Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TARGET COSTING
NISSAN MOTOR COMPANY. Ltd

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Febrina R. Albeta, SE, Ak, M.Ak, CA

Disusun oleh :
CATUR HENDRA SETYAWAN
140301185

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER C


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nissan Motor Company, Ltd. (Nissan) adalah produsen mobil terbesar keempat di
dunia. Di tahun 1990, Nissan telah memproduksi lebih dari 3 juta kendaraan bermotor,
menyediakan kurang lebih 10% dari permintaan mobil dan truk diseluruh dunia. Dan dari
keseluruhan kendaraan yang telah diproduksi, 2 juta diantaranya adalah jenis kendaraan
mobil penumpang. Nissan didirikan pada tahun 1933, dengan pertimbangan agar menjadi
perusahaan produsen kendaraan bermotor yang mendunia, Nissan memproduksi
kendaraannya di 36 pabrik pemasangan di 22 negara dan kantor pemasaran di 150 negara
dengan 390 distributor dan lebih dari 10,000 dealer.
Nissan telah menetapkan kebijakan untuk memperluas jaringannya dengan
melalui 5 tahap proses, diantaranya; Pertama, mengembangkan produksi lokal; Kedua,
meningkatkan kualitas produksi lokal melalui penggunaan sumber daya alam daerah
sekitar pabrik dalam pembuatan onderdil dan komponen mesin kendaraan; ketiga, dengan
memperkuat kemampuan riset dan pengembangan lokal; keempat, dengan melokalisir
fungsi manajemen; dan yang terakhir, dengan melokalisir proses pengambilan keputusan.
Dan kelima tahap tersebut berhasil membuat empat dari 5 pabrik pemasangan terbesar di
luar negeri dikendalikan oleh seorang pemimpin yang berasal dari penduduk lokal, dan di
tahun 1990 Nissan telah berhasil membuka markas besar regional di Eropa dan Amerika
Utara.
Di Jepang, pasar penjualan kendaraan bermotor terutama jenis mobil penumpang
sudah sangat kompetitif. Produsen terbesar diantaranya adalah Toyota, yang telah
menguasai sedikitnya 45% pasar domestik. Nissan menduduki posisi kedua dengan
menguasai sedikitnya 25%, lalu diikuti oleh Honda dan Mazda, keduanya menguasai
pasar kurang lebih 20%. Untuk meraih pasar yang lebih luas, Nissan memperkuat
kompetisi di pasar domestik dengan lebih sengit. Nissan menerapkan sebuah rencana
untuk mencapai penjualan domestik tahunan sebesar 1,5 juta mobil di tahun 1992 dan
untuk menjadi perusahaan dengan posisi pertama dalam hal kepuasan pelanggan. Strategi
ini berpusat pada bagaimana membuat produk yang rancangannya sesuai konsep
kendaraan yang diinginkan konsumen dan tentunya sesuai dengan gaya hidup mereka.
Seperti yang sudah kita ketahui, pada masa-masa sekarang ini, kecanggihan
teknologi seolah-olah sudah menjadi gaya hidup masyarakat. Sudah biasa terjadi, jika
seseorang yang mampu mengganti alat komunikasi dalam kurun waktu kurang dari 1
tahun. Begitu pula dengan kendaraan bermotor seperti motor atau mobil. Dalam memilih
sebuah kendaraan bermotor, konsumen tidak lagi melihat dari nilai manfaatnya, tetapi
lebih ke pencitraan dan alat untuk meningkatkan status sosial. Hal tersebut dapat juga
terjadi karena adanya perbedaan selera konsumen dari masa dahulu ke masa sekarang.
Masa peralihan pada selera konsumen ini memaksa produsen untuk menyediakan produk
yang lebih beragam.
Disamping tekanan tersebut, Nissan memilih untuk secara sistematis mengurangi
perbedaan model pada setiap kendaraan yang diperkenalkan mulai tahun 1990-an.
Keputusan ini mencerminkan adanya 2 kecenderungan yang terjadi. Pertama, perbedaaan
selera antara konsumen di 3 daerah pasar terbesar yaitu Jepang, Amerika Utara, dan
Eropa – telah menurun, dan yang kedua, biaya yang muncul pada saat memperkenalkan
model baru terus bertambah. Penurunan perbedaan selera konsumen di 3 daerah pasar
terbesar telah mengurangi keinginan produsen dalam mengembangkan model yang lebih
spesifik untuk masing-masing pasar. Meningkatnya biaya sehubungan dengan perkenalan
model baru tersebut membuat produsen sulit untuk menentukan keuntungan yang bisa
diterima jika harga dari sebuah kendaraan dengan model terbaru yang diperkenalkan
setiap tahunnya terlalu tinggi. Kecenderungan ini menjadi pertimbangan para manajer
tingkat atas di Nissan untuk mengurangi perbedaan model agar keuntungan dapat
ditingkatkan, disamping itu diperlukan adanya pemeliharaan kesesuaian level antara
produk baru dengan produk yang lama.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, perumusan masalah yang dapat kami identifikasi
antara lain :
1. Bagaimana cara yang dilakukan Nissan agar dapat bertahan di pasar kendaraan
bermotor di Jepang dan di seluruh Negara di dunia ?
2. Bagaimana Nissan dapat menyediakan produk yang sesuai dengan selera pasar dengan
harga yang kompetitif ?
BAB II
KERANGKA TEORITIS

A. Lean Accounting
Lean Accounting adalah accounting system yang didesain khusus untuk
perusahaan yang menerapkan lean manufacturing concept. Lean manufacturing itu sendiri
adalah pendekatan yang didesain untuk meniadakan buangan dan memaksimalkan nilai
bagi pelanggan. Pendekatan ini memiliki ciri pengiriman produk yang benar dengan
kualitas yang benar dan memproses pada waktu yang tepat dengan kebutuhan pelanggan
serta dengan biaya serendah mungkin. Sistem ini memungkinkan manajer untuk
meniadakan buangan, mengurangi biaya dan menjadi lebih efisien.
Just in time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk
mendapatkan kualitas, menekan biaya dan mencapai waktu penyerahan seefisien
mungkin dengan menghapus pemborosan yang terdapat dalam proses produksi sehingga
perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai kehendak
konsumen tepat waktu.
Menurut Liker (2004) ada beberapa jenis pemborosan yang dapat terjadi dalam
kegiatan produksi antara lain:
1. Produksi berlebih (overproduction); memproduksi barang-barang yang belum
dipesan, akan menimbulkan pemborosan seperti kelebihan tenaga kerja dan kelebihan
tempat penyimpanan serta biaya transportasi yang meningkat karena adanya
persediaan berlebih.
2. (Waktu) Menunggu; para pekerja hanya mengamati mesin otomatis yang sedang
berjalan atau berdiri menunggu langkah proses selanjutnya, alat, pasokan komponen
selanjutnya, dan lain sebagainya atau menganggur saja karena kehabisan material,
keterlambatan proses, mesin rusak, dan bottleneck (sumbatan) kapasitas.
3. Transportasi yang tidak perlu; membawa barang dalam proses (WIP) dalam jarak
yang jauh, menciptakan angkutan yang tidak efisien, atau memindahkan material,
komponen, atau barang jadi ke dalam atau ke luar gudang.
4. Memproses secara berlebih atau memproses secara keliru; melakukan langkah yang
tidak diperlukan untuk memproses komponen. Melaksanakan pemrosesan yang tidak
efisien karena alat yang buruk dan rancangan produk yang buruk, menyebabkan
gerakan yang tidak perlu dan memproduksi barang cacat. Pemborosan terjadi ketika
membuat produk yang memiliki kualitas lebih tinggi daripada yang diperlukan.
5. Persediaan berlebih; kelebihan material, barang dalam proses, atau barang jadi
menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluwarsa, barang rusak,
peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, dan keterlambatan. Persediaan
berlebih juga menyembunyikan masalah seperti ketidakseimbangan produksi,
keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set
up yang panjang.
6. Gerakan yang tidak perlu; setiap gerakan karyawan yang mubazir saat melakukan
pekerjaannya, seperti mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat dan lain
sebagainya. Berjalan juga merupakan pemborosan.
7. Produk cacat; memproduksi komponen cacat atau yang memerlukan perbaikan.
Perbaikan atau pengerjaan ulang, scrap, memproduksi barang pengganti, dan inspeksi
berarti tambahan penanganan, waktu, dan upaya yang sia-sia.
8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan; kehilangan waktu,
gagasan,ketrampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan
atau mendengarkan karyawan.

