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi bank konvensional, bunga
bank menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya operasional dan menarik
keuntungan.

Berikut perbedaan sistem bunga di bank konvensional dengan prinsip bagi hasil
bank syariah berdasarkan keterangan OJK:
Sistem Bunga:
1. Asumsi selalu untung
2. Didasarkan pada jumlah uang atau pokok pinjaman
3. Nasabah kredit harus tunduk pada pemberlakuan perubahan tingkat suku bunga
tertentu secara sepihak oleh bank.
4. Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
meskipun jumlah keuntungan berlipatganda saat keadaan ekonomi sedang baik
5. Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
6. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang
dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

14
Sistem Bagi Hasil Bank Syariah:
1. Ada kemungkinan untung atau rugi
2. Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pendapatan/keuntungan yang diperoleh
nasabah pembiayaan
3. Margin keuntungan untuk bank (yang disepakati bersama) yang ditambahkan pada
pokok pembiayaan berlaku sebagai harga jual yang tetap sama hingga berakhirnya masa
akad.
4. Jumlah pembagian bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha (untuk
pembiayaan berdasarkan bagi hasil)
5. Tidak ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil
6. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak
mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak.

B. SARAN
riba merupakan hal yang diharamkan atau dilarang keras dalam agama Islam
karena riba sendiri sangat merugikan bagi orang yang berhutang, sedangkan yang
menghutangi akan semakin kaya dan menginjak-injak orang yang miskin. Dari riba
tersebut tidak memakai konsep etika atau moralitas. Allah mengharamkan transaksi
yang mengandung unsur ribawi, hal ini disebabkan mendholimi orang lain dan adanya
unsur ketidakadilan. Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas
dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang
pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah
disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak
boleh melipat gandakan uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya
cenderung merugikan orang lain

15
DAFTAR PUSTAKA

https://kumparan.com/kumparanbisnis/ini-beda-sistem-bagi-hasil-bank-syariah-dengan-
bunga-bank-konvensional-1wCcNgIY5Bi

https://www-cermati-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.cermati.com/artikel/amp/mengenal-
riba-dan-kaitannya-dengan-bunga-
bank?amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D#amp_tf=Dari%
20%251%24s&aoh=16856724042876&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amps
hare=https%3A%2F%2Fwww.cermati.com%2Fartikel%2Fmengenal-riba-dan-kaitannya-
dengan-bunga-bank

https://islamdigest.republika.co.id/berita/rm139v366/lima-hikmah-diharamkannya-riba

16

Anda mungkin juga menyukai