Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

RIBA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh dab Ushul Fikh

Dosen Pengampu :

Dr. H. Muhammad Lathoif Ghazali, MA

Di Susun Oleh :

1. Nahdiya Anfa Taskiya (08010220024)

2. Nur Dini Amaliyah (08010220026)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

AKUNTANSI

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik

dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “RIBA”

dengan baik dan terselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada

baginda Rasulullah SAW yang telah membimbing umat islam dari jalan gelap menuju jalan yang

terang benerang yakni agama islam.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Fikh dan Usul Fikh”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang

“RIBA” bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa makah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan yang

harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

pembaca agar dapat membantu kami pada penulisan makalah berikutnya.

Surabaya,14 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Riba merupakan perolehan keuntungan dari suatu akad perekonomian yang tidak adil. Riba

sendiri sudah hadir di masyakat sejak zaman jahiliyah dan sampai sekarang. Dan sejak saat itu

banyak sekali problematika dalam masalah ekonomi yang terjadi entah itu jual-beli maupun

pinjam-memimjam suatu barang atu jasa. Sehingga sudah menjadi tradisi bangsa arab yaitu

meminjamkan barang atau jasa lalu memungut pengembalian biaya yang jauh diatas pinjaman

awal yang diberikan kepada peminjam akibatnya pada zaman sekarang banyak orang yang lupa

larangan terhadap riba.

Saat lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasuluallah SAW. Islam telah melarang adanya

riba. Dan karena sudah menjadi tradisi maka allah SWT secara pelan pelan melarangnya. Allah

SWT menghukum hambanya yang melakukan tindakan riba. Maka dari itu perlu adanya suatu

pemahaman yang luas agar tidak jatuh pada perbuatan riba. Karena riba sangat membuat

kehidupan seseorang menjadi rugi dan tidak sejahterah.

2.1 Rumus Masalah

3.1 Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba

Riba merupakan penetapan bunga atau melebihkan pinjaman saat pengembalian dalam

bentuk persentase dari harta pokok yang dipinjamkan. Riba menurut dalam bahasa arab adalah

ziyadhah yang berarti tambah atau tumbuh membesar. Sedangkan menurut istilah Riba adalah

pengambilan tambahan harta pokok secara keliru atau dengan cara memberatkan salah satu

pihak.

Dalam islam sudah garis merah bahwa mengambil atau mendapatkan keuntungan riba dalam

pinjam-meminjam maupun transaksi jual beli karena bertentangan dengan prinsip muamalat

islam. Dan sudah dipertegas dalam firman Allah SWT surah Al- Baqarah ayat 275 bahwa

melalukan riba adalah haram.

Dan dibawah ini beberapa pengertian riba dari sudut pandang ahli fiqih seperti:

1. Syeikh Muhammad Abduh

Menurut beliau Syeikh Muhammad Abduh riba adalah penambahan harta yang disyaratkan

oleh orang yang meminjamkan hartanya kepada yang meminjam bisa berupa barang berharga

atau uang. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pengunduran janji tempo pembayaran yang telah

di sepakati bersama.

2. Rahman Al-Jaziri

Menurut Rahman Al-Jaziri riba adalah akad pertukaran tertentu tetapi salah satu pihak

diberatkan atau tidak mengikuti syara’, dan terjadinya kerterlambatan.


3. Al-Mali

Tidak jauh berbeda dengan beliau-beliau diatas menurut Al-Mali riba adalah akad yang

terjadi dikarenakan pertukaran sesuatu barang tapi tidak diketahui perimbangannya menurut

syara’.

4. Imam Ahmad Bin Hambal (Pendiri Madzhab Hambali)

Ketika Imam Ahmad Bin Hambal ditanya tentang riba beliau menjawab, sesungguhnya

riba adalah seseorang yang memiliki utang lalu ditanyakan kepada (penghutang) apakah

ia akan melunasi atau membayar lebih. Jika ia tidak mampu melunasi, ia harus

menambah dana (dalam bentuk bunga pinjaman) atas penambahan ewaktu yang

diberikan.

B. Pandangan Agama Lain Tentang Riba

Riba bukan hanya menjadi persoalan dalam masyarakat islam, tetapi kalangan di

luar islam pun memandang serius persoalan ini. Dalam kalangan luar islam riba telah

dikenal sebagai pelanggaran atas perbuatan pengambilan berupa tambahan. Bahkan

pelanggaran riba telah ada sebelum islam datang

a. Masa Yunani Kuno

Yunani kuno dianggap memiliki peradapan yang tinggi. Peminjaman

uang dengan memungut bunga dilarang keras oleh bangsa ini. Hal ini

tergambar pada pernyataan Aristoteles yang sangat membenci pembungaan

uang. Pernyataan Aristoteles yakni

“Bunga uang tidaklah adil”

“Uang seperti ayam betina yang tidak bertelur”


“Meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah

derajatnya”

b. Masa Romawi

Kerajaan romawi adaalah kerajaan pertama yang menerapkan peraturan

guna melindungi para peminjam. Kerajaan romawi melarang setiap jenis

pemungutan bunga atas uang dengan membuat peraturan – peraturan keras

untuk membatasi besarnya suku bunga melalui undang – undang.

c. Menurut Agama Yahudi

Dalam agama yahudi mereka juga mengharamkan riba, hal ini bisa kita

ketahui dari kitab suci agama yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama

kitab keluaran ayat 25 pasal 22 : “Biala kamu menghutangi seseorang diantara

warga bangsamu uang, maka janganlah kamu berlaku laksana seorang

pemberi hutang. Jangan kamu meminta keuntungan padanya untuk pemilik

uang”. Dan pada pasal 36 dituliskan “Supaya ia dapat hidup diantaramu

janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan

engkau harus takut akan Allah, supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.

Tetapi orang yahudi berpendapat bahwa riba itu terlarang jika dilakukan oleh

kalangan sesama yahudi. Mereka mengharamkan riba sesame mereka tetapi

menghalalkan pada pihak yang lain. Inilah yang menjadikan bangsa Yahudi

terkenal memakan riba dari pihak selain kaumnya.

d. Menurut Agama Nasrani

Umat Nasrani memandang riba haram dilakukan bagi semua orang tidak

terkecuali siapa orang tersebut dan dari agama apapun, baik dari kalngan
basrani ataupun non Nasrani. Disebutkan dalam perjanjian lama kitab

Deuntoronomy pasaal 23 pasal 19 disebutkan “Janganlah engkau

membungkam uang terhadap saudramu baik uang maupun bahan makanan

atau ataupun yang dapat dibungkan”. Serta di sebutkan dalam perjanjian baru

di dalam Injil Lukas ayat 34 bahwa “Jika kamu menghutangi kepada orang

yang engkau harapkan imbalannya, makadimana sebenarnya kehormatan

kamu. Tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak

mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu sangat banyak”

C. Jenis – jenis riba

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Yakni riba dalam utang

piutang dan riba jual beli. Riba dalam utang piutang terdiri dari riba qardh dan riba

jahiliyah. Sedangkan, riba jual beli terdiri dari riba nasi,ah dan riba fadl.

1. Riba dalam utang piutang

a. Riba Qardh

Yaitu pinjam meminjam atau berhutang piutang dengan menarik

keuntungan adari orang yang meminjam atau berhutang seperti meminjam

uang dengan dikenakan bunga yang tinggi. Contoh riba qardh sudah

banyak kita temui dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya, pak andi

meminjamkan uangnya sebesar Rp.500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah)

kepada pak budi, kemudian pak budi harus membayar utang tersebut

sebesar Rp.700.000,- (Tujuh Ratus Ribu Rupiah). Tambahan Rp.200.000,-

(Dua Ratus Ribu Rupiah) ini termasuk riba qardh.

b. Riba Jahiliyah
Adalah hutang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam

tidak mampu membayar hutang pada waktu yang di tetapkan. Misalnya,

Choirul meminjam uang sebesar Rp.800.000 (Dealapan Ratus Ribu) pada

Doni. Mereka bersepakat bahwa pelunasan hutang pada akhir bulan.

Tetapi pada saat akhir bulan Choirul belum mampu untuk melunasi

utangnya, dengan begitu ia meminta keringan pada Doni untuk memberi

waktu agar ia bisa melunasi utangnya. Doni menyetujui, tetapi dengan

syarat Choirul melunasi utangnya sebesar Rp.850.000 (Dealapan Ratus

Lima Puluh Ribu Rupiah)

2. Riba dalam jual beli

a. Riba Nasi’ah

Riba Nasi’ah di ambil dari kata nasa’a yang memiliki arti

menunda, menagguhkan, menunggu, atau merujuk pada tambahan waktu

yang diberikan kepada peminjam untuk melunasi pinjamannya dengan

memberikan “tambahan” atau “nilai lebih”. Dengan begitu dapat kita

simpulkan bahwa riba nasi’ah adalah riba yang dikenakan kepada orang

yang berhutang disebabkan memperhitungkan waktu yang di tangguhkan.

Contohnya, Eko meminjam uang kepada Fahri sebesar Rp.200.000 dengan

jangka waktu selama 2 minggu. Apabila pengembalian lebih dari 2

minggu, maka cicilan pembayaran ditambah sebesar Rp.5.000,-.

b. Riba Fadl

Yaitu riba dengan sebab tukar menukar barang sejenis dengan

jumlah yang berbeda. Barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis


“barang ribawi”. Contoh riba jenis ini yakni, 3 kg gandum berkualitas

bagus ditukarkan dengan 4,5 kg gandum yang berkualitas buruk

D. Bentuk Kasus Riba Secara Kontemporer.

 Kredit atau pembayaran tidak secara kontan ada beberapa jenis kredit dibawah ini:

a. Baitul Taqtsih (Membayar secara separuh-paruh)

Membeli barang secara cicilan atau berangsur-angsur contohnya:

Bu Dina membeli mobil dengan kredit dengan bunga 10% jadi Bu Dina membayar

total semua 220 juta. Jadi jika Bu Dina membeli secara cash harganya 200 juta,

dikarenakan Bu Dina membelinya secara berangsur-angsur maka dikenainya biaya

10% yaitu 20juta. Pembayaran transaksi tedapat pertentangan jika menurut beliau

Syaikh Al Bani transaksi diatas halal dikarenakan temasuk deangan transaksi jual beli

dengan dua akad.

