Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MACAM-MACAM RIBA DAN SEGALA PERMASALAHANNYA

(FIQH MUAMALAH KONTENPORER)

Di Susun Oleh:

Kelompok 2

Ahmad Raihan (90100120004)

Dita Safitri (90100120010)

Ramdani Nur (90100120016)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat
Rahmat dan Hidaya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dalam bentuk
yang sangat sederhana. Tak lupa pula kita kirimkan salawat dan salam kepada
Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengangkat derajat manusia dari lembah
kehinaan menuju lembah kemuliaa.

Penulis akan menyusun makalah yang berjudul “MACAM-MACAM


RIBA DAN PERMASALAHANNYA” dengan isi makalahnya BAB I
Pendahuluan, BAB II Pembahasan, BAB III Penutup.

Terima kasih yang tak terhingga Kepada Dosen Mata Kuliah fiqih
muamalah kontenporer yang telah membimbing dan memberikan tugas ini
sehingga kami dapat membuat tugas makalah ini.

Mohon maaf jika dalam makalah ini ada kata yang tidak pantas atau tidak
sesuai, penulis minta kritikan dan saran dari semua pembaca yang sifatnya
membangun. penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Gowa , 16 maret 2022

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG .....................................................................................1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN .................................................................................2
BAB II .....................................................................................................................3

PEMBAHASAN .....................................................................................................3

A. PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM RIBA ...........................................3


B. RIBA DALAM AL-QUR’AN.........................................................................4
C. RIBA DALAM HADIS ...................................................................................6
D. MACAM-MACAM RIBA ..............................................................................7
E. PERBEDAAN RIBA DAN JUAL BELI .....................................................10
F. RIBA PERSPEKTIF KELOMPOK MODERNIS ....................................11
BAB III ..................................................................................................................12

PENUTUP .............................................................................................................12

A. KESIMPULAN ............................................................................................ 12
B. SARAN .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh
manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas
dalam syari'at Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk
dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan
bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba. Diskursus mengenai riba
dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam perkembangan pemikiran Islam maupun
dalam peradaban Islam karena riba merupakan permasalahan yang pelik dan
sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat
kaitannya dengan transaksi-transaksi dibidang perekonomian (dalam Islam
disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam
aktivitasnya sehari-hari.
Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang,
namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard dan lain sebagainya. Para
ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan
riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini
mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama. Bebarapa
pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang
tidak bermoral akan tetapi merupakan sesuatu yang menghambat aktifitas
perekonomian masyarakat, sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan
orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan makhluk
yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa
kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa puas,
sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan
keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba).
Ironis memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba
adalah dikalangan umat Muslim. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari
modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang
piutang dimana peminjam meminta tambahan dari modal asal kepada yang
dipinjami. Tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi
praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau
mengurangkan timbangan atau dalam takaran.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Menjelelaskan pengertian dan dasar hukum riba
2. Menjelaskan bagaimana riba dalam al-qur’an
3. Menjelaskan bagaimana riba dalam hadist
4. Menjelaskan macam-macam riba
5. Menjelaskan bagaiaman perbedaan riba dan jual beli
6. Menjelaskan bagaimana riba pada perspektif kelompok modernis
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum riba
2. Untuk mengetahui bagaimana riba dalam al-qur’an
3. Untuk mengetahui bagaimana riba dalam hadis
4. Untuk mengetahui macam-macam riba
5. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan riba dan jual beli
6. Untuk mengetahui bagaimana riba dalam perspektif kelompok modernis

