Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Akuntansi dan Keuangan

Volume 7, Nomor 2, September 2008, hlm. 144-150

MENGUAK AKUNTABILITAS DIBALIK TABIR


NILAI KEARIFAN BUDAYA JAWA

Zulfikar
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan, 57102, Surakarta, Indonesia Telepon: +62 0271 717417 psw 228
E-mail: zulfikar_ums@yahoo.com

Abstract: This paper aims to reveal the value of cultural wisdom that it contains a value,
especially because of religious influence of Islam that emerged from the practice of accounting
is very simple. This paper also attempts to metafor values wisdom Javanese culture that
appears to the accounting practices in the natural. Method of Bourdieus Habitus used to track
behavior narima ing pandum to find the concepts of accounting practices. Results to find the
concept obah-mamah-sanak. These concepts are be metafor as a cash flowvalue added--
balance sheet.
Keywords: Bourdieus Habitus, obah-mamah-sanak, local cultural wisdom, narimo ing
pandum

Abstrak: Tulisan ini bertujuan mengungkapkan nilai kearifan budaya yang mengandung
nilai, terutama karena pengaruh Islam yang muncul dari praktik akuntansi yang sangat
sederhana. Makalah ini juga mencari kebijaksanaan nilai-nilai budaya Jawa metafora yang
muncul dalam praktik-praktik akuntansi di alam. Metode Habitus Bourdieu digunakan untuk
memonitor perilaku narima ing pandum untuk menemukan konsep-konsep praktik akuntansi.
Hasil penelusuran yang dilakukan terhadap nilai-nilai kearifan budaya Jawa menemukan
konsep obah-mamah-sanak. Konsep-konsep tersebut selanjutnya digunakan sebagai penyu-
sunan konsep dasar arus kas-nilai tambah-neraca.
Kata kunci: Bourdieus Habitus, obah-mamah-sanak, kearifan budaya lokal, narimo ing
pandum

