Anda di halaman 1dari 19

Teori Akuntansi Positif

Posted on January 8, 2013by triwahyuu

Teori akuntansi positif


Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses, yang menggunakan
kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta penggunaan kebijakan
akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tertentu dimasa mendatang.
Teori akuntansi positif pada prinsipnya beranggapan bahwa tujuan dari teori
akuntansi adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik-praktik akuntansi.
Perkembangan teori positif tidak dapat dilepaskan dari ketidakpuasan terhadap teori
normatif (Watt & Zimmerman,1986). Selanjutnya dinyatakan bahwa dasar
pemikiran untuk menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatifterlalu
sederhana dan tidak memberikan dasar teoritis yang kuat. Terdapat tiga alasan
mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif yaitu (Watt &
Zimmerman,1986 ):
1.

Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris,


karena didasarkan pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat
diuji keabsahannya secara empiris.
2.
Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor
secara individual daripada kemakmuran masyarakat luas.
3.
Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya
alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat
bahwa dalam system perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar,
informasi akuntansi dapat menjadi alat pengendali bagi masyarakat dalam
mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.
Selanjutnya Watt & Zimmerman menyatakan bahwa dasar pemikiran untuk
menganalisa teori akuntansi dalam pendekatan normatif terlalu sederhana dan tidak
memberikan dasar teoritis yang kuat. Untuk mengurangi kesenjangan dalam
pendekatan normatif, Watt & Zimmerman mengembangkan pendekatan positif yang
lebih berorientasi pada penelitian empiric dan menjustifikasi berbagai teknik atau
metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk
pengembangan teori akuntansi dikemudian hari.

Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif

Prediksi yang dibuat oleh PAT diorganisasikan secara luas pada tiga hipotesis yang
diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986). Kita akan memberi ketiga
hipotesis ini bentuk oportunistik mereka, karena menurut Watts dan Zimmerman
(1990), ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika mereka diinterpretasikan
:

1.
Hipotesis Rencana Bonus
Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan
dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan
perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini
Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orangorang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung,
paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka
kemungkinan mereka bisa meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut
dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Salah satu cara untuk
melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba
yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai dengan karakter dari
proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan penurunan pada laba dan
bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang, dengan taktor-faktor
lain tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan manajer dari
lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan
perubahan menuju masa kini.
1.
Hipotesis Kontrak Hutang
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu
perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada
kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan
manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini
Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan
kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa
pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh,
perusahaan yang mendapat pinjaman boleh sepakat memelihara level tertentu dari
hutang terhadap harta, laporan bunga, modal kerja, dan harta pemilik saham. Jika
kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang tersebut bisa
memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan

pinjaman.
Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan
perusahaan dalam operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah, atau paling
tidak menunda, pelanggaran semacam itu, perusahaan bisa memilih kebijakan
akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan laba masa kini. Berdasarkan hipotesis
kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati kelalaian, atau memang sudah
berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk melakukan hal ini.
1.
Hipotesis biaya politik
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik
yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur
akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju
masa depan
Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan
kebijakan akuntansi. Perusahaan-pemsahaan yang ukurannya sangat besar
mungkin dikenakan standar kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap
tanggung jawab lingkungan, hanya karena mereka merasa bahwa mereka besar dan
berkuasa. Jika perusahaan besar juga memiliki kemampuan meraih profit yang
tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar.
Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poinpoin waktu tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada menurunnya
profitabilitas kecuali perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi
proses politik untuk bisa melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu cara
untuk melakukan ini adalah dengan mengadopsi kebijakan akuntansi incomedecreasing (pendapatan menurun) dalam rangka meyakinkan pemerintah bahwa
profit sedang turun.
Teori Akuntansi menurut sasarannya di bagi menjadi 2 yaitu :
Teori Akuntansi Positif
adalah Penjelasan atau penalaran untuk menunjukkan secara ilmiah
kebenaran pernyataan atau fenomena akuntansi seperti apa adanya sesuai fakta.
Teori Akuntansi Normatif

adalah penjelasan atau penalaran untuk menjustifikasi kelayakan suatu perlakuan


akuntansi paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Teori Kontrak
Karakteristik teori kontrak perusahaan sebagai hubungan hukum (koneksi) dari
hubungan kontrak antara pemasok dan konsumen dari faktor produksi. Perusahaan
itu ada karena kurangnya biaya individu untuk bertransaksi (atau kontrak) melalui
organisasi pusat daripada melakukannya secara individual (godfrey:2010,hal 361).
Dengan adanya perspektif penghubung kontrak terhadap perusahaan teori biaya
kontrak melihat peran informasi akuntansi sebagai pengamat dan penegak atas
kontrak kontrak ini untuk menurunkan biaya agensi dari konflik kepentingan
tertentu. Suatu konflik yang mungkin muncul adalah konflik kepentingan antara
pemegang obligasi dan pemegang saham dari perusahaan terhadap utang yang ada.
Jadi teori biaya kontrak berasumsi bahwa metode akuntansi dipilih sebagai bagian
dari pemaksimalan kesejahteraan. Biaya kontrak mencakup biaya transaksi, biaya
agensi, biaya informasi, biaya negosiasi ulang, dan biaya kepailitan
(Belkaoui,2004:hal 188-189).
Meskipun penting untuk mengenali bahwa perusahaan melibatkan multiplisitas
kontrak, teori akuntansi positif biasanya berfokus pada dua jenis kontrak: kontrak
manajemen dan kontrak utang. Kedua kontrak adalah kontrak keagenan, dan teori
keagenan yang menyediakan sumber dengan banyak penjelasan untuk praktek
akuntansi yang ada (godfrey:2010,hal 362).