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Dasar Hukum Riba


Riba menurut bahasa adalah (azziyadah) artinya bertambah. Beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh para ulama mengenai definisa Riba: menurut
ulama hanafiah yaitu: “Tambahan atas benda yang dihutangkan, yang mana benda
itu berbeda jenis dan dapat di takar dan ditimbang atau tidak dapat ditakar dan
ditimbang, tetapi sejenis. Menurut mazhab syafi’i riba adalah “perjanjian hutang
untuk jangka waktu tertentu dengan tambahan pada waktu pelunasan hutang,
tanpa ada imbalan.
Menurut bahasa riba berarti bertambah. Sesuatu menjadi riba apabila ia
bertambah. Semakna dengan ini firman Allah Ta'ala; (Al-Baqarah: 276).
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." Menurut istilah riba
berarti bertambah atau keterlambatan dalam menjual harta tertentu.
Wahbah al-Zuhaili, penulis buku Fiqih Perbandingan, menyimpulkan
rumusan riba nasi’ah yang dikemukakan para ulama yaitu “ mengakhirkan
pembayaran hutang dengan tambahan dari jumlah hutang pokok (Zuhri,
1997:106) (dan ini adalah riba jahiliyah). Jadi, riba adalah pengambilan
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara batil/bertentangan dengan prinsip syara’.
Riba hukumnya haram berdasarkan Al-Qur'an, hadist dan ijma. Riba termasuk
dosa besar dan 7 dosa yang membinasakan. Allah tidak pernah mengumumkan
perang dalam Al-Qur'an terhadap seorang pembuat dosa apapun kecuali dosa
pemakan riba. Siapa yang menghalalkan hukum riba divonis kafir karena
mengingkari suatu kewajiban yang diketahui seluruh umat islam. Adapun orang
yang melakukan riba tanpa menganggap hukumnya halal divonis fasik.
Al Mawardi berkata, "Tidak satu agama samawi pun yang menghalalkan riba".
Allah berfirman menjelaskan syariat umatumat terdahulu, "Dan disebabkan

3
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya"
(An Nisaa' : 161).

B. Riba dalam al-qur’an


Konsep pengharaaman riba dalam al-qur’an tidaklah secara langsung
melainkan bertahap, sama halnya dengan pengharaman khamar dalam al-Qur’an.
Hal ini dapat kita lihat dalam al-qur’an :

Pertama, surah ar-rum, 30:39

Artinya : dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kau beriikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian ) itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).

Dalam ayat ini, tidak secara tegas Allah SWT. Mengharamkan riba, hanya
sebatas perbandingan antara riba dan zakat, yang mana riba hanya bersifat
kamuflasse sedangkan zakat bersifat hakiki.

Kedua, surah an-nisa. QS. 4 : 160-161

Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas


(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu
siksa yang pedih”.

4
Ayat ini menggambarkan kebiasaan orang-orang Yahudi yang senang memakan
riba dan kebiasaan memakan harta dengan cara yang bathil. Padahal Allah telah
mengharamkan yang demikian itu bagi mereka.

Ketiga, Surah Ali Imran. QS. 3 : 130.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan”.

Dalam ayat ini Allah melarang umat Islam memakan riba secara berlipat ganda.
Ayat ini lebih pada penekanan dan bersifat sistematis dibandingkan ayat yang
sebelumnya, yakni “memakan riba secara berlipat ganda”.

Keempat, Surah Al Baqarah. QS. 2 : 275 – 276 kemudian 278-280.

Artinya:“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapatberdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitanlantaran (tekanan)
penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu,adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jualbeli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual belidan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanyalarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba),maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datanglarangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka;mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkansedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalamkekafiran, dan selalu berbuat dosa.(275-276).

Ayat ini menegaskan lebih tegas lagi tentang pengharaman riba dan ancaman
Allah bagi mereka yang memakan riba dan solusi yang baik bagi mereka.
Beberapa kandungan pokok dalam ayat di atas adalah :

