PENDAHULUAN
Kajian tentang biaya merupakan sebuah isu yang menarik diangkat dan dibahas
dalam penelitian ilmiah akuntansi. Karena setiap aktivitas manusia sering sekali
merupakan istilah yang sudah biasa, dan setiap orang memiliki pengertian sendiri
tentang biaya, sehubungan dengan istilah biaya, peryataan dari Hansen and Mowen
(2004) mendefinisikan biaya adalah kas yang dikorbankan untuk mendapat barang
atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa yang akan
dalam bentuk arus kas atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban
pemegang modal”.
penurunan ekuitas pada periode tertentu (Grady 1965, Suwardjono 2010). Biaya yang
1
penurunan laba atau kerugian. Sampai saat ini, laba masih menjadi fokus bagi
Cara pandang akuntan dan perusahaan secara umum tentang pentingnya laba
juga tercermin dalam perubahan kehidupan masyarakat saat ini. Hampir seluruh
aspek kehidupan selalu diukur dengan menggunakan ukuran moneter yang akhirnya
diperhitungkan dalam bentuk output materi. Akuntansi modern selalu berusaha untuk
perusahaan (Sari et.al. 2015) serta melakukan efisensi biaya agar tercapainya laba
yang maksimal oleh karena itu, manusia modern terpenjara dalam pola pikir
pendapatan, biaya dan laba materi semata-mata. Hal-hal lain seperti etika, norma dan
nilai spiritual tidak jarang diabaikan mencapai tujuan tersebut (Sari et.al 2015,
Triyuwono 2015).
Terdapat ungkapan dalam salah satu artikel di mana dalam penelitiannya tertulis
“ngapain kasus picisan itu di ambil? Itu ngak ilmiah!”. Triyuwono (2007) berpendapat
bahwa bahwa kita harus menghargai kasus pinggiran sebagaimana kita menghargai
yang pusat. Seolah-olah akuntansi hanya berfokus pada perusahaan besar atau
organisasi bisnis lainnya, padahal jika kita dengan cermat akuntansi juga terdapat
pada sesuatu yang sifatnya tradisi dan kebudayaan dan itu mempengaruhi ekonomi
masyarakat.
Biaya bukan hanya terjadi dalam perusahaan serta organisasi, namun juga dalam
kehidupan masyarakat. Biaya juga muncul dalam kegiatan budaya dan tradisi
2
masyararakat indonesia. Akuntansi dan budaya sudah lama mengalami diskursus
(Randa dan Daromes 2014). Sebagai bagian dari ilmu sosial, akuntansi memiliki
cara pandang (perspektif) yang berbeda terhadap suatu objek termasuk konsep
perspektif bisnis, perspektif sosial atau perspektif budaya), maka akan dilahirkan
Kebudayaan memiliki kandungan makna yang ada didalamnya ada nilai-nilai etis,
moral, dan spiritual sehingga nilai-nilai kebudayaan yang diturunkan perlu dijaga dan
bersifat negatif, tetapi dalam kebudayaan ada unsur-unsur penting yang dapat
fungsi dan kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Dimana kebudayaan berguna
untuk melindungi diri manusia terhadap alam, mengatur hubungan antara manusia
dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia. Dengan kebudayaan, manusia
dapat mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi, serta memenuhi sebagian besar
3
Seiring dengan itu, Bakker (1948). Mengungkapkan bahwa kebudayaan
mempuyai hak yang sama untuk dipelajari dan di hargai. Melalui kebudayaan,
Manusialah yang menciptakan kebudayaan, oleh sebab itu manusia pada hakikatnya
adalah makhluk yang berbudaya, manusia tidak dapat hidup tanpa budaya. Budaya
merupakan wahana bagi manusia untuk mengekspresikan diri dan juga wahana untuk
Hubungan ini sangat hakiki, dari kebudayaan orang mengharapkan kemanusian yang
sejati. Bakker (1948), maka sistem nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat,
serta pandangan hidup merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari
adat istiadat. Hal ini disebabkan nilai budaya merupakan konsep. Konsep mengenai
apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat
berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan
warga masyarakat.
Kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga
(Mujahidin,2016)
di bangun atas dasar konsensus nilai-nilai kearifan lokal. Jika kultur dan kearifan lokal
4
dikaitkan dengan aktivitas bisnis, maka ia menjadi sebuah entitas yang tidak bisa
dipisahkan. Bisnis tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial
bahkan diintegrasikan. Oleh karena itu, memahami nilai-nilai kearifan lokal menjadi
Sejalan dengan hal tersebut, Zulfikar (2008) berpendapat bahwa nilai-nilai budaya
lokal terkadang luput dari perhatian yang sesungguhnya memberikan kontribusi dalam
melandasi, yaitu asumsi dasar, konsep, deskripsi dan penalaran yang keseluruhannya
akan melahirkan suatu teori. Oleh karena itu, untuk mengembangkan praktik
akuntansi tidak cukup hanya dilakukan dengan mempelajari praktik akuntansi yang
sedang berlangsung. Hal yang penting untuk dicermati adalah nilai-nilai budaya
Penggalian praktik, konsep dan makna akuntansi yang berbasis budaya lokal
sangat penting untuk dilakukan, sebagai upaya untuk terus menunjukan eksistensi,
Berangkat dari fenomena yang ada di indonesia, biaya (cost) yang terdapat dalam
akuntansi juga dapat digolongkan dalam perspektif kearifan lokal dalam perayaan
membutuhkan pengeluaran biaya yang sangat besar. Salah satu daerah yang
memiliki tradisi atau kebiasaan yang mewariskan keindahan tradisi nenek moyang
5
Sehingga secara tidak langsung peneliti tertarik pada topik yang menarik untuk di
amati secara langsung adalah tradisi Tumbilotohe (malam pasang lampu) merupakan
diselenggarkan pada hari ke-27 ramadhan menjelang hari raya idul fitri, yang diadakan
setiap tahun. Tradisi ini selalu menjadi acara yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat
gorontalo, bukan hanya masyarakat gorontalo saja, terdapat juga masyarakat dari
daerah lain di wilayah sulawesi, tidak menutup kemungkinan terdapat juga para
wisatawan mancanegara.
dengan minyak tanah dan juga lampu-lampu listrik dengan aneka warna biasanya
Penyelenggaran tradisi ini dilaksanakan di tanah lapang yang luas dan daerah
kitab suci alquran, dan kaligrafi yang sangat indah dan mempesona. Kreasi-kreasi
masyarakat sekitar diukir dengan bambu dan digantungkan lampu botol, sehingga
pada saat lampu botol dinyalakan, akan terlihat lampu botol tersebut terukir kaligrafi
ataupun tulisan ucapan, biasanya tulisan ucapan yang terlihat adalah selamat hari
raya idul fitri. Tumbilotohe tidak hanya terbatas pada tanah lapang, tetapi bisa juga
Saat tradisi tumbilotohe di gelar, wilayah gorontalo jadi terang benderang, nyaris
tak ada sudut kota yang gelap. Gemerlap lentera tradisi tumbilotohe yang digantung
6
pada kerangka-kerangka kayu yang dihiasi dengan janur kuning atau dikenal dengan
nama alikusu (hiasan yang terbuat dari daun kelapa muda) menghiasi kota gorontalo.
tebu sebagai lambang keramahan dan kemuliaan hati menyambut hari raya idul fitri.
Dengan semaraknya perayaan tradisi ini dan besarnya antusias dari berbagai
sehingga lebih meriah, dan bisa mempertahankan tradisi yang sejak dari dulu
diselenggarakan gorontalo.
Namun dalam penyelenggaraan tradisi ini tidak luput dari besarnya biaya yang
dapat dikeluarkan. Biaya tersebut memiliki dampak yang material bagi ekonomi
gorontalo melepas diri dari wilayah sulawesi utara dan menjadi provinsi sendiri, maka
gorontalo harus menata perekonomiannya dengan sendiri, dan secara tidak langsung
gorontalo masih dibayangi dengan angka kemiskinan yang masih cukup besar.
