Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN MINI RISET

PANDANGAN AKUNTANSI DALAM BUDAYA JAWA


PEDAGANG KAKI LIMA

Di susun oleh:

Nama : Nahdiya Anfa Taskiya

Nim: 08010220024

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

DESEMBER 2022
Abstrak : Tulisan ini akan berfokus pada para pelaku dan pengguna akuntansi, yang
mengungkapkan kegiatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah masyarakat dalam
masyarakat Jawa. Budaya Jawa mempengaruhi kegiatan bisnis itu menjadi obyek penelitian.
Budaya Jawa di memberi gaya praktik akuntansi yang berbeda. Praktiik akuntansi yang
berjalan karena pengaruh budaya Jawa akan menimbulkan praktik akuntansi yang demikian
alam Jawa adalah untuk berlatih akuntansi berdasarkan memori dan pengalaman, jadi terbiasa.
Selain itu, tujun dalam menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak internal sudah dapat
terpenuhi dengan baik dengan menggunakan cara yang rapi dan budaya Jawa yang terstruktur,
meskipun dalam bentuk paling sederhana dan tidak dalam sesuai dengan akuntansi pada
umumnya.
Kata kunci : budaya Jawa, gaya praktik akuntansi

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Akuntansi adalah bagian dari ilmu sosial yang dibentuk oleh manusia yang
mempunyai kaitan dengan masyarakat yang dimana masyarakat tidak luput dari budaya.
Sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam budaya mempengaruhi ilmu akuntansi. Bisa
dikatakan akuntansi terbentuk dari interaksi melalalui lingkungan social yang sangat kompleks.
Menurut Triyuwono (2009) bahwa Akuntasi adalah salah satu produk social atau budaya yang
diciptakan dari konsep-konsep pemikiran manusia.

Budaya menurut Kuntowijoyo adalah hasil karya cipta (pengeolahan, pengarahan dan
pengerahan kepada alam) manusia dengan perasaan, imajinasi, dan raganya menyatakan bahwa
kehidupan untuk menjawab atas segala tantangan, tuntutan dan interaksi antar manusia kearah
tujuan yang kebahgiaan da kesejahteraan manusia baik induvidu maupun masyarakat
(kelompok). Sehingga dengan memiliki tujuan yang sama maka munculah suatu tindakan yang
sama dinamakan adat istiadat dan berakhir menjadi suatu kebiasaan suatu kelompok sosial.
Budaya yang berkembang dapat menghasilkan kebiaasaan,tingkah laku sampai dengan etika,
dan moral sendiri. Dan budaya sendiri mememiliki presepektif berbeda dalam
memgimpletasikan dari suatu keilmuan.

Munculnya akuntansi yang dipraktikkan di tempat (daerah) selalu dibangun dan


dikembangkan secara sadar untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Padahal, faktor lingkungan
berperan dominan dalam membentuk praktik akuntansi yang dilakukan. Seiring perkembangan
ilmu pengetahuan dan peradaban, kami memastikan bahwa praktik akuntansi berkembang
dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Akuntansi yang dipraktikkan di

2
suatu negara juga mengalami sejarah dan perkembangan yang unik seiring dengan
perkembangan ekonomi, sosial, dan politik negara tersebut. Oleh karena itu, struktur dan
praktik akuntansi bervariasi dari satu negara ke negara lain. Mempelajari praktik akuntansi saja
tidak cukup untuk dapat mengembangkan struktur dan praktik akuntansi di suatu wilayah atau
negara (seperti Indonesia). Di balik praktik akuntansi sebenarnya terdapat seperangkat gagasan
yang mendasari praktik tersebut berupa asumsi, prinsip, konsep, penjelasan, penjelasan, dan
pembenaran.

II. RUMUSAN MASALAH


a. Apakah budaya memiliki peran dalam akuntansi?
b. Apa yang faktor budaya memengaruhi akuntansi?
c. Bagimana pemahaman gaya akuntansi mereka dengan budaya ?
d. Bagaimana sistem pealporan akuntansi yang dengan budaya ?
III. TUJUAN
a. Mengetahui peran budaya dan akuntansi secara praktik dan teori
b. Mengetahui faktor budaya yang memengpengaruhi akuntansi.
c. Mengetahui gagasan akuntansi yang menurut budaya.
d. Mengetahui sistem pelaporan akuntansi dalam budaya.

