DISUSUN OLEH :
NAMA : MUHAMMAD FAKHRI FAHRUDDIN
NIS : 189389
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Untuk itu
diperlukan interaksi sosial antarsesamanya. Bentuk interaksi sosial bisa
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu proses sosial asosiatif dan disasosiatif. Ada
proses asosiatif yang meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
Ada juga proses disosiatif yang meliputi persaingan, kontravensi, pertikaian,
dan konflik sosial. Salah satu aktivitas tersebut adalah bermuamalah.
Menurut istilah, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Muamalah juga dapat
diartikan sebagai segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama
manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya tanpa memandang
perbedaan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu melakukan kegiatan
muamalah (aktivitas ekonomi). Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi
yang dilakukan oleh manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah
dan etika atau moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rezeki
ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah
dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba.
Gagasan mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam
perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba
merupakan permasalahan yang rumit dan sering terjadi pada masyarakat, hal
ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi
di bidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang
sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Beberapa
pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu
yang tidak bermoral melainkan sesuatu yang menghambat aktifitas
perekonomian masyarakat. Sehingga orang kaya akan semakin kaya
sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas.[ CITATION
Was14 \l 1033 ]
Oleh karena itu, pada makalah ini akan dijelaskan mengenai riba, macam-
macamnya, beserta pandangan Islam mengenai riba, dan suatu permasalahan
mengenai bunga perolehan tabungan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini menjawab permasalahan yang diangkat,
yaitu :
1. Mengetahui yang dimaksud dengan riba
2. Mengetahui macam-macam riba
3. Mengetahui pandangan Islam terhadap riba
4. Mengetahui perbedaan bank syariah dengan bank konvensional
5. Mengetahui boleh atau tidaknya mengambil bunga hasil tabungan di bank
konvensional
C. Permasalahan
Adapun permasalahan yang diangkat dalam makalah ini, yaitu sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan riba?
2. Apa saja macam-macam riba?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap riba?
4. Bagaimana perbedaan bank syariah dengan bank konvensional?
5. Apabila menabung di bank konvensional, apakah diperbolehkan untuk
mengambil bunga dari hasil tabungan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti tambahan atau
azziyadah[ CITATION Had93 \l 1033 ] berkembang atau an-numuw,
membesar atau al-'uluw dan meningkat atau al-irtifa'. Sehubungan dengan
arti riba dari segi bahasa tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan
sebagai berikut; arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan
riba terhadap orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan) atau
disebut liyarbu ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara minhu
(mengambil dari sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa
yang diberikan). [CITATION Kho96 \l 1033 ]
Dalam kaitanya dengan pengertian al batil , Ibnu Al- Arabi AlMaliki dalam
kitabnya Ahkam Alquran menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah,
tambahan namun yang di maksud riba dalam ayat qur’ani, yaitu setiap
penambahan yang di ambil tanpa adanya transaksi pengganti atau
penyeimbang yang di benarkan syari’ah. Dengan demikian, secara umum riba
merupakan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli, maupun
pinjam meminjam.
Artinya : “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)” (Q.S Ar-Rum ayat 39)
Ayat ini ditafsirkan menjadi barangsiapa yang memberi pemberian atau
hadiah dengan harapan orang yang diberi akan membalasnya dengan yang
lebih banyak daripada yang telah dia berikan, maka tidak ada pahala baginya
di sisi Allah. Sedangkan zakat dan sedekah yang kalian berikan kepada orang
yang berhak menerimanya demi mengharap pahala dari Allah, maka mereka
yang memiliki derajat yang tinggi itu adalah orang-orang yang dilipat-
gandakan pahalanya.
Ayat tersebut menyatakan bahwa Allah memberi nasihat bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang yang melakukan riba dan untuk medapat hidayah
Aallah adalah dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan riba. Allah menolak
anggapan bahwa pinjaman riba yang mereka anggap untuk menolong manusia
merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berbeda dengan harta
yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan memberikan barakah-Nya dan
melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah menyatakan larangan dan
belum mengharamkannya.