B. Cost Of Quality
Pengertian Quality Control Quality Control adalah suatu kegiatan meneliti,
mengembangkan, merancang dan memenuhi kepuasan konsumen, memberi pelayanan
yang baik dimana pelaksananya melibatkan seluruh kegiatan dalam perusahaan mulai dari
pimpinan teratas sampai karyawan pelaksana (Dr. K. Ishikawa).
Quality Control adalah suatu sistem yang efektif untuk mengintegrasikan
kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan pengambangan mutu dalam suatu organisasi
sehingga dapat diperoleh produksi dan servis dalam tingkat yang paling ekonomis dan
memuaskan konsumen (Feightboum).
Quality Control adalah aktivitas memelihara dan memperbaiki produk dan service
yang ditawarkan kepada perusahaan, quality control bukan hanya menjadi tanggung
jawab bagian quality control saja, tetapi seluruh karyawan atau pihak menjadi satu
kesatuan memecahkan masalah ini (Ishita Nobuyuki).
Quality Control adalah profesi Inspecting, Testing, dan Grading. Dengan
menggunakan statistik sebagai analisa angka-angka (data-data) yang tepat sebagai
jawaban untuk pembanding dan estimasi hasil yang baik dan yang tidak baik dipisah-
pisahkan (grading) untuk mencari mana yang dapat diterima (Accept) dan mana yang
ditolak (Reject).
Tujuan pengusaha menjalankan QC adalah untuk mencari just to the point dengan
cara yang fleksible dan untuk menjamin agar konsumen merasa puas, investasi bisa
kembali, serta perusahaan mendapatkan keuntungan.

C. Target Costing
Dalam pengelolaan biaya (costing), kita telah mengenal beberapa jenis metode
yang telah banyak digunakan, diantaranya:
 Standard Costing
 Activity Based Costing (ABC)
 Activity Based Management (ABM)
 Target Costing (TC)
Pada makalah ini, kita akan lebih menekankan pendekatan metode costing, sesuai
dengan kasus pada perusahaan Nissan Motor Company.
Pendekatan Target Costing menurut Hansen dan Mowen (2004:505) menyatakan
bahwa target costing adalah perbedaan antara harga penjualan yang dibutuhkan untuk
menangkap pangsa pasar yang telah ditentukan terlebih dahulu dan laba per unit yang
diinginkan.
Creese (2003) dalam Supriatna (2010) menyatakan bahwa target costing adalah
suatu pendekatan yang sistematik terhadap perencanaan biaya produk dalam hal mana
produk yang diusulkan pada fungsionalitas yang ditetapkan, pada kualitas dan kuantitas
produksi yang ditetapkan, di mana biaya ditentukan untuk memberikan tingkat laba
tertentu pada harga jual yang telah diantisipasi. Target costing hendaknya dipandang
sebagai suatu bagian yang integral dari desain produk baru pada proses manajemen.
Garrison, Nooren, dan Brewer (2006:541) menyatakan bahwa target costing
adalah proses penentuan biaya maksimum yang dikeluarkan ketika melakukan
operasional produksi. Target costing dihitung dengan mulai harga jual yang diantisipasi
kemudian mengurangi dengan laba yang diinginkan.