PENDAHULUAN tidak cukup hanya dengan belajar praktik


akuntansi yang sedang berjalan saja. Di balik
praktik akuntansi sebenarnya terdapat sepe-
Kemunculan akuntansi yang dipraktikan di
rangkat gagasan-gagasan yang melandasi prak-
suatu tempat (wilayah) selalu dikonstruksi dan
tik tersebut berupa asumsi-asumsi dasar, kon-
dikembangkan secara sengaja untuk mencapai
sep-konsep, penjelasan, deskripsi, dan penalar-
tujuan sosial tertentu. Dalam kenyataannya
an (Suwarjono, 2005:2). Gagasan-gagasan yang
faktor-faktor lingkungan (misal sosial, budaya,
muncul di balik praktik akuntansi tersebut
ekonomi dan politis) selalu mempengaruhi
sebenarnya sangat menarik untuk dikaji dalam
bentuk praktik akuntansi yang dijalankan. Se-
rangka konstruksi dan pengembangan akuntan-
hingga praktik akuntansi akan mengalami
si yang lebih baik dan maju.
sejarah dan perkembangan yang unik seiring
Salah satu faktor lingkungan yang mem-
dengan perkembangan sosial, budaya, ekono-
pengaruhi bentuk praktik akuntansi yang
mi, dan politik.
jarang terfikirkan oleh kita adalah faktor bu-
Menurut Suwarjono (2005: 1) untuk dapat
daya lokal dan agama. Budaya lokal dan agama
mengembangkan suatu struktur dan praktik
suatu wilayah akan memberikan style praktik
akuntansi di suatu wilayah atau negara tertentu
akuntansi yang sedang berjalan. Gagasan-ga- manusia yang bersifat fisik, seperti bangunan,
gasan yang muncul di balik praktik akuntansi peralatan, dan sebagainya.
yang dipengaruhi oleh budaya lokal suatu Sebagai bagian dari dunia, orang jawa
wilayah jelas akan berbeda dengan praktik dikenal memiliki kemampuan asimilasi dan
akuntansi yang dipengaruhi budaya lokal wila- adaptasi budaya yang luar biasa. Persinggung-
yah lain. Praktik akuntansi yang berjalan kare- an antar-budaya dan agama di seluruh dunia
na pengaruh budaya Jawa misalnya, jelas akan mau tak mau ikut menggoreskan lukisan di
memunculkan gagasan-gagasan di balik praktik wajah budaya dan agama orang jawa. Akibat-
akuntansi tersebut dengan sifat alamiah Jawa. nya, terjadilah pengelompokan aliran, keyakin-
Demikian halnya pengaruh agama terhadap an, dan pemikiran tentang sejumlah ide dasar
praktik akuntansi akan memunculkan gagasan- spiritualisme. Penelitian Geertz (1989) yang
gagasan di balik praktik akuntansi yang bersifat akhirnya disanggah banyak ahli, tampaknya
agamis. juga mencoba memahami pemilahan pola
Oleh karenanya kita tidak selalu bisa me- pemikiran dan budaya spiritual masyarakat
maksakan diri untuk menerapkan praktik jawa menjadi abangan, santri, dan priyayi. Kun-
akuntansi yang selama ini diadopsi dari towijoyo (1987:3) menyimpulkan bahwa pada