5
1. Orang yang memakan riba sama seperi orang yang kesetanan sehingga tidak
dapat membedakan hal yang baik dan buruk. Karena mereka telah
menyamakan jual beli dan riba, padahal Allah menegaskan bahwa riba itu
Haram. Sedangkan jual beli itu halal. (QS. 2:275).
2. Allah berkehendak memusnahkan riba karena berbagai dampak buruk yang
ditimbulkannya, kemudian diganti dengan sodakoh yang bermanfaat dan
memberdayakan umat. (QS. 2:276)
3. Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya
dan meninggalkan sisa riba yang belum dipungut. Dalam hal ini, orang yang
pernah meminjamkan uang kepada orang lain, hanya berhak mengambil
pokok bagian hartanya (yang dipinjamkannya). Apabila melaksanakannya,
maka tidak akan ada yang dianiaya maupun menganiaya. Apabila perintah itu
tidak dilaksanakan, maka Allah akan memeranginya. (QS.2:278-279)
4. Al­Qur’an mengajarkan agar orang yang meminjamkan uangnya kepada
orang lain mau memberikan tenggang waktu pelunasan ketika si peminjam
mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman pada waktu yang dijanjikan.
Apabila peminjam benar-benar tidak mau mengembalikan maka
menyedekahkan sebagian atau seluruh pinjaman merupakan sebuah kebaikan
disisi Allah. Pengembalian pinjaman hanya sebesar pokok pinjaman yang
diberikan sehingga terhindar dari tindakan menganiaya maupun dianiaya.
(QS.2:280)

C. Riba Dalam Hadis


Riba juga mendapat perhatian dalam Islam dan penjelasannya dapat
ditemukan dalam berbagai riwayat hadis, antara lain:

1. Dari abdullah r.a., rasulullah saw bersabda :


Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abdullah bin
Mas’ud, dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melaknat orang yang makan riba, orang yang memberi makan riba, saksinya
dan penulisnya.(HR. Abu Dawud).
2. Dari Jabir r.a., ia berkata:

6
“Rasullulah saw. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba,
memberikan, menuliskan dan dua orang yang menyaksikan”. ia
berkata:“mereka berstatus hukum sama.”
3. Dari abu hurairah, ra :
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada
Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan
haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan
dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (Bukhari, Bab
Ramyul Muhsanat, No. 6351)
D. Macam-macam riba
Menurut para ulama fiqih riba dapat dibagi menjadi beberapa macam,
yaitu:

a. Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang)


Riba ini disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang
terjadi pada jaman jahiliyah. Riba ini ada dua bentuk:

a. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya


atau tambah nominalnya dengan mundurnya tempo). Misal: Si A hutang Rp 1
juta kepada si B dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar
hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan
lagi dan hutang saya menjadi Rp 1.100.000.” Demikian seterusnya. Sistem ini
disebut dengan riba mudha’afah (melipatgandakan uang). Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)
b. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad
Misalnya: Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal
akad: “Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo satu bulan, dengan
pembayaran Rp 1.100.000.” Riba jahiliyah jenis ini adalah riba yang paling

7
besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini yang sering
terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan
masyarakat dengan istilah “menganakkan uang.”

b. Riba fadhl
Definisinya adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara
yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran)
padanya. Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar),
sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah. Riba fadl merupakan
“pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau dosis berbeda, sementara
barang yang dipertukarkan tersebut termasuk dalam jenis barang atau komoditi
ribawi”. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih tanpa
keraguan lagi adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram
dengan dalil yang sangat banyak. Di antaranya Hadits ‘Utsman bin ‘Affan
radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim:

“Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar, jangan pula satu dirham
dengan dua dirham.”

c. Riba Nasi`ah (Tempo)


Riba nasi’ah yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara
syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Riba ini diistilahkan oleh Ibnul
Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang keharaman riba
jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yang
membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba jenis ini. Riba fadhl dan
riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual beli).