Pengimplementasian target costing


Untuk mengimplementasikan metode target biaya didalam perusahaan terdapat
serangkaian fase yang harus dilalui oleh perusahaan antara lain:
1. Menentukan harga pasar
2. Menetukan laba yang diharapkan
3. Menghitung target biaya pada harga pasar dikurangi laba yang diharapkan
4. Menggunakan rekayasa nilai untuk mengidentifikasi cara yang dapat digunakan untuk
menurunkan biaya produk.
5. Menggunakan perhitungan biaya kaizen dan pengendalian operasional untuk terus
menurunkan biaya.
Pendekatan target costing dilakukan karena:
1. Perusahaan memiliki pengendalian yang kurang terhadap harga yang ditetapkan
Pada pendekatan tradisional harga ditetapkan dari biaya produksi ditambahkan
dengan tingkat laba yang diharapkan. Hal ini membuat perusahaan menetapkan harga
di atas kemampuan daya beli yang dimiliki oleh konsumen. Kondisi yang ada
membuat produk yang dipasarkan oleh perusahaan dihindari oleh konsumen karena
dianggap terlalu mahal. Konsumen cenderung memilih produk dengan harga yang
lebih murah. Berdasarkan kondisi yang ada, maka pendekatan target costing muncul
sebagai akibat untuk menutupi kelemahan perusahaan yang tidak mampu melakukan
pengendalian terhadap harga yang ditetapkan, yang dilakukan dengan penetapan
harga jual terlebih dahulu.
2. Biaya produk ditentukan pada saat selesai proses produksi
Pada pendekatan tradisional, biaya produk ditentukan pada saat selesai proses
produksi. Hal ini sudah terlambat, di mana produk sudah jadi dan akan dipasarkan.
Bila biaya produk masih mampu mengikuti daya beli konsumen yang ada di pasar
serta bersaing dengan produk pesaing berkaitan dengan harga jual yang ditetapkan
tidak menjadi masalah, akan tetapi saat biaya produk terlalu tinggi membuat harga
juga tinggi akan membuat adanya kegagalan dalam kemampuan penentapan harga
jual yang lebih murah. Konsumen akan cenderung menghindari pembelian produk
perusahaan
Kusumawati (2001) menyatakan dalam target costing ada empat pendekatan
mendasar yang harus diperhatikan, yang terdiri dari:
1. Pendekatan kebutuhan konsumen
Pemahaman pendekatan konsumen merupakan kunci sukses dalam target costing.
Hal ini diperoleh dengan cara sebagai berikut ini:
a. Mengumpulkan informasi pasar yang meliputi: harga, kualitas, pengiriman, pelayanan
teknologi, dan kinerja.
b. Mendokumentasikan kebutuhan konsumen terkait karakteristik produk yang
diinginkan oleh konsumen.
c. Membandingkan produk pesaing-pesaing yang ada di pasar untuk memiliki
kemampuan menggunakan celah pasar yang masih ada.
2. Pendekatan struktur biaya masa depan
Aktivitas berpengaruh bagi perusahaan dalam bentuk struktur biaya saat ini dan
masa yang akan datang. Struktur biaya masa depan dalam target costing hendaknya
mencerminkan hal-hal sebagai berikut ini:
a. Analisis struktur biaya
Struktur biaya memberikan sarana untuk mengidentifikasikan adanya
pemborosan yang nantinya akan ditiadakan selama perancangan produk dan proses
yang dilakukan untuk masa mendatang dengan perbaikan yang terus-menerus.
b. Model biaya pesaing
Secara umum proses memerlukan faktor-faktor pengembangan yang
menyesuaikan biaya produk saat ini untuk perbedaan yang kompetitif di dalam tingkat
upah tenaga kerja, jam tenaga kerja, pembelian dan skala produksi, perbedaan
perkembangan ekonomi dan kompeksitas.
c. Faktor komparatif
Faktor ini dikembangkan untuk masing-masing elemen struktur biaya, guna
mengubah biaya saat ini ke dalam biaya-biaya yang diestimasi.Pengubahan tersebut
diharapkan mampu mendukung komparatif (pembandingan) untuk dasar evaluasi
mengenai kemampuan pengendalian biaya.
d. Model praktik yang terbaik
Model praktik terbaik dalam target costingmempertimbangkan karakteristik
unggulan, proses-proses industri, pengembangan kegiatan manufaktur yang terbaik,
dan pengetahuan ekonomi terbaik sebagai faktor penunjang, perkumpulan
perdagangan industri, hasil riset dan pengembangan, serta informasi yang
dikumpulkan dari para konsultan dan ahli.
e. Informasi pesaing
Merupakan informasi yang dapat dikumpulkan dari sumber data eksternal,
meliputi: laporan-laporan tahunan yang dipublikasikan secara terbuka, brosur-brosur
dari kegiatan pemasaran pesaing, informasi berdasarkan databaseyang tersedia secara
komersial, laporan dari pemerintah maupun sumber berita baik itu dengan lingkup
lokal, nasional, maupun internasional.
f. Model biaya internal
Merupakan model biaya internal yang berusaha menghubungkan pemicu biaya
dengan elemen khusus dan struktur biaya dari sebuah produk. Dalam hal ini pemicu
biaya memiliki pengaruh penting dalam penetapan biaya per unit, yang menyediakan
kesempatan terbesar untuk analisis valuedari pengurangan biaya yang diinginkan serta
akhirnya menetapkan harga jualsesuai dengan target costing.
3. Pendekatan perancangan produk
Pertimbangan tentang pengaruh dari berbagai pemicu biaya selama perancangan
produk dapat membantu perusahaan menciptakan perspektif yang berbeda. Hal yang
perlu diperhatikan dalam upaya perancangan produk adalah keterlibatan pemasok,
penempatan siklus pengembangan dan perekayasaan nilai yang dapat terpenuhi bila kita
mendasarkan pada konsep value chaindalam menganalisis aktivitas, sehingga aktivitas
yang memiliki nilai tambah dapat dipertahankan sedangkan aktivitas yang tidak memiliki
nilai tambah dapat dihilangkan untuk menurunkan biaya produksi guna mencapai target
costingyang diharapkan.
4. Pendekatan perbaikan secara terus-menerus
Banyak organisasi dewasa ini melaksanakan total quality management yang di
dalamnya dilakukan perbaikan secara terus-menerus. Target costing juga merupakan
upaya perbaikan secara terus-menerus yang diterapkan pada produk baru. Analisis
struktur biaya dan model-model biaya yang telah dikembangkan dapat memperbaiki
kualitas dengan jalan mengidentifikasi penyebab-penyebab biaya yang tidak bernilai
tambah. Analisis ini hendaknya dilakukan secara terus-menerus sebagai upaya melakukan
perbaikan yang berkelanjutan, sehingga pada akhirnya mendatangkan kemampuan
mendapatkan manfaat yang lebih baik.
Secara umum, menurut Monden (1995) terdapat beberapa karakteristik dari target
costing, yaitu:
1. Target costing diaplikasikan pada tahap desain dan pengembangan produk dan
berbeda dengan standard costing yang diaplikasikan pada tahap produksi.
2. Target costing bukanlah teknik untuk cost control dalam ilmu tradisional, tetapi lebih
kearah pengaturan cost reduction.
3. Dalam target costing, banyak metode yang digunakan karena yang menjadi objek
target costing termasuk teknik desain dan pengembangan produk.
4. Kerjasama antar departemen sangat dibutuhkan untuk dapat menjalankan target
costing.
5. Target costing sangat cocok untuk dijalankan pada perusahaan dengan tipe
multiproduct-small production dari pada untuk perusahaan dengan tipe few product-
large production run.
BAB III
PEMBAHASAN

Dalam industri otomotif di Jepang, ada beberapa perusahaan besar yang sudah
memiliki pangsa pasar dan pelanggan masing-masing. Salah satu diantaranya adalah Nissan.
Untuk menghadapi persaingan yang sangat berat, setiap perusahaan tentunya ingin meraih
peringkat pertama dalam hal penjualan produk dan tingkat kepuasan pelanggan. Tidak
terkecuali Nissan yang pada tahun 1990 menduduki posisi kedua setelah Toyota, tentunya
ingin tetap bertahan pada posisi tersebut sekaligus ingin meraih posisi pertama sebagai
produsen terbesar di Jepang.
Seiring dengan perkembangan jaman yang begitu cepat, setiap produsen juga dituntut
untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga yang dapat dijangkau
konsumen. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat inovasi-inovasi produk yang
terus-menerus dan berkelanjutan. Akan tetapi bagi sebuah perusahaan manufaktur, setiap
biaya yang timbul dari adanya kegiatan yang menyangkut produksi akan menimbulkan
tambahan biaya bagi suatu produk tersebut. Hal ini akan berpengaruh pada harga jual, dimana
bagi seorang konsumen harga jual merupakan hal terpenting dalam membuat keputusan
untuk membeli suatu produk.
Untuk mendukung seluruh tekanan dan target penjualan yang ingin dicapai, Nissan
menggunakan sebuah sistem yang disebut target costing system. Dimana sebuah biaya
dihitung pada saat produk tersebut belum diproduksi
Nissan Motor Company, Ltd yang berhasil menggunakan target costing dalam rangka
pengembangan produk. Tahapan pengembangan produk adalah hal penting yang diperhatikan
Nissan Motor Company, Ltd saat menerapkan target costing. Hal ini disebabkan pada tahapan
pengembangan produk yang salah, maka akan menyebabkan target costing juga tidak akan
menghasilkan manfaat bagi Nissan Motor Company, Ltd. Tahapan pengembangan produk
akan membuat target costing pada Nissan Motor Company, Ltd berhasil, sebab tidak hanya
ditinjau dari segi harga saja produk dipasarkan tetapi juga kemampuan memenuhi kebutuhan
konsumen. Dalam kegiatan operasi bisnis yang dilakukan Nissan Motor Company, Ltd
tahapan pengembangan produk yang dilakukan oleh Nissan meliputi hal-hal sebagai berikut
ini:
a. Persiapan terhadap kriteria model yang diinginkan
Target costing tidak akan berhasil apabila perusahaan tidak mampu menciptakan produk
yang diharapkan oleh konsumen. Untuk mencapai keberhasilan penerapan target costing
maka perlu dilakukan bagaimana kriteria model yang diinginkan oleh konsumen,
sehingga bukan hanya harga yang sesuai dengan kondisi persaingan tetapi atribut produk
juga sesuai dengan harapan konsumen. Kemampuan untuk melakukan pemenuhan
tersebut membuat target costingdapat berhasil sesuai dengan harapan.
Dalam persiapan kriteria model yang diinginkan oleh Nissan Motor Company, Ltd perlu
diperhatikan masalah produk pesaing yang ada di pasar serta kondisi dari pemasok.
Nissan Motor Company, Ltd hendaknya juga melakukan analisis agar target costing yang
diterapkan dengan tidak hanya berusaha menjual produk dengan harga murah saja, tetapi
juga sesuai dengan kondisi pasar persaingan, di mana kualitas yang dihasilkan tidak lebih
jelek dari produk pesaing. Upaya untuk mendapatkan kelancaran pemasok juga
diperhatikan sehingga kegiatan produksi berjalan lancar, dengan keberadaan pasokan
bahan baku secara berkelanjutan. Hal ini menghindari ada produk macet dalam kegiatan
operasi produksi yang dilakukan.