Amerika. Hal ini karena akuntansi Amerika akhirnya semua agama yang berkembang di
jelas tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah tanah jawa pada dasarnya selalu berciri jawa-
yang bersifat lokal. Praktik akuntansi yang di- nisme.
jalankan oleh Amerika hanya sesuai dengan Tulisan ini bertujuan mengungkap nilai
masalah lokalitas di Amerika saja. Prosedur, kearifan budaya jawa yang mengandung nilai
metode, dan teknik pencatatan transaksi ke- religius terutama karena pengaruh agama Islam
uangan dilakukan untuk mencapai tujuan yang muncul dari praktik akuntansi yang
pelaporan keuangan yang telah ditetapkan sangat sederhana. Tulisan ini juga mencoba
yang sesuai dengan lokalitas Amerika. memetaforakan nilai-nilai kearifan budaya
Tulisan ini akan menggali gagasan-gagas- Jawa yang muncul tersebut ke dalam praktik
an yang muncul dari sebuah praktik akuntansi akuntansi yang alamiah.
yang sederhana. Praktik akuntansi sederhana
dan alamiah tersebut muncul dari nilai-nilai
kearifan budaya Jawa. PEMBAHASAN
Budaya menurut Kuntowijoyo (2006:3)
adalah hasil karya cipta (pengolahan, penge- Memburu Mutiara Nilai Kearifan Jawa
rahan dan pengarahan terhadap alam) manusia dengan Habitus Pierre Bourdieu
dengan kekuatan jiwa (pikiran, kemauan,
intuisi, imajinasi, dan fakultas-fakultas ruha- Penelitian akuntansi dengan menggunaan habi-
niah lainnya) dan raganya yang menyatakan tus Bourdieu di Indonesia pertama kali dilaku-
diri dalam berbagai kehidupan (ruhaniah) dan kan oleh Mulawarman (2008: 43). Penelitiannya
penghidupan (lahiriah) manusia sebagai jawab- menemukan habitus amanah pada trah-trah bis-
an atas segala tantangan, tuntutan dan doro- nis di Jawa. Sebenarnya Pierre Bourdieu dikenal
ngan dari interen diri manusia, menuju arah luas melalui pemikiran teoritisnya tentang habi-
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan tus dan modal kultural. Habitus merupakan
(spiritual dan material) manusia, baik individu kontribusi Bourdieu dalam usahanya untuk
maupun masyarakat ataupun individu dan mengkonstruksi sebuah model yang memper-
masyarakat. Soedarjono (2007) membedakan hitungkan struktur dan agen (Lash, 2004: 239).
wujud budaya sebagai hasil akal, pikir budi Habitus merupakan sebuah proses yang meng-
manusia menjadi tiga, yaitu: (1) sebagai suatu hubungkan antara agensi (practice) dengan
yang kompleks ide-ide, gagasan, nilai, norma, struktur (melalui capital dan field) (Bourdieu
peraturan dan sebagainya; (2) sebagai suatu dalam Mulawarman [2008: 43]). Pendekatan ini
yang kompleks aktivitas kelakuan berpola dirumuskan sebagai berikut:
manusia. (3) sebagai benda-benda hasil karya
{ (habitus) (capital) } + field = practice