Ada beberapa kaidah tentang dua jenis riba di atas, yaitu:

8
a. Perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul, maka tidak boleh ada
unsur tafadhul padanya, sebab bisa terjatuh pada riba fadhl. Misal: Tidak
boleh menjual 1 dinar dengan 2 dinar, atau 1 kg kurma dengan 1,5 kg kurma.
b. Perkara yang diwajibkan adanya tamatsul maka diharamkan adanya nasi`ah
(tempo), sebab bisa terjatuh pada riba nasi`ah dan fadhl, bila barangnya satu
jenis. Misal: Tidak boleh menjual emas dengan emas secara tafadhul,
demikian pula tidak boleh ada unsur nasi`ah.
c. Bila barangnya dari jenis yang berbeda maka disyaratkan taqabudh (serah
terima di tempat) saja, yakni boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah.
Misalnya, menjual emas dengan perak, atau kurma dengan garam. Transaksi
ini boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah

Untuk lebih mudahnya memahami kaidah di atas, ringkasnya:


a. Beli emas dengan emas secara tafadhul berarti terjadi riba fadhl.
b. Beli emas dengan emas secara tamatsul namun dengan nasi`ah (tempo), maka
terjadi riba nasi`ah.
c. Beli emas dengan emas secara tafadhul dan nasi`ah, maka terjadi kedua jenis
riba yaitu fadhl dan nasi`ah.
Hal ini berlaku pada barang yang sejenis. Adapun yang berbeda jenis hanya
terjadi riba nasi`ah saja, sebab tidak disyaratkan tamatsul namun hanya
disyaratkan taqabudh.
Untuk lebih memahami masalah ini, kita perlu menglasifikasikan
barang-barang yang terkena riba yaitu emas, perak (masuk di sini mata uang),
kurma, burr (gandum), sya’ir dan garam menjadi dua bagian:
a. Bagian pertama: emas, perak (dan mata uang masuk di sini).
b. Bagian kedua: kurma, burr, sya’ir, dan garam.
Para ulama sepakat riba berlaku pada enam jenis harta yang ada dalam
hadits-hadits Nabi, yaitu: emas, perak, kurma, Asy Sya’ir (gandum), al­Burr
(Gandum merah) dan garam. Sehingga tidak boleh menukar emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma dan garam
dengan garam, kecuali dengan sama berat dan kontan (cash) di majelis akad
transaksi.

9
Namun mereka berselisih apakah di sana ada illah (sebab pelarangan) yang
menjadikannya menjadi komoditi ribawi atau tidak. Mengenai hal ini ada dua
pendapat, yaitu pertama: Riba tidak berlaku pada selain enam komoditi tersebut
dan tidak ada illat yang dapat dijadikan dasar dalam menganalogikan selainnya.
Inilah pendapat madzhab Azh Zhahiriyah. Kedua: Ada illat yang menjadikannya
sebagai komoditi ribawi sehingga dapat dianalogikan selainnya. Inilah pendapat
mayoritas ahli fikih. Pendapat yang rajih adalah pendapat mayoritas ahli fikih,
karena syari’at secara umum tidak mungkin membedakan antara yang serupa.

E. Perbedaan Riba Dan Jual Beli


Secara sederhana riba adalah tambahan uang atau barang untuk suatu
transaksi yang disyaratkan sejak awal. Dari pengertian ini maka bisa disimpulkan
bahwa riba sama dengan bunga. Islam tidak membedakan kedua jenis istilah ini,
tetapi menurut ilmu ekonomi barat kedua istilah ini berbeda. Menurut mereka riba
adalah tambahan uang yang berlipat ganda sedang bunga adalah tambahan uang
yang lebih sedikit dari riba. Untuk riba yang berlipat ganda hampir semua
peradaban menentangnya, tapi tidak dengan bunga.