b. Membuat gambaran untuk melakukan uji coba


Setelah kriteria model yang diinginkan sudah jadi maka tahap selanjutnya adalah
membuat gambaran lagi tentang upaya uji coba yang akan dilakukan. Pada gambaran
tersebut diskusi tentang biaya mulai dilibatkan. Pengembangan gambaran tentang
beberapa produk perlu untuk dilakukan sehingga produk yang akan dihasilkan awal
bukan satu produk saja tetapi beberapa produk untuk dipilih mana produk yang terbaik
dan paling menguntungkan bagi Nissan Motor Company, Ltd dan yang paling dapat
bersaing di pasar. Identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan penting untuk
dikembangkan pada tahap ini pada setiap produk.

c. Melakukan evaluasi atas gambaran yang dibuat


Identifikasi yang sudah dilakukan tentang kekuatan dan kelemahan hendaknya menjadi
bahan evaluasi pada tahap berikutnya. Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi terhadap
cara-cara yang nantinya dapat dikembangkan oleh Nissan Motor Company, Ltd untuk
melakukan perbaikan atas kelemahan yang dimiliki. Hal ini dimaksudkan untuk
menghasikkan alternatif-alternatif yang terbaik serta pada akhirnya dapat menghasikkan
upaya untuk memilih model terbaik guna memenuhi target costing.