Menguak Akuntabilitas (Zulfikar) 145


Menurut Featherstone (2001: 214) konsep penting dalam sistem kehidupan masyarakat
Bordieu tentang habitus berguna untuk membuat Jawa. Budaya batin yang dalam klasifikasi
penjelasan mengenai berbagai disposisi yang menurut Koentjaraningrat (1982: 2) dapat dima-
menetapkan selera dan yang mencirikan stra- sukkan pada sistem religi atau keagamaan Jawa
tum ini. Dengan habitus Bordieu merujuk pada tersimbolisasikan dalam ungkapan manung-
berbagai disposisi yang tidak disadari, skema- galing kawula Gusti.
skema klasifikasi, pilihan-pilihan yang diang- Sikap keagamaan masyarakat Jawa sangat
gap benar yang tampak jelas dalam pengertian kental dengan keyakinan tentang asal mula ke-
seseorang tentang ketepatan dan validitas hidupan yang disebut sebagai sangkan asal
seleranya akan berbagai benda dan praktik bu- atau kelahiran dan paran tujuan hidup.
daya. Penting untuk ditekankan bahwa habitus Pengakuan orang Jawa terhadap Tuhan Sang
hanya ada pada level pengetahuan sehari-hari Pencipta dapat dilihat pada ungkapan-ungkap-
tapi terpahat pada tubuh, diungkapkan dalam an yang mengacu pada ketergantungan manu-
ukuran, volume, bentuk, postur tubuh, cara sia terhadap Tuhan. Sejumlah ungkapan yang
berjalan, duduk, cara makan dan minum dan bernada keagamaan tersebut antara lain adalah
lain sebagainya-ini semua merupakan ungkap- manungsa sadrema nglakoni, sumendhe ing pepes-
an habitus asal-usul seseorang. thening pangeran, pasrah lan sumarah ing pange-
Habitus tidak berdiri sendiri melainkan ran, wis ginaris ing pangeran.
dipengaruhi dan ditransformasi oleh capital. Budaya Jawa sangat dipengaruhi oleh
Bordieu dalam Mulawarman (2008: 45) meng- sikap mental orang-orang jawa sebagai pan-
gambarkan bentuk capital yang melampaui dangan hidupnya. Pandangan hidup orang
konsep aliran Marxis yang bukan saja berkaitan Jawa akan menjadi acuan dalam bertindak
dengan modal ekonomi (economic capital) me- dalam kehidupan. Jong (1976) dalam Endras-
lainkan juga modal simbolik (symbolic capital) wara (2006: 43) mengemukakan bahwa unsur
seperti prestise, modal kultural dan pengakuan sentral kebudayaan Jawa adalah sikap rila
modal ekonomi itu sendiri. Modal dapat mem- (rela), nrima (menerima), dan sabar. Hal ini akan
pengaruhi keberadaan habitus seseorang bukan mendasari segala gerak dan langkah orang
hanya bentukan modal ekonomis saja, tetapi Jawa dalam segal hal. Rila disebut juga eklas,
terdapat modal sosial, budaya, simbol yang yaitu kesediaan menyerahkan segala milik,
mempengaruhi habitus seseorang (Mulawarman kemampuan dan hasil karya kepada Tuhan.
2008: 46). Nrima berarti merasa puas dengan nasib dan
kewajiban yang telah ada, tidak memberontak,
Falsafah Hidup dan Etos Kerja tapi mengucapkan matur nuwun (terima kasih).
Sabar, menunjukkan ketiadaan hasrat, ketiada-
Nilai Kearifan Budaya Jawa dalam Konteks
an nafsu yang bergolak.
Bisnis. Masyarakat Jawa memiliki karakteristik
budaya yang khas sesuai dengan kondisi Di samping sikap mental, orang Jawa juga
masyarakatnya. Prabowo (2003: 24) membagi memiliki etos kerja yang kuat dan disiplin
budaya secara garis besar menjadi dua, yaitu: tinggi. Etos kerja ini diajarkan pertama kalinya
budaya lahir dan budaya batin. Budaya lahir oleh para orang tua kepada anaknya ketika
terkait dengan kedudukan seseorang sebagai mereka sudah berumur akil baligh. Nilai-nilai
makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam yang ditanamkan orang tua kepada anaknya
hal itu, budaya Jawa memiliki kaidah-kaidah tersebut adalah terkait dengan kewajiban dalam
yang dapat dengan mudah diidentifikasi ber- mencari penghidupan (pemenuhan kebutuhan
dasarkan ungkapan-ungkapan budaya sebagai hidup sehari-hari). Mereka akan terus men-
pengejawantahan nilai-nilai budaya yang didu- dorong anaknya dengan memberikan nilai-nilai
kung oleh masyarakat. Sebaliknya budaya batin yang arif dan memberikan sebuah perumpa-
terkait dengan persoalan-persoalan yang bers- maan-perumpamaan sebagai tuladha (contoh).
ifat supranatural atau hal-hal yang tidak dapat Kata-kata arif yang sering diucapkan oleh
dijangkau berdasarkan penghitungan empiris orang tua kepada anaknya agar mau bekerja,
atau objektif, tetapi menduduki posisi yang misalnya ana dina ana upa, artinya ada hari pasti