Di dalam Islam riba dalam bentuk apapun diharamkan sedang jual beli
dihalalkan mengapa demikian, karena pada jual beli “barang” yang diterima
penjual dan pembeli senilai sedang pada riba tidak. Misal antara seorang penjual
bakso dengan pembelinya. penjual bakso membeli bahan bahan untuk membuat
bakso katakanlah seharga 200 lalu ia menjualnya kepada pembeli seharga 300. ini
tidak dikatakan riba walaupun ada tambahan yang disyaratkan. Karena harga
bahan bakso + pengolahan = harga jual bakso. Sedang pada riba jelas uang yang
dipinjamkan akan dikembalikan melebihi dari yang dipinjamkan. Selain itu pada
jual beli, penjual memiliki resiko kerugian jika barang yang ia bayarkan tidak
laku. Tidak dengan bunga dimana rugi atau untung jumlah uang yang dibayarkan
akan tetap sama.
Yang sudah pasti riba itu haram dan jual beli itu halal, ini sesuai dengan maksud
ayat surat alBaqarah (2): 275. Pembahasan di sini kenapa riba haram dan jual beli
halal.

10
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan atau kelebihan). Dalam
arti lain juga bermakna tumbuh dan berkembang. Menurut istilah berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Jual beli
(bay’)menurut bahasa berarti menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain berupa
pengganti.Sementara menurut istilah diartikan tukar menukar harta dengan harta
dengan cara-cara tertentu Atau imbalan yang diberikan kepada penjual oleh
pembeli sebagai pengganti dari usaha yang pantas.
Mempersamakan riba dengan jual beli, seperti yang diklaim oleh orang-
orang Arab jahiliah, adalah keliru, karena pada riba tidak ada keadilan, yang ada
hanya kezaliman berupa ekploitasi pihak yang lemah. Sementara pada transaksi
jual beli kedua belah pihak berada pada posisi yang sama, tanpa ada keterpaksaan
dan kezaliman.
F. Riba Perspektif Kelompok Modernis
Dalam pandangan kelompok modernis riba lebih menitikberatkan pada
aspek moralitas atas pelarangannya dan teks bukan merupakan sumber utama
seperti metode pemungutan hukum oleh ulama-ulama klasik (4 madzhab). Ulama
modernis yang dim diaksud adalah Muhammad Abduh, Abdullah Yusuf Ali dan
Fazlur Rahman.
a. Muhammad Abduh
“Garis besarnya, kekejian riba (dalam makna dimana istilah di dalam Al-
Qur’an dan Hadits-hadits Muhammad Saw) berhubungan dengan
keuntungan-keuntungan yang didapatkan melalui pinjaman-pinjaman
berharga yang berisi kekerasan atas orang-orang yang berekonomi lemah
orang-orang powerfull dan kaya dengan menyimpan definisi ini di dalam
pikiran kita menyadari bahwa persoalan mengenai jenis transaksi finansial
mana yang jatuh kelompok riba, pada akhirnya ialah persoalan moralitas yang
paling terkait dengan semangat sosio-ekonomi yang mendasari hubungan
timbal-balik antara si peminjam dan pemberi pinjaman”
b. Abdullah Yusuf Ali
“Tidak bisa disangsikan lagi mengenai pelarangan riba. Pandangan yang bisa
saya terima seolah-olah menjelaskan, bahwa tidak sepantasnya mendapat

11
keuntungan dengan menempuh jalan perniagaan yang terlarang, di antaranya
dengan pinjam meminjam terhadap emas dan perak serta keperluan bahan
makanan seperti gandum, gerst (seperti gandum yang digunakan dalam
pembuatan bir), kurma dan garam. Berdasarkan pendapat pandangan saya
seharusnya larangan ini merangkum segala macam format pengambilan
deviden yang dilaksanakan secara berlebih-lebihan dari semua jenis komoditi,
kecuali tidak mengizinkan pinjaman kredit ekonomi yang merupakan produk
perbankan modern”
c. Fazlur Rahman
“Mayoritas kelompok muslim yang bermaksud baik dengan budiman tetap
berpegang teguh pada keimanannya, menyatakan bahwa Alquran tidak
mengizinkan seluruh bunga bank.(menanggapi keterangan tersebut) kecil hati
rasanya pemahaman yang mereka dapatkan dengan teknik mengabaikan
format riba yang bagaimanakah yang berdasarkan pendapat keterangan dari
sejarah dilarang, kenapa Al-Qur’an mencelanya sebagai tindakan keji dan
kejam kenapa memandangnya sebagai perbuatan eksploitatif serta
melarangnya, dan apa sebenarnya faidah bunga bank saat ini”