Teori Keagenan
agensi analitis ini kemudian mengalami perubahan dengan memandang
perusahaan sebagai suatu nexsus atau penghubungan kontrak dengan pernyataan
yang dinyatakan oleh Jensen dan Meckling bahwa perusahaan adalah cerita fiksi
legal yang berfungsi sebagai nexus (perhubungan) dari serangkaian hunbungan
kontrak antara para individu. .(Belkaoui,2004:hal 185)

Hubungan agensi dikatakan telah terjadi ketika suatu kontrak antara seseorang (atau
lebih). seorang principal dan orang lainnya, seorang agen, untuk memberikan jasa
demi kepentingan principal termasuk melibatkan pemberian delegasi kekuasaan
pengambilan keputusan kepada agen. Baik principal maupun agen diasumsikan
untuk termotivasi hanya oleh kepentingan dirinya sendiri yaitu, untuk
memaksimalkan kegunaan subjek mereka dan juga untuk menyadari kepentingan
bersama mereka. Seperti ynag dituliskan oleh fama : hasilnya, perusahaan
dipandang sebagai suatu tim individu individu yang anggotanya bertindak atas
kepentingannya sendiri tapi menyadari bahwa nasib mereka memiliki
ketergantungan pada keberhasilan dari tim dalam berkompetisi dalam tim lain.
(Belkaoui,2004:hal 186)

Dari dua contoh nyata diatas dapat dilihat hubungan antara Teori Akuntansi Positif
dan Teori Akuntasi Normatif yaitu ;
Perbedaan pendekatan dan dasar antara teori akuntansi tersebut menyebabkan dua
taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori Akuntansi Positif menghasilkan taksonomi
akuntansi sebagai Sains. Sedangkan pendekatan Teori Akuntansi Normatif
menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai art. Yang keduanya sama sama diakui
sebagai sarana pendekatan teori akuntansi.
Teori Akuntansi Normatif yang berbentuk Praktik Akuntansi Berterima Umum
(PABU) merupakan acuan teori dalam memberikan jalan terbaik untuk meramalkan
berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antarvariabel akuntansi dalam dunia nyata yang meruipakan Fungsi pendekatan Teori
Akuntasi Positif. Tidak menutup kemungkinan, fakta yang ada di dunia nyata
(praktek akuntansi) akan mempengaruhi Teori Akuntansi Normatif. Hubungan ini
Sesuai dengan paham Dialektika Hegel. Dimana antitasi dan tesis akan
menghasilkan sistesis. Dan sistesis akan menghasilkan antithesis. Begitu seterusnya.
https://teoriakuntansipositif.wordpress.com/

Teori Akuntansi Positif


Teori Akuntansi Positif - berusaha untuk memberikan penjelasan tentang sebuah
proses yang mempergunakan pemahaman, pengetahuan serta penggunakan suatu
kebijakan akuntansi yang paling sesuai guna menghadapi kondisi dan keadaan tertentu
pada masa yang adakan datang. Teori Akuntansi Positif memiliki anggapan bahwa
tujuan dari sebuah teori akuntansi adalah untuk memberi penjelasan dan memprediksi
praktek akuntansi

Teori Akuntansi Positif

Perkembangan teori akuntansi positif muncul akibat ketidakpuasan terhadap teori


akuntansi normatif. Dasar pemikiran yang digunakan untuk menganalisis teori
akuntansi pada teori normatif terlalu sederhana dan tidak memiliki dasar teoritis yang
kokoh. Terdapat 3 alasan mendasar yang kuat atas terjadinya pergeseran teori
akuntansi pendekatan normatif ke teori akuntansi positif [Watt and Zimmerman],
ketiganya yaitu:
1.
Teori akuntansi pendekatan normatif lebih berfokus pada kepentingan investor
secara individu daripada kemakmuran masyarakat yang lebih luas
2.
Ketidaksanggupan teori akuntansi normatif untuk menguji teori secara empiris
kareka didasari pada asumsi atau premis yang keliru sehingga tidak bisa diuji
kebenarannya secara empiris
3.
Teori akuntansi pendekatan normatif sangat memungkinkan terjadinya
pengalokasian sumber daya ekonomi secara maksimal di pasar modal. Melepas sumber
daya ke pasar modal dengan mengikuti mekanisme pasar. Informasi akuntansi bisa
menjadi sebuah alat pengendali bagi masyarakat didalam mengalokasikan sumber daya
ekonomi secara efisien
Lebih lanjut, Watt and Zimmerman mengembangkan teori akuntansi dengan
pendekatan positif yang orientasinya lebih kepada penelitian empiris serta
menjustifikasi berbagai macam metode atau teknik akuntansi yang sekarang
dipergunakan atau mencari model yang baru guna mengembangkan teori akuntansi
dikemudian hari.

Hipotesa Teori Akuntansi Positif

3 Hipotesis teori akuntansi positif menurut Watts dan Zimmerman [1990] adalah
seperti ini:
1. Hipotesis Rencana Bonus

Pada hipotesis ini, seluruh hal lain dalam keadaan yang tetap, manajer perusahaan
dengan rencana bonus lebih cenderung memilih prosedur akuntansi dengan perubahan
keuntungan yang dilaporkan dari periode dimasa depan ke periode saat ini
Hipotesis ini cukup beralasan, seorang manajer tentu ingin mendapatkan imbalan yang
tinggi, apabila imbalan tersebut tergantung kepada bonus yang didapat dari
pendapatan bersih perusahaan, maka seorang manajer atau siapapun itu tentu sangat
bersemangat untuk meningkatkan bonus dengan memberi laporan pendapatan bersih
setinggi mungkin. Dari berbagai cara, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
dengan memilih dan menentukan kebijakan akuntansi yang bisa meningkatkan laba
pada laopran keuangan diperiode tersebut.
Hal tersebut dengan kondisi karakter dari proses akrual akan menyebabkan penurunan
keuntungan atau laba dan bonus yang dilaporkan dimasa yang akan datang dengan
faktor yang lain masih tetap sama.
Hipotesis Kontrak Hutang