146 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7, Nomor 2, September 2008: 144-150
ada rizki; aja sangga uang jangan berpangku mendapatkan ketenangan hati dan dirinya
tangan; obah-mamah, lebih lengkapnya dalam tidak merasa bersalah.
sebuah nasehat sing sopo gelem obah bakal mamah, Pikiran cerdik dalam berdagang orang
artinya siapa yang mau berusaha (bekerja) pasti Jawa adalah dengan menghindari kegedhen
akan makan (Prabowo, 2003: 23). Nasehat terse- empyak kurang cagak, artinya terlalu besar rang-
but memiliki arti yang sangat dalam. Obah yang ka atap kurang tiang. Ungkapan Jawa tersebut
berarti bergerak, menunjukkan bahwa kita ha- sebagai peringatan bahwa jika seseorang
rus bekerja untuk mendapatkan mamah (makan) memiliki rencana dan keinginan, hendaklah
yang berarti rizki. sesuai dengan kemampuannya. Ungkapan ini
Bahkan tidak jarang orang tua yang mem- juga mengingatkan untuk mengelola kas de-
berikan gambaran kepada anaknya dengan ngan sebaik-baiknya agar dapat menjalankan
ungkapan manuk esuk-esuk metu sak jerone luwe, roda bisnis.
mulih sore iso dadi wareg. Artinya seekor burung
pagi-pagi keluar dalam keadaan lapar, pulang Konstruksi Akuntansi dengan Habitus
sore dalam keadaan kenyang. Ungkapan ini Narima ing Pandum
menggambarkan bagaimana seekor burung saja
Pada bagian ini akan ditelusuri perilaku orang
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya setiap
jawa yang tercermin dalam falsafah hidup dan
hari. Menurut falsafah tersebut manusia seha-
etos kerjanya dalam melakukan praktik di medan
rusnya memiliki kemampuan yang lebih dari
kehidupan sehari-hari dengan bekal capital
seekor burung. Ungkapan tersebut sebenarnya
yang dimilikinya. Sebagaimana diuraikan
diambil dari sebuah ajaran Islam yang ter-
dalam bagian sub judul falsafah hidup dan etos
kandung dalam hadist nabi yang diriwayatkan
kerja, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
oleh At-Tirmidzi, yang berbunyi: Kalau kalian
kearifan budaya Jawa dalam konteks praktik
benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
bisnis paling tidak meliputi obah-mamah-sanak.
memberi rizqi kepada kalian, sebagaimana burung-
Perilaku obah (bekerja) bagi sebagian besar
burung diberi rizqi; pagi-pagi mereka meninggalkan
orang Jawa adalah merupakan sesuatu yang
sarang dalam keadaan lapar, dan sore hari pulang
harus segera dipraktikan di mana pun tempat-
dalam keadaan kenyang.
nya mereka berada dan dengan seluruh ke-
Dalam etos berbisnis orang Jawa sangat
mampuan (capital) yang dimilikinya. Konse-
memegang prinsip-prinsip leluhurnya. Ketika
kwensi positif dari perilaku obah adalah akan
memulai untuk melakukan aktivitas bisnis para
memunculkan mamah (makan). Mamah sebena-
orang tua mengingatkan Gusti ora sare (Tuhan
rnya merupakan bagian dari rizqi yang Tuhan
tidak tidur). Ungkapan ini memiliki makna
berikan. Mamah bukan hanya sekedar makan
bahwa kita harus memulai aktivitas dengan
dalam konteks menyambung hidup saja me-
memohon apa yang kita inginkan. Di samping
lainkan diharapkan menyisakan sesuatu yang
itu ungkapan tersebut memiliki nuansa persua-
dapat ditabung untuk kebutuhan jangka pan-
sif agar seseorang selalu berhati-hati sebelum
jang. Meskipun orang Jawa meyakini bahwa
berbuat (Suratno dan Astiyanto, 2009: 93). Tuhan
hal tersebut berasal dari sangkan paran (berasal
selalu mengawasi sehingga manusia harus
dari Tuhan yang diberikan dari arah manapun
memikirkan apakah tindakan yang dilakukan-
baik halal maupun haram), namun mereka
nya berpengaruh baik atau buruk, baik bagi
tetap menjaga agar rizqi yang didapat mem-
dirinya maupun orang lain.
peroleh ridhaning gusti.
Prinsip penting orang Jawa dalam etos
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kita
dagang adalah ungkapan jujur bakal mujur
sering mendengar ungkapan tuna satak bathi
jujur akan bahagia. Jadi orang Jawa berke-
sanak dalam pergaulan para bakul. Artinya, rugi
yakinan bahwa seseorang yang berani dan se-
uang asal untung saudara. ungkapan yang
lalu berperilaku jujur akan mendapatkan keba-
sering ditemukan dalam pergaulan para bakul
hagiaan. Orang yang mampu berlaku jujur
(pedagang) tersebut menunjukkan bahwa keba-
akan memiliki keuntungan karena apa pun ala-
hagiaan orang berdagang tidak selalu diukur
sannya, orang yang mampu bersikap jujur akan
dengan keuntungan berupa uang. Bagi seorang