Berbeda dengan Syaikh Muqbil menurut beliau transaksi diatas adalah haram karena

terdapat unsur riba yaitu membayar bunga.

b. Bai’Al-inah

Bai’Al-inah adalah membeli barang tidak tunai dengan kesepakatan mejualnya lagi

kepada penjual pertama. Dan dibeli penjual dengan harga murah. Contohnya:

Rudi membeli mobil dengan harga 10 juta dengan pembayaran ditangguhkan

(kerdit),kemudian si penjual membeli kembali mobil tersebut dengan harga lebih

murah yaitu 5 juta dengan pembayaran kontan. Dan transaksi tersebut sudah

disepakati oleh Rudi dan si penjual. Hukum transaksi diatas Haram.

c. At-Tawarruk
Akad At-Tawarruq adalah akad seseorang membeli barang dari penjual dengan

pembayaran ditangguhkan, lalu pembeli tersebut menjualnya ke pihak lainnya, dan

pihak itu membayarnya secara kontan. Contohnya:

Zaid menbeli motor dari Hindun dengan harga 16 juta dibayar secara kredit selama

enam bulan. Kemudian Zaid menjual motor tersebut kepada Amir dengan harga 10

juta secara tunai.

Hukumnya menurut Fatwa DSN akad tawarruq tidak diperbolehkan di Indonesia

karena ada beberapa alasan :

 Karena praktek akad Tawarruq hanyalah di atas kertas untuk mendapatkan

uang tunai.

 Karena tawarruq-nya lebih besar daripada masalahnya dilihat secara

kepentingan umum.

Dan menurut Syaikh Utsman tetap diperbolehkan meskipun lebih dicondongkan ke

tidak perbolehkan. Menurut beliau diperbolehkan jika melalui syarat-syarat dibahwa

ini:

1. Ada kebutuhan mendesak yang solusinya hanya bisa dengan melakukan transaksi

tersebut.

2. Tidak bisa mendapat modal jika tidak transaksi tersebut.

3. Di dalam akad tidak ada unsur riba, seperti bunga

4. Barang dijual ke C setelah sudah dimiliki. (A)

d. Murabahah Lil Amir Bis Syara

Murabahah Lil Amir Bis Syara adalah kegiatan jual-beli yang barang dengan harga

pokok dan mendapatkan tambahan keuntungan yang telah disepakati. Contohnya :


Amr ingin membeli mobil dari Zaid tetapi Amr tidak mempunyai uang. Lalu Amr

datang ke Khalid meminta Khalid membeli mobil Zaid. Dan disampaikan oleh Amr

kepada Khalid bahwa nanti mau beli Mobil tersebut dengan cicil.

E. Cara Menghidari Kegiatan Riba

1. Selalu besyukur dan yakin terhadap Allah SWT yang sudah menjanjikan rezeki setiap

umatnya.

2. Kenali riba dengan baik.

3. Pilih transaksi dan investasi yang baik dan halal

4. Menghindari pijaman atau cicilan yang terdapat bunga

5. Memilih bank yang tepat.

6. Tidak membeli barang yang memberatkan kita dalam pembayaran.

7. Menanamkan sifat Qonnaah.

8. Barang yang dijual memiliki izin.

9. Saling membantu dengan sesama.

10. Berhutang kepada lembaga Khusus

F. Hikmah dari Laranganya Riba

1. Melindungi harta kita dari termakanya kebatilan.

2. Mengajak para muslim atau semua orang menginvetasikan kepada perusahaan atau

usaha yang bersih dan jauh dari kata penipuan, atau hal-hal yang menimbulkan

kemarahan atau memecah belah kaum muslim

3. Rezekinya selalu membawa kebahagiaan, keberkahan dan menutup semua jalan untuk

orang-orang yang membawa kemunsuhan, kesusahan, terhadap saudara-nya atau

membenci.
4. Menjauhkan dari sifat Kedzaliman.

5. Membuka jalan kebaikan untuk akhirat nanti seperti ada saudara yang ingin hutang

diberi tempo sampai dengan ia bisa membayarnya,dapat bersedekah kepada orang-

orang yang membutuhkan , dan selalu menaburkan kasih saying kepada semua orang.

Anda mungkin juga menyukai