Hipotesis Kontrak Hutang ini seluruh hal yang lain dalam keadaan tetap, semakin dekat
sebuah perusahaan terhadap pelanggaran prinsip akuntansi yang didasari atas sebuah
kesepatakan hutang, maka ada kecenderungan semakin besar
kemungkinan manajemenperusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang
melaporkan perubahan laba dari periode masa depan ke periode saat ini.
Hipotesis Biaya Politik

Pada hipotesis ini seluruh hal lain dinyatakan dalam keadaan yang tetap, semakin
besar ongkos politik yang ditanggung oleh perusahaan, maka manajer memiliki
kecenderungan untuk menggunakan prosedur akuntansi yang menyerah terhadap laba
yang dilaporkan pada masa saat ini menuju masa mendatang. Dalam pemilihan
kebijakan akuntansi dipengaruhi juga oleh dimensi politik perusahaan.

Perbedaan Teori Akuntansi Positif dan Teori Akuntansi


Normatif
Perbedaan pendekatan serta dasar antara teori akuntansi positif dan teori akuntansi
normatif menyebabkan taksonomi akuntansi. Pendekatan Teori akuntansi Normatif

menghasilkan taksonomi akuntansi sebagai sebuah seni yang cenderung deskriptif


sedangkan Pendekatan Teori Akuntansi Positif lebih kepada menghasilkan taksonomi
akuntansi sebagai ilmu pengetahuan (Sains). Keduanya sama sama sebagai sarana
pendekatan teori akuntansi yang diakui
http://nichonotes.blogspot.co.id/2015/06/teori-akuntansi-positif.html

Teori akuntansi positif (positive accounting theory) sering dikaitkan dalam


pembahasan mengenai manajemen laba (earnings management). Teori akuntansi
positif menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen dalam memilih
prosedur akuntansi yang optimal dan mempunyai tujuan tertentu.
Menurut teori akuntansi positif, prosedur akuntansi yang digunakan oleh
perusahaan tidak harus sama dengan yang lainnya, namun perusahaan diberi kebebasan
untuk memilih salah satu alternatif prosedur yang tersedia untuk meminimumkan biaya
kontrak dan memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan adanya kebebasan itulah, maka
menurut Scott (2000) manajer mempunyai kecenderungan melakukan suatu tindakan
yang
menurut
teori
akuntansi
positif
dinamakan
sebagai
tindakan
oportunis (opportunistic behavior). Jadi, tindakan oportunis adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi yang
menguntungkan dan memaksimumkan kepuasan perusahaan tersebut.
Ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori
akuntansi positif (positive accounting theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi
manajemen laba yang dihubungkan oleh tindakan oportunistik yang dilakukan oleh
perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Santoso, 2004). Tiga hipotesis
menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Santoso (2004) dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis)
Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan bonus plan akan
cenderung untuk menggunakan metode-metode akuntansi yang dapat meningkatkan
laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Hal ini dilakukan untuk memaksimumkan
bonus yang akan mereka peroleh karena seberapa besar tingkat laba yang dihasilkan
seringkali dijadikan dasar dalam mengukur keberhasilan kinerja. Jika besarnya bonus
tergantung pada besarnya laba, maka perusahaan tersebut dapat meningkatkan
bonusnya dengan meningkatkan laba setinggi mungkin. Dengan demikian, diperkirakan
bahwa perusahaan yang mempunyai kebijakan pemberian bonus yang berdasarkan pada
laba akuntansi, akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang meningkatkan laba
tahun berjalan.
Hipotesis perjanjian utang (the debt covenant hypotesis)
Hipotesis ini berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahan di dalam
perjanjian utang (debt covenant). Sebagian perjanjian utang mempunyai syarat-syarat
yang harus dipenuhi peminjam selama masa perjanjian. Dinyataka pula jika perusahaan
mulai mendekati suatu pelanggaran terhadap (debt covenant), maka perusahaan

tersebut akan berusaha menghindari terjadinya (debt covenant) dengan cara memilih
metode akuntansi yang meningkatkan laba. Pelanggaran terhadap (debt
covenant) dapat menimbulkan suatu biaya serta dapat menghambat kinerja manajemen.
Sehingga dengan meningkatkan laba perusahaan berusaha untuk mencegah atau
setidaknya menunda hal tersebut.
3. Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis)
Dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi oleh
perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan menggunakan pilihan
akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan yang memiliki tingkat laba
yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari kalangan konsumen dan
media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga
menyebabkan terjadinya biaya politis, diantaranya muncul intervensi pemerintah,
pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain yang dapat
meningkatkan biaya politis.
Dari definisi diatas, peneliti dapat melihat hubungan teori akuntansi
positif (positive accounting theory) dengan penelitian ini. Seperti yang sudah dijelaskan,
dalam teori akuntansi positif (positive accounting theory) ada berbagai motivasi yang
mendorong dilakukannya manajemen laba. Salah satu motivasi yang terkait dengan
adanya perubahan tarif pajak penghasilan badan 2008 yaitu motivasi regulasi politik
yang merupakan motivasi manajemen dalam mensiasati berbagai regulasi pemerintah
guna melakukan manipulasi laba dengan menurunkan laba yang dilaporkan sehingga
pajak yang dibayarkannya menjadi kecil.
http://pustakabakul.blogspot.co.id/2014/04/teori-akuntansi-positif.html

TEORI AKUNTANSI POSITIF(DESKRIPTIF)


Awal dari Teori Akuntansi positif
Teori akuntansi positif merupakan varian dari teori ekonomi positif. Teori ini
berkembang seiring dengan kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktikpraktik akuntansi yang ada di masyarakatwhat it is (Watts dan Zimmerman, 1986).
Pada awalnya sekitar tahun 60an teori akuntansi masih mengunakan teori normatif,
tetapi kemudian pada tahun 70an teori akuntansi yang dipakai adalah teori akuntansi positif,
teori normatif dianggap tidak dapat menghasilkan teori akuntansi yang siap dipakai didalam
praktek sehari-hari.
Teori positif bisa dibandingkan dengan teori normative. Teori normative menjelaskan
bagaimana praktek tertentu harus dilakukan dan preskripsi ini mungkin menjadi sebuah titik
awal signifikan dari praktek yang ada. Sebuah teori normative dibangkitkan sebagai hasil dari
teori tertentu yang mengaplikasikan beberapa norma, standard, atau sasaran dimana praktek
aktual berusaha mencapainya
Teori normatif pada awalnya belum menggunakan pendekatan investigasi formal,
baru pada perkembangan berikutnya mulai digunakannya pendekatan investigasi terstruktur
formal, yaitu pendekatan deduktif (dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dengan
dihasilkan prinsip akuntansi yang rasional sebagai dasar untuk mengembangkan teknik-

teknik akuntansi (Anis dan Imam,2003)). Berbagai teori positif atau deskriptif berkembang
dengan pesat dalam akuntansi. Perkembangan teori mengarah pada teori positif (deskriptif)
ini dibarengi dengan perubahan fokus teori akuntansi yang digunakan oleh lembaga
akuntansi, misalnya FASB yang menekankan pada kegunaan dalam pengambilan keputusan
dan tidak lagi terfokus pada postulate seperti terlihat pada kerangka konseptual yang
diterbitkan oleh FASB mulai tahun 1979 yang dimulai dengan perumusan tujuan pelaporan
keuangan (SFAC 1,1979 dalam Anis dan Imam,2003).
Terdapat tiga alasan mendasar terjadinya pergeseran pendekatan normatif ke positif
yaitu (Watt & Zimmerman,1986 ):
1. Ketidakmampuan pendekatan normatif dalam menguji teori secara empiris, karena
didasarkan 'pada premis atau asumsi yang salah sehingga tidak dapat diuji keabsahannya
secara empiris.
2. Pendekatan normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individual
daripada kemakmuran masyarakat luas.
3. Pendekatan normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya
ekonomi secara optimal di pasar modal. Hal ini mengingat bahwa dalam sistem
perekonomian yang mendasarkan pada mekanisme pasar, informasi akuntansi dapat menjadi
alat pengendali bagi masyarakat dalam mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.
Teori Akuntansi Positif(Deskriptif) dapat dartikan untuk menjelaskan mengapa
kebijakan akuntansi menjadi suatu masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan laporan keuangan, dan untuk memprediksi kebijakan akuntansi yang
hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi tertentu(Watts dan Zimmerman, 1986).
Beberapa orang jadi terikat pada pertanyaan pendekatan teori yang mana yang benar.
Sebagai contoh, Boland and Gordon (1992) dan Demski (1988). Untuk tujuan-tujuan kita,
bagaimanapun juga, sangat penting untuk melihat bahwa pendekatan normatif dan
pendekatan positif terhadap perkembangan teori sangatlah berharga. Untuk memperluas
bahwa pengambil keputusan memprosesnya secara normatif, keduanya yaitu teori positif dan
teori normatif akan membuat prediksi yang mirip. Dengan berpegang pada tes empiris atas
prediksi-prediksi ini, teori positif membantu menjaga teori normatif tetap pada jalurnya.
Efeknya, kedua pendekatan ini saling mengisi.
Tiga Hipotesis Teori Akuntansi Positif
Ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi
positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba,
yaitu: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis), (2) hipotesis perjanjian hutang
(the debt covenant hypotesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis)
(Watts dan Zimmerman, 1986).
1. Hipotesis Rencana Bonus (the bonus plan hypotesis)
Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan
rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang
dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.
Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orang-orang lain,
menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung, paling tidak sebagian,
pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka bisa
meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih

setinggi mungkin. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut. Tentu saja, sesuai
dengan karakter dari proses akrual, hal ini akan cenderung menyebabkan penurunan pada
laba dan bonus-bonus yang dilaporkan pada masa yang akan datang, dengan taktor-faktor lain
tetap sama. Namun nilai masa kini (present value) dari kegunaan manajer dari lini bonus
masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikan perubahan menuju masa
kini.
Dapat disimpulkan Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih
menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan
dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi
dari dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih
2. Hipotesis Kontrak Hutang (the debt covenant hypotesis)
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu
perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang,
maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih
prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke
periode masa kini.
Alasannya adalah laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian
teknis. Sebagian besar dari perjanjian hutang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman
harus bertemu selama masa perjanjian. Sebagai contoh, perusahaan yang mendapat pinjaman
boleh sepakat memelihara level tertentu dari hutang terhadap harta, laporan bunga, modal
kerja, dan harta pemilik saham. Jika kesepakatan semacam itu dikhianati, perjanjian hutang
tersebut bisa memberikan/mengeluarkan penalti, seperti pembatasan dividen atau tambahan
pinjaman.
Dengan jelas, prospek dari pelanggaran kesepakatan membatasi kegiatan perusahaan dalam
operasional perusahaan itu sendiri. Untuk mencegah, atau paling tidak menunda, pelanggaran
semacam itu, perusahaan bisa memilih kebijakan akuntansi tertentu yang bisa meningkatkan
laba masa kini. Berdasarkan hipotesis kesepakatan hutang, ketika perusahaan mendekati
kelalaian, atau memang sudah berada dalam lalai/cacat, lebih cenderung untuk melakukan hal
ini.
Dapat disimpulkan Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan mkin besar
kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba.
Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau
peraturan kredit (Kalay, 1982). Makin tinggi batasan krdit makin besar kemungkinan
penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode
akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan
mengurangi biaya kesalahan teknis.
3. Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis)
Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik yang mesti
ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang
menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa sekarang menuju masa depan.
Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan kebijakan
akuntansi. Perusahaan-pemsahaan yang ukurannya sangat besar mungkin dikenakan standar
kinerja yang lebih tinggi, dengan penghargaan terhadap tanggung jawab lingkungan, hanya
karena mereka merasa bahwa mereka besar dan berkuasa. Jika perusahaan besar juga
memiliki kemampuan meraih profit yang tinggi, maka biaya politik bisa diperbesar.
Perusahaan-perusahaan juga mungkin akan menghadapi biaya politik pada poin-poin waktu