Menguak Akuntabilitas (Zulfikar) 147


pedagang yang dalam bahasa jawa disebut ba- melalui teoritisasi habitus yang kongkrit juga
kul, mendapatkan saudara atau rekanan dalam menerjemah dalam akuntansinya melalui trah-
berusaha pun dihitungnya sebagai keuntungan trah bisnis yang diteliti. Maisyah sebagai ak-
(laba). Oleh sebab itu, seorang pedagang rela tivitas bisnis dalam bentuk transaksi kuantitatif
menjual barang dagangannya dengan harga untuk memperoleh dan mengeluarkan kas
sedikit lebih rendah dari penawarannya demi (arus kas) dengan tetap menekankan keseimba-
menjalin hubungan dengan orang lain, yakni ngan kepentingan diri/ finansial sosial ling-
pembeli. Bagi orang Jawa harta bukanlah sega- kungan (Mulawarman 2008: 177). Berdasarkan
la-galanya. Ukuran kekayaan seseorang pun habitus maisyah tersebut Mulawarman memun-
tidak selalu ditentukan dengan banyaknya culkan konsep arus kas syarah.
harta yang dimiliki. Manusia jawa merupakan Dengan logika yang sama, penelusuran
sosok yang dapat menerima kondisi atau nasib nilai-nilai kearifan budaya Jawa yang religius
yang terjadi dalam hidupnya dengan dilandasi dapat dilakukan untuk merumuskan konsep-
rasa percaya pada kemurahan Tuhan sehingga konsep akuntansi. Konsep obah sebagaimana
segala sesuatu diterima dengan jiwa narima ing yang dijelaskan sebelumnya merupakan akti-
pandum (Marbangun, 1995: 65) vitas bisnis individu dalam bentuk kuantitatif
Sikap hidup yang mencerminkan keru- maupun kualitatif. Obah sebagai aktivitas bisnis
kunan tersebut tidak terlepas dari sikap tepo dalam bentuk transaksi kuantitatif mengorban-
slira (tenggang rasa). Jika persaudaraan menjadi kan udu (kapital) berupa kas/setara kas mau-
pertimbangan yang khusus, maka seorang bakul pun non kas untuk memperoleh kas yang lebih
tidak mungkin menipu pembeli dengan men- barokah. Sementara itu obah juga bersifat bukan
jual harga tinggi untuk barang berkwalitas ren- materi. Obah disamping mencari rizqi yang
dah. Lagi pula pedagang yang memiliki cara barokah juga merefleksikan sikap andap asor
berpikir Jawa tidak akan nuthuk rega (menipu rendah hati dalam perilaku budaya urip
dengan harga tinggi). Penipuan berbentuk nu- tulung tinulung hidup tolong menolong
thuk rega akan mengecewakan para pembeli (Marbangun, 1995: 65).
dan menjauhkan pedagang dengan pelang- Arus kas yang dimetaforakan dengan obah
gannya. Orang Jawa meyakini bahwa perbuat- mengandung nilai finansial sekaligus juga ke-
an menipu orang lain merupakan tindakan manusiaan. Obah sebagai aktivitas bisnis berni-
negatif. Dengan berbekal kesadaran bahwa lai finansial karena secara mekanis setiap tran-
nandur bakal ngundhuh menanam akan me- saksi dihitung berapa udu yang dikeluarkan
metik atau ngundhuh wohing pakarti memetik dan berapa uang yang masuk. Nilai kemanu-
buah perbuatan, sikap dan perilaku orang siaan yang terkandung dalam obah ditunjukkan
Jawa sesungguhnya dikendalikan oleh cahaya dengan dua landasan pokok, yakni perlunya
hati nurani untuk menjauhi perbuatan nistha. seseorang menghindari konflik dan memiliki
sikap hidup rukun (Geertz, 1986: 38).
Obah (Bekerja) sebagai Konsep Dasar Arus
Kas Mamah (rizqi barokah) sebagai Konsep
Dasar Nilai Tambah
Obah (bekerja) adalah merupakan aktivitas wa-
jib bagi setiap individu. Setiap individu orang Ungkapan sapa sing obah mamah, menunjukkan
Jawa diharuskan memiliki mata pencaharian bahwa mamah (rizqi) merupakan proses kedua
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Setiap setelah obah. Mamah yang diharapkan adalah
obah (dalam bentuk pekerjaan) yang dilakukan benar-benar berasal dari pekerjaan yang halal
dengan mengeluarkan udu (kas keluar) di- bukan berasal dari belas kasihan dari saudara
harapkan akan menimbulkan pendapatan (arus maupun orang lain. Hal ini karena konsep urip
kas yang masuk) berapa pun nilainya tentunya tulung tinulung sangat memungkinkan seseo-
dengan. Konsep obah dapat dianalogikan de- rang bisa mamah karena mendapat bantuan atau
ngan konsep maisyah sebagaimana yang diru- pertolongan orang lain. Konsep mamah sangat
muskan oleh Mulawarman (2008: 173). Mula- menekankan pada nilai-nilai ketuhanan. Hal ini
warman (2008: 175) menjelaskan konsep maisyah ditunjukkan dengan ungkapan paring panglilane

