Anda di halaman 1dari 17

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

RMK SAP 7

MENGELOLA RESIKO ETIKA DAN MANAJEMEN KRISIS

Disusun oleh:

KELOMPOK 1
PUTU RAYANA PRAYOGA (1881611050)
RUSDIAN EDY SYAHPUTRA (1881611060)
LESTARI SURYANINGSIH STEPANUS (1881611070)
NI WAYAN NOVA APSARI (1881611072)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
A. Identifikasi serta penilaian risiko etika dan peluang
1. Risiko etika dan peluang dalam penilaian risiko perusahaan
Risiko etika dan peluang. Pengakuan atas kebutuhan adanya akuntabilitas korporat
kepada pemangku kepentingan membawa pengakuan simpulan yang dibutuhkan sistem tata
kelola modern untuk merefleksikan betapa pentingnya memenuhi kepentingan pemangku
kepentingan. Kepuasan pemangku kepentingan, pada gilirannya, didasarkan pada rasa
hormat yang ditunjukan oleh perusahaan untuk kepentingan tiap kelompok pemangku
kepentingan yang perusahaan ingin dapatkan dukungannya guna mencapai tujuan strategis.
Dalam konteks ini perhatian pada risiko etika dan peluang –sejak risiko tidak memenuhi
harapan pemangku kepentingan menyebabkan potensi kerugiaan dukungan untuk tujuan
perusahaan, dan ketika dapat melebihi ekspektasi maka akan memberikan peluang untuk
menggalang dukungan- sangat penting untuk menghindari potensi kerugiaan dukungan
untuk tujuan perusahaan, dan untuk menemukan peluang meraih dukungan yang lebih besar.
Hal ini memerlukan kerangka kerja yang lebih luas untuk penilaian risiko dari apa yang
kebanyakan perusahaan telah terapkan.
Agar adil, telah terjadi tumpang tindih dalam pendekatan penilaiaan risiko tradisional
dengan pendekatan risiko etika/penilaiaan kepentingan pemangku kepentingan (ERSIA).
Namun demikian, bahkan dalam kasus-kasus tumpang tindih, fokus dari pendekatan non-
ERSIA dan pola pikir para penyelidik belum seluas seperti yang sekarang muncul, karena
fokus sudah berada pada apa yang penting dari perspektif pemegang saham, uakan perspektif
pemangku kepentingan. Tanpa dukungan perspektif pemangku kepentingan, penyelidik
mungkin tidak mengenali risiko yang dapat menyebabkan kerugian dukungan atau peluang
bagi penciptaan dukungan yang didasarkan pada keunggulan kompetitif atau perhatian
kepentingan pemangku kepentingan laiinya.
 Keterbatasan dari pendekatan Enterprise Risk Management (ERM) tradisional
Manajemen risiko telah menjadi konsep yang digunakan secara umum sejak akhir
1990-an, ketika bursa saham utama mencatatnya sebagai salah satu hal yang perlu untuk
diawasi direksi. Namun demikian, manajemen risiko yang biasanya dilakukan jarang
melibatkan pemeriksaan penuh risiko etika dan peluang. Ada fokus yang kian tumbuh pada
hal-hal yang berhubungan dengan kecurangan, namun belum cukup untuk dapat mencegah
hilangnya reputasi dan dukungan pemangku kepentingan.
Selama 1990-an perusahaan terdepan menerapkan beberapa bentuk manajemen risiko,
tetapi kebanyakan perusahaan lain tidak. Sarbenes-oxley of 2002 (SOX) secara efektif
membuat manajemen risiko merupakan bagian integral dari tata kelola yang baik ketika
reformasi tata kelola dibawa oleh SEC keperusahaan terdaftar diseluruh dunia dan
