Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI INTERNASIONAL

Harmonisasi Standar Akuntansi International

Defriyansyah Rauf
Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Brawijaya Malang

Abstrak:
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan secara langsung di berbagai negara
dalam mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya. Serta menyimpulkan hasil-hasil
penelitian terdahulu mengenai harmonisasi standar akuntansi international (IFRS) di negara maju
dan berkembang. Makalah ini menemukan bahwa dengan adanya harmonisasi terhadap IFRS
diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama, yaitu komparabilitas (dapat
diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan
perbandingan laporan keuangan antara negara dan untuk pengambilan keputusan, agar nantinya
proses harmonisasi dan adopsi penuh IFRS ini mendatangkan keuntungan bagi negara tersebut.

Kata Kunci: Globalisasi, Harmonisasi, Adopsi Penuh, IAS/IFRS.

PENDAHULUAN

Sejak kapankah globalisasi muncul? Tidak ada kepastian tentang hal ini, akan tetapi isu

globalisasi menerpa di segala aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek kehidupan yang

mendapat terpaan globalisasi yang paling kuat adalah aspek ekonomi dan bisnis. Banyaknya

perusahaan yang melakukan operasi bisnis di luar batas negaranya, menunjukkan arah

perkembangan operasi bisnis yang bersifat global. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang

dilakukan oleh Deloitte Touche Tohmatsu International pada tahun 1992, terhadap 400

perusahaan skala menengah di dua puluh negara maju yang melakukan bisnis di pasar

internasional mengindikasikan bahwa adanya kesempatan bertumbuh (84%), untuk mengurangi

ketergantungan pada perekonomian domestik (39%), memenuhi permintaan pasar (34%) dan

biaya operasi yang lebih murah (24%) (Iqbal, et.al. 1997; Sadjiarto, 1999). Survey tersebut
menunjukkan salah satu kenyataan bahwa ada kecenderungan banyak perusahaan untuk

menjalankan bisnis secara global dan tidak hanya terpaku pada bisnis di negara asal karena

dengan melakukan ekspansi ke luar negeri dirasakan memberikan keuntungan yang lebih bagi

perusahaan.

Arus Globalisasi mengimplikasikan bahwa sesuatu yang dulunya merupakan kewenangan

dan tangungjawab tiap negara akan secara otomatis dapat dipengaruhi oleh dunia internasional.

Demikian pula dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi suatu negara (Sadjiarto,

1999). Tentu saja hal ini akan menimbulkan suatu masalah ketika standar akuntansi yang dipakai

di negara tersebut berbeda dengan standar akuntansi yang dipakai di negara lain. Oleh karena

itu, secara tidak langsung berkaitan juga dengan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan

yang sering di sebut sebagai bahasa bisnis, menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan

perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bagi seluruh

stakeholder perusahaan. Laporan keuangan yang berkualitas baik dapat menyampaikan pesan

yang jelas dari penyusun laporan keuangan tentang kondisi perusahaan, agar mudah dipahami

oleh berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder). Agar terjadinya keseragaman dalam

penyampaian laporan keuangan, maka harus adanya suatu standar yang berlaku secara umum.

Sehingga, laporan keuangan harus disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi dan pelaporan

keuangan yang diterima umum atau generally accepted accounting principles (GAAP). Namun,

suatu prinsip akuntansi yang berlaku pada suatu negara belum tentu diterima secara umum di

negara lain khususnya perusahaan multinasional, (Diliharto, 2010). Maka, kebutuhan untuk

harmonisasi standar akuntansi internasional harus dipenuhi oleh sebuah organisasi akuntansi

internasional (Karim, 2001).

Tahun 1973, didirikanlah International Standard Accounting Committee (IASC) oleh sepuluh

organisasi profesional yang berasal dari Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang, Perancis,

Selandia Baru, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Sebagai produk IASC, munculah
International Accounting Standard (IAS). Pada perkembangannya, tahun 2001 IASC digantikan

oleh International Accounting Standard Board (IASB). IASB berupaya untuk menyelaraskan

perbedaan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor lingkungan. IASB kemudian mengeluarkan

International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai standar akuntansi dan pelaporan

keuangan baru yang berlaku di samping IAS yang sudah ada dan masih berlaku. Sementara itu,

IFRIC menghasilkan interpretasi terhadap hal-hal yang tidak jelas pada IFRS. IFRS inilah yang

akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan global

(Diliharto, 2017). International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dirumuskan oleh IASB,

sejak tahun 2005 telah berkembang pesat dan sudah di adopsi oleh lebih dari 100 negara maju

dan berkembang sebagai acuan dalam penyusunan semua pelaporan entitas perusahaan (Kraal,

2016; Ali, 2015)