BAB II
ALAT ANALISIS DAN KAJIAN BERFIKIR
A. Sistem Akuntansi
Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dilaksanakan dalam suatu pola yang
terpadu untuk menjalankan kegiatan utama perusahaan. Prosedur adalah serangkaian
kegiatan kantor, seringkali melibatkan banyak orang dalam satu atau lebih departemen,
yang dilakukan untuk memastikan pemrosesan dan konsistensi transaksi bisnis yang
berulang.
Akuntansi. Suwardjono (2015:10) menyatakan bahwa akuntansi dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan
kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara
penyampaian (pelaporan)informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dalam pengertian yang lebih
sempit, akuntansi adalah suatu proses, fungsi atau praktik, akuntansi dapat didefinisikan
sebagai proses mengidentifikasi, memvalidasi, mengukur, mengidentifikasi,

3
mengklasifikasikan, menggabungkan, meringkas, dan menyajikan informasi keuangan
dasar (bahan untuk pemrosesan akuntansi). peristiwa, transaksi, atau transaksi unit
organisasi dengan cara tertentu untuk memberikan informasi yang relevan kepada pihak
yang berkepentingan.
B. Etnomodologi
Etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu membentuk dan memahami
kehidupan sehari-hari mereka dan bagaimana mereka mencapainya. Etnometodologi
didasarkan pada gagasan bahwa kegiatan sehari-hari yang rutin dan bersama serta
interaksi sosial dapat dicapai melalui berbagai bentuk keahlian. Metodologi etnografi
sebagai penyelidikan ekspresi indeks dan tindakan praktis lainnya sebagai solusi terpadu
yang dibuat dari praktik kehidupan sehari-hari yang terorganisir. Metode etnografi
bertujuan untuk mengkaji aturan interaksi sosial sehari-hari berdasarkan akal sehat.
Makna dunia umum adalah sesuatu yang sering diterima begitu saja, asumsi di baliknya,
dan makna bersama. Inti dari metode etnografi adalah mengungkapkan dunia biasa dalam
kehidupan sehari-hari.
Etnometodologi merupakan cara kajian secara sosiologis yang berusaha mendapatkan
pemahaman tentang bagaimana suatu kelompok masyarakat atau anggota suatu budaya
tertentu menggunakan atau menerapkan unsur-unsur budayanya dalam kehidupan sehari-
hari mereka (Djamhuri, 2011)
C. Unsur-unsur Kebudayaan
 Sistem Bahasa

Bahasa atau Sistem simbol lisan dan tulisan yang digunakan orang untuk berkomunikasi satu
sama lain dalam esai etnometodologis memberikan gambaran tentang ciri-ciri utama bahasa
yang dituturkan oleh kelompok etnis, serta ragam bahasa itu.

 Peralatan dan teknologi

Teknologi atau cara memproduksi, menggunakan dan melestarikan semua peralatan suku
bangsa cukup dibatasi pada teknologi tradisional, khususnya teknologi peralatan hidup yang
tidak atau kurang dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari Eropa dan Amerika atau
“Barat”. budaya milik budaya.” Teknologi tradisional melibatkan setidaknya delapan jenis
sistem peralatan dan benda budaya fisik yang digunakan oleh masyarakat yang tinggal di
wilayah masyarakat nomaden kecil atau pedesaan yang hidup dari pertanian, yaitu alat

4
produksi, persenjataan, wadah; korek api; makan, minum, pesta; pakaian dan perhiasan;
tempat tinggal dan rumah; sarana transportasi.

 Mata pencaharian

Sistem mata pecaharian kehidupan tradisional. Perhatian para antropolog terhadap berbagai
jenis sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi terbatas pada sistem yang bersifat
tradisional, terutama dalam konteks perhatian mereka terhadap budaya masyarakat suatu
kelompok etnis secara keseluruhan.

 Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial

Setiap kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan
mengenai berbagai macam kesatuan didalam lingkungan tempat individu hidup

dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah kesatuan
kekerabatannya

yaitu keluarga inti.

 Keprcayaan agama

Keyakinan/agama menjadi topik penting dalam buku-buku penulis yang menulis tentang
metodologi etnografi kelompok etnis sebelum antropologi lahir dan hanya merupakan
kumpulan artikel tentang adat istiadat masyarakat di luar Eropa. Pertanyaan tentang asal usul
unsur agama berarti pertanyaan mengapa orang percaya bahwa ada kekuatan supranatural
yang mereka anggap lebih tinggi dari mereka.

 Sistem pengetahuan

Di suatu daerah, seringkali terdapat banyak material yang berbeda. Pengetahuan deskriptif
sering mencakup pengetahuan tentang teknologi, kecerdikan suku, dan perhatian pada
pengetahuan yang mencolok.