d. Pemilihan model yang paling sesuai dengan target costing


Tahap yang terakhir adalah tahapan untuk memilih model produk yang paling sesuai
dengan perencanaan target costing. Pada tahap ini kerja sama antara bidang akuntansi dan
produksi sangat penting. Akuntansi sebagai pengelola biaya hendaknya ditunjang oleh
produksi sebagai pelaksana kegiatan produk agar dapat menciptakan produk sesuai
dengan biaya yang diharapkan.
Pemahaman akan tahapan pengembangan produk menunjukan bahwa kesalahan
dalam pengembangan yang dilakukan akan membuat ada kegagalan dalam penerapan
target costing. Berdasarkan kondisi tersebut maka Nissan Motor Company, Ltd harus
berhati-hati dalam rangka melakukan tahapan pengembangan produk agar target costing
dapat mencapai keberhasilan.
Analisis rekayasa nilai juga dilakukan oleh Nissan Motor Company, Ltd dalam
penerapan target costing. Analisis rekayasa nilai akan mendukung Nissan Motor
Company, Ltd melakukan penerapan target costing sebab analisis rekayasa nilai akan
memberikan dorongan kemampuan untuk menekan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan tanpa mengurangi kualitas dari produk yang dihasilkan. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan berkaitan dengan analisis rekayasa nilai, yaitu:
a. Kepuasan konsumen
Kepuasan konsumen merupakan hal penting untuk melakukan rekayasa nilai. Kepuasan
konsumen seakan-akan menjadi tujuan utama bagi perusahaan dalam persaingan usaha
yang ketat. Rekayasa nilai yang dihasilkan oleh Nissan Motor Company, Ltd bertujuan
untuk menciptakan kepuasan konsumen, sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan konsumen.
Rekayasa nilai yang memperhatikan kepuasan konsumen memberikan arti penting untuk
menekan biaya sehingga target costing dapat dicapai. Rekayasa nilai sesuai dengan
kebutuhan konsumen serta mampu menciptakan kepuasan konsumen akan membuat
konsumen tidak melakukan keluhan atau komplain sebab keluhan atau komplain
merupakan biaya bagi perusahaan dalam kegiatan operasi usaha sebab keluhan
dankomplain perlu dilakukan tanggapan yang berupa ada aktivitas lagi serta ada biaya
lagi.
b. Memperpendek upaya melakukan produksi
Kemampuan untuk memperpendek proses produksi membuat Nissan Motor Company,
Ltd memiliki kemampuan untuk menekan biaya produksi yang berarti upaya untuk
mencapai target costing semakin berpeluang untuk dilakukan. Hal ini juga membuat
Nissan Motor Company, Ltd mampu menciptakan kinerja yang lebih baik. Dalam rangka
memperpendek proses produksi untuk mendukung target costing, Nissan Motor
Company, Ltd mengembangkan upaya penggunaan teknologi. Penggunaan teknologi
membuat kegiatan usaha yang dilakukan menjadi semakin mudah. Hal ini membuat ada
upaya untuk meningkatkan produktivitas. Kondisi yang ada dalam rangka peningkatkan
produktivitas dapat dicapai karena Nissan Motor Company, Ltd mampu memperpendek
proses produksi yang dilakukan. Dukungan analisis value chain akan membantu Nissan
Motor Company, Ltd untuk melakukan hal tersebut.
Value chain akan mendatangkan informasi tentang aktivitas yang memiliki nilai tambah
dan tidak memiliki nilai tambah pada Nissan Motor Company, Ltd. Aktivitas yang
memiliki nilai tambah tentu saja harus dipertahankan sedangkan aktivitas yang tidak
memiliki nilai tambah harus dipikirkan.
c. Penciptaan fungsi produk yang tinggi
Persaingan usaha yang ketat dalam industri otomotif mendatangkan adanya upaya untuk
penciptaan produk dengan fungsi yang tinggi atau dengan kata lain ada tuntutan untuk
menciptakan produk yang berkualitas serta mampu memiliki nilai lebih dibandingkan
dengan produk dari perusahaan pesaing. Dalam kondisi ini, Nissan Motor Company, Ltd
dituntut untuk melakukan diferensiasi atau melakukan penciptaan produk yang unik serta
tidak dapat dihasilkan oleh perusahaan pesaing. Guna mendukung upaya menciptakan
fungsi produk yang tinggi, maka hal yang harus dilakukan oleh Nissan Motor Company,
Ltd adalah melakukan inovasi dengan melakukan pengembangan. Inovasi diharapkan
mampu memberikan nilai lebih kepada konsumen melalui produk yang dijual di pasar.
1. The Conceptual Design / Tahap Konsepsi Desain
Membuat desain produk yang baru dilakukan pada tahapan ini. Pertama,
perancang mengidentifikasi setiap model produk yang diharapkan oleh Nissan dapat
dijual selama kurang lebih 10 tahun kedepan. Perpaduan diantara model produk-produk
tersebut menjadi gambaran model kendaraan yang diinginkan oleh pasar (misalnya, mobil
coupe (mobil berpintu dua) atau sedan). Didalam acuan tersebut juga terdapat informasi
mengenai kualitas dari masing-masing model yang ada, seperti perkiraan harga jual,
sasaran konsumen dan tingkat keuntungannya, serta perkiraan fitur-fitur apa saja yang
terdapat didalamnya. Informasi tersebut tidak saja mengenai produk yang lama, tetapi
juga mengenai produk model yang baru nanti. Akan lebih efektif lagi jika informasi
tersebut juga menjelaskan mengenai target pasar masing-masing produk. Tujuan utama
membuat laporan acuan produk adalah untuk memastikan bahwa Nissan mendapatkan
tingkat kepuasan pasar yang tinggi.
Informasi mengenai produk model baru telah diidentifikasi berdasarkan analisa
konsumen. Analisa tersebut telah dilakukan oleh perusahaan konsultan pasar dengan
menggunakan berbagai teknik analisa, diantaranya keadaan ekonomi secara umum,
keadaan psikologi masyarakat, dan melakukan survei antropologi secara langsung. Pada
tahun ini, secara teoritis analisa tersebut telah berhasil mengidentifikasi lebih dari 50
model yang berpotensi akan sukses diperkenalkan oleh Nissan. Akan tetapi manajemen
tingkat atas telah mengidentifikasi model yang berpotensi akan sukses sebanyak kurang
dari 30 model. Hasil identifikasi tersebut dibatasi oleh beberapa faktor, termasuk biaya
untuk membedakan masing-masing model bagi setiap konsumen, riset dan
pengembangan, dan arus kas yang berhubungan dengan biaya pemeliharaan gudang.
Dengan demikian, tantangan yang dihadapi manajemen Nissan adalah memilih kurang
lebih 30 model yang dapat menjangkau seluruh target pasar.
Model baru tersebut dikonsep dengan mengidentifikasi pola pikir konsumen. Pola
pikir mencakup karakteristik konsumen dalam memandang sebuah kendaraan sebagai jati
diri mereka. Pola pikir ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi atribut tambahan
yang diinginkan dalam membeli sebuah mobil baru. Beberapa jenis konsumen, termasuk
diantaranya yang menganggap mobil sebagai barang bernilai tinggi, konsumen yang
percaya diri dan rumit, konsumen yang agresif, dan konsumen yang senang dengan
kecepatan tinggi.
Sebagai pertimbangan akhir mengenai model yang layak diusulkan, setiap model
telah dibagi ke dalam 3 kategori berdasarkan atribut di dalamnya, yaitu: tampilan,
estetika, dan kenyamanan. Sebagai contoh, kenyamanan dianggap sebagai atribut paling
penting untuk model “sentra” dan penampilan tidak terlalu penting. Sedangkan pada
model “ZX” penampilan paling utama dan kenyaman tidak terlalu penting. Berbagai
karakteristik atribut pada setiap model baik yang telah ada maupun model yang akan
dibuat, dan model dari pesaing turut menjadi pertimbangan bagi top manajemen untuk
menentukan produk yang dapat memenuhi harapan sebagian besar pasar.
Proses perkenalan produk baru juga dilakukan pada tahap ini, konsep desain yang
telah dibuat dapat dikembangkan oleh manajemen untuk membuat perkiraan kasar berapa
kendaraan yang akan terjual dan target biaya dalam proses pengembangan produk.
Perkiraan tersebut dapat juga digunakan untuk menghitung target keuntungan dari model
yang diusulkan. Tujuan dari mempelajari biaya-biaya tersebut adalah untuk memastikan
bahwa produk dengan model yang baru secara garis besar memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan produk itu sendiri. Mempelajari kontribusi perkembangan produk
juga dapat membantu dalam membandingkan perkiraaan pendapatan yang dihasilkan
model baru dengan biaya yang ditimbulkan. (lihat exhibit 1). Pendapatan tersebut dalam
diperkirakan dengan menggunakan perkiraan harga jual dan antisipasi volume penjualan.
Dari perkiraan tersebut, antisipasi terhadap biaya bahan langsung yang diantaranya
termasuk biaya bahan baku, biaya pengecatan, dan pembelian onderdil, dapat dikurangi.
Perbedaan antara 2 kuantitas ini diperhitungkan sebagai margin keuntungan bahan
langsung dari sebuah produk model baru.
Dari keuntungan tersebut, ada 4 biaya tambahan yang dapat dikurangi. Pertama,
biaya penjualan dan biaya produksi. Dimana biaya tersebut adalah biaya yang paling
dominan dalam memproduksi sebuah produk. Elemen biaya produksi diantaranya biaya
energy, peralatan untuk memotong, dan biaya bahan tidak langsung lainnya. Biaya
penjualan langsung diantaranya biaya logistic yaitu biaya pengiriman dan pengangkutan.
Yang kedua, perkiraan biaya tenaga kerja langsung. Yang ketiga biaya depresiasi mesin,
mesin die casting, dan mesin-mesin lain yang digunakan untuk tahap produksi yang
penting. Dan yang terakhir, biaya riset dan pengembangan produk telah dikurangi dengan
merancang perubahan setiap partisi model untuk membuat model baru di awal produksi.
Biaya depresiasi dialokasikan berdasarkan analisa perhitungan total depresiasi
pada masing-masing peralatan dibagi dengan tiap-tiap unit produk yang diharapkan dapat
dihasilkan oleh peralatan tersebut. Jika peralatan tersebut memang sudah didedikasikan
untuk digunakan pada produksi produk model baru, contohnya secara spesifik peralatan
“stamping dies”, kemudian volume produksi telah diperkirakan, jika sebuah peralatan
digunakan untuk memproduksi beberapa model, seperti pada kasus alat “conveyors”,
kemudian jumlah unit yang dihasilkan dari peralatan tersebut adalah keseluruhan dari
jumlah produk yang telah menggunakan alat tersebut dalam proses produksi. Biaya
depresiasinya dialokasikan berdasarkan analisa kontribusi siklus hidup dilaporkan dalam
laporan keuangan tidak hanya sekali. Nissan mencatat biaya depresiasi menggunakan
metode pendekatan saldo menurun dalam laporan pajak maupun dalam pelaporan
keuangannya. Akan tetapi, dalam perhitungan biaya siklus hidup produk perusahaan lebih
memilih menggunakan metode “Straight Line Approach” dimana metode ini lebih
mencerminkan adanya hubungan antara asset yang digunakan dengan produk yang
dihasilkan dibanding dengan metode “Declining Balance Approach”. Apabila metode
kontribusi siklus hidup telah berhasil memuaskan perusahaan, maka proses konsepsi
desain dapat dilanjutkan.
Pada saat tahap konsepsi desain sedang berlangsung, tambahan analisa konsumen
dan analisa keuangan tetap dilakukan. Analisa konsumen digunakan untuk memperoleh
ide yang lebih baik mengenai kisaran harga berapa produk tersebut dapat dijual dan
tingkat kemampuan produk yang diharapkan oleh konsumen. Analisa keuangan terdiri
dari perkiraan kasar keuntungan yaitu menghitung banyaknya volume produksi untuk
variasi unit model baru yang dapat dihasilkan dengan memperkirakan biaya histori dan
memperkirakan target harga jual dari variasi tersebut. Target harga jual tersebut
digunakan sebagai penentu dalam menentukan factor-faktor yang akan ditambahkan pada
masing-masing unit, diantaranya factor internal dan external. Factor internal antara lain
fitur yang terdapat dalam suatu produk, strategi untuk mencapai tujuan keuntungan yang
diharapkan top manajemen. Factor eksternal termasuk didalamnya image perusahaan dan
tingkat loyalitas konsumen terhadap model tersebut, harapan konsumen akan tingkat
kualitas dan fungsinya jika dibandingkan dengan produk serupa dari pesaing, harapan
dapat meningkatkan market share, dan yang terakhir harapan akan harga jual yang
kompetitif.
Tahap pertama dalam menentukan value engineering adalah untuk menentukan
apakah model baru tersebut akan menghasilkan tingkat keuntungan yang dapat diterima
(Lihat Exhibit 2). Proses produksi dimulai dari mengembangkan lembar pesanan dengan
membuat detail karakter produk yaitu menentukan 20 sampai 30 fungsi yang dimasukkan
ke dalam produk. Contohnya, fungsi utama termasuk mesin, pendingin udara, transmisi,
dan sound system. Karakteristik dari fungsi utama dipilih untuk memuaskan kelompok
konsumen dengan masing-masing selera. Misalnya, mesin untuk jenis mobil “ZX”
haruslah mesin dengan performa paling tinggi, sedangkan untuk jenis Sentra dapat
menggunakan mesin yang lebih kecil, mesin dengan kekuatan yang lebih kecil, dan lebih
murah. Biaya produksi dari model tersebut ditentukan dengan menjumlahkan seluruh
biaya yang timbul dari masing-masing fungsi utama yang dimasukkan kedalam produk
model baru tersebut. Biaya produksi yang telah ditentukan harus dibandingkan dengan
target biaya yang ditentukan sebelumnya untuk menghitung berapa biaya yang bisa
ditekan / dikurangi agar menghasilkan keuntungan yang diharapkan.
Biaya yang dapat dikurangi tersebut dapat ditentukan dengan mengurangi target
harga jual dengan target margin yang ingin dicapai. Target margin ditentukan secara hati-
hati dengan mempertimbangkan informasi dari konsumen, antisipasi perpaduan model
dimasa depan yang dilakukan perusahaan, dan keuntungan jangka panjang. Target margin
untuk setiap model produk harus berdasarkan mempertimbangkan volume penjualan dan
keuntungan yang diperoleh perusahaan selama 10 tahun kedepan jika produk yang
dihasilkan berbeda dari produk sebelumnya. Simulasi tersebut diawali dengan
menetapkan profit margin yang sesungguhnya dari produk yang sudah ada (Lihat kurva
produk di Exhibit 3). Setelah itu masukkan keuntungan yang diharapkan untuk produk
model baru (Lihat Exhibit 4) dan keseluruhan keuntungan perusahaan ditentukan selama
tahun berjalan atas penjualan produk. Perkiraan keuntungan secara menyeluruh
dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang perusahaan yang ditentukan oleh senior
manajer (Lihat Exhibit 5). Ketika karakteristik produk yang diramalkan akan memberikan
keuntungan yang sesuai dengan keinginan perusahaan, pada saat itu juga target margin
untuk masing-masing model juga ditentukan.
Untuk mengurangi resiko akan tidak tercapainya target keuntungan, diperlukan
adanya simulasi untuk mencari pengaruh dari harga jual yang berbeda dari fitur produk
yang berbeda terhadap keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Contohnya, margin
keuntungan tertinggi dihasilkan dari penjualan kendaraan bermotor dengan harga jual
tertinggi (Lihat kurva produk di Exhibit 3). Walaupun dengan mengurangi biaya produksi
dan meningkatkan margin keuntungan, kurva margin produk model baru mungkin saja
akan meningkat. Hal tersebut dilakukan hanya sebagai alternative saja, walaupun tidak
ada jaminan adanya pengaruh antara harga jual dan margin keuntungan, akan tetapi
simulasi harus tetap dilakukan.
Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan value engineering dan
identifikasi target harga jual, kedua hal tersebut akan sangat berhubungan. Ketika
allowable cost yang ditentukan terlalu jauh dibawah harga estimasi, penyesuaian antara
harga jual dan kualitas produk akan dilakukan setelah allowable cost yang dapat diterima
telah ditentukan (Lihat Exhibit 6).
Kelebihan dari biaya produksi diatas allowable cost yang akan menentukan
jumlah biaya yang dapat dikurangi (cost reduction), hal ini yang diidentifikasi sebagai
value engineering. Sebagai contoh, biaya produksi yang terjadi sebesar 3,000,000 dan
allowable cost 2,700,000, sehingga dapat dihitung cost reductionnya sebesar 10%. Tahap
selanjutnya dalam value engineering adalah mengidentifikasi allowable cost untuk
masing-masing fungsi produksi yang besar. Biaya ini dihitung dari seluruh aktivitas
fungsi produksi perusahaan, termasuk biaya desain produk, engineering, pembelian,
engineering produksi, produksi, dan onderdil. Walaupun allowable cost biasanya lebih
kecil dari biaya produksi yang sebenarnya, akan tetapi allowable bisa juga lebih tinggi
dikarenakan spesifikasi dari produk baru tersebut menuntut adanya performa dan kualitas
yang lebih tinggi dari desain yang sudah ada sebelumnya. Secara total, jumlah cost
reduction untuk masing-masing komponen produksi sangat berpengaruh untuk
menentukan allowable cost sebuah unit produk (see Exhibit 7).
Beberapa keputusan penting mengenai model produk ditetapkan selama tahap
konsepsi desain produk, termasuk diantaranya variasi model, tipe mesin produk, dan
teknologi apa saja yang akan digunakan. Sebagai contoh, didalam konsep original untuk
sebuah produk terdapat adanya 5 variasi pintu mobil. Bagaimanapun juga, jika selama
proses analisa tersebut ditemukan bahwa variasi produk akan mengakibatkan biaya
berlebihan atau akan menghabiskan banyak waktu dalam proses produksi, ide membuat
variasi 5 pintu mobil dapat ditunda untuk versi selanjutnya. Ketika biaya produksi
masing-masing komponen telah diidentifikasi, selanjutnya perkiraan biaya produksi
sudah dapat dihitung.
Setelah tahap pertama dari value engineering sudah lengkap, saatnya melakukan
tinjauan ulang terhadap fungsi utama dari produk model baru. Tinjauan ini juga dilakukan
terhadap tingkat keuntungan dan analisa karakteristik performa model baru tersebut.
Dalam tinjauan terhadap tingkat keuntungan, tingkat keuntungan dihitung berdasarkan
target harga jual dikurang target biaya (total modal yang dikeluarkan termasuk biaya riset
dan pengembangan dari awal sampai dengan produk siap diproduksi). Di dalam analisa
performa, factor-faktor seperti kualitas perangkat keras, kapasitas mesin, pembuangan
emisi, dan tingkat keamanannya. Jika hasil kedua analisa tersebut dapat diterima, proyek
untuk mengenalkan produk baru akan disetujui dan tahap selanjutnya adalah tahap
pengembangan.