melahirkan banyak perkembangan serupa diyurisdikasi nasional lainnya. Section 404 dari
SOX , misalnya, yang bertujuan untuk penilaiaan risiko dan pencegahan, mengharuskan
perusahaan untuk memeriksa efektif sistem kontrol internal berkaitan dengan
pelaporankeuangan, danCEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan
efektivitas tersebut.
Penelaahan wajib pengendaliaan internal melibatkan perbandingan korporasi dengan
kerangka sistem pengendalian internalyang berlaku sepertiyang dikembangkan untuk
Enterprise Risk Management (ERM) oleh Committee of Sponsoring Organization (COSO)
Komisi Treadway. Kerangka kerja COSO ERM yang terangkum dalam table 1.1 menilai
bagaimana mencapai tujuan suatu entitas pada empat dimensi.
Dimensi
Komponen Strategis Operasi Pelaporan Kepatuhan
Lingkungan eksternal
Menetapkan tujuan
Identifikasi kejadiaan
Penilaian risiko
Respon risiko
Aktivitas pengendaliaan
Informasi dan Komunikasi
Pengawasan
Etika dan budaya perusahaan yang etis terlihat memainkan peran penting dalam
menenukan lingkungan pengendaliaan dan dengan demikiaan menciptakan efektif ERM
berorientasi system pengendaliaan internal dan perilaku yang mempengaruhi hasil. Oleh
karena itu, kajian berorientasi COSO ERM akan memeriksa nada diatas, kode etik,
kesadaran karyawan, tekanan untuk memenuhi tujuan tidak realistis atau tidak tepat,
kesediaan manajemen untuk menggantikan control yang sudah ada, kepatuhan terhadap kode
dalam penilaian kinerja, pemantauan efektivitas sistem pengendaliaan internal, program
whistle-blowing, dan tindakan perbaikan sebagai respon terhadap pelanggaran kode.
The New Statement of Auditing Standar (SAS 99) dirilis oleh AICPA dalam
menanggapi bencana Enron dan Worldcom, dan Sarbanes-Oxley Act of 2002 me-figurkan
bagaimana auditor eksternal telah diarahkan menuju kesadaran atas kecurangan,
pemeriksaan, dan pelaporan yang lebih baik atas kecurangan tersebut. Secara khusus SAS
99 mengharuskan:
1. Diskusi dan brainstorming wajib antara tim tentang penyebab dan untuk salah saji
material potensial dalam laporan keuangan karena kecurangan sebelum dan selama
audit.
2. Bimbingan harus diikuti tentang pengumpualan data dan prosedur audit untuk
mengidentifikasi risiko dan kecurangan.
3. Mandat dari penilaiaan risiko kecurangan berdasarkan faktor-faktor risiko yang
ditemukan dan dibawah rivisi asumsi bahwa manajemen tidak bersalah hingga benar
bersalah. Sebagai berikut:
 Menganggap secara wajar bahwa ada risiko manipulasi pendapatan karena
kecurangan dan kemudian menyelidiki
 Selalu mengidentifikasi dan menilai risiko dimana manajemen bisa meniadakan
control sebagai risiko kecurangan.
4. Peningkatan standar untuk pemeriksaan, dokumentasi, dan pelaporan langkah – langkah
audit yang diambil untuk memastikan bahwa tidak terjadi manipulasi.
5. Tindakan lain, termasuk:
 Mendukung penelitian tentang kecurangan
 Pengembangan criteria anti kecurangan dan control
 Alokasi 10 % dari credit CPE untuk mempelajari kecurangan
 Pengembangan program pelatihan kecurangan untuk umum
 Mendorong pendidikan anti kecurangan di universitas dan materi yang sesuai.