148 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7, Nomor 2, September 2008: 144-150
gusti pemberian seseuai dengan kerelaan Tu- potensial menghasilkan keuntungan dalam
han. Bagi masyarakat Jawa, kerelaan Tuhan jangka panjang. Pelanggan tidak berada di luar
menjadi tujuan utama untuk mendapatkan rizqi melainkan manunggal dalam kekayaan. Sehing-
yang berkah. Sebagai konsekwensinya adalah ga pada suatu saat tuna satak dianggap tidak
menyisihkan sebagian dari rizqi yang diterima berarti apa-apa jika kekayaan yang berupa
untuk diberikan kepada yang berhak. sanak pelanggan terus bertambah.
Bagi orang Jawa tidak berpikiran bahwa Dengan demikian sanak dapat dijadikan
pada saat mereka memberi harus kembali untuk mendefinisikan konsep kekayaan (aset)
kepadanya dalam bentuk kebaikan lain. Kita sebagai konsep dasar neraca. Neraca berbasis
harus ikhlas dan rila legowo pada saat mem- sanak sebagai kekayaan di samping aset lain,
bantu, menyumbang, atau meminjamkan sesua- kewajiban, dan ekuitas harus memiliki nilai ke-
tu kepada orang lain. Dalam konteks kebaikan seimbangan. Keseimbangan yang dimaksud
seperti itu, orang Jawa mengatakan bahwa adalah tidak hanya terkait dengan bagaimana
keikhlasannya adalah ibarat idhep-idhep nandur mendapatkan aliran kas masuk yang mencer-
pari jero (Suratno dan Astiyanto, 2009: 99). Pari minkan keuntungan melainkan investasi demi
jero artinya padi yang memerlukan waktu lama kepentingan sosial yang lebih luas sehingga
untuk dapat dipanen. akan menjamin keberlangsungan usaha.
Orang Jawa memiliki keyakinan bahwa
ada dua bentuk balasan kebaikansesuai
SIMPULAN
dengan ajaran agama Islamyaitu: pertama,
kebaikan yang dengan cepat/segera dibalas
dengan kebaikan. Kedua, kebaikan yang men- Berbicara tentang budaya Jawa sesungguhnya
dapat balasan dalam jangka waktu lama, yang dapat diibaratkan seperti berbicara tentang
biasanya diibaratkan dengan nandur pari jero. budaya belantara yang sangat luas dan kom-
Menanam kebaikan kepada seseorang yang tidak pleks. Hal itu disebabkan oleh sejarah perja-
mampu membalas kebaikan itu dipandang se- lanan hidup masyarakat Jawa yang amat
bagai nandur pari jero. Sehingga dengan demi- panjang dengan berbagai sistem budaya yang
kian konsep mamah mengandung makna bahwa turut melingkupinya. Tulisan ini ibarat ora ana
rizqi yang diperoleh dari hasil obah yang ber- sekuku irenge, sangat sempit dalam konteks bu-
nilai tambah untuk kepentingan sendiri, dan daya Jawa. Namun hasil penelusuran yang di-
makhluk lain. lakukan dapat menginspirasi bahwa praktik
akuntansi yang dijalankan dalam setting ala-
Sanak (Persaudaraan) sebagai Konsep Dasar miah para bakul pada umumnya sangat dipe-
Neraca ngaruhi oleh nilai-nilai kearifan budaya Jawa.
Nilai-nilai kearifan yang muncul mempe-
Ungkapan tuna satak bathi sanak sebenarnya me-
ngaruhi praktik akuntansi sangat bermanfaat
rupakan gambaran sikap rendah hati orang
untuk melakukan konstruksi akuntansi yang
Jawa. Menurut Suratno dan Astiyanto (2009:
bercorak Jawa. Hasil penelusuran yang dilaku-
270) Bathi sanak artinya tambah sedulur (tambah
kan terhadap nilai-nilai kearifan budaya Jawa
saudara; yang berarti juga tambah pelanggan).
menemukan konsep obah-mamah-sanak. Konsep-
Pada dasarnya, tidak ada seorang bakul peda-
konsep tersebut selanjutnya digunakan sebagai
gang yang bersedia merugi. Mereka pasti
penyusunan konsep dasar arus kas-nilai tam-
mencari untung agar profesinya sebagai peda-
bah-neraca.
gang tetap dapat bertahan.
Tulisan ini merupakan ide awal dalam
Cara berpikir orang Jawa tidak sesempit
melakukan konstruksi akuntansi di ranah bu-
yang dibayangkan. Mereka ternyata lebih me-
daya dan agama khususnya yeng bercorak
mentingkan going concern usahanya daripada
Jawa. Saran bagi para peneliti yang tertarik
menghindari kerugian dalam jangka pendek.
dengan nilai-nilai kearifan budaya Jawa adalah
Mengutamakan bathi sanak sama artinya me-
perlunya menelusuri lebih dalam setting ala-
nambah pelanggan sebanyak-banyaknya. Bagi
miah praktik akuntansi yang dijalankan. Di
orang Jawa pelanggan adalah ibarat aset yang