Dengan besarnya biaya yang dapat dikeluarkan dalam penyelanggaraan tradisi ini,
tetapi masyarakat tidak peduli dengan hal tersebut, karena ingin mempertahankan
dan mejaga tradisi yang sejak dari puluhan tahun diselenggarakan di bumi gorontalo
hingga terpelihara sampai saat ini, hal tersebut menunjukan bahwa nilai material yang
besar dikeluarkan tidak sepenuhnya berlaku bagi masyarakat yang secara sukarela
melakukannya.
lain dari makna biaya yang secara tidak langsung mengorbankan nilai material atas
7
terselenggarakan tradisi ini, tentunya ini berbeda dengan arti biaya pada organisasi-
organisasi bisnis. Terdapat alasan besar masyarakat melihat biaya yang dikeluarkan
dapat memberikan nilai yang lebih besar di bandingkan dari pengeluaran yang
dilakukan yang bersifat material. Keunikan yang dimiliki oleh masyarakat gorontalo
menjadi hal yang sangat menarik bagi peneliti untuk mencari nilai-nilai budaya yang
masih di pegang teguh oleh masyarakat gorontalo dalam memaknai arti biaya dalam
perspektif lain. Kadangkala tradisi hanya menjadi sebuah perayaan semata jika
kelompok masyarakat daerah tersebut tidak memahami makna atau nilai moral yang
terkandung didalamnya, padahal jika ditilik lebih dalam dan mau mengkajinya, bukan
sesuatu yang aib. Justru disana kita bisa menemukan ilmu-ilmu baru yang dengannya
kita mendapat pelajaran yang sebelumnya tidak kita bayangkan, misalnya tentang
tradisi tumbilotohe.
tumbilotohe di gorontalo?. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini mencoba melihat
lebih mendalam sisi lain dari biaya menurut perspektif masyarakat gorontalo, dan
menggali serta mengungkap nilai-nilai yang terkandung dibalik makna biaya pada
pelestarian tradisi tumbilotohe yang tentunya memiliki perbedaan yang sangat jelas
8
ekuitas pada periode tertentu, dan juga berimplikasi pada pemegang saham. Namun
biaya bukan hanya terjadi dalam perusahaan serta organisasi bisnis, namun juga
dalam kehidupan masyarakat. Biaya juga muncul dalam kegiatan budaya dan tradisi
masyararakat indonesia. Untuk itu penelitian ini lebih memfokuskan pada pencarian
nilai-nilai yang belum terungkap dari makna biaya sesungguhnya yang terjadi dalam
Mencoba melihat lebih mendalam sisi lain dari biaya menurut perspektif
dibalik makna biaya pada pelestarian tradisi tumbilotohe yang tentunya memiliki
berbagai pihak :
1) Manfaat Teoritis
akuntansi biaya. Serta memberikan pemahaman lebih bahwa biaya bisa di maknai
9
budaya tertentu. Hasil penelitian ini juga di harapkan dapat menjadi penelitian
2) Manfaat Praktis
fenomena yang terjadi berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan pada tradisi
10
DAFTAR PUSTAKA
Amaliah, T.H. 2016. “Nilai-Nilai Budaya Tri Hita Karana dalam Penetapan Harga
480.
Tantowi, dkk. 2012. “Analisis Efektivitas Pengendali Biaya Produksi pada PT. Daur
Ulang Sejahtera (DSA) di Bandar Lampung”. JURNAL Akuntansi & Keuangan Vol. 3,
Mursy, A.L, Rosidi. 2013. “Sentuhan Rasa di Balik Makna Laba”. Jurnal Akuntansi
Rahayu, Sri, dkk. 2016. “Makna “Lain” Biaya pada Ritual Ngaturang Canang
Gorontalo.
Tumirin, Abdurahim, A. 2015. “Makna Biaya dalam Upacara Rambu Solo”. Jurnal
11
Ufie, A. 2016. “Mengonstruksi Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) dalam
Deskriptif Budaya Niolilieta Masyarakat Adat Pulau Wetang Kabupaten Maluku Barat
Daya, Propinsi Maluku)”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Volume 23, Nomor 2.
12