tertentu. Persaingan luar negeri mungkin mengarah pada menurunnya profitabilitas kecuali
perusahaan yang terkena dampaknya ini bisa mempengaruhi proses politik untuk bisa
melindungi impor secara keseluruhan. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan
mengadopsi kebijakan akuntansi income-decreasing (pendapatan menurun) dalam rangka
meyakinkan pemerintah bahwa profit sedang turun.
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi
laba periodik disbanding perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan ukuran variable
proksi (proxsy) dan aspek politik. Yang mendasari hipotesi ini adalah asumsi bahwa sangat
mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan apakah laba akuntansi betul-betul
menunjukkan monopoli laba. Di samping itu, sangatlah mahal bagi individu untuk
melaksanakan kontrak dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan
aturan hokum dan regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan
demikian individu yang rasional cenderuang memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang
lengkap. Proses politik tidak beda jauh dengan proses pasar. Atas dasar cost informasi dan
cost monitoring tersebut, manajer memiliki insentif untuk memiliki laba akuntansi tertentu
dalam proses politik tersebut.

Penelitian Perluasan Dari Bonus Plan Hypothesis


Penelitian ini merupakan perluasan dari bonus plan hypothesis. Jika pada suatu tahun
tertentu laba bersih perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah
menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a
bath) yang bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada
satu tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang dilakukan
manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih
rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan mendapatkan bonus yang lebih
tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya manajer akan melakukan manajemen laba
pada saat laba bersih berada diantara bogey dan cap
http://bppb-rakhmawan.blogspot.co.id/2013/01/teori-akuntansi-positif_4.html

Referensi:
http://candrabayupp.blogspot.com/2011/11/teori-akuntansi-positif.html
http://msa15.blogspot.com/2012/02/teori-akuntansi-normatif-dan-positif.html
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/masodah/2008/09/03/akuntansi-posistifdan-normatif/
http://badruzafni.blogspot.com/2009/06/teori-akuntansi-positif-dan-normatif.html
www.freewebs.com/stiemuhpekl/asimetri%20informasi.doc

si.uns.ac.id/.../196804011993032001manaj%20laba%20csr%20utk%20kuliah%20umum...

eprints.undip.ac.id/.../Pendekatan_Dan_Kritik_Teori_akuntansi_Positif__by_Indira_Januarti_
(OK).pdf
http://badruzafni.blogspot.com/2009/06/teori-akuntansi-positif-dan-normatif.html

Teori akuntansi adalah adalah cabang akuntansi yang terdiri dari pernyataan sistematik tentang prinsip dan
metodologi yang membedakan dengan praktik. Definisi lain teori akuntansi merupakan suatu susunan konsep,
definisi, dan dalil yang menyajikan secure sistematis gambaran fenomena akuntansi serta menjelaskan
hubungan antarvariabel dalam struktur akuntansi dengan maksud untuk dapat memprediksi fenomena yang
muncul.
Fungsi Teori akuntansi adalah :
1. Sebagai pedoman bagi lembaga penyusun standar akuntansi
2. Memberikan kerangka acuan dalam menyelesaikan masalah akuntansi yang tidak ada standar resmi
3. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pembaca terhadap informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan
4. Agar laporan keuangan dapat diperbandingkan
5. Memberikan kerangka acuan dalam menilai prosedur dan praktik akuntansi
Teori ekonomi positif menjelaskan fenomena ekonomi dan bisnis melalui spesifikasi variabel yang saling terkait.
Teori yang dikemukakan Friedman (1953) ini merupakan sekumpulan proposisi (penjelasan sifat dan realita)
yang terdiri dari konstruk yang didefinisikan secara luas dan menghubungkan berbagai unsur yang terdapat
dalam proposisi tersebut. Teori ekonomi positif, menurut Friedman (1953), pada hakekatnya terbebas dari ikatan
berbagai aspek etika, sebagaimana dikemukakan Keynes. Dia lebih mengacu ke istilah apa adanya (what it is)
daripada ke istilah seharusnya demikian (it should be.
Dengan demikian, fungsinya harus dinilai berdasarkan ketepatan (precision), bidang kajian (scope), dan
kesesuaian peramalan berdasarkan pada pengalaman. Ringkasnya, ekonomi positif adalah, atau dapat
dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan yang objektif (objective science), seperti halnya ilmu fisika.
Teori akuntansi positif merupakan varian dari teori ekonomi positif. Teori ini berkembang seiring dengan
kebutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktik-praktik akuntansi yang ada di masyarakat, what it
is (Watts dan Zimmerman, 1986). Teori ini memiliki pijakan yang berbeda dibandingkan dengan akuntansi
normatif, yang lebih menjelaskan praktik-praktik akuntansi yang seharusnya berlaku, it should be. Teori ini
bertujuan menjelaskan meramalkan, dan memberi jawaban atas praktik akuntansi. Di samping itu, teori ini juga
meramalkan berbagai fenomena akuntansi dan menggambarkan bagaimana interaksi antar-variabel akuntansi
dalam dunia nyata. Validitas teori akuntansi positif dinilai atas dasar kesesuaian teori dengan fakta atau apa
yang nyatanya terjadi (what it is).
Untuk lebih mudah dipahami contoh teori akuntansi positif adalah praktik akuntansi yang saat ini sering kita
dengar antara lain creative accounting, earning management, big bath, dan income smoothing. Pada dasarnya
praktik akuntansi ini sudah dilakukan cukup lama, tetapi praktik ini semakin mencuat diantaranya pada kasus