Harmonisasi standar akuntansi pada skala internasional telah menjadi perdebatan yang

sangat sering di bicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Harmonisasi akuntansi internasional

yang sering juga di sebut sebagai adopsi IFRS, didefinisikan sebagai proses untuk membawa

standar akuntansi internasional menjadi suatu kesepakatan yang sama, sehingga laporan

keuangan dari berbagai negara disusun sesuai dengan seperangkat prinsip-prinsip pengukuran

dan pengungkapan (Karim, 2001). Banyak yang beraggapan bahwa IFRS diusahakan bisa

menjadi Global Accounting Standar, meskipun demikian IFRS mengalami beberapa hambatan

yang muncul di sebabkan karena tidak semua negara mau menerima konsep “standar akuntansi

dan pelaporan keuangan tunggal”. Kondisi ini diperburuk juga dengan perbedaan bahasa yang

digunakan. Terdapat beberapa hambatan yang terjadi di dalam negeri pada kebanyakan negara,

sehingga ada resistensi internal dalam mengadopsi IFRS seperti: perbedaan budaya, ekonomi,

dan hukum di setiap negara. Namun, dari segala hambatan tersebut harmonisasi standar

akuntansi dan pelaporan keuangan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik oleh

pengguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai Negara. Hal ini tentu akan memudahkan
perusahaan multinasional (MNC) dalam memperoleh sumber pendaaan dari interaksi pasar

modal internasional. Harmonisasi ini juga diyakini dapat memberikan efisiensi dalam penyusunan

laporan keuangan bagi perusahaan multinasional, karena perusahaan membutuhkan sumber

daya yang cukup banyak ketika sahamnya diperdagangkan secara global, Penggunaan standar

akuntansi internasional juga diharapkan akan menambah kepercayaan investor asing untuk

melakukan investasi pada perusahaan nasional (Diliharto, 2017). Sementara itu, beberapa

negara telah mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansi nasional, misalnya semua negara Uni

Eropa (UE) dan Australia di tahun 2005, negara-negara ini memutuskan untuk menyelaraskan

standar akuntansi nasional mereka dengan IFRS secara bertahap selama beberapa tahun.

Sementara, negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan dan Bangladesh telah mengambil

langkah-langkah untuk membuat perubahan standar akuntansi nasional serta berkerja sama

dengan badan akuntansi professional regional untuk menyelaraskan dengan IFRS sebelum

mamasuki tahap adopsi secara penuh (Ali, 2015).

Apakah indonesia juga sama seperti negara-negara sebelumnya.?

Pada 1997 Munculnya fenomena krisis nilai tukar di sebagian negara Asia, termasuk juga di

Indonesia. Pada saat itu industri manufaktur sangat bergantung pada bahan baku import. Hal ini

mendorong nilai import bahan baku dalam mata uang rupiah sangat meningkat tajam. Sebaliknya

industri manufaktur yang berasal dari bahan baku dan sumber daya domestik mengalami

penurunan. Oleh karena itu, ekspor barang ke luar negeri menjadi sangat menguntukan jika di

nilai dalam mata uang rupiah. Dengan fenomena ini, penetapan harga jual baru di pasar domestik

dan luar negri menjadi tidak sesederhana sebelum terjadi krisis (Sadjiarto, 1999).

Perkembangan selanjutnya di Indonesia juga menunjukkan fenomena yang menarik.

Menguatnya rupiah terhadap mata uang asing, meskipun tidak kembali pada kurs nilai tukar

sebelum terjadinya krisis, membuat para eksportir mulai mengeluh karena pendapatannya turun

jika dinilai dalam mata uang rupiah. Sebaliknya terjadi bagi para importir. Menguatnya mata uang
domestik (Rupiah) dan melemahnya mata uang asing (Dolar AS) membuat kewajiban importir

membayar dalam mata uang asing menjadi lebih murah dinilai dari mata uang domestik. Hal ini

pada akhirnya memacu para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya di luar negri, melintasi

batas-batas negara dan budaya, dalam rangka mencari keuntungan sebesar-besarnya sekaligus

memperluas daerah pemasaran (Sadjiarto, 1999). Adanya transaksi antar negara dan prinsip-

prinsip akuntansi yang berbeda di setiap negara maka indonesia harus menggunakan standar

akuntansi yang mudah di pahami oleh negara lain.

Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia yang mumpuni, berupaya mempetahankan dan

meningkatkan daya saingnya di dunia Internasional. Adopsi IFRS yang dilakukan Indonesia tentu

tidak lepas dari kepentingan global yaitu agar dapat meningkatkan daya informasi dari laporan

keuangan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Di samping itu, adopsi IFRS adalah salah satu

kesepakatan pemerintah indonesia sebagai anggota forum G20. Hasil dari pertemuan pemimpin

negara G20 pada forum di Washington DC, 15 November 2008, secara prinsip-prinsip G20 yang

dicanangkan sebagai berikut: strengthening transparency and accountability, enhancing sound

regulation, promoting integrity in financial markets, reinforcing international cooperation, and

reforming international financial institutions (Sukendar, 2014).

Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia (IAI) telah melakukan harmonisasi antara

PSAK dan IFRS. Saat itu Adopsi yang dilakukan Indonesia sifatnya belum menyeluruh, baru

sebagian (harmonisasi). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mencanangkan bahwa standar akuntansi

internasional (IFRS) sudah mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara keseluruhan atau

full adoption (IAI, 2009; Gamayumi, 2009). Namun, penyusunan standar akuntansi keuangan di

indonesia mengacu pada IFRS harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan juga tetap

mempertahankan standar akuntansi nasional untuk transaksi-transaksi tertentu namun transaksi

tersebut harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang telah diadopsi. Misalnya

seperti dalam SAK terdapat Akuntansi untuk Perkoperasian yang belum tentu dibutuhkan di
Amerika Serikat. Maka adopsi IFRS di lakukan dengan 3 tahap antara lain: Adopsi, Persiapan

dan Implementasi sebelum mengadopsi secara keseluruhan IFRS. Dengan adanya harmonisasi

terhadap IFRS diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama, yaitu komparabilitas

(dapat diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan

perbandingan laporan keuangan antara negara dan untuk pengambilan keputusan.

International Financial Reporting Standards (IFRS) memang merupakan kesepakatan

standar akuntansi secara global yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan

internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global makin meningkat dari waktu ke waktu.

Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa

otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global

untuk mengurangi kesenjangan aturan di antara negara-negara anggota G-20 (Sukendar, 2014).

Dari permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian mengenai

harmonisasi standar akuntansi internasional sebagai salah satu cara menyelaraskan penyajian

laporan keuangan secara global. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan

secara langsung di berbagai negara dalam mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya.

Serta menyimpulkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai harmonisasi standar akuntansi

international (IFRS) di negara maju dan berkembang dan juga bisa mengetahui seberapa

berpengaruh adopsi IFRS akan membuat nilai tambah perusahaan tersebut di mata publik. Hal

ini sesuai dengan penjelasan Sadjiarto (1999) menyatakan bahwa harmonisasi standar akuntansi

diartikan sebagai meminimumkan adanya perbedaan standar akuntansi di berbagai negara.

PEMBAHASAN

Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional (IFRS)

International Accounting Standar Committee (IASC), di dirikan pada tahun 1973 yang

merupakan hasil dari perjanjian oleh badan-badan akuntansi di Australia, Kanada, Prancis,

Jerman, jepang, Meksiko, Belanda, Inggris, Irlandia dan Amerika. Badan-badan ini merupakan
dewan IASC pada saat itu. Tujuan dari pendirian IASC adalah untuk mengembangkan standar

akuntansi di dalam kepentingan publik, standar akuntansi yang dapat diterima di seluruh dunia

untuk meningkatkan pelaporan keuangan internasional, sepanjang keberadaannya, IASC

menerbitkan 41 standar yang di kenal dengan International Accounting Standar (IAS)

(Nandakumar, 2012: 3-4).

Perkembangan selanjutnya adalah IASC membentuk IASC Foundation. Melalui IASC

Foundation tersebut pengembangan standar akuntansi dan standar pelaporan memasuki tahap

baru. Tahapan baru dalam pengembangan standar akuntansi dan pelaporan tersebut adalah

dengan dibentuknya beberapa badan yang ada di bawah IASC Foundation. Beberapa badan

bentukan IASC Foundation adalah :

 IASB (International Accounting Standard Board)

 IFRIC (International Financial Reporting Committee)

 SAC (Standard Advissory Committee).

Pada tahun 2001 IASC digantikan oleh International Accounting Standard Board (IASB). IASB

berupaya untuk menyelaraskan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor lingkungan.

Tujuan dari IASB adalah untuk merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi yang akan

diamati dalam penyajian laporan keuangan (Schroeder, et al., 2009: 82-83).

IASB berperan dalam menerbitkan standar akuntansi yang baru dengan memperhatikan

masukan dari SAC. IFRIC berperan memberikan inteprestasi atas standar yang dikeluarkan oleh

IASB. Langkah IASB selain menerbitkan standar baru adalah merevisi dan mengganti standar-

standar lama yang telah ada sebelumnya. Standar-standar yang dikeluarkan oleh IASB tersebut

kemudian diberi nama IFRS (International Financial Reporting Standard). IFRS dapat berisi

standar yang menggantikan standar yang sebelumnya atau standar yang memang benar-benar

baru. Standar tersebut, IFRS dan IAS, menjadi acuan atau diadopsi langsung oleh para penyusun

standar di tiap-tiap negara yang ingin merevisi standar mereka agar sesuai dengan standar yang

berlaku secara internasional. Penyusun telah membuat standar akuntansi, yang mungkin telah
mengacu pada IFRS dan IAS, kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam pencatatan akuntansi

bagi perusahaan-perusahaan yang berada dalam wilayah berlakunya standar tersebut

(Schroeder, et al., 2009: 82-83).