Kemudian ayat kedua yang diturunkan mengenai riba yaitu surah An-Nisa
ayat 160-161, yang berbunyi :
Selain perbedaan di atas ada beberapa perbedaan lagi antara Bank syariah
dan bank konvensional, Mudrajad Kuncoro (2001) yaitu:
1. Bank Syariah :
a. Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh deposan teragantung pada :
Pendapatan Bank, nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank, nominal
deposito nasabah, rata-rata saldo deposito untuk jangka waktu tertentu
yang ada pada bank, Jangka waktu deposito karena berpengaruh pada
lamanya investasi.
b. Bank Syariah memberi keuntungan kepada deposan dengan
pendekatan LDR, yaitu mempertimbangkan rasio antara dana pihak
ketiga dengan pembiayaan yang diberikan.
c. Dalam perbankan Syariah, LDR bukan saja mencerminkan
keseimbangan tetapi juga keadilan, karena bank benar-benar membagi
hasil riil dari dunia usaha (loan) kepada penabung (deposit).
2. Bank Konvensional :
a. Besar kecilnya bunga yang diperoleh deposan tergantung pada :
Tingkat bunga yang berlaku, nominal deposito, jangka waktu deposito.
b. Semua bunga yang diberikan kepada deposan menjadi beban langsung.
c. Tanpa memperhitungkan beberapa pendapatan yang dihasilkan dari
dana yang dihimpun.
d. Konsekwensinya, bank dapat menanggung biaya bunga dari peminjam
yang ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban bunga
deposan. Hal inilah yang disebut dengan spread atau keuntungan
negatif.
G. Bunga Hasil Tabungan di Bank Konvensional
Bunga merupakan tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Menurut ijma
ulama di kalangaan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala
bentuknya termasuk kategori riba. Q.S. Ali Imran ayat 130 merupakan ayat
pertama yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang
Islam. Larangan ini merujuk kepada apa yang dipraktekkan oleh orang-orang
Arab pada masa itu, dengan cara menambah bayaran jika hutang tidak bisa
dibayar ketika jatuh tempo. Perkataan berlipat ganda dalam ayat ini
merupakan ciri hutang zaman jahiliah yang senantiasa bertambah sehingga
menjadi berlipat ganda. Bukan berarti bunga yang dikenakan yang tidak
berlipat ganda menjadi halal. Quraish Shihab juga menafsirkan bahwa ad’afan
mud’afatan pada ayat ini bukan merupakan syarat. Jadi, walaupun tidak
berlipat ganda berarti bunga tetap tidak halal.
Penafsiran ini, diperkuat dengan ayat-ayat tentang riba yang selanjutnya
Q.S. al-Baqarah ayat 275-276 dan 278-279 (ayat terakhir turun tentang proses
pengharaman riba), telah secara tegas menyatakan setiap tambahan melebihi
pokok pinjaman termasuk riba. Hal ini berlaku bagi setiap bunga baik bersuku
rendah, berlipat ganda, tetap maupun berubah-ubah bahkan sisa-sisa riba
sekalipun dilarang. Ayat ini secara total mengharamkan riba dalam bentuk
apapun. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa bunga dari bank
konvensional merupakan riba dan hukumnya haram. Tidak boleh diambil, dan
apabila dimbil dapat berdosa besar, sehingga disarankan untung menabung di
bank syariah saja.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari pembahasan mengenai permasalahan yang
diangkat, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Secara umum, riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi
jual beli, maupun pinjam meminjam.
2. Riba dibagi menjadi dua bagian, yaitu riba hutang piutang (meliputi riba
qard dan riba jahiliyah) dan riba jual beli (meliputi riba fadhl dan riba
nasi’ah)
3. Riba berdasar sudut pandang Islam merupakan hal yang diharamkan
karena riba sendiri sangat merugikan. Allah mengharamkan segala jenis
transaksi yang mengandung unsur riba karena bersifat dzalim dan tidak
adil. Larangan mengenai riba terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 275 sampai 279.
4. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional secara umum terdapat
pada sistem bagi hasil (bank syariah) dan sistem bunga (bank
konvensional) serta hubungan nasabahnya, kemitraan (bank syariah) dan
hubungan dengan debitur (bank konvensional).
5. Bunga yang didapatkan dari hasil tabungan bank konvensional termasuk
ke dalam riba dan hukumnya haram untuk diambil, sehingga lebih baik
menabung di bank syariah.
H. Saran
Saran yang bisa penulis berikan adalah perlu adanya studi lanjutan
mengenai jenis-jenis riba, contoh, beserta pebedaan dari masing-masing riba
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA