Abstrak:
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan secara langsung di berbagai
negara dalam mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya. Serta menyimpulkan hasil-hasil
penelitian terdahulu mengenai harmonisasi standar akuntansi international (IFRS) di negara
maju dan berkembang. Makalah ini menemukan bahwa dengan adanya harmonisasi terhadap
IFRS diharapkan informasi akuntansi memiliki kualitas utama, yaitu komparabilitas (dapat
diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut sangat diperlukan untuk memudahkan
perbandingan laporan keuangan antara negara dan untuk pengambilan keputusan, agar
nantinya proses harmonisasi dan adopsi penuh IFRS ini mendatangkan keuntungan bagi
negara tersebut.
PENDAHULUAN
Sejak kapankah globalisasi muncul? Tidak ada kepastian tentang hal ini, akan tetapi isu
globalisasi menerpa di segala aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek kehidupan yang
mendapat terpaan globalisasi yang paling kuat adalah aspek ekonomi dan bisnis. Banyaknya
perusahaan yang melakukan operasi bisnis di luar batas negaranya, menunjukkan arah
perkembangan operasi bisnis yang bersifat global. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey yang
dilakukan oleh Deloitte Touche Tohmatsu International pada tahun 1992, terhadap 400
perusahaan skala menengah di dua puluh negara maju yang melakukan bisnis di pasar
ketergantungan pada perekonomian domestik (39%), memenuhi permintaan pasar (34%) dan
biaya operasi yang lebih murah (24%) (Iqbal, et.al. 1997; Sadjiarto, 1999). Survey tersebut
menunjukkan salah satu kenyataan bahwa ada kecenderungan banyak perusahaan untuk
menjalankan bisnis secara global dan tidak hanya terpaku pada bisnis di negara asal karena
dengan melakukan ekspansi ke luar negeri dirasakan memberikan keuntungan yang lebih bagi
perusahaan.
dan tangungjawab tiap negara akan secara otomatis dapat dipengaruhi oleh dunia
internasional. Demikian pula dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi suatu negara
(Sadjiarto, 1999). Tentu saja hal ini akan menimbulkan suatu masalah ketika standar akuntansi
yang dipakai di negara tersebut berbeda dengan standar akuntansi yang dipakai di negara lain.
Oleh karena itu, secara tidak langsung berkaitan juga dengan penyajian laporan keuangan.
Laporan keuangan yang sering di sebut sebagai bahasa bisnis, menyajikan informasi mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
bagi seluruh stakeholder perusahaan. Laporan keuangan yang berkualitas baik dapat
menyampaikan pesan yang jelas dari penyusun laporan keuangan tentang kondisi perusahaan,
agar mudah dipahami oleh berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder). Agar terjadinya
keseragaman dalam penyampaian laporan keuangan, maka harus adanya suatu standar yang
berlaku secara umum. Sehingga, laporan keuangan harus disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi dan pelaporan keuangan yang diterima umum atau generally accepted accounting
principles (GAAP). Namun, suatu prinsip akuntansi yang berlaku pada suatu negara belum
tentu diterima secara umum di negara lain khususnya perusahaan multinasional, (Diliharto,
2010). Maka, kebutuhan untuk harmonisasi standar akuntansi internasional harus dipenuhi oleh
Tahun 1973, didirikanlah International Standard Accounting Committee (IASC) oleh sepuluh
organisasi profesional yang berasal dari Belanda, Kanada, Australia, Meksiko, Jepang,
Perancis, Selandia Baru, Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Sebagai produk IASC, munculah
International Accounting Standard (IAS). Pada perkembangannya, tahun 2001 IASC digantikan
oleh International Accounting Standard Board (IASB). IASB berupaya untuk menyelaraskan
perbedaan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor lingkungan. IASB kemudian mengeluarkan
International Financial Reporting Standard (IFRS) sebagai standar akuntansi dan pelaporan
keuangan baru yang berlaku di samping IAS yang sudah ada dan masih berlaku. Sementara
itu, IFRIC menghasilkan interpretasi terhadap hal-hal yang tidak jelas pada IFRS. IFRS inilah
yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan global
(Diliharto, 2017). International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dirumuskan oleh
IASB, sejak tahun 2005 telah berkembang pesat dan sudah di adopsi oleh lebih dari 100 negara
maju dan berkembang sebagai acuan dalam penyusunan semua pelaporan entitas perusahaan
Harmonisasi standar akuntansi pada skala internasional telah menjadi perdebatan yang
sangat sering di bicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Harmonisasi akuntansi internasional
yang sering juga di sebut sebagai adopsi IFRS, didefinisikan sebagai proses untuk membawa
standar akuntansi internasional menjadi suatu kesepakatan yang sama, sehingga laporan
keuangan dari berbagai negara disusun sesuai dengan seperangkat prinsip-prinsip pengukuran
dan pengungkapan (Karim, 2001). Banyak yang beraggapan bahwa IFRS diusahakan bisa
menjadi Global Accounting Standar, meskipun demikian IFRS mengalami beberapa hambatan
yang muncul di sebabkan karena tidak semua negara mau menerima konsep “standar
akuntansi dan pelaporan keuangan tunggal”. Kondisi ini diperburuk juga dengan perbedaan
bahasa yang digunakan. Terdapat beberapa hambatan yang terjadi di dalam negeri pada
kebanyakan negara, sehingga ada resistensi internal dalam mengadopsi IFRS seperti:
perbedaan budaya, ekonomi, dan hukum di setiap negara. Namun, dari segala hambatan
pemahaman yang lebih baik oleh pengguna laporan keuangan yang berasal dari berbagai
Negara. Hal ini tentu akan memudahkan perusahaan multinasional (MNC) dalam memperoleh
sumber pendaaan dari interaksi pasar modal internasional. Harmonisasi ini juga diyakini dapat
memberikan efisiensi dalam penyusunan laporan keuangan bagi perusahaan multinasional,
karena perusahaan membutuhkan sumber daya yang cukup banyak ketika sahamnya
akan menambah kepercayaan investor asing untuk melakukan investasi pada perusahaan
nasional (Diliharto, 2017). Sementara itu, beberapa negara telah mengadopsi IFRS sebagai
standar akuntansi nasional, misalnya semua negara Uni Eropa (UE) dan Australia di tahun
2005, negara-negara ini memutuskan untuk menyelaraskan standar akuntansi nasional mereka
dengan IFRS secara bertahap selama beberapa tahun. Sementara, negara-negara Asia
Selatan seperti India, Pakistan dan Bangladesh telah mengambil langkah-langkah untuk
membuat perubahan standar akuntansi nasional serta berkerja sama dengan badan akuntansi
professional regional untuk menyelaraskan dengan IFRS sebelum mamasuki tahap adopsi
Pada 1997 Munculnya fenomena krisis nilai tukar di sebagian negara Asia, termasuk juga di
Indonesia. Pada saat itu industri manufaktur sangat bergantung pada bahan baku import. Hal ini
mendorong nilai import bahan baku dalam mata uang rupiah sangat meningkat tajam.
Sebaliknya industri manufaktur yang berasal dari bahan baku dan sumber daya domestik
mengalami penurunan. Oleh karena itu, ekspor barang ke luar negeri menjadi sangat
menguntukan jika di nilai dalam mata uang rupiah. Dengan fenomena ini, penetapan harga jual
baru di pasar domestik dan luar negri menjadi tidak sesederhana sebelum terjadi krisis
(Sadjiarto, 1999).
Menguatnya rupiah terhadap mata uang asing, meskipun tidak kembali pada kurs nilai tukar
sebelum terjadinya krisis, membuat para eksportir mulai mengeluh karena pendapatannya turun
jika dinilai dalam mata uang rupiah. Sebaliknya terjadi bagi para importir. Menguatnya mata
uang domestik (Rupiah) dan melemahnya mata uang asing (Dolar AS) membuat kewajiban
importir membayar dalam mata uang asing menjadi lebih murah dinilai dari mata uang
domestik. Hal ini pada akhirnya memacu para pengusaha untuk mengembangkan bisnisnya di
luar negri, melintasi batas-batas negara dan budaya, dalam rangka mencari keuntungan
transaksi antar negara dan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda di setiap negara maka
indonesia harus menggunakan standar akuntansi yang mudah di pahami oleh negara lain.
Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia yang mumpuni, berupaya mempetahankan dan
meningkatkan daya saingnya di dunia Internasional. Adopsi IFRS yang dilakukan Indonesia
tentu tidak lepas dari kepentingan global yaitu agar dapat meningkatkan daya informasi dari
salah satu kesepakatan pemerintah indonesia sebagai anggota forum G20. Hasil dari
pertemuan pemimpin negara G20 pada forum di Washington DC, 15 November 2008, secara
Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia (IAI) telah melakukan harmonisasi antara
PSAK dan IFRS. Saat itu Adopsi yang dilakukan Indonesia sifatnya belum menyeluruh, baru
akuntansi internasional (IFRS) sudah mulai berlaku di Indonesia pada tahun 2012 secara
keseluruhan atau full adoption (IAI, 2009; Gamayumi, 2009). Namun, penyusunan standar
akuntansi keuangan di indonesia mengacu pada IFRS harus disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia dan juga tetap mempertahankan standar akuntansi nasional untuk transaksi-transaksi
tertentu namun transaksi tersebut harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang
telah diadopsi. Misalnya seperti dalam SAK terdapat Akuntansi untuk Perkoperasian yang
belum tentu dibutuhkan di Amerika Serikat. Maka adopsi IFRS di lakukan dengan 3 tahap
antara lain: Adopsi, Persiapan dan Implementasi sebelum mengadopsi secara keseluruhan
IFRS. Dengan adanya harmonisasi terhadap IFRS diharapkan informasi akuntansi memiliki
kualitas utama, yaitu komparabilitas (dapat diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut
sangat diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan keuangan antara negara dan
standar akuntansi secara global yang didukung oleh banyak negara dan badan-badan
internasional di dunia. Popularitas IFRS di tingkat global makin meningkat dari waktu ke waktu.
Kesepakatan G-20 di Pittsburg pada 24-25 September 2009, misalnya, menyatakan bahwa
otoritas yang mengawasi aturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global
2014).
Dari permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian mengenai
harmonisasi standar akuntansi internasional sebagai salah satu cara menyelaraskan penyajian
laporan keuangan secara global. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penerapan
secara langsung di berbagai negara dalam mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya.
international (IFRS) di negara maju dan berkembang dan juga bisa mengetahui seberapa
berpengaruh adopsi IFRS akan membuat nilai tambah perusahaan tersebut di mata publik. Hal
ini sesuai dengan penjelasan Sadjiarto (1999) menyatakan bahwa harmonisasi standar
negara.
PEMBAHASAN
merupakan hasil dari perjanjian oleh badan-badan akuntansi di Australia, Kanada, Prancis,
Jerman, jepang, Meksiko, Belanda, Inggris, Irlandia dan Amerika. Badan-badan ini merupakan
dewan IASC pada saat itu. Tujuan dari pendirian IASC adalah untuk mengembangkan standar
akuntansi di dalam kepentingan publik, standar akuntansi yang dapat diterima di seluruh dunia
Foundation tersebut pengembangan standar akuntansi dan standar pelaporan memasuki tahap
baru. Tahapan baru dalam pengembangan standar akuntansi dan pelaporan tersebut adalah
dengan dibentuknya beberapa badan yang ada di bawah IASC Foundation. Beberapa badan
Pada tahun 2001 IASC digantikan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
IASB berupaya untuk menyelaraskan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor
lingkungan. Tujuan dari IASB adalah untuk merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi
yang akan diamati dalam penyajian laporan keuangan (Schroeder, et al., 2009: 82-83).
IASB berperan dalam menerbitkan standar akuntansi yang baru dengan memperhatikan
masukan dari SAC. IFRIC berperan memberikan inteprestasi atas standar yang dikeluarkan
oleh IASB. Langkah IASB selain menerbitkan standar baru adalah merevisi dan mengganti
standar-standar lama yang telah ada sebelumnya. Standar-standar yang dikeluarkan oleh IASB
tersebut kemudian diberi nama IFRS (International Financial Reporting Standard). IFRS dapat
berisi standar yang menggantikan standar yang sebelumnya atau standar yang memang benar-
benar baru. Standar tersebut, IFRS dan IAS, menjadi acuan atau diadopsi langsung oleh para
penyusun standar di tiap-tiap negara yang ingin merevisi standar mereka agar sesuai dengan
standar yang berlaku secara internasional. Penyusun telah membuat standar akuntansi, yang
mungkin telah mengacu pada IFRS dan IAS, kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam
menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong
penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan (Choi et al., 1999). Gaffikin (2008: 118) Standar akuntansi internasional sangat
dibutuhkan dalam praktek bisnis dimana alasan utamanya adalah untuk kebutuhan akan
pergerakan dana bebas yang mengiringi globalisasi pasar modal. Pendirian IASB, di
maksudkan untuk mendorong harmonisasi prosedur dan standar akuntansi di seluruh dunia
Saat ini harmonisasi standar akuntansi internasional menjadi isu hangat karena
berhubungan erat dengan globalisasi dalam dunia bisnis yang terjadi saat ini. Globalisasi bisnis
tampak dari kegiatan perdagangan antar negara yang mengakibatkan munculnya perusahaan
multinasional. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi yang
berlaku secara luas di seluruh dunia. Adanya transaksi antar negara dan prinsip-prinsip
akuntansi yang berbeda antar negara mengakibatkan munculnya kebutuhan akan harmonisasi
Harmonisasi standar akuntansi internasional memiliki sifat lebih fleksibel dan terbuka.
Commision (EC). Pada tahun 1995 EC mengadopsi pendekatan baru bagi harmonisasi
akuntansi yang memperbolehkan penggunaan standar akuntansi internasional untuk
Choi, et al. (1999) menyatakan bahwa Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan
praktik tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat
meningkatkan komparabilitas (daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai
sebagai proses yang berkesinambungan untuk memastikan bahwa prinsip akuntansi yang
berlaku umum dirumuskan, selaras dan diperbarui dengan praktek internasional terbaik (GAAPs
harmonisasi standar akuntansi dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya
standar yang berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar
akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi internasional.
internasional.
negara. Adopsi dan implementasi International Financial Reporting Standard (IFRS) bukanlah
suatu yang mudah, beberapa permasalahan akan dihadapi oleh tiap negara. Permasalahan
yang dihadapi di antara lain: Pertama, masalah penerjemahan standar itu sendiri, IFRS yang
diterbitkan dalam bahasa Inggris perlu diterjemahkan, sedangkan penerjemahan itu sendiri
bahasa Inggris, penggunaan istilah yang sama untuk menerangkan konsep yang berbeda, dan
penggunaan istilah yang tidak terdapat penanda dalam penerjemahan, Kedua, ketidaksesuaian
antara IFRS dengan hukum nasional, karena pada beberapa negara standar akuntansi
termasuk dalam bagian hukum nasional, sehingga standar akuntansinya ditulis dalam bahasa
hukum, namun di sisi lain IFRS tidak mencantumkan penulisan dalam bahasa hukum, sehingga
harus diubah oleh Dewan Standar Akuntansi masing-masing negara, Ketiga, struktur dan
standar akan semakin tebal dan kompleks. Dengan adanya permasalahan dalam mengadopsi
IFRS, tidak bisa di kesampingkan bahwa manfaat dari IFRS ini sangat besar bagi negara yang
mengadopsinya, seperti ekspansi ekonomi berlangsung dengan cepat, dengan standar yang
sama maka laporan keuangan di semua negara akan sama, sehingga tidak perlu penyesuaian
lagi dan secara otomatis proses analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan cepat dan
pengambilan keputusan juga lebih cepat, yang pada akhirnya proses ekspansi pun menjadi
Adopsi IFRS telah dilakukan di beberapa negara, di antaranya di Uni Eropa yang
mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di bursa saham harus menyiapkan laporan
keuangan konsolidasi sesuai IFRS (SG-007), sedangkan di Inggris standar yang menyerupai
IFRS diperlukan untuk menghindari masalah tentang perusahaan yang terdaftar dan yang tidak
terdaftar di bursa saham dan ketika itu IFRS dianggap sebagai suatu tantangan, yang pada
akhirnya menyambut baik IFRS untuk mengurangi perbedaan antara standar akuntansi di
Amerika Serikat awalnya dengan keras menolak pemberlakuan standar akuntansi baru
IFRS, namun ada tekanan yang luar biasa dari Uni Eropa. Perusahaan multinasional yang
berasal dari Amerika Serikat tidak akan diizinkan memasuki pasar Eropa jika tidak
menggunakan IFRS dalam laporan keuangannya. Hal ini menyebabkan Amerika Serikat
melunak, dan melakukan peninjauan terhadap IFRS. Setelah masa penolakan, pada November
2006 Amerika Serikat akhirnya mengumumkan akan melakukan harmonisasi IFRS pada 2009
dan adopsi penuh IFRS pada 2011 (Fearnley dan Hines, 2003).
Australia sama halnya dengan negara lain, pada awalnya juga memperdebatkan IFRS.
Selama tahun 1980-an ada tekanan pada standar akuntansi yaitu jika tidak mentaati maka akan
dikenakan denda. Pada awal 1984 memberikan status legal dan sekaligus mengesahkan
keyakinan atas pemenuhan pada IFRS yang diumumkan oleh IASB, kecuali terdapat alasan
mengapa pemenuhan tidak cocok dengan penyusunan institusional Australia (Collett, et al.,
1999).
Sedangkan di kawasan asia, seperti di Singapura adopsi penuh IFRS tidaklah menjadi
masalah. Regulator di negara ini telah meminta perusahaan di Singapura untuk mengikuti
Singapore Reporting Standards (FRS) mulai 1 Januari 2003 dan FRS sendiri diadopsi dari
IFRS. Sampai April 2005 Singapura telah mengadopsi semua Standar Akuntansi Keuangan
yang dikeluarkan oleh IASB, kecuali IAS No.40 tentang Investment Property, yang direvisi oleh
IASB dan berlaku pada 1 Januari 2005, sehingga untuk hal tersebut Dewan Standar Singapura
memberlakukan secara efektif pada 1 Januari 2007. Sedangkan di Malaysia mulai 1 Januari
2005 standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Malaysian Accounting Standards Board (MASB)
akan merubah nama dari Financial Reporting Foundation (FRF) menjadi Financial Reporting
Standard (FRS). Perubahan nama tersebut merupakan langkah awal untuk menyejajarkan
Standar Akuntansi Malaysia dengan IFRS yang selanjutnya MASB akan aktif dalam
Jepang, memiliki Standar Akuntansi yang berbeda dengan Standar Akuntansi Internasional
dan untuk melakukan adopsi, Jepang bekerjasama dengan IASB. Pada 1 Januari 2005
diadakan proyek kerja sama antara IASB dan ASBJ (the Accounting Standards Board of Japan)
untuk mengurangi perbedaan antara Standar Akuntansi Jepang dan IFRS. Dan pada akhirnya
Jepang menetapkan adopsi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2012 (Hiramatsu,
2009). Sedangkan di Hongkong adopsi dengan Standar Akuntansi Internasional dimulai pada 1
Januari 2005, yang berarti mulai tanggal tersebut perusahaan di Hongkong harus menerapkan
Pelaksanaan adopsi ke IFRS bagi tiap negara di dunia bukanlah sesuatu yang mudah.
Adopsi IFRS dilakukan dengan dua cara: pendekatan big bang dan dengan cara gradual. Big
bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan tertentu, digunakan
oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara
bertahap, digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Proses adopsi yang
dilakukan oleh IAI dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan dan tahap
implementasi.
Sejak 2004, IAI telah melakukan harmonisasi antara PSAK (Indonesian GAAP) dan IFRS.
adopsi penuh IFRS tercapai pada tahun 2012. Pada 8 Januari 2004 badan penyusun standar
membentuk dua tim untuk mengantisipasi penerapan secara penuh IFRS. Dua tim tersebut
adalah satuan tugas untuk Full Adoption dan satuan tugas untuk reformat PSAK. Satuan Tugas
untuk Full Adoption melakukan penelitian atas seluruh Standar Laporan Keuangan Internasional
(IFRS) guna tercapainya adopsi penuh, melakukan penelitian apakah seluruh paragraf aturan
standar dalam IFRS harus diadopsi secara penuh mengingat adanya perbedaan lingkungan
bisnis, sehingga belum tentu standar tersebut harmonis dengan kondisi lingkungan bisnis di
Indonesia, dan mencari masukan dari negara-negara anggota IFAC lainnya tentang sejauh
mana pengadopsiannya terhadap IFRS. Satuan tugas untuk Reformat PSAK melakukan tugas
untuk penyempurnaan penyusunan PSAK serta penataan ulang terhadap penerbitan produk-
Sebelum IFRS di terapkan secara penuh persiapan dan kesiapan untuk menyambutnya
akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas bisnis di Indonesia. Dengan kesiapan
adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap
dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A) lintas negara. Tercatat
sejumlah akuisisi lintas negara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris
terhadap Sampoerna (Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga
(Agustus 2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan
Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintas negara bukanlah hal yang tidak
lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri
akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah
Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau
harmonisasi. Harmonisasi adalah, kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi,
sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK (pernyataan standar akuntansi keuangan)
nomor 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar ini berhubungan dengan
Sedangkan untuk perusahaan kecil dan menengah Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) pada bulan Juli 2009 telah mengesahkan salah satu standarnya yang diberi nama
Standar Akuntansi Keuangan Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Sesuai dengan
namanya maka sasaran pengguna dari standar ini adalah entitas yang tidak memiliki tanggung
jawab akuntabilitas kepada publik (ETAP). SAK ETAP beranalogi dengan IFRS SMEs (Small
and Medium Enterprises), bahkan semangat pengembangan SAK ETAP berasal dari IFRS
SMEs namun dengan beberapa penyesuaian. Selain itu pelaporan transaksi keuangan berbasis
syariah juga terus dikembangkan, dimana Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi
Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh
lembaga keuangan syariah yang akan berlaku 1 Januari 2008. Dalam penyusunan PSAK
tersebut, Komite Akuntansi Syariah mengacu pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia, selain juga pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah
yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Prabandari dan
Dinisari, 2007).
Beberapa penelitian di luar negeri telah dilakukan untuk menganalisa dan membuktikan
efek penerapan IFRS dalam laporan keuangan perusahaan domestik. Penelitian itu antara lain
dilakukan oleh Hung & Subramanyan (2007) menguji efek adopsi SAI terhadap laporan
keuangan perusahaan di Jerman. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa total aktiva, total
kewajiban dan nilai buku ekuitas, lebih tinggi yang menerapkan IAS dibanding standar
akuntansi Jerman, dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendapatan dan laba bersih
yang didasarkan atas Standar Akuntansi Internasional dan Standar Akuntansi Jerman. Adopsi
IFRS juga harus memperhatikan faktor tambahan seperti pengaturan kelembagaan negara dan
insentif perusahaan yang memainkan peran penting dalam menentukan kualitas akuntansi (Ball
et al. 2000; Leuz et al. 2003; Othman dan Zeghal 2006, Christensen et al. 2008; Paananen dan
Lin (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Shima dan Yang (2012) juga menjelaskan dampak
adopsi IFRS terhadap kualitas laba dipengaruhi oleh hubungan politik dan ekonomi, tingkat
ketergantungan pada utang luar negeri dan sistem hukum common law. Penelitian adopsi IFRS
pada perusahaan lebih lanjut diteliti oleh Petreski (2006). Penelitian tersebut menyatakan
bahwa pengaruh adopsi IFRS pada perusahaan terdiri dari 2 aspek yaitu pengaruhnya pada
manajemen perusahaan dan laporan keuangan perusahaan. Dengan mengadopsi IFRS,
laporan keuangan perusahaan akan lebih mudah dipahami, dapat diperbandingkan dan
menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang, ekuitas, pendapatan dan beban
perusahaan.
Penelitian dari indonesia seperti yang dilakukan oleh Rohmah dan Yuni (2013)
menyimpulkan bahwa kualitas informasi akuntansi yang diproksikan dengan relevansi nilai akan
meningkat setelah adopsi IFRS. Demikian juga hasil penelitian Suprihatin dan Tresnaningsih
(2013) menyatakan bahwa pada awal adopsi IFRS laba perlembar saham mengalami
peningkatan dalam relevansi nilai sedangkan nilai buku ekuitas tidak meningkat. Tetapi setelah
adopsi IFRS berjalan beberapa waktu, relevansi nilai untuk laba perlembar saham dan nilai
Dari penelitian-penelitian tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa adopsi IFRS
juga harus memperhatikan faktor tambahan seperti pengaturan kelembagaan negara, faktor
ekonomi, politik. Saat ini konsep yang dianut oleh negara-negara berkembang dalam
mengadopsi IFRS adalah konsep harmonisasi. Dalam mengadopsi IFRS, sebaiknya pemerintah
tidak melakukan adopsi secara instan namun perlahan menyesuaikan kondisi negara tersebut
agar nantinya proses adopsi IFRS ini mendatangkan keuntungan bagi negara tersebut.
KESIMPULAN
Standar akuntansi setiap negara berbeda antara satu negara dengan negara lain karena
adanya pengaruh lingkungan, hukum, kondisi sosial dan ekonomi yang berbeda di tiap negara.
Namun globalisasi pada pasar modal dan operasi bisnis menuntut adanya suatu standar yang
berlaku secara global. Oleh karenanya beberapa organisasi di dunia sepakat membentuk
Adanya IFRS banyak mendapat penolakan yang disebabkan karena latar belakang
nasional, keunikan iklim bisnis tiap negara, dan perbedaan kebutuhan dari pemakai laporan
keuangan. Meskipun banyak penolakan tetapi banyak pula tekanan untuk mengadopsi IFRS,
dengan demikian perlu ada yang menjembatani agar Standar Akuntansi Keuangan sejalan
dengan IFRS yaitu dengan melakukan harmonisasi bahkan adopsi penuh terhadap IFRS.
Bisa dilihat adopsi IFRS di berbagai negara seperti, Amerika Serikat awalnya dengan keras
menolak pemberlakuan standar akuntansi baru IFRS, namun ada tekanan yang luar biasa dari
Uni Eropa. Perusahaan multinasional yang berasal dari Amerika Serikat tidak akan diizinkan
memasuki pasar Eropa jika tidak menggunakan IFRS dalam laporan keuangannya. Hal ini
menyebabkan Amerika Serikat melunak, dan melakukan peninjauan terhadap IFRS. Setelah
masa penolakan, pada November 2006 Amerika Serikat akhirnya mengumumkan akan
melakukan harmonisasi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2011. Sedangkan
Jepang, memiliki Standar Akuntansi yang berbeda dengan Standar Akuntansi Internasional dan
untuk melakukan adopsi, Jepang bekerjasama dengan IASB. Pada 1 Januari 2005 diadakan
proyek kerja sama antara IASB dan ASBJ (the Accounting Standards Board of Japan) untuk
mengurangi perbedaan antara Standar Akuntansi Jepang dan IFRS. Dan pada akhirnya Jepang
menetapkan adopsi IFRS pada 2009 dan adopsi penuh IFRS pada 2012.
Sedangkan Adopsi IFRS yang dilakukan Indonesia tentu tidak lepas dari kepentingan global
yaitu agar dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan
di Indonesia. Di samping itu, adopsi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah indonesia
sebagai anggota forum G20. Sejak tahun 2004, profesi akuntan di Indonesia (IAI) telah
melakukan harmonisasi antara PSAK dan IFRS. Saat itu Adopsi yang dilakukan Indonesia
sifatnya belum menyeluruh, baru sebagian (harmonisasi). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
mencanangkan bahwa standar akuntansi internasional (IFRS) sudah mulai berlaku di Indonesia
pada tahun 2012 secara keseluruhan atau full adoption (IAI, 2009; Gamayumi, 2009). Alasan ini
karena IFRS sangat kompleks jika di terapkan di indonesia untuk itu Proses adopsi yang
dilakukan oleh IAI dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan dan tahap
IFRS harus disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan juga tetap mempertahankan standar
Dan juga beberapa penelitian terkait dengan Adopsi IFRS seperti, Penelitian Petreski
(2006), penelitian tersebut menyatakan bahwa pengaruh adopsi IFRS pada perusahaan terdiri
dari 2 aspek yaitu pengaruhnya pada manajemen perusahaan dan laporan keuangan
perusahaan. Dengan mengadopsi IFRS, laporan keuangan perusahaan akan lebih mudah
dipahami, dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva, hutang,
ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan. Dan juga penelitian dari Suprihatin dan
Tresnaningsih (2013) menyatakan bahwa pada awal adopsi IFRS laba perlembar saham
mengalami peningkatan dalam relevansi nilai sedangkan nilai buku ekuitas tidak meningkat.
Tetapi setelah adopsi IFRS berjalan beberapa waktu, relevansi nilai untuk laba perlembar
kualitas utama, yaitu komparabilitas (dapat diperbandingkan) dan relevansi. Kualitas tersebut
sangat diperlukan untuk memudahkan perbandingan laporan keuangan antara negara dan
untuk pengambilan keputusan, agar nantinya proses harmonisasi dan adopsi penuh IFRS ini
Ali, K.A.M. 2015. “Has the harmonisation of accounting practices improved? Evidence from
South Asia” International Journal of Accounting & Information Management Vol. 23 No. 4, 2015
pp. 327-348. Australia.
Ball, R., S.P. Kothari, dan A. Robin. 2000. “The Effect of International Institutional Factors
on Properties of Accounting Earnings.” Journal of Accounting & Economics, Vol. 29, hlm 1–51.
Choi, Frederick D.S., Carol Ann Frost, Garry K Meek. 1999. International Accounting. 3th
edition. United Stated: Prentice Hall International.
Collett, Petter H, Jayne M. Godfrey, Sue L. Hrasky, 1999. International Harmonization:
Cautions From The Australian Experience.
Diliharto, A.G. 2010 “Konvergensi IFRS di Indonesia akuntansi Internasional: Seberapa
Perlunya dilakukan di Indonesia dan Bagaimanakah Pelaksanaannya?.” Jurnal Akuntansi
Bisnis Vol.3 No.1.
Fearnley. S dan Tony Hines. 2002. The Adoption of International Accounting Standards in
the UK: Review of Attitudes.
Gamayumi, R.R. 2009 “Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju
International Financial Reporting Standards.” Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Volume 14 No.
2.
Gaffikin, M. 2008. Accounting Theory- research, regulation and accounting practice.
Australia: Pearson Education.
Iqbal, M. Zafar, Trini U. Melcher dan Amin E. Elmallah. 1997, International Accounting: A
Global Perspective, Cincinnati, Ohio: South-Western College Publishing.
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan Edisi Revisi 1 Juli 2009. Salemba
4. Jakarta, 2009.
Kraal, M.J.P. 2016. “IFRS adoption in ASEAN Countries: Perceptions of Professional
Accountants from Singapore, Malaysia and Indonesia” International Journal of Managerial
Finance, Vol. 12 Iss 2 pp.
Lam, N. Law, P. 2014. Intermediate Financial Reporting: An IFRS Perspective. Penerbit
Salembat Empat. Jakarta.
Leuz, C., D. Nanda, dan P. Wysocki. 2003. “Earnings Management and Investor Protection:
an International Comparison.” Journal of Financial Economics, Vol. 69, hlm 505–527.
Mogul, S. S. 2003. Harmonization of Accounting Standards.
Media Akuntansi, 2005 Jalan Panjang Menuju Standar Akutansi. edisi 46 / tahun XII / Juni,
10-11.
Nandakumar, et.al. 2012. Memahami IFRS “Standar Pelaporan Keuangan International”.
Penerbit PT. Indeks. Jakarta.
Othman, H., dan D. Zeghal. 2006. “A Studyvof Earnings-Management Motives in the Anglo-
American and Euro-Continental accounting models: The Canadian and French cases.” The
International Journal of Accounting, Vol. 41, hlm 406–435.
Paananen, M., dan H. Lin. 2009. “The development of accounting quality of IAS and IFRS
over time: The case of Germany.” Journal of International Accounting Research, Vol. 8, No.1,
31–55.
Petreski, Marjan. 2006. The Impact of International Accounting Standard on Firms.
Prabandari, H & Dinisari, M.C. 2007. PSAK Syariah berlaku 1 Januari 2008 [Online]
Tersedia www. Bisnis Indonesia. com.
Rohmah, A. dan R. Yuni. 2013. Dampak Penerapan Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Pasca Adopsi IFRS terhadap Relevansi Nilai dan Asimetri Informasi. Prosiding Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) XVI, Manado.
Sardjiarto. 1999. Akuntansi Internasional: Standarisasi Versus Harmonisasi. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 1 (2): 144-162.
Schroeder,R.G, M.W Clark, & J.W Cathey. 2009. Financial Accounting Theory and Analysis-
text and cases. USA: John Willey& Sons, Inc.
Shima, K.M., dan C.Y. David . 2012. “Factors Affecting the Adoption of IFRS.” International
Journal of Business, Vol. 17, hlm 276-298.
Hung, M. Subramanyam, K. 2007. “Financial Statement Effects of Adopting International
Accounting Standards: The Case of Germany” Springer Science Business Media, LLC 2007
Sukendar, W. 2014. Harmonisasi SAK dan Aturan Pajak: Mungkinkah?. BINUS BUSINESS
REVIEW Vol. 5 No. 2: 578-58.
Suprihatin, S., dan E.Tresnaningsih. 2013. Pengaruh Konvergensi International Financial
Reporting Standards terhadap Relevansi Nilai Informasi Akuntansi: Studi Empiris pada
Perusahaan yang Terdaftar di BEI. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi(SNA) XVI,
Manado.
Karim, R.A.A. 2001, International accounting harmonization, banking regulation, and Islamic
banks Bahrain, The International Journal of Accounting 36 169–193.