International Accounting Standard Board (IASB), merupakan lembaga independen untuk

menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong

penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat

diperbandingkan (Choi et al., 1999). Gaffikin (2008: 118) Standar akuntansi internasional sangat

dibutuhkan dalam praktek bisnis dimana alasan utamanya adalah untuk kebutuhan akan

pergerakan dana bebas yang mengiringi globalisasi pasar modal. Pendirian IASB, di maksudkan

untuk mendorong harmonisasi prosedur dan standar akuntansi di seluruh dunia (Lam & Law,

2014: 6-7).

Saat ini harmonisasi standar akuntansi internasional menjadi isu hangat karena berhubungan

erat dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. Globalisasi bisnis tampak dari

kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan munculnya perusahaan multinasional.

Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi yang berlaku secara

luas di seluruh dunia. Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda

antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan harmonisasi standar akuntansi di

seluruh dunia (Gamayumi, 2009).

Harmonisasi standar akuntansi internasional memiliki sifat lebih fleksibel dan terbuka.

Harmonisasi standar akuntansi internasional pertama kali dikenalkan oleh European Commision

(EC). Pada tahun 1995 EC mengadopsi pendekatan baru bagi harmonisasi akuntansi yang

memperbolehkan penggunaan standar akuntansi internasional untuk perusahaan yang terdaftar

di pasar modal internasional.

Choi, et al. (1999) menyatakan bahwa Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan

kesesuaian praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-

praktik tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat
meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai

Negara. Sedangkan menurut Mogul (2003) mendefinisikan harmonisasi standar akuntansi

sebagai proses yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa prinsip akuntansi yang

berlaku umum dirumuskan, selaras dan diperbarui dengan praktek internasional terbaik (GAAPs

di negara-negara lain) dengan modifikasi sesuai dan mempertimbangkan kondisi domestik.

Dengan demikian harmonisasi dapat mengakomodasi perbedaan nasional dan meningkatkan

komparabilitas informasi keuangan dari berbagai negara. Secara sederhana pengertian

harmonisasi standar akuntansi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya

standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar

akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional.

Harmonisasi membuat standar akuntansi keuangan sejalan dengan standar akuntansi

internasional.

Adopsi Penuh Standar Akuntansi International

Adopsi penuh standar akuntansi internasional adalah mengadopsi standar akuntansi

internasional secara penuh tanpa adanya perubahan-perubahan untuk diterapkan di suatu

negara. Adopsi dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) bukanlah

suatu yang mudah, beberapa permasalahan akan dihadapi oleh tiap negara. Permasalahan yang

dihadapi di antara lain: Pertama, masalah penerjemahan standar itu sendiri, IFRS yang

diterbitkan dalam bahasa Inggris perlu diterjemahkan, sedangkan penerjemahan itu sendiri akan

mengalami kesulitan di antaranya adanya ketidakkonsistenan dalam penggunaan kalimat bahasa

Inggris, penggunaan istilah yang sama untuk menerangkan konsep yang berbeda, dan

penggunaan istilah yang tidak terdapat penanda dalam penerjemahan, Kedua, ketidaksesuaian

antara IFRS dengan hukum nasional, karena pada beberapa negara standar akuntansi termasuk

dalam bagian hukum nasional, sehingga standar akuntansinya ditulis dalam bahasa hukum,

namun di sisi lain IFRS tidak mencantumkan penulisan dalam bahasa hukum, sehingga harus

diubah oleh Dewan Standar Akuntansi masing-masing negara, Ketiga, struktur dan kompleksitas
standar internasional, dengan adanya IFRS menimbulkan kekhawatiran bahwa standar akan

semakin tebal dan kompleks. Dengan adanya permasalahan dalam mengadopsi IFRS, tidak bisa

di kesampingkan bahwa manfaat dari IFRS ini sangat besar bagi negara yang mengadopsinya,

seperti ekspansi ekonomi berlangsung dengan cepat, dengan standar yang sama maka laporan

keuangan di semua negara akan sama, sehingga tidak perlu penyesuaian lagi dan secara

otomatis proses analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan cepat dan pengambilan

keputusan juga lebih cepat, yang pada akhirnya proses ekspansi pun menjadi cepat (Media

Akuntansi, 2005).