Menguak Akuntabilitas (Zulfikar) 149


samping itu menggali kemungkinan penyusun- Yogyakarta: Tiara Wacana.
an laporan keuangan dengan corak Jawa. Koentjaraningrat. 1982. Kebudayaan Jawa. Ja-
karta: Balai Pustaka
DAFTAR PUSTAKA Lash, Scott. 2004. Sosiologi PostModern. Yogya-
karta: Kanisius.
Featherstone, Mike. 2001. Posmodernisme dan Marbangun, Hardjowirogo. 1995. Manusia Jawa.
Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Jakarta: PT Toko Gunung Agung
Pelajar. Mulawarman, Aji Dedi. 2008. Akuntansi Sya-
Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi riah: Teori, Konsep, dan Laporan Keuangan.
dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jakarta: E-Publishing Company.
Jaya. Prabowo, Danu Priyo. 2003. Pengaruh Islam
Geertz, Hildred. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta: dalam Karangan R.Ng. Ranggawarsita. Yog-
Grafiti Press. yakarta: Narasi.
Jong. 1976. Salah Satu Sikap Hidup Jawa Orang Soedarjono, Harjo. 2007. Pemikiran Religius
Jawa dalam Endraswara, Suwardi. 2006. Budaya Spiritual Penghayat Kepercayaan
Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Cakra- Kejawen. Kejawen: Jurnal Kebudayaan Jawa.
wala. Ed 3 Thn. II/September, hlm. 63-72.
Kuntowijoyo. 1987. Tema Islam dalam Pertun- Suratno, Pardi, dan Astiyanto, H. (2009). Gusti
jukan Rakyat Jawa; Kajian Aspek Sosial ora Sare. Yogyakarta: Adiwacana.
Keagamaan dan Kesenian. Jakarta: Dep- Suwarjono. 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan
dikbud-Javanologi. Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat.

150 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Volume 7, Nomor 2, September 2008: 144-150

Anda mungkin juga menyukai