2. Identifikasi serta Penilaian Risio Etika dan Peluang


Identifiksi dan penilaian risiko etika dan peluang dapat dilakukan dengan beberapa
cara, tetapi pendekatan tiga tahap pada figur 1.1 dan dibahas dalam pembahasan selanjutnya
dengan menawarkan pendekatan yang komprehensif.

TAHAP 1 TAHAP 3
Mengembangkan suatu TAHAP 2  Kelompok pemangku
pemahaman Membandingkan
kepentingan
pemeringkatan berbagai aktivitas yang
kepentingan/ mengekpetasikan akan  Produk atau jasa
ekspektasi pemangku identifikasi risiko etika
dan peluang  Tujuan korporat
kepentingan yang
diproyeksikan  Nillai hypernorm

 Pemicu reputasi

Pemicu reputasi: dapat dipercaya


Identifikasi Konfirmasi kreditabilitas, dapat diandalkan,
bertanggung jawab
Peringkat: Urgensi, Analisis yang
kekuatan, legitimasi dinamis Hypernorm: kejujuran, kewajaran,belas kasih,
integritas, prekdiktabilitas, bertanggung
jawab

Performa: input,output, kualitas

Tahap 1 dari identifikasi risiko etika dan proses penilaian yang baik harus harus
dimulai dengan identifikasi pemangku kepentingan yang utama perusahaan dan kepentingan
mereka. Para peneliti harus membuat peringkat kepentingan pemangku kepentingan dalam
pentingnya menggunakan kerangka kerja urgensi, legitimasi dan kekuasaan dan analisis
pengaruh dinamis. Setelah langkah ini peneliti harus memiliki pemahaman yang
diproyeksikan tentang isu kepentingan pemangku kepentingan yang mana yang sensitive
dan penting.
Dalam tahap 2, berlawanan dengan mosaic dari harapan pemangku kepentingan yang
penting ini, peneliti harus mempertimbangkan kegiatan korporasi mereka dan menilai risiko
dari tidak memenuhi peluang atau peluang yang melebihi harapan. Ketika
mempertimbangkan apakah harapan telah dipenuhi, perbandingan harus dibuat antara input
yang relevan, kualitas, dan variable kinerja yang lain. Selain itu perbandingan harus terbuat
dari kegiatan perusahaan dan harapan pemangku kepentingan menggunakan enam nilai-nilai
hypernorm yang secara universal dihormati dalam sebagian besar budaya: kejujuran
keadilan, belas kasihan, integritas, prediktabilitas, dan tanggung jawab.
Tahap 3 melibatkan penyusunan laporan yang dihasilkan oleh proses itu. Kebutuhan
perusahaan khusus harus menentukan sifat laporan yang disajikan, tetapi pertimbangan harus
diberikan atas risiko etika dan peluang untuk setidaknya laporan berikut:
 Menurut kelompok pemangku kepentingan
 Menurut produk atau jasa
 Menurut tujuan prusahaan
 Menurut nilai hypernorm
 Menurut pemicu reputasi.