Harmonisasi dan Adopsi Penuh IFRS di Beberapa Negara

Adopsi IFRS telah dilakukan di beberapa negara, di antaranya di Uni Eropa yang

mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa saham harus menyiapkan laporan

keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007), sedangkan di Inggris standar yang menyerupai

IFRS diperlukan untuk menghindari masalah tentang perusahaan yang terdaftar dan yang tidak

terdaftar di bursa saham dan ketika itu IFRS dianggap sebagai suatu tantangan, yang pada

akhirnya menyambut baik IFRS untuk mengurangi perbedaan antara standar akuntansi di Inggris

dan IFRS (Fearnley dan Hines, 2002).

Amerika Serikat awalnya dengan keras menolak pemberlakuan standar akuntansi baru IFRS,

namun ada tekanan yang luar biasa dari Uni Eropa. Perusahaan multinasional yang berasal dari

Amerika Serikat tidak akan diizinkan memasuki pasar Eropa jika tidak menggunakan IFRS dalam

laporan keuangannya. Hal ini menyebabkan Amerika Serikat melunak, dan melakukan

peninjauan terhadap IFRS. Setelah masa penolakan, pada November 2006 Amerika Serikat

akhirnya mengumumkan akan melakukan harmonisasi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS

pada 2011 (Fearnley dan Hines, 2003).

Australia sama halnya dengan negara lain, pada awalnya juga memperdebatkan IFRS.

Selama tahun 1980-an ada tekanan pada standar akuntansi yaitu jika tidak mentaati maka akan
dikenakan denda. Pada awal 1984 memberikan status legal dan sekaligus mengesahkan

pengembangan standar akuntansi. Sejak tahun 1996 Australia melakukan kebijakan harmonisasi

internasional dan pemenuhan pada standar akuntansi australia memberikan keyakinan atas

pemenuhan pada IFRS yang diumumkan oleh IASB, kecuali terdapat alasan mengapa

pemenuhan tidak cocok dengan penyusunan institusional Australia (Collett, et al., 1999).

Sedangkan di kawasan asia, seperti di Singapura adopsi penuh IFRS tidaklah menjadi

masalah. Regulator di negara ini telah meminta perusahaan di Singapura untuk mengikuti

Singapore Reporting Standards (FRS) mulai 1 Januari 2003 dan FRS sendiri diadopsi dari IFRS.

Sampai April 2005 Singapura telah mengadopsi semua Standar Akuntansi Keuangan yang

dikeluarkan oleh IASB, kecuali IAS No.40 tentang Investment Property, yang direvisi oleh IASB

dan berlaku pada 1 Januari 2005, sehingga untuk hal tersebut Dewan Standar Singapura

memberlakukan secara efektif pada 1 Januari 2007. Sedangkan di Malaysia mulai 1 Januari 2005

standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Malaysian Accounting Standards Board (MASB) akan

merubah nama dari Financial Reporting Foundation (FRF) menjadi Financial Reporting Standard

(FRS). Perubahan nama tersebut merupakan langkah awal untuk menyejajarkan Standar

Akuntansi Malaysia dengan IFRS yang selanjutnya MASB akan aktif dalam penyusunan Standar

Akuntansi Internasional (Media Akuntansi, 2005).

Jepang, memiliki Standar Akuntansi yang berbeda dengan Standar Akuntansi Internasional

dan untuk melakukan adopsi, Jepang bekerjasama dengan IASB. Pada 1 Januari 2005 diadakan

proyek kerja sama antara IASB dan ASBJ (the Accounting Standards Board of Japan) untuk

mengurangi perbedaan antara Standar Akuntansi Jepang dan IFRS. Dan pada akhirnya Jepang

menetapkan adopsi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2012 (Hiramatsu, 2009).

Sedangkan di Hongkong adopsi dengan Standar Akuntansi Internasional dimulai pada 1 Januari

2005, yang berarti mulai tanggal tersebut perusahaan di Hongkong harus menerapkan standar

internasional dalam penyusunan laporan keuangannya (Media Akuntansi, 2005).


Harmonisasi dan Adopsi Penuh IFRS di Indonesia

Pelaksanaan adopsi ke IFRS bagi tiap negara di dunia bukanlah sesuatu yang mudah. Adopsi

IFRS dilakukan dengan dua cara: pendekatan big bang dan dengan cara gradual. Big bang

strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan tertentu, digunakan oleh

negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap,

digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Proses adopsi yang dilakukan

oleh IAI dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan dan tahap implementasi.