2. The Product Development Stage


Langkah awal dalam tahap ini adalah menyiapkan detail order sheet untuk produk
model baru. Order sheet ini mendata semua komponen yang terdapat produk model baru
dan telah dianalisa komponen mana saja yang termasuk komponen internal dan eksternal.
Supplier yang dapat menyediakan komponen berkualitas dengan harga dan waktu yang
sesuai dengan permintaan perusahaan saja yang akan diterima.
Langkah selanjutnya adalah membuat gambar mesin untuk uji coba produksi.
Value engineering diperlukan pada tahap ini untuk menentukan allowable cost untuk
masing-masng komponen di fungsi utama kendaraan. Estimasi ini telah dicapai dengan
cara mengidentifikasi cost reduction sebenarnya tiap komponen (Lihat Exhibit 8). Ada
beberapa cara mengidentifikasi cost reduction, diantaranya :
1. Membeli produk pesaing
2. Membongkar
3. Menganalisa
Dari analisa tersebut terkadang akan menghasilkan ide untuk menentukan
besarnya cost reduction.
Kedua, meminta saran para supplier mengenai cost reduction dari masing-masing
komponen. Hal tersebut bisa menjadi sebuah rangsangan motivasi bagi para supplier.
Sebagai contoh, jika ide dari supplier di terima, kemungkinan supplier tersebut dapat
memberikan pengurangan harga sekian persen dari nilai kontrak untuk komponen
tersebut untuk beberapa periode waktu. Rangsangan tersebut perlu dilakukan, karena
dapat memberikan sinyal kepada supplier bahwa jika perusahaan akan membuat produk
baru lagi, komponen dari supplier tersebut akan dipertimbangkan menjadi bagian dari
produksi selanjutnya karena akan mudah menentukan nilai cost reductionnya.
Ketiga, cara untuk meningkatkan penggunaan komponen yang sama untuk
beberapa model produk yang berbeda telah diidentifikasi (contoh, jenis kursi yang sama
digunakan ke dalam 2 model mobil yang berbeda).
Keempat, cara untuk mengurangi penggunaan komponen untuk tiap model telah
diidentifikasi. Contohnya, pada dasarnya “kick plates” pada mobil dipasang dengan
menggunakan mur plastic. Akan tetapi jika ada cara untuk membentuk lapisan plastik
pada interior mobil, maka penggunaan mur plastik dapat dihilangkan.
Untuk menghindari adanya peningkatan target cost untuk sekitar 20,000
komponen dari produk yang spesifik, para engineer biasanya hanya menghitung target
cost untuk 2 atau 3 jenis komponen saja sebagai contoh. Setiap variasi biasanya terdiri
dari kurang lebih 3,500 komponen, dan biasanya 80% dari komponen-komponen tersebut
digunakan berpasangan dengan komponen yang lain. Ada sekitar 5,000 komponen yang
dihitung secara detail target cost-nya. Target cost untuk 15,000 komponen lainnya
dihitung dengan cara membandingkannya dengan 5,000 komponen yang sudah dihitung
sebelumnya. Pada akhirnya seluruh target cost masing-masing komponen digunakan
untuk menentukan cost reduction produk model baru yang akan diproduksi. Perbandingan
allowable cost pada masing-masing fungsi dengan total biaya yang diharapkan setelah
dikurangi cost reduction pada suatu fungsi produksi dapat mengidentifikasi bahwa fungsi
produksi tersebut dapat dimasukkan kedalam produk atas dasar allowable cost. Dan jika
total biaya komponen tersebut terlalu tinggi, perusahaan dapat mengurangi kembali
dengan cost reduction sampai dengan total target cost seluruh komponen dapat diterima.
Target cost masing-masing komponen kemudian dibandingkan dengan harga perolehan
dari supplier. Apabila harga perolehan dari supplier terlalu tinggi, dilakukan negosiasi
dengan para supplier sampai kesepakatan harga tercapai.
Langkah selanjutnya adalah membuat 2 atau 3 prototip sebuah kendaraan.
Beberapa ide penting akan didapatkan pada proses pembuatan prototip tersebut. Pertama,
dapat diidentifikasi tingkat kesulitan dari pembuatan tiap komponen. Secara spesifik
komponen yang akan sulit dibentuk dapat dilakukan penyesuaian agar komponen tersebut
tetap dapat digunakan walaupun dengan merubah bentuknya. Kedua, waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap komponen dapat dihitung secara akurat. Ketiga,
efek dari beberapa perubahan yang dilakukan pada tahap pertama, dapat dihitung kembali
biaya yang muncul dalam proses pembentukan masing-masing komponen. Hasil akhir
dari langkah tersebut adalah value engineering yang telah menjadi Final Target Cost
(Lihat Exhibit 9). Final target cost dihitung dengan 2 cara yang disebut draft target, yaitu:
Pertama, dihitung dengan memasukkan biaya pemasangan, kedua dihitung dengan
memasukkan biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung dialokasikan ke dalam produk
dengan menggunakan prosedur yang sama seperti yang biasa dilakukan di perusahaan.
Dengan begitu, final target cost untuk sebuah variasi model diharapkan akan sama dengan
biaya produksi produk tersebut yang dilaporkan selama masa produksi.
Perbandingan final target cost untuk masing-masing variasi model dan harga jual
yang diharapkan akan membantu dalam menentukan tingkat keuntungan yang akan
dihasilkan oleh masing-masing produk. Harga jual yang diharapkan sebelumnya telah
dianalisa oleh bagian marketing dengan mempertimbangkan produk terbaru dari pesaing
dan kondisi pasar, dan rekomendasi harga jual. Bagian akunting bertanggung jawab untuk
mengotorisasi harga jual sebenarnya untuk masing-masing variasi. Hasil otorisasi tersebut
ditentukan dari hasil analisa bagian marketing, final target cost, dan target margin yang
telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya bagian akunting memberikan rekomendasi
harga jual ke bagian marketing. Di Jepang, harga tersebut adalah harga yang masih
diterima walaupun sudah melewati masa hidupnya. Sedangkan dipasar lain, seperti di
Amerika Utara menererapkan sebuah rencana dan strategi marketing lainnya dengan
menetapkan harga yang efektif, yaitu harga yang dapat mengganti kerugian perusahaan
akibat sisa produk yang tidak laku dijual karena sudah melewati masa hidupnya.
Bagian akunting tidak dilibatkan dalam menentukan value engineering. Tugas
utama bagian akunting adalah menentukan final target cost untuk masing-masing variasi
model dan memastikan bahwa produk yang akan diproduksi memiliki kualitas yang
sesuai dengan nilai final target cost tersebut. Bagian akunting juga memonitor setiap
komponen dan biaya pemasangannya agar tetap berada sejalan dengan final target cost,
bagian akunting juga yang mengingatkan bagian lain agar biaya desain dan perancangan
produk apabila sudah melewati final target cost. Ketika biaya produksi telah melewati
target cost, tambahan value engineering yang akan membantu agar biaya produksi
kembali sesuai dengan target cost.
Tetapi jika target cost masih melebihi biaya produksi, tidak perlu diusahakan cost
reduction. Manajemen akan menyimpan kelebihan tersebut untuk digunakan ketika
selama masa produksi terdapat kelebihan biaya akibat berbagai faktor yang mengganggu.
Contohnya, inflasi dan faktor lain yang dapat mengakibatkan biaya produksi
membengkak. Jika hal tersebut terjadi, perusahaan harus berusaha menekan supplier
untuk mencari cara agar harga komponen tetap sesuai dengan target cost.
3. The Production Stage
Fasilitas Zama berlokasi di suatu daerah yang berjarak beberapa mile dari Tokyo.
Dibangun pada tahun 1964, dengan luas 852,000 meter persegi dan terdiri dari 2 fasilitas
stamping dan assembly. Sebagai tambahan, terdapat fasilitas gudang tempat mobil yang
telah selesai diproduksi dan gedung pusat desain mesin milik perusahaan. Tidak ada
tahapan proses produksi yang dilakukan di Zama. Zama hanya terlibat dalam proses
membentuk bagian metal,mengelas tiap bagian untuk menyatukan dan membentuk badan,
mengecat, sampai dengan kendaraan tersebut untuk dijual.
Zama didesain untuk menghasilkan 90 mobil per jam, beroperasi dalam waktu 2
sesi selama 15 jam dan 20 menit per hari. Dalam 2 sesi tersebut dapat menghasilkan
antara 1,300 sampai 1,400 mobil per hari dengan kapasitas penuh.
Zama adalah pabrik pemasangan otomatis dengan kecepatan tinggi. Dengan
kurang lebih 3,000 titik las tiap mobil, lebih dari 97% dilakukan secara otomatis. Dengan
kecepatan tersebut, telah berhasil melampaui target produksi tiap tahun. Pencapaian
tertinggi dari hasil kecepatan tersebut diraih pada tahun 1980. Untuk mendukung
kecepatan otomatis tingkat tinggi tersebut, Zama dilengkapi hampir 300 robot.
Keseluruhan robot tersebut didesain oleh Nissan tapi hanya 40% yang benar-benar
dihasilkan oleh perusahaan.
Pada tahun 1990, fasilitas yang ada di Zama didedikasikan untuk menghasilkan 2
model dan 3 tipe badan mobil. The Sunny atau biasa disebut Sentra di pasar Amerika
Utara, adalah jenis mobil dengan 2 tipe badan; model 4 pintu, dan 2 pintu dan tipe Presea
hanya ada 1 tipe yaitu 4 pintu. Tiap tipe badan dapat diproduksi dengan bermacam variasi
yang membedakannya, seperti mesin, pendingin, dan transmisi. Dari ketiga variasi dasar
tipe badan mobil tersebut, Zama menghasilkan kurang lebih 20,000 variasi berbeda untuk
tiap tipe dasar badan mobil.
Banyaknya variasi tersebut dikarenakan banyaknya variasi pesanan konsumen.
Strategi produksi tersebut sejalan dengan strategi perusahaan Nissan untuk menyediakan
produk yang memenuhi kepuasan konsumen, berkualitas tinggi, waktu pengiriman yang
singkat, dan produk dengan tingkat fungsional yang tinggi. Pada kenyataanya, kecepatan
dalam pengiriman menjadi pertimbangan utama dalam menentukan strategi perusahaan,
sehingga muncul slogan “deliver the car with the paint still wet”. Pada tahun 1990,
sebuah mobil dipesan dari dealer di Jepang dan dihasilkan di Zama dapat dikirim ke
konsumen hanya dalam waktu 2 minggu. Selain waktu pengiriman yang singkat,
keaneragaman produk juga telah dicapai secara agresif hanya dalam sekali produksi.