D. Filsafat dan Budaya Jawa Dalam Konteks Bisnis.

Orang Jawa adalah karakteristik budaya tertentusesuai dengan kondisi orang-orang


berbagi budaya secara luas menjadi dua, yaitu: budaya asli dan budaya batin. Budaya berasal

5
dari keluarga dengan posisi seseorang sebagai makhluk individu makhluk sosial. Dalam hal
itu, Budaya Jawa memiliki aturan yang dapat dengan mudah ditandai dengan ekspresi budaya
sebagai pemaduan nilai-nilai budaya didukung oleh masyarakat.

Di sisi lain, budaya internal terkait dengan masalah mereka supranatural atau hal-hal yang
tidak dapat diakses berdasarkan perhitungan empiris atau nyata tetapi dilindungi undang-
undang posisi penting dalam sistem kehidupan orang Jawa. Dapat dimasukkan pada sistem
religi atau keagamaan Jawa tersimbolisasikan dalam ungkapan manunggaling kawula Gust,.
tergabung dalam sistem religi melambangkan agama Jawa dalam ekspresi kesatuan

Sikap religius masyarakat Jawa sangat kental kepercayaan pada asal usul disebut hidup
mengatakan "keturunan atau kelahiran" dan untuk meningkatkan "sense of life". Pengakuan
Jawa melawan Tuhan Penulis dapat dilihat di bawah ini ekspresi referensi ketergantungan
manusia melawan Tuhan Beberapa ekspresiyang bernuansa religi mengemukakan bahwa
unsur sentral.kebudayaan Jawa adalah sikap rila(rela), nrima (menerima), dan sabar.

Hal ini akan mendasari segala gerak dan langkah orang Jawa dalam segala hal. Rila
disebut juga iklas,yaitu kesediaan menyerahkan segala milik, kemampuan dan hasil karya
kepada Tuhan. Nrima berarti merasa puas dengan nasib dan kewajiban yang telah ada, tidak
memberontak, tapi mengucapkan matur nuwun (terima kasih). Sabar, menunjukkan ketiadaan
hasrat, ketiadaan nafsu yang bergolak.

Di samping sikap mental, orang Jawa juga memiliki etos kerja yang kuat dan disiplin
tinggi. Etos kerja ini diajarkan pertama kalinya oleh para orang tua kepada anaknya ketika
mereka sudah berumur akil baligh. Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua kepada anaknya
tersebut adalah terkait dengan kewajiban dalam mencari penghidupan(pemenuhan kebutuhan
hidup sehari-hari).

Mereka akan terus mendorong anaknya dengan memberikan nilai-nilai yang arif dan
memberikan sebuah perumpamaan-perumpamaan sebagai tuladha (contoh). Kata-kata arif
yang sering diucapkan oleh orang tua kepada anaknya agar mau bekerja, misalnya

ana dina ana upa , artinya ada hari pasti ada rezeki; aja sangga uang“jangan berpangku
tangan”; obah-mamah, lebih lengkapnya dalam sebuah nasehat sing sopo gelem obah bakal
mamah, artinya siapa yang mau berusaha (bekerja) pasti akan makan