Sejak 2004, IAI telah melakukan harmonisasi antara PSAK (Indonesian GAAP) dan IFRS.

adopsi penuh IFRS tercapai pada tahun 2012. Pada 8 Januari 2004 badan penyusun standar

akuntansi di Indonesia yaitu Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) memutuskan

membentuk dua tim untuk mengantisipasi penerapan secara penuh IFRS. Dua tim tersebut

adalah satuan tugas untuk Full Adoption dan satuan tugas untuk reformat PSAK. Satuan Tugas

untuk Full Adoption melakukan penelitian atas seluruh Standar Laporan Keuangan Internasional

(IFRS) guna tercapainya adopsi penuh, melakukan penelitian apakah seluruh paragraf aturan

standar dalam IFRS harus diadopsi secara penuh mengingat adanya perbedaan lingkungan

bisnis, sehingga belum tentu standar tersebut harmonis dengan kondisi lingkungan bisnis di

Indonesia, dan mencari masukan dari negara-negara anggota IFAC lainnya tentang sejauh mana

pengadopsiannya terhadap IFRS. Satuan tugas untuk Reformat PSAK melakukan tugas untuk

penyempurnaan penyusunan PSAK serta penataan ulang terhadap penerbitan produk-produk

PSAK pada waktu mendatang (Media Akuntansi, 2005).

Sebelum IFRS di terapkan secara penuh persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya akan

memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia. Dengan kesiapan adopsi

IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan

mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A) lintas negara. Tercatat sejumlah

akuisisi lintas negara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap

Sampoerna (Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus
2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas

Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintas negara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena

IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi

Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan

dari mengadopsi IFRS (IAI, 2009).

Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau

harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi, sesuai

dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan) nomor

24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan imbalan kerja

atau employee benefit.

Sedangkan untuk perusahaan kecil dan menengah Dewan Standar Akuntansi Keuangan

(DSAK) pada bulan Juli 2009 telah mengesahkan salah satu standarnya yang diberi nama

Standar Akuntansi Keuangan Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Sesuai dengan

namanya maka sasaran pengguna dari standar ini adalah entitas yang tidak memiliki tanggung

jawab akuntabilitas kepada publik (ETAP). SAK ETAP beranalogi dengan IFRS SMEs (Small and

Medium Enterprises), bahkan semangat pengembangan SAK ETAP berasal dari IFRS SMEs

namun dengan beberapa penyesuaian. Selain itu pelaporan transaksi keuangan berbasis syariah

juga terus dikembangkan, dimana Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan

menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga

keuangan syariah yang akan berlaku 1 Januari 2008. Dalam penyusunan PSAK tersebut, Komite

Akuntansi Syariah mengacu pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI)

Bank Indonesia, selain juga pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Prabandari dan Dinisari, 2007).
Penelitian Mengenai International Financial Reporting Standard

Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan efek

penerapan IFRS dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain

dilakukan oleh Hung & Subramanyan (2007) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan keuangan

perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total kewajiban

dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar akuntansi Jerman,

dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih yang didasarkan atas

Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi IFRS juga harus

memperhatikan faktor tambahan seperti pengaturan kelembagaan negara dan insentif

perusahaan yang memainkan peran penting dalam menentukan kualitas akuntansi (Ball et al.

2000; Leuz et al. 2003; Othman dan Zeghal 2006, Christensen et al. 2008; Paananen dan Lin

(2009). Penelitian yang dilakukan oleh Shima dan Yang (2012) juga menjelaskan dampak adopsi

IFRS terhadap kualitas laba dipengaruhi oleh hubungan politik dan ekonomi, tingkat

ketergantungan pada utang luar negeri dan sistem hukum common law. Penelitian adopsi IFRS

pada perusahaan lebih lanjut diteliti oleh Petreski (2006). Penelitian tersebut menyatakan bahwa

pengaruh adopsi IFRS pada perusahaan terdiri dari 2 aspek yaitu pengaruhnya pada manajemen

perusahaan dan laporan keuangan perusahaan. Dengan mengadopsi IFRS, laporan keuangan

perusahaan akan lebih mudah dipahami, dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi

yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan.

Penelitian dari indonesia seperti yang dilakukan oleh Rohmah dan Yuni (2013) menyimpulkan

bahwa kualitas informasi akuntansi yang diproksikan dengan relevansi nilai akan meningkat

setelah adopsi IFRS. Demikian juga hasil penelitian Suprihatin dan Tresnaningsih (2013)

menyatakan bahwa pada awal adopsi IFRS laba perlembar saham mengalami peningkatan

dalam relevansi nilai sedangkan nilai buku ekuitas tidak meningkat. Tetapi setelah adopsi IFRS
berjalan beberapa waktu, relevansi nilai untuk laba perlembar saham dan nilai buku ekuitas

sama-sama meningkat.

Dari penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa adopsi IFRS juga

harus memperhatikan faktor tambahan seperti pengaturan kelembagaan negara, faktor ekonomi,

politik. Saat ini konsep yang dianut oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi IFRS

adalah konsep harmonisasi. Dalam mengadopsi IFRS, sebaiknya pemerintah tidak melakukan

adopsi secara instan namun perlahan menyesuaikan kondisi negara tersebut agar nantinya

proses adopsi IFRS ini mendatangkan keuntungan bagi negara tersebut.