The Product Cost System / Sistem Biaya Produk


Sistem biaya yang sama telah digunakan oleh seluruh perusahaan pemasangan Nissan.
Seluruh komponen biaya dilaporkan baik beban langsung maupun beban tidak langsung.
Beban tidak langsung dialokasikan kedalam produk dengan menggunakan 2 cara yang
berbeda. Beban produksi langsung dan tidak langsung dibebankan secara langsung ke
masing-masing pusat biaya produksi dan kemudian dialokasikan ke masing-masing
produk. Beban servis dan administrasi dan biaya corporate telah dialokasikan kedalam
produk tanpa harus melalui pusat biaya produksi. Beban corporate sama dengan 15% dari
penerimaan penjualan yang terdiri dari 3 tipe beban utama, yaitu:
1. Beban yang berhubungan dengan produk, diantaranya: beban iklan, garansi, dan
beban pengiriman. Komposisinya 30%
2. Beban yang berhubungan dengan letak geografis, seperti biaya yang timbul dari
adanya komunikasi antara divisi penjualan di Tokyo dengan tenaga penjual di 3 pasar
utama di luar negeri. Komposisinya 50%
3. Beban yang berhubungan administrasi corporate, legal, dan akunting. Komposisi 20%

Dalam Exhibit 10 dapat dilihat ada 3 komponen utama dalam menghitung keuntungan
perusahaan, yaitu:
1. Direct Material Marginal Profit,
Direct material marginal profit = Penjualan – (biaya bahan baku + pembelian
onderdil)
2. Product Contribution,
Product Contribution = Direct material marginal profit – (biaya produksi langsung,
beban riset dan pengembangan, dan biaya corporate)

Biaya produksi langsung termasuk biaya produksi dari persediaan komponen,


seperti penyusutan mesin dan alat potong.
Prosedur yang digunakan untuk membebankan beban kedalam variasi produk
berdasarkan kondisi alami dan seberapa banyak biaya tersebut digunakan untuk
memproduksi suatu produk. Contohnya, biaya produksi persediaan komponen
berdasarkan jumlah jam kerja langsung jika ada lebih dari 1 jenis produk yang diproduksi
sekaligus, depresiasi mesin dihitung berdasarkan jumlah unit tanpa memperhatikan
variasi model produk.
Beban riset dan pengembangan termasuk biaya tenaga kerja, fasilitas, dan biaya
yang timbul untuk melakukan riset dan pengembangan terhadap suatu produk. Dihitung
berdasarkan jumlah jam kerja yang digunakan untuk melakukan riset dan pengembangan
pada suatu produk.
Biaya corporate, seperti: beban iklan, beban insentif produk, beban garansi, dan
beban angkut.

3. Operating Profit
Operating Profit = Product contribution – (biaya produksi tidak langsung, servis,
administrasi, dan beban corporate)
Biaya produksi tidak langsung akan secara langsung dihitung ke dalam pusat biaya
produksi dimana biaya tersebut terjadi. Contohnya, biaya transportasi, pemeliharaan,
dan depresiasi.
Biaya servis dan administrasi dibebankan kedalam produk tanpa harus
dimasukkan terlebih dahulu ke dalam pusat produksi.
Biaya corporate, dihitung menggunakan cara yang sama dengan beban
administrasi.
Penggolongan biaya produksi di perusahaan Nissan secara keseluruhan dapat
dilihat di Exhibit 11.
Sistem biaya pada perusahaan Nissan dari tahun ke tahun mengalami
perubahan. Secara khusus, sebuah program telah dimulai untuk melacak seberapa
besar biaya yang mungkin terjadi pada sebuah departemen produksi. Kesuksesan dari
program tersebut dan keyakinan akan harga dan servis dari supplier akan sesuai
dengan target dalam 3 kategori biaya. Biaya langsung, mewakili 85% dari total biaya
produksi, biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung mewakili 10%
dari total biaya produksi, biaya servis dan administrasi sebesar 5% dari total biaya.
Biaya produk dilaporkan dengan tujuan antara lain:
1. Long-range strategic plan, untuk mengestimasi keuntungan masa depan
2. Cost-control purposes, untuk memastikan lamanya waktu produksi sesuai dengan
target
3. Untuk membantu dalam memilih produk mix (perpaduan kualitas produk), dengan
tetap menghargai keunggulan yang terdapat pada masing-masing variasi produk
4. Untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya variasi yang tidak menguntungkan
untuk kemudian variasi tersebut tidak akan diproduksi kembali.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan hal-hal


sebagai berikut ini:
1. Untuk tetap bertahan di pasar persaingan produsen kendaraan bermotor yang ada di
Jepang, Nissan dituntut harus menyediakan produk yang memiliki kualitas tinggi dengan
biaya produksi yang rendah. Artinya bahwa untuk sebuah produk terkadang ada beberapa
fitur yang tidak diperlukan oleh konsumen. Tentunya menghilangkan fungsi tersebut akan
mengurangi biaya produksi. Hal-hal tersebut yang selalu dianalisa oleh Nissan. Dengan
metode target costing, Nissan mampu menekan biaya produksi dengan tetap
mempertahankan fungsi atau kualitas utama sebuah produk.
2. Nissan berusaha untuk meningkatkan pangsa pasarnya di Jepang dan seluruh dunia
dengan selalu berorientasi pada kepuasan pelanggan, artinya sebelum melakukan inovasi
atau perbaikan produk, Nissan selalu melakukan riset terhadap keinginan konsumen pada
saat itu. Sehingga harapan konsumen akan sebuah produk yang akan dibeli dapat
dirancang oleh Nissan dengan tetap memperhatikan fungsi utama dari sebuah produk.
REFERENSI

Drucker, P., 1994, Nissan Motor Company, Ltd: Target Costing System, Presiddent and
Fellows of Harvard College.
Feil, P., K.H. Yook, dan I.W. Kim, 2004, Japanese Target Costing: A Historical Perspective,
International Journal of Strategic Cost Management, Spring: 10-19.
Garrison, R.H., E.W. Norren, dan P.C. Brewer, Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba
Empat.
Hansen, D.R, dan M.M. Mowen, 2004, Akuntansi Manajemen, Jakarta: Salemba Empat.
Hergeth, H., 2002, Target Costing in the Textile Complex,
Journal of Textile and Appreal Technology and Management, Vol. 2, Issue IV, Fall: 1-10.
Kocakulah, M.C.,dan A.D. Austill, 2006, Product Development And Cost Management
Using Target Costing: A Discussion And Case analysis, Journal of Business and
Economics Research, Vol. 4, No.2, February: 61-71.
Kusumawati, Y.N., 2001, Value Chain, Life Cycle’s Costing, dan Sistem Target Costing
sebagai Strategi Keunggulan Bersaing dalam Pengembangan Produk Baru, Kajian
Bisnis, No. 23, Mei-Agustus: 79-92.
Mursid, M., 2003, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Bumi Aksara.
Satyo, 2005, Praktik Terbaik Penerapan Target Costing, Akuntan, Oktober:44-46.
Supriatna, I., 2010, Tinjauan Penerapan Target Costing dan Upaya Cost Reduction pada
Industri Garmen, Jurnal Ekonomi Keuangan, Vol.2, No.2, November: 291-311.
Wiguna, F.L.,dan P. Sormin, 2007, Penerapan Target Costing untuk Meningkatkan
Keunggulan Bersaing: Studi Kasus pada PT Smart Ledi, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol.1, No.1, April: 79-92.

Anda mungkin juga menyukai