6
E. Alat Analisis
1. Pendekatan Penelitian
Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bagaimana praktik akuntansi
pedagang keliling didasarkan pada budaya yang sebaliknya tidak memiliki pendidikan
akuntansi, dan penerapan praktik akuntansi dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang
berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan pendekatan etnometodologi rasional dan bertujuan untuk mendalami
lebih banyak isu terkait praktik akuntansi yang berkembang di masyarakat.
Etnometodologi umumnya terdiri dari penulisan ulang apa yang terjadi di masyarakat.
Jadi etnometodologi memiliki informan yang cukup memahami budayanya, terlibat
secara langsung, dan mempuanyai sudaut pandang sendiri.
Dalam penelitian ini yang mengedepankan subjektivitas selama proses berlangsung,
mengungkapkan esensi pengalaman dengan metodologi yang sistematis. Subjek yang
akan dijelajahi di sini adalah pedagang keliling daerah Sidoarjo. Kategori selanjutnya
adalah kategori usaha kecil, yaitu usaha dengan volume dan volume produksi yang lebih
besar. Hal ini memungkinkan para pedagang untuk memproduksi keripik sukun sendiri
dan menjualnya di toko mereka sendiri, yang biasanya merupakan bagian dari rumah
mereka, selama proses penjualan. Dan kategori selanjutnya adalah kategori perusahaan
besar, dimana volume produksi dan penjualan meningkat ke level yang lebih tinggi.
Pada skala ini, pemain korporasi cukup stabil untuk berproduksi pada kapasitas
industri. Selain itu, volume penjualannya yang sangat tinggi memungkinkan pengusaha
mengekspor ke luar negeri.
Saat memetakan lokasi penjualan dalam skala besar, operator di industri sukun dan
keripik bisa memiliki gedung sendiri untuk melakukan penjualan dan juga di lokasi
strategis seperti di sepanjang jalan raya. Pembagian kategori kepada informan
memudahkan pengamatan interaksi budaya dan praktek billing di industri keripik sukun.
Selain itu, klasifikasi kategori ini juga harus menentukan perkembangan industri.
Terakhir, peneliti memilih lima informan dari kalangan pelaku/pedagang
sekitar beberapa tempat. Lima pedagang menjadi informan dalam penelitian ini. Ini
berdasarkan usia dan kendaraan yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan lokasi
pedagang yang menjual produknya.
Penelitian ini dilakukan dengan observasi, peneliti menghabiskan waktu yang cukup
dengan semua informan yang dipilih oleh peneliti. Sementara peneliti masih mencari
informan, peneliti sendiri berjuang, sebagian karena skeptisisme pemasar dalam proses
7
penelitian ilmiah, bahkan ketika penelitian dan wawancara ilmiah dilakukan di pinggir
jalan.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Inti dari setiap studi metodologi etnografi adalah penentuan signifikansi budaya yang
terkandung di dalamnya. Definisi makna dapat ditemukan melalui domain atau kategori
simbolik apa pun yang mencakup kategori lain. Sehingga kita dapat menemukan
jangkauan makna berdasarkan informasi yang dberikan. Salah satu bidang penting yang
akan memandu peneliti dalam menentukan arah penelitian interim. Dalam hal ini, wilayah
yang muncul adalah sikap nrimo/iklas yang kurang lebih mewakili masyarakat.
A. Praktek Akuntansi dan Perilaku Para Pedagang Keliling
Semua pedagang keliling dapat digolongkan ke dalam usaha mikro. Pedagang keliling
yang menjadi informan penelitian sangat dipengaruhi oleh budaya yang berkembang
dalam kesehariannya dan mempengaruhi beberapa aspek bisnis, termasuk praktik
akuntansi, matematika. Ditambah dengan budaya keluarga yang kaya dan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sebagian besar pedagang kurang memiliki pengetahuan tentang
praktik akuntansi. Fakta ini sangat menonjol ketika peneliti bertanya tentang praktik
akuntansi yang digunakan, dan tidak ada informan yang memahami jenis praktik
akuntansi yang dirujuk oleh peneliti. Sedangkan peneliti membutuhkan gambaran yang
lebih rinci tentang praktik akuntansi yang dimaksud, seperti pencatatan transaksi,
pencatatan modal dan aset pemilik. Pedagang mengakui bahwa mereka tidak melakukan
akuntansi apapun dalam bisnis mereka khusus hal ini disebabkan beberapa alasan
mendasar, seperti merasa tidak nyaman untuk digunakan. Seperti kata Bu Siti yang
menjual Jamu dengan menggunakan sepeda motor sebagai berikut:
“…wah ya gak sempet mbak saya nyatet-nyatet begitu. Soale wis kebiasaan juga.
mbiyen sempet mbak saya nyatet, kayak berapa ongkos, untung dan segala macem. Tapi
makin kesini kok makin ribet, ya sudah enggak saya teruskan lagi.”
Peneliti sempat berasumsi jika sebuah usaha masih kecil dan hanya ditangani sendiri
maka tidak terlalu dibutuhkan pencatatan yang memadai. Karena yang bertanggung jawab
si pedagang yang sekaligus pelaku dan pemilik jaga. Seperti yang dikatakan Ibu Murni
yang menjajakan dagangannya menggunakan mobil bak terbuka yang dikasih terpal
diatasnya,