KESIMPULAN

Standar akuntansi setiap negara berbeda antara satu negara dengan negara lain karena

adanya pengaruh lingkungan, hukum, kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda di tiap negara.

Namun globalisasi pada pasar modal dan operasi bisnis menuntut adanya suatu standar yang

berlaku secara global. Oleh karenanya beberapa organisasi di dunia sepakat membentuk Standar

Akuntansi Internasional (International Accounting Standards) yang kini menjadi International

Financial Reporting Standard (IFRS) untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan keuangan yang

bersifat internasional.

Adanya IFRS banyak mendapat penolakan yang disebabkan karena latar belakang nasional,

keunikan iklim bisnis tiap negara, dan perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan keuangan.

Meskipun banyak penolakan tetapi banyak pula tekanan untuk mengadopsi IFRS, dengan

demikian perlu ada yang menjembatani agar Standar Akuntansi Keuangan sejalan dengan IFRS

yaitu dengan melakukan harmonisasi bahkan adopsi penuh terhadap IFRS.

Bisa dilihat adopsi IFRS di berbagai negara seperti, Amerika Serikat awalnya dengan keras

menolak pemberlakuan standar akuntansi baru IFRS, namun ada tekanan yang luar biasa dari

Uni Eropa. Perusahaan multinasional yang berasal dari Amerika Serikat tidak akan diizinkan
memasuki pasar Eropa jika tidak menggunakan IFRS dalam laporan keuangannya. Hal ini

menyebabkan Amerika Serikat melunak, dan melakukan peninjauan terhadap IFRS. Setelah

masa penolakan, pada November 2006 Amerika Serikat akhirnya mengumumkan akan

melakukan harmonisasi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2011. Sedangkan Jepang,

memiliki Standar Akuntansi yang berbeda dengan Standar Akuntansi Internasional dan untuk

melakukan adopsi, Jepang bekerjasama dengan IASB. Pada 1 Januari 2005 diadakan proyek

kerja sama antara IASB dan ASBJ (the Accounting Standards Board of Japan) untuk mengurangi

perbedaan antara Standar Akuntansi Jepang dan IFRS. Dan pada akhirnya Jepang menetapkan

adopsi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2012.

Sedangkan Adopsi IFRS yang dilakukan Indonesia tentu tidak lepas dari kepentingan global

yaitu agar dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan di

Indonesia. Di samping itu, adopsi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah indonesia

sebagai anggota forum G20. Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia (IAI) telah

melakukan harmonisasi antara PSAK dan IFRS. Saat itu Adopsi yang dilakukan Indonesia

sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

mencanangkan bahwa standar akuntansi internasional (IFRS) sudah mulai berlaku di Indonesia

pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (IAI, 2009; Gamayumi, 2009). Alasan ini

karena IFRS sangat kompleks jika di terapkan di indonesia untuk itu Proses adopsi yang

dilakukan oleh IAI dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan dan tahap

implementasi. Namun, penyusunan standar akuntansi keuangan di indonesia mengacu pada

IFRS harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan juga tetap mempertahankan standar

akuntansi nasional untuk transaksi-transaksi tertentu namun transaksi tersebut harus

diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang telah diadopsi.

Dan juga beberapa penelitian terkait dengan Adopsi IFRS seperti, Penelitian Petreski (2006),

penelitian tersebut menyatakan bahwa pengaruh adopsi IFRS pada perusahaan terdiri dari 2
aspek yaitu pengaruhnya pada manajemen perusahaan dan laporan keuangan perusahaan.

Dengan mengadopsi IFRS, laporan keuangan perusahaan akan lebih mudah dipahami, dapat

diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas,

pendapatan dan beban perusahaan. Dan juga penelitian dari Suprihatin dan Tresnaningsih

(2013) menyatakan bahwa pada awal adopsi IFRS laba perlembar saham mengalami

peningkatan dalam relevansi nilai sedangkan nilai buku ekuitas tidak meningkat. Tetapi setelah

adopsi IFRS berjalan beberapa waktu, relevansi nilai untuk laba perlembar saham dan nilai buku

ekuitas sama-sama meningkat.

Dengan adanya harmonisasi terhadap IFRS diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas

utama, yaitu komparabilitas (dapat diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut sangat

diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan keuangan antara negara dan untuk

pengambilan keputusan, agar nantinya proses harmonisasi dan adopsi penuh IFRS ini

mendatangkan keuntungan bagi negara tersebut.