B. Manajemen Risiko Etika dan Peluang


Setelah risiko etika dan peluang organisasi telah diidentifikasi dan dinilai, strategi dan taktik
terbaik perlu dikembangkan untuk mengelola mereka untuk mengurang masalah dan untuk
menyearaskan kegiatan dengan kepentingan pemangku kepentingan. Diskusi yang mengikuti
meliputi alat dan teknik untuk karyawan dan bagaimana pendekatan wilayah masalah penting yang
dihadapi direksi, eksekutif dan professional.
1. Hubungan Pemangku Kepentingan Efektif
Strategi dan taktik dapat dikembangkan untuk berurusan dengan masing-masing
pemangku kepentingan atau kelompok, berdasarkan penilaian kepentingan pemangku
kepentingan dan kemungkinan perubahan didalamny. Satu pendekatan yang berasal dari
Savage dkk (1991) berfokus pada potensi untuk pemangku kepentingan dapat menjadi rentan
terhadap undangan untuk berkolaborasi atau menjadi rekan pendukung atau jika mereka
tidak setuju dengan posisi perusahaan, pertimbangan dapat diberikan pada kebutuhan
mereka untuk pemantauan atau ketika pembelaan diperlukan oleh mereka. Figure 2.2
menyajikan model yang berguna untuk mempertimbangkan keputusan tersebut.
Model ini menunjukan bahwa kelompok pamangku kepentingan yang paling
diinginkan (disebut Tipe 1) kemungkinan akan menjadi ancaman yang rendah terhadap
tujuan organisasi dan tingkat kerjasama yang tinggi dengan mereka. Jika mungkin, masuk
akal untuk melibatkan kelompok ini lebih dekat dengan organisasi karena mereka cenderung
mendukung. Sebuah kelompok pemangku kepentingan yang berada diperingkat kerjasama
yang tinggi dan tinggi sebagai potensi ancaman memegang beberapa janji (misalnya adalah
berkah campuran), dan mungkin bijaksana untuk mencoba untuk berkolaborasi dengan
mereka untuk menjaga mereka sebagai pendukung.
2. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dan Kewarganegaraan Korporat
Korporasi telah dianggap secara hukum bertanggung jawab hanya untuk pemegang
saham atau pemilik, tetapi dalam kenyataannya mereka juga secara strategis bertanggung
jawab kepada berbagai pemangku kepentingan yang lebih luas jika mereka ingin
menggalang dukungan yang diperlukan untuk pencapaian strategis. Sejauh ini, pergeseran
paradigma sedang berlangsung dari akuntabilitas kepada pemegang saham menjadi
pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan.
Akibatnya organisasi semakin tertarik pada apa pemangku kepentingan harapkan dari
mereka, dan bagaimana mereka bekerja dan dianggap bekerja sesuai harapan untuk
meningkatkan dukungan pemangku kepentingan. Ada juga investor, direksi, eksekutif, dan
karyawan yang, dari perspektif altruistik, tertarik pada kinerja organisasi mereka mengenai
hal-hal non-keuangan. Kedua kelompok orang dari perspektif instrumental dan orang-orang
dari perspektif altruistik tertarik dalam rencana dan kinerja tanggung jawab sosial
perusahaan dari suatu organisasi atau sebagaimana beberapa orang memilih untuk
memfigurkannya dalam istilah warga organisasi.
Adapun label yang dipakai-CSR atau kewarganegaraan korporat- keduanya merujuk
pada sejauh mana organisasi mempertimbangkan kepentingan pemangku kepentingan dan
mengambil tindakan yang menghormati kepentingan-kepentingan itu.
a. Tujuan organisasi untuk CSR
Untuk mengembangkan rencana atau kerangka kerja yang komprehensif untuk CSR
suatu organisasi harus mempertimbangkan tujuan strategis, baik sebagai sebuah
operasi dan bagaimana ia ingin tampil sebagai warga korporasi, budaya perusahaan
yang akan dihadapi operasi perusahaan, dan kepentingan pemangku kepentingan, baik
dilingkungan dalam negeri maupun luar negeri.
b. Membangun kerangka tanggung jawab sosial perusahaan
Inisiatif baru sedang dikembangkan untuk membantu ddengan keterlibatan pemangku
kepentingan dalam perencanaan perusahaan dan keputusan, mengatur kegiatan
perusahaan dan membuat laporan tentang mereka, dab melakukan audit atas apa yang
dilakukan korporasi dan pelaporannya.
Pedoman pelaporan keberlanjutan dikembangkan oleh Global Reporting Inisiative (GRI)
sebuah usaha kerjasama dari berbagai pihak termasuk badan akuntansi profesional
menawarkan kerangka laporan yang komprehensif dan instruktif bagi mereka yang
sedang mempertimbangkan meningkatkan perencanaan, pengiriman dan pelaporan
CSR atau Corporate Sosial Performance (CSP). Pedoma GRI disempurnaka terus
menerus. Kerangka versi G3 diuraikan tabel 1.2.

c. Pengukuran kinerja CSR


Juga sangat disarankan untuk meninjau kerangka CSR lainnya yang telah diciptakan oleh
perusahaan konsultan yang menyaring kegiatan untuk investor etika- baik individu dan
investor institusi yang ingin berinvestasi dengantujuan sosial atau diperusahaan
dimana kegiatannya secara sosial bertanggung jawab.
d. Monitoring CSR
Setelah pengukuran CSR telah diidentifikasi data dikumpulkan dan laporan terbentuk,
langkah berikutnya adalah memantau bagaimana korporasi berbuat. Seperti skema
pengukuran pada umumnya perbandingan dapat membantu dengan:
 Tujuan strategis faktor kunci keberhasilan
 Organisasi serupa
 Alternatif praktik terbaik untuk pembandingan
 Standar terpublikasi seperti yang diuraikan sebelumnya
 Statistik dan rata-rata industri
 Hasil yang diperoleh pada periode sebelumnya
e. Pelaporan CSR
Korporasi yang berangkat dari sebuah program pengukuran CSR perlu
mempertimbangkan bagaimana mereka akan melaporkan kinerja. Laporan internal
dapat mengambil beragam bentuk tetapi harus terfokus pada tujuan kinerja program.
Laporan publik menjadi lebih umum. Pelaporan kinerja etika dapat:
 Meningkatkan kesadaran akan isu-isu etis dalam sebuah program
 Memberikan dorongan bagi karyawan untuk mematuhi tujuan etis
 Menginformasikan pemangku kepentingan eksternal
 Meningkatkan citra perusahaan.
f. Assurance audit laporan CSR
Penyebaran dari apa yang disebut audit laporan CSR telah berkembang khususnya
dieropa. Inisiatif eropa dalam perlindungan lingkungan dan melalui Internasional
Standards Association (ISO) telah memiliki pengaruh perilaku mengarahkan
diperusahaan dan telah mewajibkan pengungkapan publik atas kinerja lingkungan.
Akibatnya banyak individu dan beberapa akuntan publik besar dan perusahaan lainnya
telah terlibat dalam membuktikan laporan yang diterbitkan.
g. Pikiran penutup
Akuntabilitas strategis perusahaan untuk pemangku kepentingan, manajer, dan akuntan
profesional telah menjadi begitu jelas sehingga akan menjadi picik bagi suatu
organisasi jika tidak mengembangkan konsep yang efektif tentang kewarganegaraan
corporate dan progran yang efektif dari tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Etika di Tempat Kerja
Semakin tingginya tingkat kesadaran social dan tekanan dari kelompok-kelompok
aktivis yang telah didokumentasikan di tempat lain memiliki dampak signifikan pada kedua
operasi internal dan eksternal organisasi.

a. Hak Karyawan
Beberapa hak yang berubah menjadi dilindungi oleh undang-undang baru, sementara
yang lain dipengaruhi oleh kasus-kasus hokum umum, kontrak sertifikat buruh, dan
praktik perusahaan yang telah sensitive terhadap tekanan pemangku kepentingan.
b. Privasi dan Martabat
Hak pribadi lebih penting daripada atasan kecuali dapat ditunjukkan bahwa dalam
keadaan tertentu kepentingan atasan adalah wajar, sah, dan bisa diterima secara moral.
c. Perilaku yang adil
Diskriminasi dianggap tidak etis dan dianggap illegal jika ia melibatkan usia , ras, gender,
dan preferensi seksual. Selain itu umumnya orang berpendapat bahwa harus ada
peluang yang sama untuk pekerjaan, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama,
khususnya bagi perempuan dan minoritas.
d. Lingkungan Kerja Sehat dan Aman
Keseimbangan antara hak-hak pekerja dan pemilik telah bergeser ke titik yang dianggap
etis bagi para pekerja untuk mengharpakan bahwa kesehatan dan keselamatan tidak
akan masuk akal jika dikompromikan. Mereka harus tahu apa risiko yang dihadapi,
dan banyak yurisdiksi telah menciptakan hokum berhak tahu untuk memastikan
bahwa organisasi membuat informasi tentang bahan, proses berbahaya, dan perawatan
terkait, siap diakses.
e. Kemampuan untuk Menjalankan Suara nurani seseorang
Argument bahwa pekerja hanya melakukan apa yang diperintahkan untuk melakukan
tidak lagi menyediakan perlindungan bagi pekerja di banyak wilayah yuridiksi,
sehingga pekerja harus menjalankan suara hati nurani sendiri.
f. Kepercayaan dan maknanya
Etika organisasi secara langsung berkaitan dengan bagaimana para pemimpin dirasakan,
apakah ada kepercayaan yang cukup bagi karyawan untuk berbagi ide
tanpa takut kehilangan pekerjaan atau rasa hormat dari rekan kerja dan manajer
mereka, dan apakah mereka percaya bahwa organisasi layak mendapatkan loyalitas
dan kerja keras.
g. Keseluruhan Manfaat
Cara karyawan memandang perlakuan perusahaan terhadap mereka menetukan apa yang
mereka pikirkan tentang program etika perusahaan. Jika perusahaan ingin
karyawannya mengamati nilai etika perusahaan dan tingkat kepercayaan ,
maka perusahaan harus memilih karyawan yang tepat tidak sekedar etis
untuk menjalankan program etika perusahaan dan mencapai tujuan strategis.
h. Kecurangan Kejahatan Kerah Putih
Eksekutif diharapkan untuk dapat memastikan bahwa mengambil langkah rasional yang
diperlukan untuk membimbin, mempengaruhi, dan mengendalikan, karyawan
yang cenderung terliba, dan auditor eksternal diharapkan bisa waspada
mengenali potensi masalah.
i. Sebuah Kerangka Kerja untuk Memahami para Penipu
Akuntan investigasi dan forensic menggunakan kerangka kerja yang membantu
mengidentifikasi penipu potensial dan situasi yang memiliki potensi untuk
kecurangan. Factor yang mempengaruhi kecurangan : motifasi, rasionalisasi, peluang.