Jadi dapat dipahami bahwa Riba untuk kelompok modernis terlihat jelas
bahwa apa yang diharamkan ialah adanya pemerasan dan penindasan atas orang-
orang miskin, bukan pada konsep bunga tersebut seperti yang dijelaskan oleh
ulama-ulama klasik

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riba menurut bahasa adalah (azziyadah) artinya bertambah. Beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh para ulama mengenai definisa Riba: menurut
ulama hanafiah yaitu: “Tambahan atas benda yang dihutangkan, yang mana benda
itu berbeda jenis dan dapat di takar dan ditimbang atau tidak dapat ditakar dan
ditimbang, tetapi sejenis. Menurut mazhab syafi’i riba adalah “perjanjian hutang
untuk jangka waktu tertentu dengan tambahan pada waktu pelunasan hutang,
tanpa ada imbalan.

Riba terbagi dalam beberapa macam yaitu : riba dhain ( riba dalam utang
piutang), riba fadhl, dan riba nasi’ah (tempo). Riba dan jual beli juga memiliki
perbadaan yang sangat signifikan, riba sudah jelas diharamkan dalam al-qur’an
tetapi untuk perkara jual beli allah tidak mengharamkan itu, oleh karena itu riba
dan jual beli memiliki tolak belakang yang berbeda.

Riba untuk kelompok modernis terlihat jelas bahwa apa yang diharamkan
ialah adanya pemerasan dan penindasan atas orang-orang miskin, bukan pada
konsep bunga tersebut seperti yang dijelaskan oleh ulama-ulama klasik

B. Saran
Demikianlah pokok makalah ini yang dapat penulis paparkan, besar
harapan makalah ini dapat bermanfaat untuk orang banyak. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi, penulis menyadaari makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
agar makalah ini dapat disusun mennjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Farroh Hasan, M. (1 Oktober 2018). Fiqh Muammalah dari Klasik


hingga Kontemporer. Jl. Gajayana 50 Malang 65144 : UIN-Maliki Malang
Press.

dr. husni mubarrak a. latief lc., M. (2019). belajar mudah fikih kontenporer. jl.
syekh abdul rauf,kopelma darussalam, banda aceh: LKKI publisher.

DR. SRI SUDIARTI, M. (oktober 2018). FIQH MUAMALAH. Jl. Williem


Iskandar Pasar V Medan Estate 20371: FEBI UIN-SU Press.

Muhammad Syafi’i Antoni, Bank Syari’ah, dari Teori ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta, 2001, hlm. 37; Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-
Qur’an, cet. XIX, Mizan, Bandung, 1999, hlm. 258; Wahbah Zuhaily, Fiqh
al-Islamy wa Adillatuh, juzu’ 5, Dar al-Fikr al-Ma’ashr, Beirut, Libanon,
2002, hlm. 3697

Wahbah Zuhaily, op. cit., hlm. 3304; Ibn al-Araby, Ahkam al-Qur’an, jilid 1, Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Libanon,t.t., hlm. 521
Abu Sura’i, Bunga Bank Dalam Islam (Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), Hlm 21
Muhammad nafik H.R,. benarkah bunga haram? (surabaya, amanah pustaka :
2009) hlm 94
Nurfaizal. (Januari - Juni 2014). PARADIGMA KEADILAN PERSPEKTIF AL-
QUR’AN. an-nida' , 34.
Abbas Mirakhor dan Zamir Iqbal , Pengantar Keuangan Islam teori dan Praktik
(jakarta: kencana, 2008), hlm 73
Anonim, Fatawa: Mendekatkan Umat kepada Ulama (24 Juni 2009), hlm 39.

14

Anda mungkin juga menyukai