ENRON, dan Worldcom yang terjadi pada tahun 2000. Kasus ini mengakibatkan krisis kepercayaan publik
terhadap auditor. Kasus ini telah meruntuhkan KAP Arthur Andersen, tidak saja keluar dari The big five, bahkan
sampai pencabutan ijin usaha. Kasus inilah yang menjadi titik tolak bagi para auditor dan lembaganya untuk
meningkatkan kembali jaminan terhadap hasil audit mereka.
Sedangkan akuntansi normatif adalah praktik akuntansi yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Aturan tersebut dikenal dengan nama Praktik Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP. Salah
satu bagian kecil dari PABU adalah SAK atau standar akuntansi Keuangan.
SAK yang ada sekarang dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar akuntansi keuangan yang akan
diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan
(DKSAK) untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan sosialisasi (public
hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari masyarakat luas (pemakai laporan keuangan).
Selanjutnya, bila tidak ada masalah lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara
efektif.
Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat mendirikan badan penyusun standar akuntansi yang berada di
luar asosiasi profesi. Badan ini adalah Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak berada di bawah
AICPA melainkan di bawah Financial Accounting Foundation (FAF). Badan ini berwenang penuh dalam
menentukan standar akuntansi yang akan ditetapkan.
Tuntunan atas adanya suatu pendekatan positif terhadap akuntansi terjadi ketika Jensen menyatakan bahwa
penelitian dalam akuntansi (dengan satu atau dua pengecualian yang dapat di catat) tidak bersifat ilmiah..
karena fokus penelitian ini telah sangat normatif dan terdefinisi. Jensen selanjutnya meminta akan adanya
perkembangan suatu teori akuntansi positif yang akan menjelaskan mengapa akuntansi seperti apa adanya ia,
mengapa akuntan melakukan apa yang mereka lakukan, dan apa pengaruh yang dimiliki fenomena terhadap
penggunaan orang dan sumber daya.
Pesan mendasar yang kemudian dikenal sebagai Kelompok Akuntansi Rochester adalah bahwa hampir semua
teori akuntansi tidak bersifat ilmiah karena mereka bersifat normatif dan seharusnya diganti dengan teori positif
yang menjelaskan praktek akuntansi aktual dilihat dari segi pilihan manajemen secara sukarela terhadap
prosedur akuntansi dan bagaimana standar peraturan telah berubah dari waktu ke waktu.
Dorongan terbesar dari pendekatan positif dalam akuntansi adalah untuk menjelaskan dan meramalkan pilihan
standar manajemen melalui analisis atas biaya dan manfaat dari pengungkapan keuangan tertentu dalam
hubungannya dengan berbagai individu dan pengalokasian sumber daya ekonomi.
Teori positif didasarkan pada adanya dalil bahwa manajer, pemegang saham, dan aparat pengatur/polisi adalah
rasional dan bahwa mereka berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka yang secara langsung
berhubungan dengan kompensasi mereka, dan oleh karena itu kesejahteraan mereka pula. Pilihan atas suatu
kebijakan akuntansi oleh beberapa kelompok tersebut bergantung pada perbandingan relatif biaya dan manfaat
dari prosedur akuntansi alternatif dengan cara demikian untuk memaksimalkan kegunaan mereka.

Ide utama dari pendekatan positif adalah untuk mengembangkan hipotesis atau faktor-faktor yang
mempengaruhi dunia praktek akuntansi dan untuk menguji validitas dari hipotesis ini secara empiris:

1.
2.

Untuk meningkatkan keandalan dari peramalan berdasarkan atas pengamatan perataan serangkaian
angka akuntansi sejalan dengan suatu kecenderungan yang dianggap terbaik atau normal oleh manajemen.
Untuk menurunkan tingkat ketidakpastian yang dihasilkan dari fluktuasi angka pendapatan secara
umum dan penurunan risiko sistematis khususnya dengan menurunkan kovarians pengembalian
perusahaan dengan pengembalian pasar.

Tidak seperti hipotesis perataan laba, teori positif dalam akuntansi berasumsi bahwa harga saham bergantung
pada arus kas dan bukannya laba yang dilaporkan. Lebih jauh lagi pada pasar yang efisien dua perusahaan
dengan distribusi arus kas yang sama akan dinilai sama tanpa memperhatikan perbedaan penggunaan prosedur
akuntansi. Masalah utama dalam teori positif adalah untuk menentukan bagaiman prosedur akuntansi
mempengaruhi arus kas, dan kemudian fungsi kegunaan manajemen untuk memperoleh suatu wawasan atas
faktor yang mempengaruhi pilihan manajer terhadap prosedur akuntansi. Resolusi dari masalah ini di pandu oleh
asumsi-asumsi teoritis berikut ini:

1.

2.

Teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai
pihak organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut. Teori ini berubah
menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu penghubung (nexus)kontrak melalui pernyataan
Jensen dan Macklin yang menyatakan bahwa perusahaan adalah cerita fiksi legal yang berfungsi sebagai
penghubung atas serangkaian hubungan kontrak antara individu. Farma memperluas pandangan
penghubung kontrak ini dengan mencakup baik pasar modal maupun pasr untuk tenaga kerja manajerial.
Dengan adanya perspektif penghubung kontrak terhadap perusahaan ini, teori biaya kontrak melihat
peran informasi akuntansi sebagai pengamat dan penegak atas kontrak-kontrak ini untuk menurunkan biaya
agensi dari konflik kepentingan tertentu. Satu konflik yang mungkin muncul adalah konflik kepentingan
antara pemegang obligasi dan pemegang saham dari perusahaan terhadap utang yang ada. Dalam
kejadian seperti ini keputusan yang menguntungkan pemegang saham tidaklah harus selalu keputusan
yang terbaik bagi kepentingan pemegang obligasi. Hal ini mungkin meminta perjanjian pemberian pinjaman
untuk mendefinisikan aturan perhitungan guna menghitung angka-angka akuntansi dengan tujuan perjanjian
yang terbatas.

Sejauh mana pilihan akuntansi mempengaruhi kesejahteraan kontrak bergantung pada besaran relatif dari biaya
kontrak. Biaya kontrak ini mencakup:
1.
2.
3.
4.
5.

Biaya transaksi (contoh biaya komisi perantara)


Biaya agensi (contoh biaya pemantauan, biaya obligasi, dan kerugian sisa akibat keputusan yang
disfungsional)
Biaya informasi (contoh biaya untuk memperoleh informasi)
Biaya negosiasi ulang (misalnya biaya penulisan kembali kontrak yang ada ketika kontrak dianggap
telah tidak sesuai dengan beberapa peristiwa yang tidak dapat diperkirakan)
Biaya kepailitan (contoh biaya hukum untuk memailitkan dan biaya keputusan yang disfungsional)

Pilihan akuntansi tergantung pada variabel-variabel yang mencerminkan intensif manajemen dalam memilih
metode akuntansi berdasarkan rencana bonus, kontrak utang, dan proses politik. Sebagai hasilnya ada tiga
hipotesis yang dihasilkan; hipotesis rencana bonus, hipotesis modal hutang, dan hipotesis biaya politis. Hipotesis

ini secara umum dinyatakan dalam bentuk perilaku oportunistis dari para manajer. Hipotesis tersebut adalah
sebagai berikut:

1.

2.

3.

Hipotesis rencana bonus berpendapat bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus
kemungkinan besar menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laporan laba periode di periode
berjalan. Dasar pemikirannya adalah bahwa tindakan seperti itu mungkin akan meningkatkan persentase
nilai bonus jika tidak terdapat penyesuaian terhadap metode terpilih.
Hipotesis ekuitas utang berpendapat bahwa semakin tinggi hutang/ekuitas perusahaan yaitu sama
dengan semakin dekatnya (semakin ketatnya) perusahaan terhadap batasan-batasan yang terdapat di
dalam perjanjian hutang dan semakin besar kesempatan atas pelanggaran perjanjian dan terjadinya biaya
kegagalan teknis, maka semakin besar kemungkinan bahwa para manajer menggunakan metode-metode
akuntansi yang meningkatkan laba.
Hipotesis biaya politis berpendapat bahwa perusahaan besar dan bukannya perusahaan kecil
kemungkinan besar akan memilih akuntansi untuk menurunkan laporan laba.

Pesan dasar yang selanjutnya menjadi dikenal sebagai Kelompok Akuntansi Rochester adalah hampir semua
teori akuntansi tidak bersifat keilmuan karena ia bersifat normatif dan harus diganti dengan teori positif yang
menjelaskan praktek akuntansi aktual dalam bentuk pilihan bebas manajemen terhadap prosedur akuntansi dan
bagaimana standar peraturan telah berubah dari waktu ke waktu.
Teori akuntansi positif berkembang seiring kbutuhan untuk menjelaskan dan memprediksi realitas praktekpraktek akuntansi yang ada di dalam masyarakat. Teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fenomena
akuntansi yiang diamati berdasarkan pada alas an-alasan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa.
Dengan kata lain, Positive Accounting Theory (PAT) dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi
konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT
didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan (agency relationship) antara
manajer dengan kelompok lain seperti investor, kreditor, auditor, pihak pengelola pasar modal dan institusi
pemerintah (Watts dan Zimmerman, 1986).

PAT lebih bersifat deskriptif bukan preskiptif. Tidak seperti teori normative yang didasarkan pada prems bahwa
manajer akan memaksimumkan laba atau kemakmuran untuk kepentingan perusahaan , teori positif didasarkan
pada premis bahwa individu selalu bertindak atasdasar motivasi pribadi (self seeking motives) dan berusaha
memaksimumkan keuntungan pribadi. Watts dan Zimmerman berpendapat bahwa premis maksimisasi laba
dalam konteks teori normatif tidak terbukti dan jauh dari bukti empiris.

Kritik utama mereka terhadap teori normative adalah teori tersebut didasarkan pada pertimbangan nilai (value
judgment). Watts dan Zimmerman berpendapat bahwa perumusan teori harus betul-betul bebas pertimbangan
nilai dan menekankan pada kebutuhan akan penekatan baru.hal ini dapat dilihat dalam pernyataan mereka
sebagai berikut :

Tujuan dari teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan dan memprediksikan praktek akuntans. Penjelasan
berarti memberikan alas an-alasan terhadap praktek yang diamamti. Misalnya, teori akntansi positif berusaha
menjelaskan mengapa perusahaan tetap menggunakan akuntansicost histories dan mengapa perusahaan
tertentu mengubah taktik akuntansi mereka. Predisi terhadap praktik akuntansi berarti teori berusaha
memprediksi fenomena yang belum diamati.