4. Operasi Internasional
Ketika perusahaan beroperasi di luar pasar dalam negeri bimbingan normal ditawakan
kepada karyawan harus mempertimbangkan beberapa hal terkait : praktik operasi yang bisa
berdampak pada ekonomi local dan budaya, praktik asing local yang berbeda-beda seperti
pemberian hadiah luas atau penyuapan, didukung atau dilarang, reaksi terhadap perubahan-
perubahan oleh pemangku kepentingan dalam negeri dan terutama oleh para pemangku
kepentingan utama termasuk pelanggan besar dan pasar modal.
a. Dampak terhadap Ekonomi Lokal dan Budaya Mereka
Perusahaan multinasional memiliki dampak yang signifikan terhadap budaya local dari
pada tidak di dalam negeri. Mereka harus berhati-hati terhada dampak aspek local yang
tidak menguntungkan.
b. Konflik antar Budaya Domestik dan Budaya Asing
Masalah paling sulit ketika nilai-nilai para pemangku kepentingan utama
perusahaan berbeda dengan yag ada di daerah local Negara asing.
c. Penyuapan, Pembayaran untuk Memfasilitasi
Dalam operasi diluarnegeri perusahaan-perusahaan multinasional mungkin diminta
untuk melakukan pembayaran memfasilitasi atau suap. Sebuah pembayaran
memfasilitasi biasanya memiliki nominal dan dibuat untuk mempercepat hasil yang
akan juga terjadi dengan waktu yang cukup.
d. Konflik Budaya yang jelas dengan melarang pemberian hadiah, suap, atau
pembayaran memfasilitasi
Beberapa perusahaan menemukan bahwa mereka mampu melakukan bisnis
tanpa pembayaran tersebut, terutama karena produk atau jasa mereka sangat baik.
e. Imajinasi Moral
Para manajer menggunakan imajinasi moral untuk merancang alternative yang
menjawab kebutuhan dalam budaya local, tetapi sesuai dengan norma0norma untk
perilaku yang dapat diterima.
f. Pedoman praktik etika
Pedoman yang mungkin berguna bagi perusahaan untuk mencatatnya.
g. Konsultasi Sebelum Tindakan
Semua organisasi yang beropersai internasional harus peka pada karyawan mereka
tentang perbedaan budaya dan melengkapi mereka dengan pemahaman tentang
bagaimana organisasi ingin mereka berurusan dengan isu utama yag kemungkinan
besar muncul.