8
“… Saya enggak pake catetan mbak , orang ini yang jualan kan cuma saya sama
suami saya. Lagipula perputaran uangnya kan cepet sekali mbak, kalau misalnya mau
faktor
nyatet uang keluar, uda ada pemasukan lagi. Terus mau nyatet uang masuk, uda
habis aja jadi modal. Jadi ya gak sempet mbak..
Pada penelitian sebelumnya, praktik akuntansi rumah tangga dan usaha mikro dibagi
menjadi dua kategori, yaitu akuntansi tertulis dan akuntansi tidak tertulis. Oleh karena itu
juga menjadi acuan bagi peneliti dalam mengklasifikasikan aktivitas akuntansi yang
dilakukan oleh para pedagang asongan tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup akuntansi pada usaha
mikro, dalam studi kasus di Bangladesh. Empat faktor dijelaskan untuk menjelaskan
ketiadaan atau keberadaan akuntansi di Bangladesh, yaitu, pertama-tama, tidak adanya
persyaratan negara atau kelembagaan mengenai bentuk akuntansi ini di perusahaan
industri mikro. Kedua, tingkat melek huruf masih rendah di Bangladesh. Hari ke tiga,
Orientasi bisnis usaha mikro masih cash oriented yang cenderung membatasi
penggunaan akuntansi. Empat budaya perusahaan yang diresapi dengan kepercayaan dan
menjaga kepercayaan di dalamnya membuat akuntansi tidak diperlukan. Akuntansi
perjalanan tidak dapat dideteksi dengan jelas di beberapa wilayah kota Sidoarjo. Namun,
jika Anda masuk lebih dalam, Anda akan melihat keberadaan akuntansi sederhana.
Meskipun dalam konteks seperti pencatatan atau pembukuan dan pelaporan tidak ada,
hal-hal untuk mencapai tujuan akuntansi seperti penyediaan informasi untuk pengambilan
keputusan dan (walaupun lemah) pengendalian internal dilakukan oleh pedagang. Namun
seiring keberadaan akuntansi pada usaha mikro dapat muncul dalam bentuk lain seperti
memory accounting. Sebagian besar pedagang keliling di Sidoarjo melakukan prosedur
pembukuan sederhana tanpa perlu pencatatan. Untuk penjual ponsel, hal ini dibuktikan
dengan bagaimana penjual menentukan harga jual dan kebijakan akuntansi yang mereka
terapkan untuk bisnis mereka. Penerapan harga jual harian dan jumlah PKL dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu (1) total biaya bahan baku (biaya yang dikeluarkan untuk
membeli persediaan) dan tenaga kerja langsung, (2) harga disesuaikan dengan permintaan
pasar, dan (3) biaya kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Ketiga faktor ini dihitung secara
sederhana oleh para penjualfaktor
. Dikarenakan adanya pelatihan informan yang kurang memahami penerapan
akuntansi secara umum dan praktik akuntansi

9
berdasarkan ingatan dan kebiasaan. Faktor pertama yaitu perhitungan harga jual
berdasarkan total biaya bahan langsung dan tenaga kerja. Menurut para informan, para
peneliti menemukan bahwa mereka memahami bagaimana biaya dihitung secara
keseluruhan, bukan per unit. Informan dapat menjelaskan secara rinci berapa banyak yang
mereka habiskan untuk materi, tetapi secara umum. Kemudian faktor kedua yaitu harga
menyesuaikan dengan permintaan pasar, dalam menentukan takaran akan menyesuaikan
dengan selera konsumen sehingga banyak diuntungkan oleh pelanggan.
Walaupun pada awalnya informan mengaku jika tidak melakukan praktek akuntasi,
tetapi sebenarnya para pengusaha mikro tersebut telah melakukan praktek akuntansi
dalam bentuk yang paling sederhana. Pada dasarnya praktek akuntansi tidak serta merta
dipraktekan sempurna sesuai dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, melainkan
bertahap. Sehingga ketika perusahaan tersebut sudah bertahan sekian tahun lamanya,
penyesuaian dalam bidang akuntansi pun akan terjadi. Melihat hal tersebut, maka wajar
dalam perkembangannya akuntansi yang dipraktekkan oleh pedagang keliling masih
dalam bentuk yang sederhana.
BAB IV
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Setelah memaparkan hasil penelitian dan menganalisis data hasil wawancara
narasumber, sesuai dengan rumusan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini dapat menarik beberapa kesimpulan, antara lain: :
Informan mengaku tidak melakukan pembukuan karena terkendala oleh banyak
faktor. Antara lain, kurangnya pemahaman akan pentingnya praktik akuntansi dalam
bisnis mereka. Mereka merasa sangat tidak nyaman, di sisi lain mereka juga harus
memikirkan bagaimana agar usahanya terus berkembang. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa kegiatan akuntansi dilakukan tanpa sepengetahuan mereka. Mereka berlatih
akuntansi berdasarkan ingatan dan pengalaman, sehingga mereka terbiasa.

10
11
12

Anda mungkin juga menyukai