REFERENSI

Ali, K.A.M. 2015. “Has the harmonisation of accounting practices improved? Evidence from
South Asia” International Journal of Accounting & Information Management Vol. 23 No. 4, 2015
pp. 327-348. Australia.
Ball, R., S.P. Kothari, dan A. Robin. 2000. “The Effect of International Institutional Factors on
Properties of Accounting Earnings.” Journal of Accounting & Economics, Vol. 29, hlm 1–51.
Choi, Frederick D.S., Carol Ann Frost, Garry K Meek. 1999. International Accounting. 3th
edition. United Stated: Prentice Hall International.
Collett, Petter H, Jayne M. Godfrey, Sue L. Hrasky, 1999. International Harmonization:
Cautions From The Australian Experience.
Diliharto, A.G. 2010 “Konvergensi IFRS di Indonesia akuntansi Internasional: Seberapa
Perlunya dilakukan di Indonesia dan Bagaimanakah Pelaksanaannya?.” Jurnal Akuntansi Bisnis
Vol.3 No.1.
Fearnley. S dan Tony Hines. 2002. The Adoption of International Accounting Standards in the
UK: Review of Attitudes.
Gamayumi, R.R. 2009 “Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju
International Financial Reporting Standards.” Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Volume 14 No. 2.
Gaffikin, M. 2008. Accounting Theory- research, regulation and accounting practice. Australia:
Pearson Education.
Iqbal, M. Zafar, Trini U. Melcher dan Amin E. Elmallah. 1997, International Accounting: A
Global Perspective, Cincinnati, Ohio: South-Western College Publishing.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan Edisi Revisi 1 Juli 2009. Salemba 4.
Jakarta, 2009.
Kraal, M.J.P. 2016. “IFRS adoption in ASEAN Countries: Perceptions of Professional
Accountants from Singapore, Malaysia and Indonesia” International Journal of Managerial
Finance, Vol. 12 Iss 2 pp.
Lam, N. Law, P. 2014. Intermediate Financial Reporting: An IFRS Perspective. Penerbit
Salembat Empat. Jakarta.
Leuz, C., D. Nanda, dan P. Wysocki. 2003. “Earnings Management and Investor Protection:
an International Comparison.” Journal of Financial Economics, Vol. 69, hlm 505–527.
Mogul, S. S. 2003. Harmonization of Accounting Standards.
Media Akuntansi, 2005 Jalan Panjang Menuju Standar Akutansi. edisi 46 / tahun XII / Juni,
10-11.
Nandakumar, et.al. 2012. Memahami IFRS “Standar Pelaporan Keuangan International”.
Penerbit PT. Indeks. Jakarta.
Othman, H., dan D. Zeghal. 2006. “A Studyvof Earnings-Management Motives in the Anglo-
American and Euro-Continental accounting models: The Canadian and French cases.” The
International Journal of Accounting, Vol. 41, hlm 406–435.
Paananen, M., dan H. Lin. 2009. “The development of accounting quality of IAS and IFRS
over time: The case of Germany.” Journal of International Accounting Research, Vol. 8, No.1, 31–
55.
Petreski, Marjan. 2006. The Impact of International Accounting Standard on Firms.
Prabandari, H & Dinisari, M.C. 2007. PSAK Syariah berlaku 1 Januari 2008 [Online] Tersedia
www. Bisnis Indonesia. com.
Rohmah, A. dan R. Yuni. 2013. Dampak Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Pasca Adopsi IFRS terhadap Relevansi Nilai dan Asimetri Informasi. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) XVI, Manado.
Sardjiarto. 1999. Akuntansi Internasional: Standarisasi Versus Harmonisasi. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, 1 (2): 144-162.
Schroeder,R.G, M.W Clark, & J.W Cathey. 2009. Financial Accounting Theory and Analysis-
text and cases. USA: John Willey& Sons, Inc.
Shima, K.M., dan C.Y. David . 2012. “Factors Affecting the Adoption of IFRS.” International
Journal of Business, Vol. 17, hlm 276-298.
Hung, M. Subramanyam, K. 2007. “Financial Statement Effects of Adopting International
Accounting Standards: The Case of Germany” Springer Science Business Media, LLC 2007
Sukendar, W. 2014. Harmonisasi SAK dan Aturan Pajak: Mungkinkah?. BINUS BUSINESS
REVIEW Vol. 5 No. 2: 578-58.
Suprihatin, S., dan E.Tresnaningsih. 2013. Pengaruh Konvergensi International Financial
Reporting Standards terhadap Relevansi Nilai Informasi Akuntansi: Studi Empiris pada
Perusahaan yang Terdaftar di BEI. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi(SNA) XVI, Manado.
Karim, R.A.A. 2001, International accounting harmonization, banking regulation, and Islamic
banks Bahrain, The International Journal of Accounting 36 169–193.

Anda mungkin juga menyukai