5. Manajemen Krisis
Suatu krisis memiliki potensi untuk memiliki dampak krisis signifikan pada reputasi
perusahaan dan pejabatnya, dan pada kemampuan perusahaan untuk mencapai tujuannya dan
kemampuannya untuk bertahan. Dengan belajar krisis harus dikelola untuk meminimalkan
kerugian. Penilaian, perencanaan, dan manajemen krisis harus merupakan bagian dari
program manajemen resiko modern.
KASUS:
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma Tbk
PT Kimia Farma Tbk adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 Milyar, dan laporan
keuangan tersebut diaudit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Hasil audit pada tanggal 31
Desember 2001 menunjukan bahwa laporan keuangan wajar tanpa pengecualian. Akan tetapi,
Kementrian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, padatanggal 3 Oktober 2002,
manajemen Kimia Farma mensajikan kembali laporan keuangannya, dan menyajikan laba
bersihnya hanya Rp 99,56 Milyar, lebih rendah Rp 32,6 Milyar dari laba awal yang dilaporkan.
Perbedaan itu merupakan suatu kesalahan penyajian daftar harga persediaan yang digelembungkan
oleh pihak manajemen.
Direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3
Febuari 2002. Daftar harga persediaan pada tanggal 3 Febuari 2002 telah digelembungkan nilainya
dan dijadikan dasar penilaian persedian pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Selain itu kesalahan timbul pada unit Industri Bahan Baku yang mencatat terlalu tinggi (overstated)
penjualan sebesar Rp 2,7 Miliyar.
Kesalahan penyajian di dalam penjualan ini dikarenakan adanya pencatatan ganda.
Pencatatan ganda ini dilakukan pada unit-init yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak
berhasil dideteksi. Berdasarakan hasil penyelidikan Bapepam, KAP HTM telah mengikuti standar
audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu KAP HMT juga
terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan. Keterikatan Manajemen terhadap Skandal
Kimia Farma, Tbk yaitu pada mantan direksi PT Kimia Farma Tbk terbukti melakukan
pelanggaran dalam kasus mark-up laba bersih pada laporan keuangan tahun buku 2001. Pihak
manajemen menciptakan rekayasa keuangan sehingga dengan sengaja membuat kesalahan
didalam pencatatan laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Hal ini tentu menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak yang berkepentingan.
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen tentunya
tidak terlepas dari bantuan akuntan. KAP seharusnya bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Pada kenyataannya KAP HTM tidak menemukan ketidakwajaran didalam
laporan auditnya pada tahun 2001, tetapi pada saat Kementrian BUMN meminta KAP HTM
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma tahun 2001, hasilnya HTM
mengoreksi laba bersih Kimia Farma menjadi 99 Milyar untuk tahun 2001.
Hal tersebut telah menyebabkan akuntan publik HTM ikut bersalah dalam manipulasi
laporan keuangan. Karena sebagai seorang auditor independen akuntan HTM seharusnya
mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berasal dari laporan fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Resiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM selaku
badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien/StakeHolder (PT. Kimia Farma), dan
pemberian opini atas laporan keuangan Klien. Dalam Kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP
HTM, maka urutan stakeholder utama ditinjau dari segi kepentingan stake holder adalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas Dalam kasus ini,
KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka.
Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review
menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia
Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan. Kasus yang
menimpa KAP HTM ini adalah resiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. KAP HTM
seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada resiko manipulasi seperti yang
dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama.
Resiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya
HTM harus menghadapi konsekuensi resiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah
akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah
kemungkinan di tutupnya kantor Akuntan tersebut.
Diluar resiko bisnis, resiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan
dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan.
Manajemen resiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menilai resiko etika
Pengidentifikasian dan penilaian resiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai
berikut:
a. Melakukan penilaian dan identifikasi para stake holder HTM, HTM selayaknya
membuat daftar mengenai siapa stake holder yang berkepentingandan apa harapan
stakeholder. Tujuannya yaitu KAP HTM dapat melakukan penilaiandalam pemenuhan
harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum
melakukan audit pada Kimia Farma.
b. Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan
menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas auditc.
Mengutamakan reputasi KAP HTMYaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm,
seperti kejujuran,kredibilitas,reliabilitas, dan tanggung jawab.
Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.Empat
tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan Pimpinan KAPHTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukancara untuk
menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secarastrategis mengambil
keuntungan dari kesempatan tersebut.
2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan
stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stake holder dan meratingnya dari
segikepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stake holder
yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhiharapan
para stake holder HTM.
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J. 2006. Business & Professional Ethics for Accountants. Canada: South-Western
College Publishing.

http://www.scribd.com/doc/11460206/Resiko-Etika-Dan-Manajemen-Resiko-Etika

Anda mungkin juga menyukai