Pendekatan positif atau empiric berkaitan dengan usaha menguji atau menghubungkan kembali hipotesis atau
teori dengan pengalaman atau fakta-fakta dunia nyata. Penelitina kauntansi positif difokuskan pada pengujian
empiric terhadap asumsi-asumsi yag dibuat oleh teori akuntansi normative. Misalnya dengan menggunakan
kuesioner dan teknik survey lainnya, peneliti akan menguji sikap manajer terhadap manfaat metode atau teknik
akuntansi tertentu. Pendekatan khusu dapat dilakukan dengan cara mensurvey pendapatanpendapatan analisis
keuangan, manajer bank atau akuntan terhadap tugas atau kasus tertentu yang dibuat peneliti (misalnya prediksi
kebangkrutan, keputusan membeli atau menjual saham, dll).
Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menguji arti penting output akuntansi di pasar. Dengan
demikian teori akuntansi positif memiliki focus ekonomi dan berusaha menjawab pernyataan seperti :
Apakah biaya yang dikeluarkan untuk memeilih metode akuntansi sesuai dengan manfaat yang diperoleh?
Apakah biaya regulasi da proses penentuan standar akuntansi sesuai dengan manfaatnya?
Apakah laporan keuangan berpengaruh terhadap saham?
Untuk menjawab pernyataan tersebut teori akuntansi positif menggunakan asumsi sebagai berikut :
Manajer, investor, kreditor, dan individu lain bersifat rasional dan berusaha memaksimumkan kepuasan.
Manajer memiliki kebebasan untuk memilih metode akuntansi yang memaksimumkan kepuasan mereka atau
mengubah kebijakan produksi, investasi dan pendanaan perusahaan untuk memaksimukan kepuasan mereka.
Manajer mengambil tindakan yang memaksimumkan nilai perusahaan.
Atas dasar pernyataan dan asumsi tersebut teori akuntansi positif berusaha menguji tiga hipotesis sebagai
berikut :

Hipotesis Rencana Bonus (Bonus Plan Hypothesis)


Manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meningkatkan laba periode
berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya
komite kompensasi dari dewan direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih (Watts dan Zimmerman,
1990)

Hipotesis hutang atau ekuitas (Debt/Equity Hypothesis)


Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan mkin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode
akuntansi yang dapat menaikkan laba. Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan

batas perjanjian atau peraturan kredit (Kalay, 1982). Makin tinggi batasan krdit makin besar kemungkinan
penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat
menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis (Watts
dan Zimmerman, 1990).

Hipotesis Cost Politik (Political Cost Hypothesis)


Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodik disbanding
perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan ukuran variable proksi (proxsy) dan aspek politik. Yang
mendasari hipotesi ini adalah asumsi bahwa sangat mahalnya nilai informasi bagi individu untuk menentukan
apakah laba akuntansi betul-betul menunjukkan monopoli laba. Di samping itu, sangatlah mahal bagi individu
untuk melaksanakan kontrak dengan pihak lain dalam proses politik dalam rangka menegakkan aturan hokum
dan regulasi, yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan demikian individu yang rasional
cenderuang memiliki untuk tidak mengetahui informasi yang lengkap. Proses politik tidak beda jauh dengan
proses pasar. Atas dasar cost informasi dan cost monitoring tersebut, manajer memiliki insentif untuk memiliki
laba akuntansi tertentu dalam proses politik tersebut (Watts dan Zimmerman, 1990).

Tiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya tiga hubungan keagenan :

1) Manjemen dengan pemilik


2) Manajemen dengan kreditor
3) Manajemen dengan pemerintah
Kehadiran pendekatan positif telah memeberikan sumbangan yang berari bagi pengembangan akuntansi.
Menurut Watts dan Zimmerman (1990) PAT telah memberikan konstribusi pengembangan akuntansi misalnya :

Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan membrikan penjelasan spesifik terhadap pola
tersebut.
Memberikan kerangka yang jelas dalam memahami akuntansi.
Menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi.
Menjelaskan mengapa akuntansi dijelaskan dan memberikan kerangka dalam memprediksi pilihan-pilihan
akuntansi.
Mendorong riset yang relevan dengan akuntansi dengan menekankan pada prediksi dan penjelasan terhadap
fenomena akuntansi.
Pada saat sekarang teori positif menekankan pada penjelasan alasan-alasan terhadap praktek berjalan dan
prediksi terhadap peranan akuntansi dan informasi terkait dalam kepuaan-kepuasan ekonomi individu,
perusahaan, dan pihak yang lain yang berperan dalam kegiatan pasar modal dan ekonomi. Meskipun demikian,

asumsi yang melandasi proyek penelitian positif tersebut banyak dikritik karena pendukung teori positif
menggunakan penolakan alternative alias pemikiran yang lain. Artinya, yeori positif tidak bebas dari
pertimbangan nilai atau implikasi preskriptif. Hal ini disebabkan pertimbangan nilai yang bersifat implicit
seringkali melandasi atau mempengaruhi bentuk dan isi penelitian yang dilakukan. Peneliti tidak dapat
menghindari unsur bias dalam semua penelitian yang dilakukan. Dengan demikian unsur bias, jelas
menunjukkan perwujudan orientasi dari peneliti tersebut.

Daftar Pustaka
http://badruzafni.blogspot.com/2009/06/teori-akuntansi-positif-dan-normatif.html
http://enymarie.wordpress.com/2012/03/29/paper-teori-akuntansi-bab-4/
http://intermeshow.blogspot.com/2010/01/teori-ekonomi-positif.html

http://blog.umy.ac.id/absolut/2013/01/06/teori-akuntansi-positif/

Anda mungkin juga menyukai